Anda di halaman 1dari 28

4

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Line balancing


Line balancing atau sering disebut juga lintasan perakitan yang biasanya
terdiri dari sederetan area kerja yang dinamakan station kerja yang ditangani
seseorang atau lebih operator dan kemungkinan ditangani dengan beragam alat.
Masing-masing operator mengerjakan elemen kerja apabila unit produk melewati
statiun kerjanya. Jadi dalam proses pengerjaan sub unit produk, semua atau hamper
semua statiun kerjanya. Jadi dalam proses pengerjaan sub unit produk, semua atau
hamper semua statiun kerja terlibat dan item yang menjalani pengerjaan akan
bertambah komplit pada setiap statiun [1].
Line balancing adalah serangkaian stasiun kerja (mesin dan peralatan) yang
digunakan untuk pembuatan produk. Line balancing (lintasan perakitan) biasanya
terdiri dari sejumlah area kerja yang dinamakan stasiun kerja yang ditangani seorang
atau lebih operator dan ada kemungkinan ditangani dengan bermacam-macam alat
[2].
Salah satu tujuan dasar menyusun lintasan perakitan adalah untuk membentuk
atau menyeimbangkan beban yang diaolaksikan pada setiap statiun kerja [1].
Aliran proses produksi suatu departemen ke departemen yang lainnya
membutuhkan waktu proses produk tersebut. Apabila terjadi hambatan atau
ketidakefisienan dalam suatu departemen akan mengakibatkan tidak lancarnya aliran
material ke departemen berikutnya sehingga terjadi waktu menunggu (delay time)
dan penumpukan material (material in process storage). Dalam upaya
menyeimbangkan lini produksi maka tujuan utama yang ingin dicapai adalah
mendapatkan tingkat efisiensi yang tinggi bagi setiap departemen dan berusaha
memenuhi rencana produksi yang telah ditetapkan sehingga diupayakan untuk
memenuhi perbedaan waktu kerja antardepartemen dan memperkecil waktu tunggu
[3].
Berikut ini adalah pengertian keseimbangan lini (Line balancing) menurut
dua orang ahli yang berbeda [4]:
1. Keseimbangan merupakan kesamaan keluaran atau hasil atau keseluruhan
produksi pada setiap urutan lintasan produksi.
5

2. Keseimbangan lini bertujuan untuk memperoleh suatu arus produksi yang


lancar dalam rangka memperoleh utilitas yang tinggi atas fasilitas, tenaga
kerja, dan peralatan melalui penyeimbangan waktu kerja antara stasiun kerja.

Konsep line balancing adalah bertujuan untuk meminimalkan total idle dalam
proses produksi. Dalam konsep ini, elemen-elemen operasi akan digabung-gabung
menjadi beberapa stasiun kerja. Tujuan umum penggabungan ini adalah untuk
mendapatkan rasio delay/idle (menganggur) yang serendah mungkin [3].

Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi


diatur secara berurutan dan material bergerak secara kontinu melalui operasi yang
terangkai seimbang. Menurut karakteristiknya lini produksi dibagi menjadi 2, yaitu
[3]:
1. Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah operasi
pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda kerja.
2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah
operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan
digabungkan menjadi benda assembly atau subassembly.

Kriteria umum keseimbangan lintasan perakitan adalah memaksimumkan


efisiensi atau meminimumkan balance delay. Tujuan pokok dari penggunaan metode
ini adalah untuk mengurangi atau meminimumkan waktu menganggur (idle time)
pada lintasan yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat.
Waktu yang dibutuhkan menyelesaikan pekerjaan pada masing-masing
stasiun kerja biasanya disebut sevice time atau station time. Sedangkan waktu yang
tersedia pada masing-masing stasiun kerja disebut waktu siklus. Elemen-elemen
utama permasalahan keseimbangan lintasan dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut
[5].

Masukan: kinerja waktu Keluaran: pengelompokan


dari tugas kebutuhan Keseimbangan lintasan tugas-tugas pada stasiun
pendahuluantingkat output stasiun kerja dengan kapasitas
output sama

Gambar 2.1 Elemen-elemen utama permasalahan keseimbangan lintasan


6

Pengalokasian elemen-elemen pada stasiun-stasiun kerja dibatasi oleh dua


kendala yaitu [1]:
1. Precedence Constraint
2. Zoning Constraint

1. Precedence Constraint
Dalam proses assembling ada dua kondisi yang biasanya muncul. Pertama,
tidak ada ketergantungan dari komponen- komponen dalam proses pengerjaannya.
Jadi setiap komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali.
Dengan kata lain tidak ada precedence untuk setiap item. Batasan praktisnya adalah
bahwa hanya ada satu dari komponen-komponen ini yang dikerjakan pertama kali
dan di sini dibutuhkan prosedur penyeleksian untuk menentukan prioritas. Kedua,
apabila satu komponen telah dipilih untuk di-assembling, urutan untuk meng-
assembling komponen lain telah dimulai. Di sini dinyatakan batasan precedence
untuk pengerjaan komponen- komponen. Ada beberapa cara untuk menggambarkan
kondisi precedence di atas. Alat atau cara paling efektif untuk menggambarkan
kondisi ini adalah dengan menggunakan diagram precedence. Maksud dari diagram
ini adalah untuk menggambarkan situasi lintasan kerja yang nyata dalam bentuk
diagram.
Precedence diagram dapat disusun dengan menggunakan dua simbol dasar
yaitu [1]:
a. Elemen simbol adalah dengan nomor atau huruf dikandung didalamnya yang
diberi nomor berurutan untuk menyatakan identifikasi.

2 atau
b
Gambar 2.2 Bentuk Elemen Simbol

b. Hubungan antar simbol


Menggunakan anak panah untuk menyatakan hubungan dari elemen satu
dengan yang lain.

1 2 3

Gambar 2.3 Hubungan antar Simbol


7

Gambar 2.3 menunjukkan bahwa elemen 1 harus mendahului elemen 2 dan


elemen 2 harus mendahului elemen 3.

2. Zoning Constraint
Selain Precedence Constraint, pengalokasian elemen-elemen kerja pada
stasiun-stasiun kerja juga dibatasi oleh Zoning constraint yang menghalangi atau
mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun tertentu. Zoning
constraint yang negatif menghalangi pengelompokan elemen kerja pada stasiun yang
sama, sebagai contoh pengelompokan pada satu stasiun kerja yang sulit. Sebaliknya
Zoning constraint yang positif menghendaki pengelompokan elemen-elemen pada
satu stasiun sebagai alasan untuk penggunaan peralatan yang mahal.

