Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus secara definisi adalah keadaan hiperglikemia
kronik.Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya
adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi atau kerja dari hormon
insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Sebagai negara berkembang, Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup
pesat, terutama di beberapa daerah tertentu. Pertumbuhan ini juga diikuti dengan
perubahan dalam masyarakat, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, gaya hidup,
perilaku, dan sebagainya. Namun, perubahan-perubahan ini juga tak luput dari efek
negatif. Salah satu efek negatif yang timbul dari perubahan gaya hidup masyakarat
modern di Indonesia antara lain adalah semakin meningkatnya angka kejadian
Diabetes Mellitus (DM) yang lebih dikenal oleh masyarakat awam sebagai kencing
manis.
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik yang bersifat kronik.Oleh karena
itu, onset Diabetes Mellitus yang terjadi sejak dini memberikan peranan penting
dalam kehidupan penderita. Setelah melakukan pendataan pasien di seluruh
Indonesia selama 2 tahun, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Anak Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendapatkan 674 data penyandang Diabetes
Mellitustipe 1 di Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama berbagai pihak di
seluruh Indonesia mulai dari para dokter anak, endokrinolog anak, spesialis penyakit
dalam, perawat edukator Diabetes Mellitus, data Ikatan Keluarga Penyandang
Diabetes MellitusAnak dan Remaja (IKADAR), penelusuran dari catatan medis
pasien, dan juga kerjasama dengan perawat edukator National University
HospitalSingapura untuk memperoleh data penyandang Diabetes Mellitusanak
Indonesia yang menjalani pengobatannya di Singapura. Data lain dari sebuah
penelitian unit kerja koordinasi endokrinologi anak di seluruhwilayah Indonesia
pada awal Maret tahun 2012 menunjukkan jumlah penderita Diabetes Mellitususia
anak-anak juga usia remaja dibawah 20 tahun terdata sebanyak 731 anak. Ilmu
Kesehatan Anak FFKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) melansir,

1
jumlah anak yang terkena Diabetes Mellituscenderung naik dalam beberapa tahun
terakhir ini. Tahun 2011 tercatat 65 anak menderita Diabetes Mellitus, naik 40%
dibandingkan tahun 2009. Tiga puluh duaanak diantaranya terkena Diabetes
Mellitustipe 2.(Pulungan, 2010)
Peningkatan jumlah penderita Diabetes Mellitus yang cukup signifikan di
Indonesia ini perlu mendapatkan perhatian seiring dengan meningkatnya risiko anak
terkena Diabetes Mellitus. Deteksi dini pada Diabetes Mellitus merupakan hal
penting yang harus dilakukan untuk menghindari kesalahan atau keterlambatan
diagnosis yang dapat mengakibatkan kematian.Diabetes Mellitus tipe 1 yang
menyerang anak-anak sering tidak terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya
yang tidak begitu jelas dan pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis
seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan deteksi dini,
pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang Diabetes
Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan dan kematian (Pulungan,
2010).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas terdapat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa anatomi fisiologi juvenile diabetes?
2. Apa definisi dari juvenile diabetes?
3. Apa saja etiologi dari orang juvenile diabetes?
4. Apa saja klasifikasi dari juvenile diabetes?
5. Bagaimana patofisiologi juvenile diabetes?
6. Bagaimana patway juvenile diabetes?
7. Apa saja manifestasi klinis juvenile diabetes?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada penderita juvenile diabetes?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada penderita juvenile diabetes?
10. Apa saja komplikasi pada juvenile diabetes?
11. Bagaimana asuhan keperawatan teori juvenile diabetes?
1.3 Tujuan
Tujuan disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan Umum

2
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan
Anak I.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami tentang anatomi fisiologi juvenile diabetes
2. Mengetahui dan memahami tentang definisi juvenile diabetes
3. Mengetahui dan memahami tentang etiologi juvenile diabetes
4. Mengetahui dan memahami tentang klasifikasi juvenile diabetes
5. Mengetahui dan memahami tentang patofisiologi juvenile diabetes
6. Mengetahui dan memahami tentang pathway juvenile diabetes
7. Mengetahui dan memahami tentang manifestasi klinis juvenile diabetes
8. Mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan penunjang juvenile
diabetes
9. Mengetahui dan memahami tentang komplikasi juvenile diabetes
10. Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan juvenile diabetes
11. Mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan juvenile
diabetes
1.4 Manfaat
Manfaat disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Untuk Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan tentang konsep dan asuhan keperawatan
juvenile diabetes
b. Mengembangkan kreatifitas dan bakat penulis
c. Menilai sejauh mana penulis memahami teori yang sudah di dapat
tentang konsep dan asuhan keperawatan juvenile diabetes
d. Sebagai persyaratan dalam menyelesaikan tugas mata kuliah
Keperawatan Anak I
1.4.2 Untuk Institusi Stikes Zainul Hasan Genggong
a. Makalah ini dapat menjadi audit internal kualitas pengajar
b. Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian
materi tentang konsep dan asuhan keperawatan juvenile diabetes

