Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Pada setiap pembedahan diperlukan upaya untuk menghilangkan nyeri.


Keadaan itu disebut anestesi. Dalam upaya menghilangkan nyeri, rasa takut perlu ikut
dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi pelaksanaan pembedahan.1
Anestesi spinal (intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) ialah pemberian
obat anestetik lokal kedalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal diperoleh dengan
cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Pada anestesi spinal
harus pula dipertimbangkan faktor usia. Usia pasien berpengaruh pada level analgesi
spinal.2
Menurut WHO, klasifikasi usia disebut usia tua adalah >65 tahun. Semua
perubahan-perubahan fisiologi yang terjadi pada geriatri membuat kita perlu berhati-
hati dalam pemberian obat anestesi sehingga pada penilaian status fisik geriatri
walaupun keadaan sehat dikategorikan menjadi ASA II. Eliminasi obat anestesi pada
usia tua lambat, pasien geriarti juga memiliki resiko tinggi untuk terjadinya
komplikasi postoperasi akibat pengaruh obat. Efek dari sisa anestesi dapat
mengakibatkan lambatnya pemulihan mental dan psikomotorik postoperasi sehingga
membutuhkan monitoring yang intensif segera setelah operasi dan membutuhkan
waktu untuk opname setelah oeprasi lebih lama.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Tanggal : 14 Februari 2015
Nama : Ny. Sumaiya
Umur : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
BB : 58 kg
Gol. Darah :B
Alamat : Desa II RT 8 Suak Kandis Kec. Kumpe Ulu
No. RM : 788795
Ruangan : Kelas III
Diagnosa : Tumor Plantar Pedis Dextra
Tindakan : Wide Eksisi

B. HASIL KUNJUNGAN PRA ANESTESI


1. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
Os mengeluh terdapat benjolan di telapak kaki sebelah kanan.
b. RPS
4bulan yang lalu os mengeluh timbul benjolan di telapak kaki sebelah
kanan, awalnya benjolan tersebut sebesar kelereng, dan dirasakan makin
lama semakin membesar, saat ini benjolan berukuran ± 5 cm.
Os juga mengeluh nyeri pada benjolan tersebut. Dan nyeri dirasakan
berdenyut. Pada benjolan tersebut juga sering keluar cairan berbau amis
kadang disertai darah.

2
c. RPD
 Riwayat Hipertensi : (+)
 Riwayat Asma : (-)
 Riwayat DM : (+)
 Riwayat Batuk Lama : (-)
 Riwayat Operasi : (-)
 Riwayat Alergi Obat : (-)
 Riwayat Penyakit lain : (-)
d. Riwayat Kebiasaan
 Merokok (-)
 Minum Jamu-jamuan (-)

2. PEMERIKSAAN FISIK UMUM


a. Vital Sign
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 170/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 37,2 ̊C
b. Kepala : Normocephal
c. Mata : SI -/-, CA -/-, RC +/+, isokor +/+
d. THT : DBN
e. Leher : Pembesaran KGB (-), JPV(52 cmH2O)
f. Thoraks
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Vokal Fremitus sama ka/ki, krepitasi(-), nyeri tekan(-)
Perkusi : Sonor (+)
Auskultasi : Cor : Reguler BJ I, II, Gallop (-), Murmur (-)

3
Pulmo : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki
-/-
g. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Nyeri tekan (-), Nyeri lepas (-), soepel (+)
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
h. Genital : Tidak Diperiksa
i. Ekstremitas : Akral hangat, udem (-), Motorik 555/555/555/555

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin (4/2/2015)
WBC : 8,2103/mm3 ( 3,5 – 10,0 )
RBC : 4,54 106/mm3( 3,80 - 5,80 )
HGB : 13,8gr/dL ( 11,0 – 16,5 )
HCT : 38,1 % ( 35,0 - 50,0 )
PLT : 356 103/mm3 (150 – 390 )
GDS : 176 mg/dl

Masa Pendarahan : 1,5 (1-3 menit )


