BAB II
LANDASAN TEORI
Konsep line balancing adalah bertujuan untuk meminimalkan total idle dalam
proses produksi. Dalam konsep ini, elemen-elemen operasi akan digabung-gabung
menjadi beberapa stasiun kerja. Tujuan umum penggabungan ini adalah untuk
mendapatkan rasio delay/idle (menganggur) yang serendah mungkin [3].
1. Precedence Constraint
Dalam proses assembling ada dua kondisi yang biasanya muncul. Pertama,
tidak ada ketergantungan dari komponen- komponen dalam proses pengerjaannya.
Jadi setiap komponen mempunyai kesempatan untuk dilaksanakan pertama kali.
Dengan kata lain tidak ada precedence untuk setiap item. Batasan praktisnya adalah
bahwa hanya ada satu dari komponen-komponen ini yang dikerjakan pertama kali
dan di sini dibutuhkan prosedur penyeleksian untuk menentukan prioritas. Kedua,
apabila satu komponen telah dipilih untuk di-assembling, urutan untuk meng-
assembling komponen lain telah dimulai. Di sini dinyatakan batasan precedence
untuk pengerjaan komponen- komponen. Ada beberapa cara untuk menggambarkan
kondisi precedence di atas. Alat atau cara paling efektif untuk menggambarkan
kondisi ini adalah dengan menggunakan diagram precedence. Maksud dari diagram
ini adalah untuk menggambarkan situasi lintasan kerja yang nyata dalam bentuk
diagram.
Precedence diagram dapat disusun dengan menggunakan dua simbol dasar
yaitu [1]:
a. Elemen simbol adalah dengan nomor atau huruf dikandung didalamnya yang
diberi nomor berurutan untuk menyatakan identifikasi.
2 atau
b
Gambar 2.2 Bentuk Elemen Simbol
1 2 3
2. Zoning Constraint
Selain Precedence Constraint, pengalokasian elemen-elemen kerja pada
stasiun-stasiun kerja juga dibatasi oleh Zoning constraint yang menghalangi atau
mengharuskan pengelompokan elemen kerja tertentu pada stasiun tertentu. Zoning
constraint yang negatif menghalangi pengelompokan elemen kerja pada stasiun yang
sama, sebagai contoh pengelompokan pada satu stasiun kerja yang sulit. Sebaliknya
Zoning constraint yang positif menghendaki pengelompokan elemen-elemen pada
satu stasiun sebagai alasan untuk penggunaan peralatan yang mahal.
………………………………………………………….(pers 1)
Dimana:
Ti = Waktu operasi pada task ke-i (i = 1,2,3,….,n)
CT = Waktu siklus
N = Banyaknya task
Kmin = Banyaknya stasiun kerja minimal
4. Cycle Time/waktu siklus (CT) merupakan waktu yang diperlukan untuk
membuat 1 unit produk per satu stasiun. Apabila waktu produksi dan target
produksi telah ditentukan, maka waktu siklus dapat diketahui dari hasil bagi
waktu produksi dan target produksi. Dalam mendesain keseimbangan lini
perakitan untuk sejumlah produksi tertentu, waktu siklus harus sama dengan
atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab
terjadinya bottleneck (kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau
lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dengan jumlah produksi per
hari yang secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
…………………………………………………….(pers2)
10
Dimana:
Timaks = Waktu operasi terbesar pada lintasan
CT = Waktu siklus
P = Jam kerja efektif perhari
Q = Jumlah produksi per hari
5. Station Time (ST) adalah jumlah waktu dari elemen kerja/task yang dilakukan
pada suatu stasiun kerja yang sama.
6. Idle time adalah selisih (perbedaan) antara CT dikurangi dengan STi.
7. Balance Delay (BD), sering disebut balance loss, adalah ukuran dari
ketidakefisienan lintasan yang dihasilkan dari waktu menganggur sebenarnya
yang disebabkan oleh pengalokasian yang kurang sempurna di antara stasiun-
stasiun kerja. Balance Delay dinyatakan dalam persentase. Balance Delay
dapat dirumuskan sebagai berikut:
……………………………………..(pers 3)
Dimana:
k = Banyaknya stasiun kerja (WS)
CT = Waktu siklus
STi = Station time Ws ke-i
8. Line Efficiency (LE) adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja terhadap
keterkaitan antara waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja (dinyatakan
dalam persentase).