3
1.4.3 Untuk Pembaca
Pembaca dapat mengetahui, memahami dan menguasai tentang konsep
dan asuhan keperawatan juvenile diabetes agar masyarakat awam dapat
memahami akan dampak dari juvenile diabetes pada anaknya, guna
membimbing orang tua atau masyarakat untuk memberikan asuhan nutrisi
dan aktifitas yang benar dan tepat kepada anak.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi
1. Anatomi

Pankreas adalah kelenjar terengolasi berukuran besar dibalik


kurvatura besar lambung. Pankreas terlatak di retroperitonial rongga
abdomen bagian atas, dan terbentang horizontal dari cincin duodenal ke lien.
Panjang sekitar 10-20 cm dan lebar 2,5-5 cm. Pankreas mendapat pasokan
darah dari arteri mesenterika superior dan splenikus
a. Kelenjar pankreas
Sekumpulan kelenjar yang strukturnya sangat mirip denga kelenjar ludah
panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke
limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gr. Terbentang pada vertebral lumbalis
I & II dibelakang lambung.
b. Bagian-bagian pankreas
1) Kepala pankreas
Terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan didalam lekukan
deudenum yang melingkarinya.
2) Badan pankreas
Merupakan bagian utama dan ini letaknya dilbelakang lambung dan
didepan vertebra umbalis utama.

5
3) Ekor pankreas
Bagian yang runcing disebelah kiri yang sebenarnya menyentuh
limpa.
c. Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran yang mengalirkan hasil sekresi
pankreas ke dalam duodenum.
d. Pulau-pulau langerhans
Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau
berbeda-beda yang menjadi system endokrinologis dari pankreas terbesar
dari seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.
2. Fisiologi
1) Fungsi eksokrin pankreas ( asinar )
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan.
ketiga jenis makanan utama, protein, karbohidrat dan lemak. Getah
pankreas juga mengandung ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang
memegang peranan penting dalam menetralkan timus asam yang
dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.
2) Fungsi endokrin pankreas.
Fungsinya sebagai organ endokrin didukung oleh pulau-pulau
langerhans. Pulau-pulau langerhans terdiri dari tiga jenis sel yaitu :
a) Sel α (alpha) yang menghasilkan glukagon
Efek glukagon ini juga sama dengan efek kortisol, GH dan
epineprin. Dalam meningkatkan kadar gula darah, glukagon
merangsang glikogenolisis (pemecahan glukogen menjadi glukosa)
dan meningkatkan transportasi asam amino dari otot serta
meningktakan glukoneogenesis (Pemecahan glukosa dari yang bukan
karbohidrat). Dalam metabolisme lemak, glukagon, meningkatkan
lipolisis ( Pemecahan lemak ).
b) Sel β (betha) yang menghasilkan insulin
Insulin sebagai hormon anabolik terutama akan meningkatkan
difusi glukosa melalui membran sel jaringan. Efek metabolik penting

6
lainnya dari hormon insulin adalah sebagai berikut :
1) Efek pada hepar
 Meningkatkan sintesa dan penyimpanan glukosa
 Menghambat glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis
 Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
dihepar
2) Efek pada otot
 Meningkatkan sintesa protein
 Meningkatkan tranportasi asam amino
 Meningkatkan glikogenesis
3) Efek pada jaringan lemak
 Meningkatkan sintesa trigliserida dari asam lemak bebas
 Meningkatkan penyimpanan trigliserida
 Menurunkan lipolisis
c) Sel deltha yang menghasilkan somatostatin namun fungsinya belum
jelas diketahui. Hasil dari sistem endokrin ini langsung dialirkan
kedalam peredaran darah dibawa ke jaringan tanpa melewati duktus
untuk membantu metabolisme karbohidrat
2.2 Definisi
Diabetes melitus adalah suatu keadaan didapatkan peningkatan kadar gula darah
yang kronik sebagai akibat dari gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein karena kekurangan hormone insulin. Masalah utama pada penderita Diabetes
melitus ialah terjadinya komplikasi, khususnya komplikasi Diabetes melitus kronik
yang merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian penderita Diabetes
melitus (Surkesda, 2008).
Diabetes melitus adalah suatu sindrom kronik gangguan metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau resistensi
insulin pada jaringan yang dituju (Dorland, 2005).
Diabetes melitus adalah penyakit metabolik (kebanyakan herediter) sebagai
akibat dari kurangnya insulin efektif (DM Tipe 2) atau insulin absolut (DM Tipe 1)
didalam tubuh. Pada DM terdapat tanda-tanda hiperglikemi dan glukosuria dapat