Masa Pembekuan : 4 ( 2 – 6 menit )

b. Kimia Darah (4/2/2015)


Faal Hati
Bilirubin Total : 0,9 mg/dl (<1,0)
Bilirubin Direk : 0,3 mg/dl (<2,0)
Bilirubin Indirek: 0,6mg/dl
Protein Total :7,3 g/dl (6,4-8,4)
Albumin : 4,0 g/dl (3,5-5,0)

4
Globulin: 3,3 g/dl (3,0-3,6)
SGOT :57 U/L (<40)
SGPT : 48 U/L (<41)
Faal Ginjal
Ureum : 31,9 mg/dl (15-39)
Kreatinin : 1,0 mg/dl (0,6-1,1)

b. Pemeriksaan Elektrolit
Na : 141,31 mmol/L (135-145)
K : 3,44 mmol/L (3,5-5,5)
Cl : 99,32 mmol/L (98-108)
Ca : 1,17mmol/L (2,2-2,9)

4. STATUS FISIK ASA


1/2/3/4/E
5. RENCANA TINDAKAN ANESTESI
1. Diagnosa pra bedah : Tumor Regio Plantar Pedis
2. Tindakan bedah : Wide Eksisi Tumor Regio Plantar Pedis
Dextra
3. Status fisik ASA :2
4. Jenis / tindakan anestesi : Anestesi Regional
Pramedikasi
 Ranitidin 50 mg
 Ondancentrone 4 mg
 Asam Traknesamat 1000 mg

5
Induksi
 Bupivacaine 20 mg
Adjuvant
 Klonidin 60 mg
 Midazolam 5 mg
Pemeliharaan
 O2

6
BAB III
LAPORAN ANESTESI

Tanggal : 14 Februari 2015


Nama : Ny. Sumaiya
Umur : 65 Tahun
Jenis Kelamin :Perempuan
Gol. Darah :B
Ruangan : Kelas III
Diagnosa : Tumor Plantar Pedis Dextra
Operator : dr. Riadi Ali Sp.B (onk)
Ahli Anestesi : dr. Sulistyowati, Sp. An

1. Keterangan Pra Bedah


a. Keadaan umum :
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15 ( E=4, M=6, V=5 )
Tanda vital : Tekanan Darah : 170/90mmHg
Nadi : 80x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,2 ºC
Berat Badan : 58 Kg
b. Laboratorium
Hb : 13,8 gr/dL
Leukosit : 8,2 103/mm3
HT : 38,1 %
Eritrosit : 4,54 106/mm3
Trombosit : 356103/mm3
Masa Pendarahan : 1,5 detik

7
Masa Pembekuan : 4 detik
c. Status Fisik : ASA III, dengan Hipertensi grade II tidak terkontrol, dan DM
tipe II tidak terkontrol
2. Tindakan Anestesi
a. Metode : Anestesi Regional
b. Premedikasi : Ranitidin 50 mg, ondancentrone 4 mg, Asam Traknesamat
1000 mg

3. Anestesi regional
a. Teknik Anestesi : Spinal
b. Lokasi Tusukan : L 3-4
c. Obat Anestesi Lokal : Bupivacaine 0,5% (Hiperbarik)
d. Jumlah : 4 cc
e. Adjuvant : Klonidin 60mg + Midazolam 5mg
f. Tindakan Anestesi Tambahan : -

4. Keadaan Selama Operasi


a. Letak Penderita : Terlentang
b. Intubasi : Tidak di Intubasi
c. Penyulit Intubasi : Tidak Ada
d. Penyulit Waktu Anestesi/Operasi :-
e. Lama Anestesi : 60 menit
f. Jumlah Cairan
Input : RL 500cc+ 100cc
Output : Urin :200 cc