Gambar 2.4 Contoh Diagram Precedence

Dalam lintas perakitan produksi sebuah produk biasanya ada sejumlah k


elemen kerja. Untuk masing-masing elemen kerja dibutuhkan waktu proses selama t
(k = 1,2,…..., k) dan total waktu yang dibutuhkan untuk merakit [2]
Syarat dalam pengelompokan stasiun kerja dalam line balancing adalah
sebagai
Berikut [2]:
1. Hubungan dengan proses terdahulu.
2. Jumlah stasiun kerja tidak boleh melebihi jumlah elemen kerja.
3. Waktu siklus lebih dari atau sama dengan waktu maksimum dari tiap waktu di
stasiun kerja dari tiap elemen pekerjaan.
8

2.2 Metode Pemecahan dalam Line balancing


Ada beberapa metode pemecahan masalah dalam line balancing yaitu [6]:
1. Metode Heuristik
Metode yang berdasarkan pengalaman, intuisi atau aturan-aturan empiris
untuk memperoleh solusi yang lebih baik daripada solusi yang telah dicapai
sebelumnya.
a. Ranked Positional Weight/Hegelson and Birine
b. Kilbridge`s and Waste/Region Approach
c. Large Candidate Rule
d. Moodie - Young
e. Region Approach
2. Metode Analis atau Matematis
Metode penggambaran dunia nyata melalui simbol-simbol matematis berupa
persamaan dan pertidaksamaan. (Branch and Bound Method).
3. Metode Simulasi
Metode yang meniru tingkah laku sistem dengan mempelajari interaksi
komponen-komponennya. Karena tidak memerlukan fungsi-fungsi matematis
secara eksplisit untuk merelasikan variabel-variabel sistem, maka model-
model simulasi ini dapat digunakan untuk memecahkan sistem kompleks
yang tidak dapat diselesaikan secara matematis.
a. CALB (Computer Assembly Line balancing or Computer Aided Line
balancing)
b. ALPACA (Assembly Line balancing and Control Activity)
c. COMSAL (Computer Method or Saumming Operation for Assemble)

2.3 Istilah-Istilah dalam Line balancing


Sebelum membahas mengenai operasional dari metode-metode dalam line
balancing, perlu dipahami dulu beberapa istilah yang lazim digunakan dalam line
balancing [3].
1. Precedence diagram merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi
kerja serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk
memudakan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di
dalamnya.
Adapun tanda-tanda yang dipakai sebagai berikut:
a. Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk
mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi.
9

b. Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi.


Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti
mendahului operasi yang ada pada ujung panah.
c. Angka di atas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan
untuk menyelesaikan setiap operasi.
2. Assemble product adalah produk yang melewati urutan Work Station (WS) di
mana tiap WS memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk
akhir pada perakitan akhir.
a. Work element (elemen kerja/operasi/task) adalah bagian dari seluruh
proses perakitan yang dilakukan.
b. Waktu operasi (Ti) adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu
operasi, waktu baku yang di dalamnya sudah mencakup faktor
penyesuaian dan kelonggaran.
3. Work Station (WS) adalah tempat pada lini perakitan dimana proses perakitan
dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus maka jumlah stasiun
kerja efisien dapat ditetapkan dengan rumus berikut:

………………………………………………………….(pers 1)

Dimana:
Ti = Waktu operasi pada task ke-i (i = 1,2,3,….,n)
CT = Waktu siklus
N = Banyaknya task
Kmin = Banyaknya stasiun kerja minimal
4. Cycle Time/waktu siklus (CT) merupakan waktu yang diperlukan untuk
membuat 1 unit produk per satu stasiun. Apabila waktu produksi dan target
produksi telah ditentukan, maka waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi
waktu produksi dan target produksi. Dalam mendesain keseimbangan lini
perakitan untuk sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus sama dengan
atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab
terjadinya bottleneck (kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau
lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dengan jumlah produksi per
hari yang secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
…………………………………………………….(pers2)
10

Dimana:
Timaks = Waktu operasi terbesar pada lintasan
CT = Waktu siklus
P = Jam kerja efektif perhari
Q = Jumlah produksi per hari
5. Station Time (ST) adalah jumlah waktu dari elemen kerja/task yang dilakukan
pada suatu stasiun kerja yang sama.
6. Idle time adalah selisih (perbedaan) antara CT dikurangi dengan STi.
7. Balance Delay (BD), sering disebut balance loss, adalah ukuran dari
ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya
yang disebabkan oleh pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-
stasiun kerja. Balance Delay dinyatakan dalam persentase. Balance Delay
dapat dirumuskan sebagai berikut:
……………………………………..(pers 3)

Dimana:
k = Banyaknya stasiun kerja (WS)
CT = Waktu siklus
STi = Station time Ws ke-i
8. Line Efficiency (LE) adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja terhadap
keterkaitan antara waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja (dinyatakan
dalam persentase).
………………………………………............(pers 4)

Dimana:
k = Banyaknya stasiun kerja (WS)
CT = Waktu siklus
STi = Station time Ws ke-i
9. Smoothness Index (SI) adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran
relatif dari suatu keseimbangan lini perakitan. Suatu Smoothness Index
dikatakan sempurna apabila nilainya sama dengan nol atau disebut juga
perfect balance. ………………………………………...........(pers 5)
11

Dimana:
CT = Waktu siklus
STi = Station time Ws ke-i

2.4 Beberapa Teknik Line balancing


Untuk menyeimbangkan lintasan perakitan, ada beberapa teori yang
dikemukakan oleh para ahli yang meneliti bidang ini. Metode ini secara garis besar
dibagi dalam 2 bagian yaitu pendekatan analitis dan pendekatan heuristic [2-3].
Pada awalnya teori-teori line balancing dikembangkan dengan pendekatan
matematis yang akan memberikan solusi optimal, tapi lambat laun akhirnya para ahli
yang meneliti bidang ini mulai menyadari bahwa pendekatan secara sistematis tidak
ekonomis. Memang semua problem dapat dipecahkan secara metematis akan tetapi
usaha yang dilakukan untuk perhitungan terlalu besar. Sudah banyak usaha yang
dilakukan para ahli matematik untuk memberikan alternatif baru tetapi tidak ada
yang dapat mengurangi jumlah perhitungan pada tingkat yang dapat diterima. Hal
tersebut membuat para ahli mengembangkan teori heuristik. Metode ini didasarkan
atas pendekatan matematis dan akal sehat.
Batasan heuristik menyatakan pendekatan trial dan error dan teknik ini
memberikan hasil yang secara matematis belum optimal, tetapi cukup mudah untuk
memakainya. Usaha yang dikeluarkan untuk perhitungan agar mendapatkan solusi
yang optimal seringkali sangat besar dan sangat riskan apabila data yang di
masukkan tidak akurat. Pendekatan heuristik merupakan suatu cara yang praktis,
mudah dimengerti dan mudah diterapkan. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih
lengkap berikut ini diberikan beberapa model analitis dan model heuristik untuk
penyeimbangan lintasan perakitan.