7
disertai dengan atau tidaknya gejala klinik akut sepert poliuri, polidipsi, penurunan
berat badan, ataupun gejala kronik seperti ganggua primer pada metabolisme
karbohidrat dan sekunder pada metabolisme lemak dan protein
(Tjokroprawiro,2007).
Penderita Diabetes melitus mengalami gangguan metabolisme dari distribusi
gula oleh tubuh sehingga tubuh tidak bisa memproduksi insulin secara efektif,
akibatnya terjadi kelebihan glukosa di dalam darah (80-110 mg/dl) yang akan
menjadi racun bagi tubuh. Sebagian glukosa yang tertahan dalam darah tersebut
melimpah ke sistem urin (Wijayakusuma, 2004).
2.3 Etiologi
Diabetes Melitus tipe 1 terjadi disebabkan oleh karena kerusakan sel β-pankreas.
Kerusakan yang terjadi dapat disebabkan oleh proses autoimun maupun idiopatik.
Pada diabetes melitus tipe 1 sekresi insulin berkurang atau terhenti (Rustama DS,
dkk. 2010).
Penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor genetic atau keturunan. Resiko
perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik (Rustama DS,
dkk. 2010).
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (human leucosite antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya (Rustama
DS, dkk. 2010).
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu
autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen (Rustama
DS, dkk. 2010).

8
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta (Rustama DS, dkk. 2010).
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus yang dianjurkan oleh PERKENI (2006) adalah
sesuai dengan klasifikasi diabetes melitus oleh American Diabetes Association
(ADA). Klasifikasi etiologi diabetes melitus, yaitu :
a. Diabetes Melitus Tipe 1 (destruksi sel beta, biasanya menjurus ke defisiensi
insulin absolut) :
 Autoimun
 Idiopatik
b. Diabetes Melitus Tipe 2 (berawal dari resistensi insulin yang predominan
dengan defisiensi insulin relatif menuju ke defek sekresi insulin yang
predominan dengan resistensi insulin)
2.5 Patofisiologi
Diabetes Melitus Tipe 1 merupakan diabetes Melitus yang tergantung pada
insulin. Diabetes Melitus Tipe 1 pada kelainan terletak pada sel beta yang bisa
idiopatik atau imunologik. Pankreas tidak mampu mensintesis dan mensekresi
insulin dalam kuantitas dan atau kualitas yang cukup, bahkan kadang-kadang tidak
ada sekresi insulin sama sekali. Jadi pada kasus ini terdapat kekurangan insulin
secara absolut (Tjokroprawiro, 2007).
Pada Diabetes Melitus Tipe 1 biasanya reseptor insulin di jaringan perifer
kuantitas dan kualitasnya cukup atau normal ( jumlah reseptor insulin DMT 1 antara
30.000-35.000 ) jumlah reseptor insulin pada orang normal ± 35.000. Sedang pada
diabetes melitus dengan obsitas ± 20.000 reseptor insulin (Tjokroprawiro, 2007).
Diabetes Melitus Tipe 1, biasanya terdiagnosa sejak usia kanak -kanak. Pada
Diabetes Melitus Tipe 1 tubuh penderita hanya sedikit menghasilkan insulin atau
bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin, oleh karena itu untuk bertahan
hidup penderita harus mendapat suntikan insulin setiap harinya. Diabetes Melitus
Tipe 1 tanpa pengaturan harian, pada kondisi darurat dapat terjadi (Riskesdas,2007).