8
Kebutuhan cairan pasien ini:
BB = 58 Kg
 Maintenance (M)
2 cc/ kgBB/jam= 2 cc x 58 = 116 cc/jam
 Pengganti Puasa (Pp)
Pp = 6 x M
= 6cc x 116
= 696 cc
 Stress Operasi (O)
O = BB x 6 cc (Operasi Sedang)
= 58 x 6 cc
= 343 cc
 Kebutuhan cairan selama operasi
Jam I = ½ (Pp) + M + O
= ½ (696) + 116 + 343
= 807 cc
Jam II = ¼ (Pp) + M + O
= ¼ (696) + 116 + 343
= 633 cc
5. Pra Anestesi
 Penentuan status fisik ASA : 1/2/3/4/5/Non EMG
 Mallampati :1
 Persiapan:
a. Pasien dan keluarga telah diberikan Informed Consent
b. Puasa 6 jam sebelum operasi

9
6. Monitoring
Nadi awal = 80 x/menit, TD awal =170/90 mmHg
Jam (WIB) Nadi (x/menit) TD (mmHg)
08.45 90 150/100
09.00 90 110/70
09.15 73 108/69
09.30 70 105/70
09.45 72 100/70
7. Ruang Pemulihan
1. Masuk Jam : 09.55 WIB
2. Keadaan Umum: Kesadaran: CM, GCS: 15
3. Tanda vital : TD : 130/90 mmHg
Nadi : 72 x/menit
RR : 22x/menit
4. Pernafasan : Baik
5. Scoring Bromage:
 Gerakan penuh dari tungkai : -
 Tidak mampu ekstensi tungkai: -
 Tidak mampu fleksi lutut : 2
 Tidak mampu menggerakkan pergelangan kaki: -
(karena Skor Bromage ≤ 2, maka pasien boleh keluar ruangan)

Instruksi Anestesi:
 Monitoring tanda vital, kesadaran, dan perdarahan tiap 15 menit
 Tirah baring menggunakan bantal 1x24 jam
 Boleh makan dan minum bertahap jika tidak ada mual dan muntah, BU (+)
 Terapi dilanjutkan sesuai instruksi dr. Riadi Adi, Sp.B (Onk)

10
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Anestesi Regional


4.1.1 Definisi
Anastesi spinal ( intratekal, intradural, subdural, subaraknoid) ialah pemberian
obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesia spinal diperoleh dengan
cara menyuntikkan anestetik lokal kedalam ruang subaraknoid.
4.1.2 Pembagian Anestesi regional
1. Blok Sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan
kaudal.
2. Blok perifer (blok saraf), yaitu meliputi blok pleksus bracialis, aksiler,
analgesia regional intravena dan lain-lain.
4.1.3 Indikasi dan Kontra Indikasi
Indikasi pada anastesi :
 Bedah ekstremitas bawah
 Bedah panggul
 Tindakan sekitar rektum-perineum
 Bedah Obgyn
 Bedah Urologi
 Bedah Abdomen bawah
 Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasikan dengan
anestesia umum ringan
Kontra Indikasi Absolut :
 Pasien Menolak
 Infeksi pada tempat suntikan
 Hipovolemia berat, syok
 Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan

11
 Tekanan intrakranial meninggi
 Fasilitas resusitasi minim
 Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anestesia
Kontraindikasi Relatif :
 Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
 Infeksi sekitar tempat suntikan
 Kelainan neurologis
 Kelainan psikis
 Bedah lama
 Penyakit jantung
 Hipovolemia ringan
 Nyeri punggung kronis

4.1.4 Perubahan Fisiologis Pada Organ-Organ


Perubahan fisiologis pada orang tua / lanjut usia mempengaruhi hasil operasi
tetapi penyakit penyerta lebih berperan sebagai faktor resiko.
 Secara umum pada pasien geriatrik terjadi penurunan cairan tubuh total dan
lean body mass, dan juga menurunkan respon regulasi termal dengan akibat
mudah terjadi intoksikasi obat dan juga mudah terjadi hipotermi.
 Pada kulit : terjadi reepitalisasi yang melambat dan juga vaskularisasi
berkurang sehingga penyembuhan luka lebih lama.
 Sistem kardiovaskuler : pada jantung terjadi proses degenaratif pada sistem
hantaran, sehingga dapat menyebabkan gangguan irama jantung.katup mitral
menebal, compliance ventrikel berkurang, relaksasi isovolemik memanjang.
Sehingga menyebabkan gangguan pengisian ventrikel pada fase diatolik,
mengakibatkan terjadinya hipotensi bula terjadi dehidrasi, dan takiaritmia.
Compliance arteri yang berkurang sehingga mudah terjadi hipertensi sitolik.
Sensitivitas baroreseptor berkurang sehingga menurunkan respons Heart Rate