Penyeimbangan lintasan perakitan dengan pendekatan Heuristic terbagi atas:


a. Metode 0-1 (zero-one)
Kita dapat melihat model 0-1 yang dikemukakan oleh Patterson dan Albracht
untuk memberikan bentuk matematis yang tepat bagi problem
12

penyeimbangan line balancing, maka kita dapat meggunakan notasi:


C : waktu siklus
tk : waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan elemen k, k= 1,2,3,
…,k
Sk(Pk) : subset dari semua elemen kerja yang harus didahului
Wi : subset dari demua elemen kerja yang ditugasi pada stasiun kerja I
M : batas-batas dari jumlah stasiun kerja
Xki : 1, jika elemen ditugaskan pada stasiun 1

b. Aturan Largest Candidate


Menurut dalam metode ini, elemen kerja diatur secara descending (dari nilai
paling besar ke paling kecil) berdasarkan nilai Ti. Metode ini terdiri dari
langkah-langkah:
1) Buat precedence diagram
2) Urutkan waktu operasi pada masing-masing task dari yang terbesar ke
yang terkecil secara urut.
3) Tentukan waktu siklus (CT).
4) Tugaskan task pada pekerja di WS 1 dengan memulai dari daftar paling
atas dan memilih task pertama yang memenuhi persyaratan presedence
dan tidak menyebabkan jumlah total Ti pada WS tersebut melebihi CT
yang diizinkan.
5) Ketika task sudah dipilih untuk ditugaskan pada WS, telusuri kembali
dari daftar paling atas untuk penugasan selanjutnya.
6) Ketika tidak ada lagi task yang dapat ditugaskan tanpa melebihi CT,
lanjutkan ke WS berikutnya.
7) Ulangi langkah 4 dan 5 untuk semua WS sampai semua task telah
ditugaskan.

c. Metode Kilbridge – Wester


Metode ini merupakan prosedur heuristic yang memilih task untuk ditugaskan
ke alam WS berdasarkan posisinya pada precedence diagram. Metode ini
mengatasi salah satu kesulitan dalam aturan Largest Candidate dimana task
dipilih karena nilai Ti yang tinggi tapi posisinya di precedence diagram
kurang sesuai. Langkah-langkahnya adalah:
1) Buat precedence diagram.
13

2) Task-task dalam precedence diagram diatur ke dalam kolom-kolom.


3) Task-task kemudian disusun ke dalam suatu daftar berdasarkan kolomnya,
dimana task-task pada kolom pertama didaftar pertama.
4) Jika suatu task dapat ditempatkan pada lebih dari 1 kolom, maka daftarlah
semua kolom untuk task tersebut.
5) Task-task pada kolom yang sama diurutkan berdasarkan nilai Ti terbesar
seperti pada aturan Largest Candidate
6) Hal ini akan membantu dalam menugaskan task ke WS karena dapat
memastikan bahwa task terlama akan dipilih lebih dulu, jadi
meningkatkan kesempatan untuk membuat jumlah Ti pada setiap WS
mendekati batas waktu siklus/Cycle Time (CT) yang diizinkan.
7) Tentukan waktu siklus (CT).
8) Tugaskan task pada pekerja di WS 1 dengan memulai dari daftar paling
atas dan memilih task pertama yang memenuhi persyaratan presedens dan
tidak menyebabkan jumlah total Ti pada WS tersebut melebihi CT yang
diizinkan. Ketika task sudah dipilih untuk ditugaskan pada WS, telusuri
kembali dari daftar paling atas untuk penugasan selanjutnya.Ketika tidak
ada lagi task yang dapat ditugaskan tanpa melebihi CT, lanjutkan ke WS
berikutnya.
9) Ulangi langkah 7 dan 8 untuk semua WS sampai semua task telah
ditugaskan.

d. Metode Helgeson dan Birnie


Nama yang populer ini adalah metode bobot posisi (Potitional-Weight
Technique). Metode ini sesuai dengan namanya dikemukakan oleh Helgeson
dan Birnie. Langkah-langkah dalam metode ini adalah sebagai berikut:
1) Buat precedence diagram untuk setiap proses.
2) Tentukan bobot posisi untuk masing-masing elemen kerja yang berkaitan
dengan waktu operasi untuk waktu pengerjaan yang terpanjang mulai
dari operasi permulaan hingga sisa operasi sesudahnya.
3) Membuat rangking tiap elemen pengerjaan berdasarkan bobot posisi
langkah kedua. Pengerjaan yang mempunyai bobot terbesar diletakkan
pada rangking pertama.
4) Tentukan waktu siklus (CT).
5) Pilih elemen operasi dengan bobot tertinggi, alokasikan ke suatu stasiun
kerja. Jika masih layak (waktu stasiun < CT ), alokasikan operasi dengan
bobot tertinggi berikutnya, namun alokasi ini tidak boleh membuat waktu
siklus > CT.
14

6) Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > CT, maka
sisa waktu ini ( CT - ST ) dipenuhi dengan alokasi elemen operasi
dengan bobot paling besar dan penambahannya tidak membuat ST > CT.
7) Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST < CT suda
tidak ada, kembli ke langkah 5.
e. Metode Moodie – Young
Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan menggunakan
metode ini berbeda pada urutan prioritas pembebanan pekerjaan. Langkah-
langkahnya yaitu [6]:
1) Buat precedence diagram.
2) Buat matriks operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk setiap
operasi berdasarkan precedence diagram
3) Tentukan waktu siklus (CT).
4) Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P yang semuanya terdiri
dari angka 0 dan bebankan task terbesar yang mungkin terjadi jika ada
lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh task sama dengan nol.
5) Perhatikan nomor task di baris matriks kegiatan pengikut F yang
bersesuaian dengan task yang telah ditugaskan. Setelah itu kembali
perhatikan baris pada matriks P yang ditunjukkan, ganti nomor
identifikasi task yang telah dibebankan ke WS dengan nol.
6) Lanjutkan penugasan task-task itu pada setiap WS dengan ketentuan
bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus. Proses ini
dikerjakan hingga semua baris pada matriks P bernilai nol.
f. Metode Region Approach
Metode ini dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi kekurangan
metode RPW. Metode ini tetap tidak akan menghasilkan solusi optimal, tetapi solusi
yang dihasilkannya sudah cukup baik dan mendekati optimal. Pada prinsipnya
metode ini berusaha membebankan terlebih dulu pada operasi yang memiliki
tanggung jawab keterdahuluan yang besar. Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan
metode RPW ialah mendahulukan operasi dengan waktu terbesar daripada operasi
dengan waktu yang tidak terlalu besar tetapi diikuti oleh banyak operasi lainnya.
Langkah-langkah penyelesaian dengan metode Region Approach adalah
sebagai berikut [6]:
1) Bagi precedence diagram ke dalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan.
Gambar ulang precedence diagram, tempatkan seluruh task di daerah
paling ujung sedapat-dapatnya.
15

2) Dalam tiap wilayah urutkan task mulai dari waktu operasi terbesar
sampai dengan waktu operasi terkecil.
3) Tentukan waktu siklus (CT).
4) Bebankan task dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula untuk
menyesuaikan diri terhadap batas wilayah) daerah paling kiri terlebih
dahulu. Dalam 1 wilayah, bebankan task dengan waktu terbesar pertama
kali.
5) Pada akhir tiap pembebanan stasiun kerja, tentukan apakah utilisasi
waktu tersebut telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh taskyang
memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang telah dibebankan.
Putuskan apakah pertukaran task-task tersebut akan meningkatkan
utilisasi waktu stasiun kerja. Jika ya, lakukan perubahan tersebut [6]