9
2.6 Pathway

10
11
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala klinis DM yang klasik yaitu mula-mula polifagi, poliuri, dan polidipsi.
Apabila keadaan ini tidak segera diobati, maka akan timbul gejala Dekompensasi
Pankreas, yang disebut gejala klasik DM, yaitu poliuria, polidipsi, dan polifagi.
Ketiga gejala klasik tersebut diatas disebut pula “TRIAS SINDROM DIABETES
AKUT” bahkan apabila tidak segera diobati dapat disusul dengan mual-muntah dan
ketoasidosis diabetik. Gejala kronis DM yang sering muncul adalah lemah badan,
kesemutan, kaku otot, penurunan kemampuan seksual, gangguan penglihatan yang
sering berubah, sakit sendi dan lain-lain (Tjokroprawiro, 2007 ).
Beberapa gejala yang sering menjadi pitfall dalam diagnosis DM tipe 1 pada
anak di antaranya adalah (Brink SJ, dkk. 2010) :
1. Sering kencing: kemungkinan diagnosisnya adalah infeksi saluran kemih atau
terlalu banyak minum (selain DM). Variasi dari keluhan ini adalah adanya
enuresis (mengompol) setelah sebelumnya anak tidak pernah enuresis lagi.
2. Berat badan turun atau tidak mau naik:kemungkinan diagnosis adalah asupan
nutrisi yang kurang atau adanya penyebab organik lain. Hal ini disebabkan
karena masih tingginya kejadian malnutrisi di negara kita. Sering pula dianggap
sebagai salah satu gejala tuberkulosis pada anak.
3. Sesak nafas:kemungkinan diagnosisya adalah bronkopnemonia. Apabila disertai
gejala lemas, kadang juga didiagnosis sebagai malaria. Padahal gejala sesak
nafasnya apabila diamati pola nafasnya adalah tipe Kusmaull (nafas cepat dan
dalam) yang sangat berbeda dengan tipe nafas pada bronkopnemonia. Nafas
Kusmaull adalah tanda dari ketoasidosis.
4. Nyeri perut:seringkali dikira sebagai peritonitis atau apendisitis. Pada penderita
DM tipe 1, nyeri perut ditemui pada keadaan ketoasidosis.
5. Tidak sadar:keadaan ketoasidosis dapat dipikirkan pada kemungkinan diagnosis
seperti malaria serebral, meningitis, ensefalitis, ataupun cedera kepala
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 meliputi :
a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok

12
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e) Elektrolit : Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
f) Fosfor : lebih sering menurun
g) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK
baru)
h) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
i) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi), leukositosis
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
j) Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi atau
penurunan fungsi ginjal)
k) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis
akut sebagai penyebab dari DKA.
l) Insulin darah : mungkin menurun atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen atau eksogen). Resisten
insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody
(autoantibody)
m) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
n) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
o) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
Diabetes melitus ditegakkan berdasarkan ada tidaknya gejala. Bila dengan
gejala (polidipsi, poliuria, polifagia), maka pemeriksaan gula darah abnormal satu

13
kali sudah dapat menegakkan diagnosis DM. Sedangkan bila tanpa gejala, maka
diperlukan paling tidak 2 kali pemeriksaan gula darah abnormal pada waktu yang
berbeda (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines
2009).
Kriteria hasil pemeriksaan gula darah abnormal adalah:
1. Kadar gula darah sewaktu >200 mg/dl atau
2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dl atau
3. Kadar gula darah 2 jam postprandial >200 mg/dl.
Untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus tipe 1, maka perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang, yaitu C-peptide <0,85 ng/ml. C-peptide ini merupakan
salah satu penanda banyaknya sel β-pankreas yang masih berfungsi. Pemeriksaan
lain adalah adanya autoantibodi, yaitu Islet cell autoantibodies (ICA), Glutamic
acid decarboxylase autoantibodies (65K GAD), IA2 ( dikenal sebagai ICA 512 atau
tyrosine posphatase) autoantibodiesdan Insulin autoantibodies (IAA). Adanya
autoantibodi mengkonfirmasi diabetes melitus tipe 1 karena proses autoimun.
Pemeriksaan autoantibodi ini relatif mahal (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines 2009).
2.9 Penatalaksanaan
Terdapat 5 pilar manajemen diabetes melitus tipe 1, yaitu (Rustama DS,
dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009) :
1. Insulin
2. Diet
3. Aktivitas fisik/exercise
4. Edukasi
5. Monitoring kontrol glikemik
a) Secara Medis
Tatalaksana pasien dengan diabetes melitus tipe 1 tidak hanya meliputi
pengobatan berupa pemberian insulin (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical
Practice Consensus Guidelines. 2009).
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM
Tipe 1. Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin,