………………………………………............(pers 4)
Dimana:
k = Banyaknya stasiun kerja (WS)
CT = Waktu siklus
STi = Station time Ws ke-i
9. Smoothness Index (SI) adalah suatu indeks yang menunjukkan kelancaran
relatif dari suatu keseimbangan lini perakitan. Suatu Smoothness Index
dikatakan sempurna apabila nilainya sama dengan nol atau disebut juga
perfect balance. ………………………………………...........(pers 5)
11
Dimana:
CT = Waktu siklus
STi = Station time Ws ke-i
6) Bila alokasi suatu elemen operasi membuat waktu stasiun > CT, maka
sisa waktu ini ( CT - ST ) dipenuhi dengan alokasi elemen operasi
dengan bobot paling besar dan penambahannya tidak membuat ST > CT.
7) Jika elemen operasi yang jika dialokasikan untuk membuat ST < CT suda
tidak ada, kembli ke langkah 5.
e. Metode Moodie – Young
Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan menggunakan
metode ini berbeda pada urutan prioritas pembebanan pekerjaan. Langkah-
langkahnya yaitu [6]:
1) Buat precedence diagram.
2) Buat matriks operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk setiap
operasi berdasarkan precedence diagram
3) Tentukan waktu siklus (CT).
4) Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P yang semuanya terdiri
dari angka 0 dan bebankan task terbesar yang mungkin terjadi jika ada
lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh task sama dengan nol.
5) Perhatikan nomor task di baris matriks kegiatan pengikut F yang
bersesuaian dengan task yang telah ditugaskan. Setelah itu kembali
perhatikan baris pada matriks P yang ditunjukkan, ganti nomor
identifikasi task yang telah dibebankan ke WS dengan nol.
6) Lanjutkan penugasan task-task itu pada setiap WS dengan ketentuan
bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus. Proses ini
dikerjakan hingga semua baris pada matriks P bernilai nol.
f. Metode Region Approach
Metode ini dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi kekurangan
metode RPW. Metode ini tetap tidak akan menghasilkan solusi optimal, tetapi solusi
yang dihasilkannya sudah cukup baik dan mendekati optimal. Pada prinsipnya
metode ini berusaha membebankan terlebih dulu pada operasi yang memiliki
tanggung jawab keterdahuluan yang besar. Bedworth menyebutkan bahwa kegagalan
metode RPW ialah mendahulukan operasi dengan waktu terbesar daripada operasi
dengan waktu yang tidak terlalu besar tetapi diikuti oleh banyak operasi lainnya.
Langkah-langkah penyelesaian dengan metode Region Approach adalah
sebagai berikut [6]:
1) Bagi precedence diagram ke dalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan.
Gambar ulang precedence diagram, tempatkan seluruh task di daerah
paling ujung sedapat-dapatnya.
15
2) Dalam tiap wilayah urutkan task mulai dari waktu operasi terbesar
sampai dengan waktu operasi terkecil.
3) Tentukan waktu siklus (CT).
4) Bebankan task dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula untuk
menyesuaikan diri terhadap batas wilayah) daerah paling kiri terlebih
dahulu. Dalam 1 wilayah, bebankan task dengan waktu terbesar pertama
kali.
5) Pada akhir tiap pembebanan stasiun kerja, tentukan apakah utilisasi
waktu tersebut telah dapat diterima. Jika tidak, periksa seluruh taskyang
memenuhi hubungan keterkaitan dengan operasi yang telah dibebankan.
Putuskan apakah pertukaran task-task tersebut akan meningkatkan
utilisasi waktu stasiun kerja. Jika ya, lakukan perubahan tersebut [6]
menyulitkan operasi sesudahnya). Jika kendala maupun CCR tidak ada dalam sistem,
maka titik kendali dapat ditempatkan dimana saja dalam sistem itu. Terdapat dua hal
yang harus dilakukan terhadap kendala, yaitu:
1. Menjaga atau menyiapkan suatu ”buffer inventory” didepan tempat kendala
itu,
2. Mengkomunikasikan kepada operasi paling awak untuk membatasi produksi
sesuai jumlah kemampuan dari kendala itu.
Proses komunikasi ini disebut sebagai ”rope”. Dengan demikian dalam
konsep TOC dikenal istilah “drum–buffer-rope”, yang merupakan teknik umum
yang digunakan untuk mengelola sumber-sumber daya guna memaksimumkan
perforansi dari sistem. Drum adalah tingkat produksi yang ditetapkan oleh kendala
sistem, buffer menetapkan proteksi terhadap ketidakpastian sehingga sistem dapat
memaksimumkan performansi dan rope adalah suatu proses komunikasi dari kendala
kepada operasi awal (gating-operation) untuk memeriksa atau membatasi material
yang diberikan ke dalam sistem [5].