2.5 Konsep Dasar TOC


The theory of constraints (TOC), yang diperkenalkan oleh Dr. Eliyahu
Goldratt, merupakan suatu filosofi manajemen yang berdasarkan prinsip-prinsip
pencapaian peningkatan terus-menerus (continous improvement) melalui pemfokusan
perhatian pada kendala sistem (system constraint). Suatu kendala sistem membatasi
performansi dari sistem itu, sehingga semua upaya seyogyanya ditujukan untuk
memaksimumkan performansi dari kendala ini. Setiap sistem produksi membutuhkan
beberapa titik kendali (control points) atau titik-titik kunci (key points) untuk
mengendalikan aliran dari produk yang melewati sistem itu. Jika sistem produksi
mengandung kendala (constraint), maka pada kendala itu merupakan tempat terbaik
untuk dikendalikan. Titik kendali (control points) disebut sebagai “drum” [7].
Suatu kendala didefinisikan sebagai suatu sumber daya yang tidak memiliki
kapasitas untuk memenuhi permintaan, oleh karena itu salah satu alasan untuk
menggunakan kendala sebagai titik kendali (control points) adalah untuk
meyakinkan agar operasi sebelumnya tidak memproduksi lebih atau menghasilkan
inventori WIP (work-in-process inventory) yang tidak tertangani. Jika tidak terdapat
kendala, maka tempat terbaik berikut untuk menetapkan “drum“ adalah CCR
(capacity constrained resource). Suatu CCR didefinisikan sebagai operasi yang
mendekati kapasitas tetapi, pada tingkat rata-rata, memiliki kapabilitas yang cukup
memadai sepanjang itu tidak dijadwalkan secara salah (misalnya: dengan terlalu
banyak set-ups, produksi dengan ukuran lot terlalu besar, dan lain-lain, sehingga
16

menyulitkan operasi sesudahnya). Jika kendala maupun CCR tidak ada dalam sistem,
maka titik kendali dapat ditempatkan dimana saja dalam sistem itu. Terdapat dua hal
yang harus dilakukan terhadap kendala, yaitu:
1. Menjaga atau menyiapkan suatu ”buffer inventory” didepan tempat kendala
itu,
2. Mengkomunikasikan kepada operasi paling awak untuk membatasi produksi
sesuai jumlah kemampuan dari kendala itu.
Proses komunikasi ini disebut sebagai ”rope”. Dengan demikian dalam
konsep TOC dikenal istilah “drum–buffer-rope”, yang merupakan teknik umum
yang digunakan untuk mengelola sumber-sumber daya guna memaksimumkan
perforansi dari sistem. Drum adalah tingkat produksi yang ditetapkan oleh kendala
sistem, buffer menetapkan proteksi terhadap ketidakpastian sehingga sistem dapat
memaksimumkan performansi dan rope adalah suatu proses komunikasi dari kendala
kepada operasi awal (gating-operation) untuk memeriksa atau membatasi material
yang diberikan ke dalam sistem [5].
Guna kepentingan peningkatan terus-menerus (continous improvement), TOC
pada umumnya menggunakan lima langkah berikut [5]:
1. Mengidetifikasi kendala atau keterbatasan sistim. Hal ini analogi dengan
mengidentifikasi titik terlemah dalam rantai operasi, dimana titik itu
membatasi kemampuan sistem.
2. Memutuskan bagaimana cara mengungkapkan kendala sistem itu, melalui
memaksimumkan performansi sistem berdasarkan kendala yang telah
didentifikasi dalam langkah 1.
3. Menangguhkan hal-hal yang lain yang bukan kendala dari pertimbangan
pembuatan keputusan. Alasannya, segala sesuatu yang hilang pada kendala
sistem akan menghilangkan keuntungan, sedangkan kehilangan pada sumber
daya yang bukan kendala tidak memberikan pengaruh karena sumber-sumber
daya itu masih cukup tersedia.
4. Memprioritaskan solusi masalah pada kendala sistem, dalam hal ini apabila
performansi sistem tidak memuaskan.
5. Kembali ke langkah 1 untuk peningkatan terus-menerus, jika langkah-
langkah sebelumnya memunculkan kendala-kendala baru dalam sistem itu.
17

2.6 Lini Produksi


Lini produksi adalah penempatan area-area kerja dimana operasi-operasi
diatur secara berturut-turut dan material bergerak secara kontinu melalui operasi
yang terangkai seimbang. Menurut karakteristiknya proses produksinya, lini produksi
dibagi menjadi dua [6]:
1. Lini fabrikasi, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah
operasi pekerjaan yang bersifat membentuk atau mengubah bentuk benda
kerja
2. Lini perakitan, merupakan lintasan produksi yang terdiri atas sejumlah
operasi perakitan yang dikerjakan pada beberapa stasiun kerja dan
digabungkan menjadi benda assembly atau sub assembly
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari perencanaan lini produksi
yang baik sebagai berikut:
1. Jarak perpindahan material yang minim diperoleh dengan mengatur
susunan dan tempat kerja
2. Aliran benda kerja (material), mencakup gerakan dari benda kerja yang
kontinu. Alirannya diukur dengan kecepatan produksi dan bukan oleh
jumlah spesifik
3. Pembagian tugas terbagi secara merata yang disesuaikan dengan keahlian
masing-masing pekerjaan sehingga pemanfaatan tenaga kerja lebih
efisiensi
4. Pengerjaan operasi yang serentak yaitu setiap operasi dikerjakan pada saat
yang sama di seluruh lintasan produksi
5. Operasi unit
6. Gerakan benda kerja tetap sesuai dengan set-up dari lintasan dan bersifat
tetap
7. Proses memerlukan waktu yang minimum
Persyaratan yang harus diperhatikan untuk menunjang kelangsungan lintasan
produksi antara lain:
1. Pemerataan distribusi kerja yang seimbang di setiap stasiun kerja yang
terdapat di dalam suatu lintasan produksi fabrikasi atau lintasan perakitan
yang bersifat manual
2. Pergerakan aliran benda kerja yang kontinu pada kecepat yang seragam.
Alirannya tergantung pada waktu operasi
18

3. Arah aliran material harus tetap sehingga memperkecil daerah


penyebaran dan mencegah timbulnya atau setidak-tidaknya mengurangi
waktu menunggu karena keterlambatan benda kerja
4. Produski yang kontinu guna menghindari adanya penumpukan benda
kerja di lain tempat sehingga diperlukan aliran benda kerja pada lintasan
produksi secara kontinu. Keseimbangan lintasan, proses penyusunannya
bersifat teoritis. Dalam prktik persyaratan di atas mutlak untuk dijadikan
dasar pertimbangan.

2.7 Pengukuran Waktu Kerja


Pengukuran kerja adalah suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang
dibutuhkan oleh seorang operator yang memiliki skill rata-rata dan terlatih baik
dalam melaksanakan sebuah kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang
normal. Tujuan pokok dari aktivitas ini, berkaitan erat dengan usaha menetapkan
waktu standar. Secara historis dijumpai dua macam pendekatan didalam menentukan
waktu standar ini, yaitu pendekatan dari bawah ke atas (bottom-up) dan pendekatan
dari atas ke bawah (top-down)
Pendekatan bottom-up dimulai dengan mengukur waktu dasar (basic time)
dari suatu elemen kerja, kemudian menyesuaikannya dengan tempo kerja (rating
performance) dan menambahkannya dengan kelonggaran-kelonggaran waktu
(allowances time) seperti halnya kelonggaran waktu untuk melepas lelah, kebutuhan
personal, dan antisipasi terhadap delays. Pendekatan dari atas kebawah (top-down)
banyak digunakan dalam berbagai kontrak dengan para pekerja, dimana waktu
standar adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja dengan kualifikasi
tertentu untuk melakukan suatu pekerjaan yang bekerja dalam kondisi biasa,
digunakan untuk menentukan besarnya jumlah insentif yang harus dibayar pada
pekerja diatas upah dasarnya. Apapun definisi yang digunakan, pendekatan yang
dipakai untuk menghitung waktu standar biasanya adalah pendekatan bottom-up.
Untuk menjelaskan prosedur penentuan waktu standar dengan pendekatan bottom-up
maka terlebih dulu perlu dipahami beberapa definisi sebagai berikut [8]:
1. Waktu siklus adalah waktu yang dibutuhkan oleh elemen kegiatan pada saat
mulai kerja sampai selesai
19

2. Waktu normal adalah menunjukan bahwa seorang operator yang


berkualifikasi baik dalam menyelesaikan pekerjaannya pada kecepatan tempo
kerja yang normal.
3. Waktu standar adalah waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja yang
memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
4. Rating faktor adalah aktivitas menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja
operator pada saat bekerja
5. Kelonggaran adalah suatu faktor koreksi yang hurus diberikan pada waktu
kerja operator
6. Tingkat ketelitian dan tingkat kenyakinan adalah pencerminan tingkat
kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan
melakukan pengukuran dalam jumlah yang banyak
7. Tingkat ketelitian menunjukan penyimpangan maksimum hasil pengukuran
dari waktu penyelesaian sebenarnya.