14
regimen yang digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang
diperlukan (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus
Guidelines. 2009) :
a. Jenis insulin, beberapa jenis insulin yaitu insulin kerja cepat, kerja pendek,
kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin campuran (campuran kerja
cepat atau pendek dengan kerja menengah). Penggunaan jenis insulin ini
tergantung regimen yang digunakan.
b. Dosis insulin, dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg
beratbadan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya akan diatur
disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada, baik pada penyakitnya maupun
penderitanya.
c. Regimen, terdapat dua macam regimen, yaitu regimen konvensional serta
regimen intensif. Regimen konvensional atau mix-split regimen dapat berupa
pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali suntik/hari. Sedangkan regimen
intensif berupa pemberian regimen basal bolus. Pada regimen basal bolus
dibedakan antara insulin yang diberikan untuk memberikan dosis basal
maupun dosis bolus.
d. Cara menyuntik, terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik dalam hal
absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik absorpsinya), lengan atas,
lateral paha. Daerah bokong tidak dianjurkan karena paling buruk
absorpsinya.
e. Penyesuaian dosis, kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari beberapa
hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun usia pubertas
terkadang kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat badan/hari), kondisi
stress maupun saat sakit.
b) Secara Keperawatan
Ada hal-hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana
agar penderita mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek
maupun jangka panjang (Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice
Consensus Guidelines. 2009) :

15
1) Diet
Secara umum diet pada anak diabetes melitus tipe 1 tetap mengacu pada
upaya untuk mengoptimalkan proses pertumbuhan. Untuk itu pemberian
diet terdiri dari 50-55% karbohidrat, 15-20% protein dan 30% lemak.Pada
anak diabetes melitus tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat
karena terkait dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring
pertumbuhannya.Kebutuhan kalori perharisebagaimana kebutuhan pada
anak sehat/normal. Ada beberapa anjuran pengaturan persentase diet yaitu
20% makan pagi, 25% makan siang serta 25% makan malam, diselingi
dengan 3 kali snack masing-masing 10% total kebutuhan kalori perhari.
Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada
regimen basal bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat
untuk menentukan dosis pemberian insulin (Rustama DS, dkk. 2010).
Kebiasaan konsumsi sayur dan buah sangatlah penting untuk
menghambat penyerapan hidrat arang, protein dan lemak. Konsumsi tinggi
serat memberikan keuntungan perasaaan kenyang dan puas yang membantu
mengendalikan nafsu makan. Makanan tinggi serat biasanya rendah kalori
sehingga membantu penurunan berat badan. Jenis serat tertentu (terutama
terdapat pada beberapa jenis buah seperti apel dan jeruk serta kacang-
kacangan) memperlambat penyerapan glukosa darah sehingga mempunyai
pengaruh pada penurunan gluosa darah (Reuben,2009).
Penelitian Harvard 1980 mendapatkan hubungan antara konsumsi
kacang-kacangan dan resiko DM tipe 2. Jika dibandingkan dengan wanita
yang jaran g makan kacang, mereka yang makan satu sampai dengan empat
ons setiap minggu sedikitnya 5 ons per minggu memperlihatkan
pengurangan 27%. Para peneliti berpendapat, bahwa meskipun kacang-
kacangan dapat memberikan 80% kalori lemak, lemak itu adalah jenis
unsaturated yang dapat mengontrol hormon insulin dan glukosa (Healter,
2009).
Kacang-kacangan juga mengandung Mg dan kandungan serta yang
tinggi. Dua unsur tersebut diketahui menurunkan resiko DM tipe 2.

16
Kekurangan Mg pada umumnya ditemukan pada penderita DM tipe 2.
Kekurangan Mg dapat melemahkan sekresi insulin dan mengurangi
sensitivitas jaringan terhadap insulin. Hal ini menyebakan kompensasi
hormon insulin yang pada akhirnya akan berkembang menjadi DM. Kadar
Mg yang rendah pada sel darah merah telah ditemukan pada 12 orang tua
dengan penyakit DM. Setelah suplementasi Mg selama 4 minggu (pada uji
klinik doble-blind). Secra bermakna itu menimbulkan peningkatan sekresi
dan kerja hormon insulin dan menurunkan viskositas membran seldarah
merah (Healter, 2009).
Asupan serat yang disarankan adalah 5 porsi per hari. Serat terdapat
antara lain pada sereal, buah-buahan, sayuran dan kacang-kacangan. Serat
larut yang terdapat pada kacang-kacangan, buah dan beberapa sayuran
dapat membantu menghambat penyerapan glukosa di usus, selain itu serat
larut dapat membantu menurunkan kolesterol total dan LDL (Pudjiadi,
2009).
2) Aktivitas fisik atau exercise
Anak dengan diabetes melitus bukannya tidak boleh berolahraga. Justru
dengan berolahraga akanmembantu mempertahankan berat badan ideal,
menurunkan berat badanapabila menjadi obes serta meningkatkan percaya
diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula darah serta
meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui
pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun
hiperglikemia (bahkan ketoasidosis). Sehingga pada anak diabetes melitus
memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjalankan
olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang diperbolehkan untuk
olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan
adanya ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di
bawah 90 mg/dl, maka sebelum berolahraga perlu menambahkan diet
karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia.

