PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1. IDENTITAS
Nama : Ny. H
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
BB : 57 Kg
Agama : Islam
Alamat : Rantau Embacang, Muaro Bungo
Tanggal masuk : 1 Juli 2016
2
Riwayat Alergi Obat :-
Riwayat Penyakit Lain :-
D. Riwayat kebiasaan :-
E. Pemeriksaan Fisik :
1. Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
Suhu : 36,70C
Tekanan Darah: 110/80 mmHg
RR : 18 kali/menit
Nadi : 80 kali/menit
2. Kepala : Normochepal
a. Mata : CA (-/-), SI (-/-), RC (+/+), nistagmus
b. THT : Tidak ada kelainan
c. Leher : Pembesaran KGB (-)
3. Thorax
Inspeksi : simetris, sikatriks (-), massa (-)
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi :
Cor : BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : Vesikuler normal (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
4. Abdomen :
Inspeksi : simetris, sikatriks (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
5. Genitalia : Tidak diperiksa
6. Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-)
7. Ginekologi : Teraba massa di regio kanan bawah, ukuran ± sebesar
telur ayam, nyeri tekan (+)
3
II.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal : 1 Juli 2016
Darah lengkap
Hb : 12,3 gr/dl
Leukosit : 8,1 x 109/L
Hematokrit : 35,2 %
Eritrosit : 4,33 x 1012/L
Trombosit : 251 x 109/L
Protein Total : 7,5 g/dL
Albumin : 4,3 g/dL
Globulin : 3,2 g/dL
SGOT : 14 u/l
SGPT : 7 u/l
Ureum : 15,8 mg/dl
Kreatinin : 0,9 mg/dl
GDS : 124 mg/dL
Urin Rutin
Warna : Kuning muda
Berat Jenis : 1015
Reaksi pH : 6
Protein : -
Albumin : -
Reduksi Glukosa : -
Sedimen : Leukosit 3-4, Eritrosit 1-2, Epitel 2-4 /LPB
4
II.4. PRA ANESTESI
Penentuan Status Fisik ASA: 1 / 2 / 3 / 4 / 5 karena pasien tidak memiliki penyakit
sistemik dan sehat psikiatrik serta biokimia
Mallampati: grade 1
Persiapan Pra Anestesi:
- Pasien telah diberikan Informed Consent
- Rawat inap bila setuju operasi
- Pro Laparatomi
- Persiapan operasi :
- a. Puasa 6 jam pre op
- b. Surat persetujuan tindakan operasi
- c. Persiapkan PRC 3 kolf
- d. Lanjutkan terapi Sp.PD
Posisi : Terlentang
Infus : Ringer Laktat
Status fisik : ASA I
5
Induksi mulai : 10.00 WIB
Operasi mulai : 10.15 WIB
Operasi selesai : 11.15 WIB
Berat badan pasien : 57 Kg
Durasi operasi : 1 jam
Pasien puasa : 8 jam
Terapi cairan
Maintenance = 2 cc/KgBB/jam
= 2 cc x 57 Kg/jam
= 114 cc/jam
6
e) Monitoring
Jam (WIB) Nadi (x/menit) RR (x/menit) TD (mmHg)
10.00 80 21 110/60
10.15 81 20 110/70
10.30 83 20 120/70
10.45 85 20 110/60
11.00 85 21 115/65
7
f) Ruang Pemulihan
1. Masuk Jam : 11.15 WIB
2. Keadaan Umum : Kesadaran: CM, GCS: 15
3. Tanda vital : TD : 120/60 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
4. Pernafasan : Baik
5. Scoring Alderate:
Aktifitas :1
Pernafasan :2
Warna Kulit :2
8
Sirkulasi :2
Kesadaran :2
Jumlah : 9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
BAB IV
PEMBAHASAN
10
hampir semua operasi abdomen bagian bawah, bedah obstetri, bedah urologi,
rektum-perineum, dan ekstremitas bawah.1
Adapun beberapa keuntungan spinal anestesi dibandingkan general
anestesi yaitu jumlah perdarahan yang lebih sedikit, angka kejadian thrombosis