12
(HR) terhadap stres dan menurunkan kadar renin, angiotensin, aldosteron
sehingga mudah terjadi hipotensi.
 Paru dan sistem pernafasan : elastisitas jaringan paru berkurang, kontraktilitas
dinding dada menurun, meningkatnya ketidakserasian antara ventilasi dan
perfusi, sehingga mengganggu mekanisme ventilasi , dengan akibat
menurunkan kapasitas vital dan cadangan paru, meningkatnya pernafasan
diafragma, jalan nafas menyempit, dan terjadilah hipoksemia.
 Ginjal : jumlah nefron berkurang sehingga laju filtrasi glomerulus (LFG)
menurun, dengan akibat mudah terjadi intoksikasi obat. Respon terhadap
kekurangan natrium menurun, sehingga beresiko terjadinya dehidrasi.
Kemampuan mengeluarkan garam dan air berkurang, dapat terjadi overload
cairan dan juga menyebabkan kadar hiponatremia.
 Saluran pencernaan : asam lambung sudah berkurang, motalitas usus
berkurang.
 Hati : aliran darah dan oksidasi mikrosomal berkurang, sehingga fungsi
metabolisme obat juga menurun.
 Sistem imun : fungsi sel T terganggu dan terjadi involusi kelenjar timus,
dengan akibat resiko infeksi.
 Otak : semakin tua terjadi atrofi serebri.

4.1.5 Aspek Anestesi Pada Pasien Geriatri


Anestesi dapat menyebabkan dilatasi vena, merangsang masuknya cairan ke
dalam rongga ketiga (third space) dan juga menekan fungsi jantung. Secara
umum anghka kematian akibat operasi tergantung dari empat faktor resiko
utama , yaitu:
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada perioperative care pasien geriatrik,
adalah:
 Rehidrasi, bila terjadi dehidrasi
 Gangguan saluran cerna diatasi

13
 Mengatasi sepsis
 Mengarasi perdarahan (blood loss) bila ada
 Mengatasi edem pada gagal jantung kongestif

Hipotensi merupakan salah satu komplikasi akut anestesi spinal yang sering
terjadi. Hipotensi biasanya terjadi pada 15 menit sampai 20 menit pertama setelah
penyuntikkan, bila tidak dilakukan pencegahan hipotensi akibat anestesi spinal
maka akan menimbulkan gejala yang berhubungan dengan hipoksia jaringan
yaitu, gelisah, pusing, mual, kemudian apabila tidak diatasi dapat menyebabkan
efek yang lebih parah yaitu syok bahkan kematian. (Collin Vj.1993)
Terdapat 3 mekanisme hipotensi setelah anestesi spinal, yaitu penurunan
aliran balik vena, vasodilatasi pembuluh darah dan penurunan curah jantung.
Tindakan pencegahan dan mengatasi hipotensi akibat anestesi spinal adalah
dengan pemberian cairan infus dan pemakaian obat vasopresor.
Tujuan pemberian infus cairan adalah mengisi dan memenuhi ruang vaskuler,
meningkatkan volume sirkulasi dan curah jantung sehinggga mengkompensasi
penurunan tahanan vaskuler sistemik. Pemberian kristakoloid 10-15ml/kgBB
dianjurkan sebagai cara untuk mencegah hipotensi setelah anestesi spinal.
Pilihan preload kedua yaitu koloid, karena koloid mampu mengisi ruang
vaskuler lebih lama dan lebih efektif.
4.1.6 Persiapan pra anestesi
Pasien yang akan menjalani operasi harus disiapkan dengan baik. Kunjungan
pra anestesi pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, sedangkan pada
bedah darurat sesingkat mungkin. Tujuan dari kunjungan pra anestesi ini yakni
mempersiapkan baik fisik maupun mental pasien, serta merencanakan teknik dan
obat-obatan apa saja yang digunakan.1
1. Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya
sangatlah penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat

14
perhatian khusus, misalnya alergi, muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak pasca
bedah, sehingga kita dapat merancang anestesia selanjutnya.
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya utnuk
eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem kardiosirkulasi, dihentikan beberapa
hari untuk mengaktifkan kerja silia jalan nafas dan 1-2 minggu untuk mengurangi
produksi sputum. Kebiasaan minum jamu-jamuan juga patut dicurigai akan adanya
penyakit hepar.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ
tubuh pasien.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Sebaiknya tepat indikasi, sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang
dicurigai. Pada usia pasien diatas 50 tahun dianjurkan pemeriksaan EKG dan foto
thoraks.
4. Kebugaran untuk Anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
spasien dalam keadaaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak
perlu harus dihindari.
5. Klasifikasi Status Fisik
Untuk menilai kebugaran seseorang sesuai The American Society of Anesthesiologists
(ASA) yaitu:1,2
Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia
Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atas sedang, tanpa
pembatasan aktivitas.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.

15
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

6. Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia.Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama pada
pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua
pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan
dari masukan oral selama periode tertentu sebelum induksi anestesi.1
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan bayi 3-4
jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia.
Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat
air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesi.1
7. Premedikasi
Merupakan pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, diantaranya:1
a. Meredakan kecemasan
b. Memperlancar induksi anestesi
c. Mengurangi seksresi kelenjar ludah dan bronkus
d. Meminimalkan jumlah obat-obat anestetik
e. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
f. Menciptakan amnesia
g. Mengurangi isi cairan lambung
h. Mengurangi refleks yang berlebihan

4.2 Tumor Plantar Pedis


4.2.1 Definisi
Tumor adalah neoplasma atau lesi padat yang terbentuk akibat pengaruh
berbagai faktor penyebab dan menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen

16
kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Istilah neoplasma pada dasarnya
memiliki makna yang sama dengan tumor. 6,7
4.2.2 Etiologi5,6
 Kondisi Genetik
Pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor predisposisi untuk beberapa
tumor jaringan lunak.
 Radiasi
Mekanisme yang patogenic adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi
yang mendorong transformasi neoplasma.
 Infeksi
 Trauma

4.2.3 Tanda dan Gejala


Tanda gejala dari tumor ini tidak terlalu spesifik, tergantung dari lokasi
dimana tumor tersebut berada. Umumnya gejala berupa adanya suatu benjolan dibawah
kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit, yang
biasanya terjadi akibat perdarahan atau nekrosis dalam tumor dan biasanya juga karena
adanya penekanan pada saraf-saraf tepi.7
Dalam tahap awal tumor jaringan lunak tidak menimbulkan gelaja karena
jaringan lunak yang relatif elastis, tumor dapat tumbuh lebih besar, menorong jaringan
yang normal, sebelum mereka merasa atau menyebabkan timbulnya gejala. Biasanya
gejala yang muncul pertama adalah gumpalan rasa sakit dan bengkak dan dapat juga
menimbulkan gejala lainnya seperti nyeri, karena menekan saraf otot.7,8

4.2.4 Diagnosis 7,8


Untuk menentukan apakah suatu tumor tersebut jinak atau ganas adalah
dengan cara biopsi. Karena itu semua jaringan lunak yang bertambah besar harus
biopsi. Biopsi dapat dilakukan melalui biopsi insisi ataupun biopsi aspirasi. Untuk

17
mengambil sampel jaringan tumor, sehingga dapat menentukan tumor tersebut jinak
atau ganas dan menentukan gradenya.
Metode yang paling umum untuk mendiagnosis selain pemeriksaan klinis
adalah pemeriksaan biopsi, bisa dengan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) atau biopsi
dari jaringan tumor, langsung berupa biopsi insisi yaitu biopsi dengan mengambil
jaringan tumor sebagian atau seluruhnya pada saat pembedahan. Bila jinak maka cukup
hanya benjolannya saja yang diangkat, tetapi bila ganas setelah dilakukan
pengangkatan benjolan dilanjutkan dengan radioterapi dan kemoterapi.