Tingkat keyakinan menunjukan besarnya kenyakinan pengukur akan


ketelitian data waktu yang telah diamati dan dikumpulkan. Penelitian dan analisa
kerja pada dasarnya akan memusatkan perhatiannya pada bagaimana suatu kegiatan
akan bisa diselesaikan secara efisien. Disini suatu kegiatan akan diselesaikan secara
efisien apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Untuk
menghitung waktu standar penyelesaian suatu kegiatan, maka diperlukan aktivitas
pengukuran kerja (work measurement atau time study). Pengukuran waktu kerja akan
menghasilkan waktu atau output standard yang mana hal tersebut kemudian
bermanfaat untuk:
1. Man power planning
2. Estimasi biaya-biaya untuk upah pekerja
3. Penjadwalan produksi dan penganggaran
4. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi pekerja yang
berprestasi.
5. Indikasi output yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.

Waktu standar secara definitif dinyatakan sebagai waktu yang dibutuhkan


oleh seorang pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu standar tersebut sudah mencakup kelonggaran
waktu yang diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang harus
diselesaikan.
20

Berikut ini adalah perhitungan waktu siklus, waktu normal dan waktu standar.
Waktu siklus dihitung dengan merata-ratakan waktu yang diamati pada masing-
masing elemen:


 Xi .......................................................................................(pers 6)
N

Waktu normal diperoleh dengan mempertimbangkan rating factor operator.


Rumus:

WN = WS. (1 + Rf)

Waktu standar / waktu baku diperoleh dengan mempertimbangkan allowance


operator.
100
WB = WN
100  All

Keterangan:
WS = Waktu Siklus
WN = Waktu Normal
WB = Waktu Baku

2.7.1 Performance Rating (Faktor Penyesuaian)


Performance rating / rating faktor adalah performance untuk mengukur
berapa waktu standar yang dibutuhkan oleh seorang operator dalam menyelesaikan
pekerjaannya, tidak cukup hanya dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata waktu
siklus saja. Selamaperakitan berlangsung, perakit harus mengamati kewajaran kerja
dari operator. Ketidakwajaran operator pada waktu dilakukan perakitan akan
mempengaruhi kecepatan kerja, misalkan terlalu singkat atau terlalu lamanya waktu
penyelesaian pekerjaan, sehingga dihasilkan waktu baku yang adil dimana kedua
belah pihak.
Pemberian penyesuaian dapat dilakukan dengan mengalikan waktu siklus
rata-rata dengan faktor penyesuaian (p). Tiga kondisi faktor penyesuaian yaitu:
a. Operator dalam kondisi normal (p = l),
21

b. Operator diatas normal (p > l), kondisi ini jika operator dalam bekerja dinilai
terlalu cepat, dan
c. Operator dalam kondisi dibawah normal (p < l), kondisi ini operator dinilai
terlalu lambat.

Metode-metode untuk menentukan penyesuaian antara lain :


1. The Westing House System
Sistem ini merupakan sistem yang cukup lama dan sering digunakan dalam
sistem rating. Sistem ini dikembangkan oleh Westing House Electric Corporation de-
ngan mempertimbangkan empat faktor antara lain ketrampilan, usaha, kondisi dan
konsistensi. Synthetic Rating, rating ini dikembangkan oleh Morrow. Synthetic
Rating mengevaluasi kecepatan operator dari nilai waktu gerakan yang sudah
ditetapkan terlebih dahulu. Objective Rating, metode ini dikembangkan oleh Munder
dan Danner. Metode ini tidak hanya menentukan kecepatan akti-vitas, tetapi juga
mepertimbangkan tingkat kesulitan pekerjaan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerumitan kerja adalah jumlah
anggota badan yang digunakan, pedal kaki, penggunaan kedua tangan, koordinasi
mata dengan tangan, penanganan dan bobot. Selain penyesuaian, satu hal yang
seringkali dilupakan dalam menentukan waktu baku adalah menambahkan
kelonggaran atas waktu normal yang telah diperoleh. Speed Rating/Performance
Rating, sistem ini mengevaluasi performansi dengan mempertimbangkan tingkat
ketrampilan per satuan waktu saja [8]. Performance Rating dengan Sistem
Westinghouse ditunjukkan oleh Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Performance Rating dengan Sistem Westinghouse
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
KETRAMPILAN / GOOD C1 + 0.06
SKILL Avarage C2 + 0.03
Fair D 0.00
Foor E1 - 0.05
E2 - 0.10
F1 - 0.16
F2 - 0.22
22

Usaha/Effort Excessive A1 +0.13


Excellent A2 +0.12
Good B1 +0.10
Avarage B2 +0.08
Fair C1 +0.05
Porr C2 +0.02
D 0.00
Ei - 0.04
E2 - 0.08
F1 - 0.12
F2 - 0.17
Kondisi Ideal A + 0.06
Kerja/condition Excellenty B + 0.04
Good C + 0.02
Avarage D + 0.00
Fair E - 0.03
Poor F - 0.07
Konsisten//consiste Perfect A + 0.04
nci Excellent B + 0.03
Good C + 0.01
Average C 0.01
Fair D - 0.02
Poor E - 0.04

2.7.2 Penetapan waktu Longgar (Allowance)


Kelonggaran pada dasarnya adalah suatu faktor koreksi yang harus diberikan
kepada waktu kerja operator, karena dalam pekerjaannya operator seringkali
terganggu oleh hal-hal yang tidak diinginkan namun bersifat alamiah. Secara umum
kelonggaran dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Kelonggaran untuk kebutuhan personal, Personal Allowance)
Kelonggaran kebutuhan pribadi biasanya bersifat alamiah dan manusiawi.
Seperti misalnya minum untuk menghilangkan rasa haus, pergi ke kamar kecil,
bercakap-cakap dengan sesama rekan kerja dan kebutuhan pribadi lainnya. Untuk
pekerjaan yang relatif ringan, dimana operator bekerja 8 jam per hari tanpa jam
istirahat yang resmi. Sekitar 2 sampai 5 % (atau 10 – 24 menit) setiap jari akan
dipergunakan untuk kebutuhan yang bersifat personil.
b. Kelonggaran untuk melepaskan lelah (fitigue Allowance)
Kelelahan yang berlangsung terus menerus tanpa diimbangi dengan istirahat
yang cukup akan berakibat menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kwalitas.
c. Kelonggaran waktu karena keterlambatan-keterlambatan.(delay Allowance)
23