vena dalam lebih kecil, menghindari efek samping general anestesi seperti mual,
tenggorokan kering, gangguan kesadaran, dan sebagainya, serta kontrol nyeri
yang lebih baik.4
Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum anastesi dilakukan,
dengan tujuan melancarkan anastesia.2 Tujuan Premedikasi sangat beragaman,
diantaranya :1
- Mengurangi kecemasan dan ketakutan
- Memperlancar induksi dan anesthesia
- Mengurangi sekresi ludah dan broncus
- Meminimalkan jumlah obat anesthetic
- Mengurangi mual dan muntah pada pasca bedah
- Menciptakan amnesia
- Mengurangi isi cairan lambung
- Mengurangi reflek yang membahayakan
11
emetik adalah dexamethasone (4 mg I.V), droperidol (0.625 mg I.V),
diphenhydramine (25 mg I.V) yang dapat diberikan tunggal ataupun kombinasi.5
Dalam pemberian obat premedikasi pada pasien ini terdapat kesalahan
waktu pemberian obat. Obat premedikasi seharusnya diberikan di ruangan rawat
1-2 jam sebelum dilakukan induksi, namun pada pasien diberikan sekitar 15 menit
sebelum induksi spinal.
Induksi Anestesi
Anestesi spinal mulai dilakukan, posisi pasien duduk tegak dengan kepala
menunduk hingga prossesus spinosus mudah teraba. Dicari perpotongan garis
yang menghubungkan kedua crista illiaca dengan tulang punggung yaitu antara
vertebra lumbal 3-4, lalu ditentukan tempat tusukan pada garis tengah. Kemudian
disterilkan tempat tusukan dengan alkohol dan betadin. Jarum spinal nomor 27
ditusukkan dengan arah median, barbutase positif dengan keluarnya LCS (jernih)
kemudian dipasang spuit yang berisi obat anestesi dan dimasukkan secara
perlahan-lahan.1
Induksi menggunakan Bupivacaine HCL hiperbarik 20 mg dan
dikombinasikan dengan klonidin 45 μg serta morphin 0,1 mg. Bupivacain
merupakan anestesi lokal golongan amida. Obat anestesi regional bekerja dengan
menghilangkan rasa sakit atau sensasi pada daerah tertentu dari tubuh. Cara
kerjanya yaitu memblok proses konduksi syaraf perifer jaringan tubuh, bersifat
reversibel. MulaI kerja lambat dibanding lidokain, tetapi lama kerja 8 jam.
12
Klonidin merupakan suatu agonis adrenoseptor α2 diketahui dapat
menstimulasi reseptor adrenergik α2 presinaps dan menghambat pengeluaran
norepinefrin di sentral maupun perifer. Stimulasi reseptor α2 di pusat vasomotor
medulla oblongata mengakibatkan klonidin memiliki efek antihipertensi.
Penambahan klonidin dapat pula menambah durasi anestesi epidural atau
intratekal yang menggunakan obat anestesi lokal.
Opioid biasa ditambahkan pada anestesi regional. Golongan opioid dapat
memperpanjang durasi anestesi tanpa secara nyata menambah blokade saraf
motorik dan simpatis, serta menjaga efek analgesia post operasi. 6 Jenis opioid
yang digunakan pada pasien adalah morphin karena efek kerja obat yang bertahan
lebih lama.
Tabel 2. Dosis dan Efek Obat Opioid Intrathecal
Permasalah pada pasien ini terdapat pada dosis anestesi bupivacain yang
terlalu besar. Berdasarkan tabel diatas, pada bedah perut bagian bawah, dosis yang
dianjurkan adalah sebesar 5-10 mg, sedangkan dosis yang diberikan 2 kali lipat
dari dosis anjuran yakni 20 mg.