4.2.5 Penatalaksanaan8
 Bedah
 Terapi radiasi
 Kemoterapi

18
BAB V
ANALISA KASUS

Pasien Ny. S 65 Th, dirawat dibangsal bedah dengan diagnosa post operasi
Wide Eksisi atas indikasi tumor plantar pedis. Diagnosis pada pasien ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah
didapat. Tatalaksana pada pada pasien ini adalah dengan tindakan pembedahan.
Pada saat kunjungan pra anestesi, dari anamnesis didapatkan 4bulan yang
lalu os mengeluh timbul benjolan di telapak kaki sebelah kanan, awalnya benjolan
tersebut sebesar kelereng, dan dirasakan makin lama semakin membesar, Os juga
mengeluh nyeri pada benjolan tersebut. Dan nyeri dirasakan berdenyut. Pada benjolan
tersebut juga sering keluar cairan berbau amis kadang disertai darah. Riwayat
penyakit, hipertensi (+), DM (+), penyakit asma, batuk lama, disangkal, riwayat
operasi dan alegri obat juga disangkal. Riwayat kebiasaan merokok (-), minum jamu-
jamuan (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan benjolan berukuran ± 5 cm di regio plantar
pedis dektra. Dan dari pemeriksaan penunjang didapatkan tekanan darah meningkat
yaitu 170/90 mmHg, pada pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 4
Februari 2015 darah rutin, faal ginjal dalam batas normal, sedangkan faal hati
mengalami peningkatan diatas yaitu, SGOT = 57 U/L dan SGPT = 48 U/L.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan pada pasien ini
status fisik ASA III. Karena pasien memiliki riwayat hipertensi ( pasien memiliki
kelainan sistemik ringan dan sedang selain penyakit yang akan dioperasi.
Anestesi untuk tindakan pada pasien ini menggunakan anastesi spinal.Spinal
anestesi dipilih karena dianggap paling baik bagi penderita yang mempunyai kelainan
paru, diabetes mellitus, penyakit hati, kegagalan fungsi ginjal, sehubungan dengan
gangguan metabolisme dan eksresi dari obat, pada pasien ini memiliki penyakit
sistemik seperti hipertensi dan kemungkinan gangguan hati karena hasil lab faal hati
menunjukkan peningkatan.Pada pasien ini digunakan teknik spinal anestesi, yaitu

19
pemberian obat anestesi lokal ke ruang subarachnoid.Teknik ini sederhana, cukup
efektif.
Pada pasien ini diberikan Ranitidine 50 mg (golongan antagonis reseptor H2
Histamin), tujuannya adalah untuk mengurangi isi cairan lambung sehingga
mencegah pneumonitis asam, sebab cairan lambung bersifat asam dengan PH 2,5
dapat menyebabkan keadaan tersebut. Pada pasien ini juga diberikan ondacentron 4
mg (golongan antiemetik) untuk mengurangi mual dan muntah pada pembedahan
untuk mencegah adanya aspirasi dari asam lambung. Asam traknesamat untuk
mengurangi perdarahan yang akan terjadi selama tindakan pembedahan.
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL dan dikombinasikan dengan
klonidin.Bupivacain merupakan anestesi lokal golongan amida.Obat anestesi regional
bekerja dengan menghilangkan rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh.
Cara kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat
reversibel. MulaI kerja lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja 8 jam.5-6
Klonidin merupakan suatu agonis adrenoseptor α2 diketahui dapat
menstimulasi reseptor adrenergik α2 presinaps dan menghambat pengeluaran
norepinefrin di sentral maupun perifer.Stimulasi reseptor α2 di pusat vasomotor
medulla oblongata mengakibatkan klonidin memiliki efek antihipertensi.
Penambahan klonidin dapat pula menambah durasi anestesi epidural atau intratekal
yang menggunakan obat anestesi lokal.4
Monitor tekanan darah setiap 15 menit sekali untuk mengetahui penurunan
tekanan darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan darah
sebesar 20-30% atau sistole kurang dari 100 mmHg.Hipotensi merupakan salah satu
efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena penurunan kerja syaraf simpatis.Bila
keadaan ini terjadi maka cairan intravena dicepatkan, bolus ephedrin 5-15 mg secara
intravena, dan pemberian oksigen.Pada pasien ini tidak terjadi hipotensi, sehingga
pemberian cairan dinormalkan, dan oksigen tetap diberikan 2 liter/menit untuk
menjaga oksigenasi pasien.