Kelonggaran yang ketiga diberikan jika terjadi hambatan-hambatan yang


tidak dapat dihindarkan, seperti misalnya menerima perintah kerja dari atasan, listrik
padam, peralatan rusak, menerima telepon dan sebagainya.
Kelonggaran waktu karena keterlambatan (delay allowance), keterlambatan
disebabkan oleh faktor yang sulit untuk dihindari (anavoidable delay), keterlambatan
yang terlalu lama tidak akan dipertimbangkan sebagai dasar dalam penetapan waktu
standar.
Untuk kegiatan yang masih bisa dihindarkan (anavoidable delay) seharusnya
dipertimbangkan, harus dilakukan usaha untuk mengeliminir delay. Lamanya
keterlambatan dapat ditetapkan dengan teliti dengan melaksanakan aktivitas time
study secara penuh atau sampling kerja. Personal Allowance umumnya diaplikasikan
dalam persentase dari waktu normal dan bisa berpengaruh pada handling time[8].
Besarnya kelonggaran berdasarkan faktor yang mempengaruhi dapat dilihat pada
Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor Yang Mempengaruhi


Faktor Contoh Pekerjaan Kelonggaran %

A. Tenaga yang Ekivalen beban Pria Wanita


dikeluarkan
1. Dapat diabaikan Bekerja dimeja, duduk Tanpa beban 0.00 - 6.0 0.00 - 6.0
2. Sangat Ringan Bekerja dimeja, berdiri 0.00 – 2.25 kg 6.0 -7.5 6.0 - 7.5
3. Ringan Menyekop, ringan 2.25 – 9.00 7.5 - 12.5 7.5 - 16.0
4. Sedang Mencangkul 9.00 - 18 12.0 - 19.00 16.0 - 30.0
5. Berat Mencangkul 18.00 - 27.00 19.0 - 30.0
6. Sangat Berat Mengayun palu yang berat 27.00 - 50.00 30.0 - 50.0
7. Luar biasa berat Memanggul karung bera Diatas 50 kg
B. Sikap Kerja
1. Duduk Bekerja duduk ringan 0.00 - 1.0
2. Berdiri Badan tegak, ditumpu pada kaki 1.0 - 2.5
diatas dua kaki
3. Berdiri Satu kaki mengerjakan alat kontrol 2.5 - 4.0
diatas satu kaki
4. Berbaring Pada bagian sisi belakang atau depan badan 2.5 - 4.00
5. Membungku Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki
k 4.0 - 10.00
C. Gerakan Kerja
1. Normal Ayunan bebas dari palu 0
2. Agat terbatas Ayunan terbatas pada bahu 0 - 5
3. Sulit Membawa beban berat dengan satu tangan 0 - 5
4. Pada anggota Bekerja dengan tangan diatas kepala 5 - 10
badan terbatas
5. Seluruh anggota Bekerja dilorong-lorong pertambagan yang sempit 10 - 15
24

badan terbatas

D. Kelelahan Mata Pencahayaan Baik Buruk


1. Pandangan yang Membaca alat ukur 0 1
terputus-putus
2. Pandangan yang Pekerjaan-pekerjaan yang teliti 2 2
hampir terus
manerus
3. Pandangan terus Memeriksa cacat-cacat pada kain 2 5
menerus dengan
fokus berubah-
ubah
4. Pandangan terus pemeriksaan yang sangat teliti 4 8
menerus dengan
fokus tetap
E. Keadaan Temperatur (0 C) Keadaan Berlebihan
Temperatur Tempat Normal
Kerja Dibawah o
1. Beku 0 - 13 Diatas 10 diatas 12
2. Rendah 13 - 22 10 - 0 12 - 5
3. Sedang 22 - 28 5 - 0 8 - 0
4. Normal 28 - 38 0 - 5 0 - 8
5. Tinggi Diatas 38 5 - 40 8 -100
6. Sangat tinggi Diatas 40 diatas100
F. Keadaan Atmosfir
1. Baik Ruangan yang berventilasi baik, udara segar 0
Ventilasi kurang baik, ada bau-bauan (tidak
berbahaya)
2. Cukup Adanya debu-debu beracun, atau tidak beracun 0 - 5
3. tetapi banyak
4. Kurang baik Adanya baubauan berbahaya yang mengharuskan 5- 10
5. Buruk menggunakan alat-alat pernapasan 10 - 20
Tabel 2.2 Lanjutan Besarnya Kelonggaran Berdasarkan Faktor Yang Mempengaruhi
G. Keadaan lingkungan yang baik.
1. bersih, sehat, cerahdengan kebisingan rendah 0
2. Siklus kerja berulang-ulang antara 5 – 10 detik 0 - 1
3. Siklus kerja berulang-ulang antara 0 – 5 detik 1- 3
4. Sanat bising 0 - 5
5. Jika faktor-faktor yang berpengaruh dapat menurunkan kualitas 0 - 5
6. Terus adanya gerakan lantai 5 - 10
7. Keadaan-keadaan luar biasa (bunyi, kebersihan dll 6 - 15
*) kontras antar warna hendaknya diperhatikan
**) tergantung juga pada keadaan fentilasi
***) dipengaruhi juga oleh ketinggian tempat kerja dari permukaan laut dan keadaan iklim
Catatan pelengkap; kelonngaran untuk kebutuhan pribadi untuk pria = 0 - 2.5 % untuk wanita 2-5%

2.8 Penelitian Sebelumnya (Analisis Jurnal)


2.8.1 Jurnal Maulidiana Sari
1. Analisa Keseimbangan Lini pada Departemen Chassis PT Toyota Motor
Manufacturing Indonesia dengan Algoritma Ant Colony, Rank Positional
25

Weight, dan Algoritma Genetika. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil


penelitian ini adalah waktu siklus terpanjang saat ini yaitu 122.61 detik/unit.
Kondisi ini menyebabkan tidak tercapainya target produksi yang telah
ditetapkan sehingga dibutuhkan perbaikan keseimbangan lini produksi.
Berdasarkan perhitungan menggunakan algoritma genetika dengan Algoritma
Ant Colony sebagai solusi awal, diperoleh hasil efisiensi lini sebesar 93,2 %,
balance delay sebesar 6,8 %, dan smoothness index 45,77. Berdasarkan
perhitungan menggunakan Rank Positional Weight (RPW) dan Algoritma
Genetika dengan solusi awal RPW didapat hasil efisiensi lini sebesar 93,2 %
dengan Balance delay sebesar 6,8 %, dan smoothness index dari lini sebesar
52,98. Berdasarkan perbandingan 3 metode yang telah dilakukan maka hasil
perhitungan dengan menggunakan algoritma genetika dengan solusi awal Ant
colony merupakan metode tebaik yang dapat diusulkan untuk memperbaiki
target produksi perusahaan [9].
2. Keseimbangan Lintasan Tipe U- Line Assembly Pada Perakitan Pompa Air.
Hasil penyelesaian model MIP keseimbangan lintasan U-line dan straight
line balancing pada permasalahan perakitan pompa air menujukkan bahwa
U-line assembly membutuhkan jumlah stasiun kerja yang lebih sedikit
dibandingkan straight line assembly. Konsekuensi hasil berikutnya adalah
tercapainya tingkat efisiensi yang lebih tinggi secara signifikan untuk U-line
assembly dibandingkan straight line assembly. Hasil ini sesuai dengan
beberapa penelitian terdahulu yang secara teori menyatakan bahwa
keseimbangan lintasan U-line lebih baik daripada straight line. Kesimpulan
di atas diambil berdasarkan asumsi bahwa waktu proses kerja antara straight
line dan U-line tidak berbeda. Secara praktis, ada kemungkinan waktu proses
bisa berbeda karena kedua sistem ini berbeda. Maka pada penelitian lebih
lanjut akan dievaluasi apakah dalam penerapan yang sesungguhnya model U-
line memang lebih efisien daripada model straight line secara signifikan [10].
3. Line balancing Lini Perakitan Produk Torch Light (Studi Kasus PT
Arisamandiri Pratama).Dari uraian yang telah dibahas pada bagian
sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa setelah
dilakukan penyeimbangan pada lini perakitan FL-R20NU2A atau BF-100
SONY dihasilkan reduksi stasiun kerja dari 26 menjadi 19 stasiun kerja. Dari
26