Monitoring Intraoperatif
Pada pasien dengan anestesi spinal, maka perlu dilakukan monitoring
tekanan darah serta nadi setiap 15 menit sekali untuk mengetahui penurunan
tekanan darah yang bermakna. Hipotensi terjadi bila terjadi penurunan tekanan
darah sebesar 20-30% atau sistole kurang dari 100 mmHg. Hipotensi dan
bradikardi merupakan salah satu efek dari pemberian obat anestesi spinal, karena
penurunan kerja dari syaraf simpatis. Untuk mencegah hipotensi yang terjadi,
13
dapat dilakukan pemberian cairan kristaloid secara cepat 10-15 ml/kgBB dalam
10 menit segera setelah penyuntikan spinal. Namun bila dengan cairan infus
masih terjadi hipotensi, maka dapat diberikan vasopresor berupa efedrin dengan
dosis 10 mg intravena yang dapat diulang tiap 3-4 menit sampai tekanan darah
yang dikehendaki. Sebaiknya penurunan tidak lebih dari 10-15 mmHg dari
tekanan darah awal. 2 Efedrin bekerja pada reseptor α dan β, termasuk α1, α2, β1
dan β2, baik bekerja langsung maupun tidak langsung, efek tidak langsung yaitu
dengan merangsang pelepasan noradrenalin.
Pada pasien ini, untuk mencegah hipotensi, maka perlu dilakukan
pemberian cairan kritaloid secara cepat sebanyak 660-990 ml dalam 10 menit
segera setelah penyuntikan spinal. Namun faktanya dalam 15 menit pertama,
cairan yang masuk hanya berjumlah 500 ml. Akibatnya terjadi penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 9,6 % dalam 15 menit pertama. Kemudian dalam 15 menit
kedua menurun lagi sampai sebesar 20 % dari tekanan darah sistolik awal.
Kemudian pasien diberikan injeksi efedrin sebanyak 10 mg. Setelah pemberian
efedrin, ternyata tidak ada perubahan tekanan darah, dan sampai operasi selesai,
ternyata pemberian efedrin tidak diulang. Seharusnya pemberian efedrin diulang
tiap 3-4 menit sampai tekanan darah yang dikehendaki tercapai, yakni
penurunannya tidak lebih dari 10-15 mmHg dari tekanan darah awal.
Terapi cairan
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis dengan pemberian cairan kristaloid maupun koloid
secara intravena. Pembedahan dengan anestesia memerlukan puasa sebelum dan
sesudah pembedahan. Terapi cairan parenteral diperlukan untuk mengganti defisit
cairan saat puasa sebelum dan sesudah pembedahan, mengganti kebutuhan rutin
saat pembedahan, mengganti perdarahan yang terjadi dan mengganti cairan yang
pindah ke ruang ketiga. 1
Cairan pemeliharaan/pengganti karena puasa diberikan dalam waktu 3
jam, jam I 50% dan jam II, III maing-masing 25%.1
14
Pasien ini selama operasi telah diberikan cairan infus RL sebanyak 1000
ml (2 kolf) sebagai cairan fisiologis untuk mengganti cairan dan elektrolit yang
hilang karena pasien sudah tidak makan dan minum ± 7 jam.
Maintenance = 2 cc/KgBB/jam
= 2 cc x 66 Kg/jam
= 132 cc/jam
15
Karena pada pasien ini operasi tidak sampai memakan waktu 1 jam, maka
pemberian 1000 ml kristaloid selama operasi sudah mencukupi kebutuhan cairan
pasien.
BAB IV
KESIMPULAN
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi
pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Dalam kasus ini selama operasi berlangsung, tidak ada hambatan yang berarti
baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang pemulihan juga
tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius.
16
Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan
baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, dan Dachlan MR, Eds. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Edisi Ke-2. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2009.
2. Dahlan MR, Soenarto RF. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta : Departemen
Anestesiologi dan Intensif Care FKUI; 2009.
3. Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi edisi ketiga. Sagung seto
4. Medscape. Regional Anesthesia for Postoperative Pain Control. 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/1268467-overview#a1
5. Medscape. Perioperative Medication Management. 2015.
http://emedicine.medscape.com/article/284801-overview#showall
17
6. Medscape. Subarachnoid Spinal Block. 2015
http://emedicine.medscape.com/article/284801-overview#showall
18