20
Pada pasien ini diberikan midazolam 1 mg supaya pasien tertidur jadi efek mual
muntah pada saat operasi terhindari dan terhindari aspirasi yang akan membahayakan
pasien. Analgetika yang diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
tanpa mempengaruhi susunan saraf pusat atau menurunkan kesadaran juga tidak
menimbulkan ketagihan.Obat yang digunakan ketorolac, merupakan anti inflamasi
non steroid (AINS) bekerja pada jalur oksigenasi menghambat biosintesis
prostaglandin dengan analgesic yang kuat secara perifer atau sentral.Juga memiliki
efek anti inflamasi dan antipiretik.Ketorolac dapat mengatasi rasa nyeri ringan sampai
berat pada kasus seperti pada pasien ini.Mula kerja efek analgesia ketorolac mungkin
sedikit lebih lambat namun lama kerjanya lebih panjang dibanding opioid. Efek
analgesianya akan mulai terasa dalam pemberian IV/IM, lama efek analgesic adalah
4-6 jam.
Pada pasien ini berikan cairan infus RL (ringer laktat) sebagai cairan fisiologis
untuk mengganti cairan dan elektrolit yang hilang. Pasien sudah tidak makan dan
minum ± 6 jam, maka kebutuhan cairan pada pasien ini :
BB = 58 kg

 Maintenance (M)
2 cc/ kgBB/jam= 2 cc x 58 = 116 cc/jam
 Pengganti Puasa (Pp)
Pp = 6 x M
= 6cc x 116
= 696 cc
 Stress Operasi (O)
O = BB x 6 cc (Operasi Sedang)
= 58 x 6 cc
= 343 cc

21
 Kebutuhan cairan selama operasi
Jam I = ½ (Pp) + M + O
= ½ (696) + 116 + 343
= 807 cc
Jam II = ¼ (Pp) + M + O
= ¼ (696) + 116 + 343
= 633 cc
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR).Diruang inilah
pemulihan dari anestesi umum atau anestesi regional dilakukan.Pada saat di RR
dilakukan monitoring terhadap kesadaran, dan tanda-tanda vital pasien.pasien dapat
keluar dari RR apabila sudah mencapai skor aldrete labih dari 8. Pada pasien ini
didapatkan skor aldrete 9, sehingga pasien dapat keluar dari RR ke ruang kelas III.

22
BAB VI
KESIMPULAN

Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi
pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya. Untuk mencapai hasil yang maksimal dari anestesi seharusnya
permasalahan yang ada diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya
komplikasi anestesi dapat ditekan seminimal mungkin.
Manjemen perioperatif dimulai sejak evaluasi prabedah, selama operasi dan
dilanjutkan sampai periode pasca bedah. Evaluasi prabedah sekaligus optimalisasi
keadaan penderita sangat penting dilakukan untuk meminimalkan terjadinya
komplikasi, baik yang terjadi selama intraoperatif maupun yang terjadi pada pasca
pembedahan. Goncang hemodinamik mudah terjadi, baik berupa hipertensi maupun
berupa hipotensi, yang bisa menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi.

23

Anda mungkin juga menyukai