perhitungan efisiensi lini perakitan setelah dilakukan penyeimbangan


menghasilkan efisiensi sebesar 83,89%. Hasil perbandingan Assembly Line
Performance actual dengan Assembly Line Performance standar didapatkan
peningkatan efisiensi, dari 72,52% menjadi 81,98% dan penurunan ratio loss
rate dari 27,48% menjadi 18,02% [11].

2.8.2 Jurnal Sri Rahayu


1. Perbaikan Perencanaan Produksi Dengan Pendekatan Line balancing Dan
Penjadwalan Batch Di PT. XYZ . Dari penelitian yang telah dilakukan,
dapat diambil kesimpulan bahwa jumlah stasiun yang optimal berdasarkan
hasil keseimbangan lintasan (line balancing) adalah 3 stasiun yaitu stasiun
oven press, stasiun cutting logo dan stasiun trimming. Mean tardiness yang
dihasilkan dari penjadwalan dengan waktu stasiun berdasarkan hasil line
balancing dengan metode shortest processing time (SPT) adalah 121,18
menit sedangkan dengan metode longest processing time (LPT) adalah 70,15
menit. Mean tardiness yang dihasilkan dari penjadwalan dengan waktu
stasiun berdasarkan takt time dengan metode shortest processing time (SPT)
adalah 123,27 menit sedangkan dengan metode longest processing time
(LPT) adalah 72,24 menit [12].
2. Peningkatan Efsiensi dan Produktivitas Kinerja Melalui Pendekatan
Analisis Rangked Positional Weight Method PT. X. PT X adalah salah satu
perusahaan yang memproduksi peralatan medis di Indonesia khususnya
dalam memproduksi incubator. Keseimbangan lini produksi dari jalur
cabinet TSN 89 TR dengan menggunakan metode peringkat bobot posisi
dengan langkah pendahulunya tersebut, data uji keseragama, data uji
kecukupan, waktu normal dan waktu standa. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa lini keseimbangan dengan menggunakan peringkat positional weight
method hasil dalam efisiensi sejalan dengan peningkatan, meminimalkan
waktu menganggur, mengurangi jumlah stasiun kerja dan peningkatan
produktifitas. Dimana kondisi awal sebesar 9 stasiun kerja sementara
perbaikan yang diusulkan untuk 6 stasiun kerja yang menghasilkan
peningkatan efisiensi garis 25, 85 persen dengan mengurangi waktu idle
26081,74 detik dan meningkatkan produktifitas 0,016 lembar/pekerjaan jam
[13].
27

2.8.3 Jurnal Alfi Syahriati


1. Minimalisasi Bottleneck Proses Produksi dengan Menggunakan Metode Line
balancing. Untuk menerapkan metode keseimbangan lintasan ini dibutuhkan
data – data antara lain: aliran proses produksi, waktu tiap-tiap proses produksi
dan juga jumlah output yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu. Data-
data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan metode bobot posisi dan
metode pendekatan wilayah untuk mendapatkan stasiun kerja yang efektif
guna meningkatkan efisiensi kerja untuk meminimalkan bottleneck sehingga
output produksi dapat meningkat. Hasil analisis menyatakan bahwa dengan
adanya penerapan metode keseimbangan lintasan pada perusahaan akan dapat
meningkatkan efisiensi kerja lintasan produksi sebesar 47,56 % dari 39,99 %
menjadi 87,55 %. Dan balance delay dapat dikurangi sebesar 47,56 % dari
60,01 % menjadi 12,45 %. Dengan stasiun kerja efektif pada lintasan proses
produksi benang polister sebanyak 3 stasiun kerja. Dengan meningkatkan
output produksi sebesar 37 ton/bulan dari 400 to /bulan menjadi 437
ton/bulan [14].
2. Perbaikan Sistem Produksi Dengan Metode Line balancing Pada Perusahaan
Pembuat Mesin Pertanian PT Agrindo di Gresik. Tujuan dari penelitian ini
adalah ingin memperbaiki proses-proses produksi yang mengalami
hambatan/bottleneck dengan menyeimbangkan setiap lintasan produksinya
menggunakan metode Line Balancing. Dari perhitungan Line balancing
sendiri, telah didapatkan nilai Balanced Delay yang semakin baik. Balanced
Delay untuk produk HU10MPC yang sebelumnya 28% bisa turun hingga
menjadi 16% saja, HU10PP dari 30% bisa menjadi 18% dan KB40G dari
37% menjadi 32%. Namun stasiun-stasiun kerja yang terbentuk dari nilai
Balanced Delay tersebut hanya cocok pada satu jenis produk tertentu saja.
Berbeda dengan hasil dari perhitungan software, yang menyatakan nilai
Balanced Delay Gabungan sebesar 19,17%, hasil tersebut lebih jelek
dibanding beberapa Balanced Delay pada masing-masing produk, namun
stasiun kerja yang dihasilkan cocok untuk semua tipe produk yang dibuat.
Berdasarkan perhitungan manual maupun software, mesin-mesin yang ada
dapat dikelompokkan ke dalam 6 stasiun kerja baru [15].
28

3. Penerapan Line balancing untuk Mencapai Target Produksi Harian dan


Simulasi untuk Mengetahui Tingkat Bottleneck pada Produksi DVD Player
(Studi Kasus: PT. Arisamandiri Pratama) Dalam menjalankan prosesnya,
target tersebut tidak pernah tercapai masih terdapat tingkat bottleneck yang
cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan stasiun kerja sebelumnya tidak
dapat berjalan karena terhalang (blocked) serta timbulnya idle time yang
tinggi. Untuk mengatasi masalah tersebut, dilakukan penyeimbangan lintasan
pada lini 2 lintasan perakitan DVD Player. Metode line balancing yang
digunakan meliputi Ranked Positional Weight, Region Approach, serta
Moddie Young dengan dua tipe lintasan, yaitu U line Shape dan 2 Straight
Line Shape. Setelah dilakukan penyeimbangan lintasan, didapat metode
Moddie Young pada tipe 2 Straight Line sebagai lintasan terbaik untuk
mengatasi permasalahan pada PT. Arisamandiri Pratama. Hal ini disebabkan
metode ini memiliki nilai performansi terbaik dibanding metode lain Dengan
menggunakan metode ini, nilai balance delay dari lintasan menurun hingga
42,41%, sehingga efisiensinya meningkat dari 49,99% menjadi 92,39% dan
smoothness index yang juga menurun hingga 76,09. Setelah dibandingkan
melalui simulasi yang dibentuk, didapat adanya peningkatan performansi dari
lintasan awal, seperti berkurangnya bottleneck dan meningkatnya jumlah
produksi sehingga target yang ditetapkan dapat tercapai [16].