Guna kepentingan peningkatan terus-menerus (continous improvement), TOC
pada umumnya menggunakan lima langkah berikut [5]:
1. Mengidetifikasi kendala atau keterbatasan sistim. Hal ini analogi dengan
mengidentifikasi titik terlemah dalam rantai operasi, dimana titik itu
membatasi kemampuan sistem.
2. Memutuskan bagaimana cara mengungkapkan kendala sistem itu, melalui
memaksimumkan performansi sistem berdasarkan kendala yang telah
didentifikasi dalam langkah 1.
3. Menangguhkan hal-hal yang lain yang bukan kendala dari pertimbangan
pembuatan keputusan. Alasannya, segala sesuatu yang hilang pada kendala
sistem akan menghilangkan keuntungan, sedangkan kehilangan pada sumber
daya yang bukan kendala tidak memberikan pengaruh karena sumber-sumber
daya itu masih cukup tersedia.
4. Memprioritaskan solusi masalah pada kendala sistem, dalam hal ini apabila
performansi sistem tidak memuaskan.
5. Kembali ke langkah 1 untuk peningkatan terus-menerus, jika langkah-
langkah sebelumnya memunculkan kendala-kendala baru dalam sistem itu.
17
Berikut ini adalah perhitungan waktu siklus, waktu normal dan waktu standar.
Waktu siklus dihitung dengan merata-ratakan waktu yang diamati pada masing-
masing elemen:
Xi .......................................................................................(pers 6)
N
WN = WS. (1 + Rf)
Keterangan:
WS = Waktu Siklus
WN = Waktu Normal
WB = Waktu Baku
b. Operator diatas normal (p > l), kondisi ini jika operator dalam bekerja dinilai
terlalu cepat, dan
c. Operator dalam kondisi dibawah normal (p < l), kondisi ini operator dinilai
terlalu lambat.
badan terbatas
53,21%. Nilai smoothness index untuk metode Moodie Young sebesar 367,86
sedangkan untuk metode COMSOAL sebesar 368,42. Maka yang menjadi
metode usulan adalah metode Moodie Young. Dalam penelitian ini, dilakukan
penentuan jumlah operator dan mesin. Hasilnya dilakukan penambahan 1
mesin dan 1 opertaor pada stasiun kerja VI (Penggulungan Coil), VII
(Koneksi Kumparan), dan IX (Proses Akhir) [17].
2. Pengukuran Produktivitas Alur Produksi Menggunakan Metode Line
balancing di PD Sandang Jaya. PD Sandang Jaya bergerak di bidang
industry garmen dan melakukan produksi berdasarkan pesanan. Penelitian ini
dititikberatkan pada lini produksi yang selalu menjadi permasalahan di dalam
perusahaan. Untuk mengatasi masalah tersebut digunakan metode line
balancing dengan menghitung waktu baku dan mengatur aliran proses
produksi setiap lini. Melalui metode ini didapat susunan proses produksi
dengan efisiensi yang tinggi sebesar 90,38% dan balanced delayed sebesar
9,62%. Dari hasil perhitungan didapat total jumlah per hari sebesar 113
produk, sehingga jumlah produksi untuk 30 hari sebesar 3390 produk atau
282 lusin meningkat dari jumlah produksi awal sebesar 3000 produk. Dari
hasil perhitungan line balancing usulan terjadi peningkatan produktivitas
tenaga kerja sebesar 250 dari lini awal sebesar 214,8 [18].
3. Perencanaan Line Balancing dengan Metode Rank Position Weight (RPW) dan
Metode Region Approach (RA) Guna Meningkatkan Output Produksi.
Permasalahan line balancing dalam aliran produksi terkadang masih
diabaikan oleh perusahaan, berdasarkan hasil analisa ternyata dari kedua
metode didapatkan hasil perhitungan balance delay awal 23% berkurang
menjadi 21% dengan metode rank position weight. Dan 17% dengan metode
region approach. Sedangkan efisiensi lintasan dari kondisi awal sebesar 77%
meningkat menjadi 79% dengan metode rank position wight, dan 83%
dengan metode region approach. Output produksi tas perempuan meningkat
dari kondisi awal 1848 unit/bulan menjadi 2662 unit/bulan dengan metode
rank position weight, dan 2464 unit/bulan dengan metode region approach.
Karena pada kasus ini yang lebih ditekankan adalah output produksinya maka
perencanaan line balancing dengan metode rank positional weight dapat
30