2.8.4 Jurnal Yarham Shahabi Lubis


1. Penyeimbangan Lintasan pada Perakitan Transformator dengan Metode
Moodie Young dan Comsoal pada PT. XYZ .PT. XYZ yang merupakan
perusahaan yang bergerak di bidang perakitan transformator, yang
berproduksi berdasarkan pesanan (make-to-order). Masalah yang terjadi di
perusahaan ini masih adanya pembagian beban kerja dan kapasitas
mesin/operator yang tidak seimbang pada proses perakitan masing-masing
stasiun kerja yang akan berpengaruh terhadap kelancaran produksi. Untuk
menyelesaikan permasalahan ini dibutuhkan penyeimbangan lintasan
perakitan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode Moodie Young dan
metode COMSOAL memiliki nilai balance delay dan efisiensi lintasan
produksi yang sama baiknya yaitu masing-masing sebesar 46,89% dan
29

53,21%. Nilai smoothness index untuk metode Moodie Young sebesar 367,86
sedangkan untuk metode COMSOAL sebesar 368,42. Maka yang menjadi
metode usulan adalah metode Moodie Young. Dalam penelitian ini, dilakukan
penentuan jumlah operator dan mesin. Hasilnya dilakukan penambahan 1
mesin dan 1 opertaor pada stasiun kerja VI (Penggulungan Coil), VII
(Koneksi Kumparan), dan IX (Proses Akhir) [17].
2. Pengukuran Produktivitas Alur Produksi Menggunakan Metode Line
balancing di PD Sandang Jaya. PD Sandang Jaya bergerak di bidang
industry garmen dan melakukan produksi berdasarkan pesanan. Penelitian ini
dititikberatkan pada lini produksi yang selalu menjadi permasalahan di dalam
perusahaan. Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan metode line
balancing dengan menghitung waktu baku dan mengatur aliran proses
produksi setiap lini. Melalui metode ini didapat susunan proses produksi
dengan efisiensi yang tinggi sebesar 90,38% dan balanced delayed sebesar
9,62%. Dari hasil perhitungan didapat total jumlah per hari sebesar 113
produk, sehingga jumlah produksi untuk 30 hari sebesar 3390 produk atau
282 lusin meningkat dari jumlah produksi awal sebesar 3000 produk. Dari
hasil perhitungan line balancing usulan terjadi peningkatan produktivitas
tenaga kerja sebesar 250 dari lini awal sebesar 214,8 [18].
3. Perencanaan Line Balancing dengan Metode Rank Position Weight (RPW) dan
Metode Region Approach (RA) Guna Meningkatkan Output Produksi.
Permasalahan line balancing dalam aliran produksi terkadang masih
diabaikan oleh perusahaan, berdasarkan hasil analisa ternyata dari kedua
metode didapatkan hasil perhitungan balance delay awal 23% berkurang
menjadi 21% dengan metode rank position weight. Dan 17% dengan metode
region approach. Sedangkan efisiensi lintasan dari kondisi awal sebesar 77%
meningkat menjadi 79% dengan metode rank position wight, dan 83%
dengan metode region approach. Output produksi tas perempuan meningkat
dari kondisi awal 1848 unit/bulan menjadi 2662 unit/bulan dengan metode
rank position weight, dan 2464 unit/bulan dengan metode region approach.
Karena pada kasus ini yang lebih ditekankan adalah output produksinya maka
perencanaan line balancing dengan metode rank positional weight dapat
30

digunakan dalam pemecahan masalah pada koperasi INTAKO Tanggulangin


Sidoarjo [19].

2.7.5 Jurnal Khairanita


1. Learning Process Production Line Balancing And Paper Products PT. Indah
Kiat Pulp Paper Tangerang Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan
analisa bawa terdapat lima proses dalam proses produksi yang terjadi dalam
pembuatan kertas PT Indah Kiat Pulp Paper Tangerang yaitu: a. Proses
penyediaan bubur kertas/pulp. b. Proses pembuatan lembaran kertas. c.
Proses pemotongan (cutting). d. Proses penyortiran (sortir). e. Proses
pembungkusan (packing). 2. Terdapat lima hal yang dapat disimpulkan dari
line balancing produk kertas PT. Indah Kiat Pulp Paper Tangerang, yaitu: a.
Kecepatan lintasan pada proses pembuatan line balancing produk kertas PT.
Indah Kiat Pulp Paper Tangerang adalah sebesar 1,72 menit per produk. b.
Banyaknya stasiun kerja yaitu 3 buah pada alternatif pertama dan 6 buah
pada alternatif kedua. c. Alternatif penyelesaian untuk memenuhi
permintaan, yaitu alternatif pendekatan pertama dan alternatif pendekatan
kedua. d. Efisiensi lini sebesar 70,92 [20].
31

1 Penerapan Line Balancing dengan Metode Moodie Young untuk


Meningkatkan Efisiensi Lintasan Produksi Pembuatan Meja Makan pada
CV. Ahmad Jati Furniture Jepara Metode yang digunakan dalam pemecahan
masalah tentang keseimbangan lintasan ini adalah Metode Moodie Young.
Metode Moodie Young memiliki dua tahap analisis. Fase (tahap) satu adalah
membuat pengelompokan stasiun kerja berdasarkan matriks hubungan antar-
task, tidak dirangking seperti metode Helgeson-Birnie. Fase (tahap) dua,
dilakukan revisi pada hasil fase satu, Pada fase dua ini mencoba untuk
mendistribusikan waktu menganggur (idle) secara merata untuk tiap-tiap
stasiun melalui mekanismme jual dan transfer elemen antar stasiun. Dari
hasil perhitungan setelah menggunakan metode Moodie Young didapat nilai
balance delay 38.99 %, line efisiensi 66.52 %, dengan jumlah stasiun kerja
6. Maka sebaiknya pihak perusahaan menerapkan metode Moodie Young
karena dapat memperkecil balance delay dan meningkatkan line efesiensi
[21].
2. Model Keseimbangan Lintas Perakitan Menggunakan Algoritma Variable
Neighborhood Descent Dengan Kriteria Minimasi Stasiun Kerja. Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan pengujian dengan data Mitchell (1957)
memperlihatkan algoritm usulan dapat menyelesaikan SALBP I dengan hasil
yang sama dengan penelitian dipublikasikan sebelumnya.Pengujian dengan
data yang lain memperlihatkan bahwa algoritma usulan dapat memperbaiki
solusi awal dan menghasilkan jumlah stasiun kerja yang sama dengan
jumlah stasiun kerja yang terdapat pada literatur. Untuk penelitian
selanjutnya dapat dilakukan minimasi waktu siklus dengan jumlah stasiun
kerja yang telah diketahui pada Simple Assembly Line Balancing Problem II
(SALBP II). Untuk memperbaiki solusi dapat digunakan local search
tambahan seperti 2-opt dan GENI, serta dapat juga digunakan algoritma
VNS yang dapat memberikan hasil yang lebih baik daripada algoritma VND
[22].

Anda mungkin juga menyukai