17
Aktifitas fisik mencerminkan gerakan tubuh yang disebabkan oleh
kontraksi otot menghasilkan energi. Berjalan kaki, bertanam, menaiki
tangga, bermain bola, menari, merupakan aktifitas fisik yang baik untuk
dilakukan. Untuk kepentingan kesehatan, aktifitas fisik haruslah sedang
atau bertenanga serta dilakukan lebih 30 menit setiap harinya dalam
seminggu. Untuk penurunan berat badan atau mencegah peningkatan berat
badan, dibutuhkan aktifitas fisik sekitar 60 menit dalam sehari (Wardlaw,
2007).
Olahraga ringan sangat baik dilakukan pada penderita diabetes melitus
tipe 1, Karena faktor-faktor tersebut di bawah ini maka regulasi diabetes
melitus akan menjadi lebih mudah karena mempunyai beberapa keuntungan
antara lain (Rustama DS, dkk. 2010).
 Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa up-take) apabila dilakukan
setiap 11/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten
pada penderita kegemukan atau menambah reseptor insulin.
 Memperbaiki aliran darah perifer dan menambah suplai oksigen.
 Berkurangnya glikogen otot dan hati merangsang pembentukan
glikogen yang baru.
 Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3) Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita
maupun orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya,
patofisiologi, apa yang boleh dan tidak boleh pada penderita diabetes
melitus, insulin (regimen, dosis, cara menyuntik, lokasi menyuntik serta
efek samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target gula darah
ataupun HbA1c yang diinginkan (Rustama DS, dkk. 2010).
4) Monitoring kontrol glikemik
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan
sudah baik atau belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki
kualitas hidup pasien, termasuk mencegah komplikasi baik jangka pendek

18
maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan pemeriksaan gula darah
berkala dalam sehari.Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping itu,
efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta
pertumbuhan dan perkembangan perlu dipantau (Rustama DS, dkk. 2010).
Tabel Target kontrol metabolik pada anak dengan diabetes melitus tipe 1
Target Baik Baik Sedang Kurang
metabolik sekali
Preprandial <120 <140 <180 >180
mg/dL mg/dL

Postprandial <140 <200 <240 >240

Urin reduksi - - +- >+

HbA1c <7% 7-7.9% 8-9% >10%

2.10 Komplikasi
Jika DM dibiarkan tidak terkendali, akan menimbulkan komplikasi yang
dapat berakibat fatal. Komplikasi diabetes dapat dicegah, ditunda atau
diperlambat dengan mengontrol kadar gula darah. Mengontrol kadar gula darah
dapat dilakukan dengan terapi misalnya patuh meminum obat (Sidartawan,
2007).
Komplikasi diabetes melitus adalah semua penyakit yang timbul sebagai
akibat dari diabetes melitus, baik sistemik, organ ataupun jaringan tubuh lainya.
Proses glikosilasi (pengaruh glukosa pada semua jaringan yang mengandung
protein) sangat berpengaruh pada timbulnya komplikasi kronis. Akhir-akhir ini
AGE (Advanced Glycosylated Endoproduct) diduga yang bertanggung jawab
atas timbulnya komplikasi kronis. Karena AGE inilah yang merusak jaringan
tubuh terutama yang mengandung protein, dan juga disebabkan disfungsi
endotel dan disfungsi makrofag (Tjokroprawiro, 2007).

19
Klasifikasi komplikasi diabetes melitus dibagi menjadi : (Aryono, 2008 ) :
a) Komplikasi akut
1) Hipoglikemi
Hipoglikemi merupakan komplikasi yang serius pada pengelolaan
diabetes melitus tipe 2 terutama pada penderita diabetes melitus usia
lanjut, pasien dengan insufisiensi renal, dan pasien dengan kelainan mikro
maupun makroangiopati berat. Upaya untuk mencegah terjadinya
komplikasi diperlukan kendali gula darah yang berat mendekati normal,
sedangkan akibat dari kendali gula darah yang berat resiko terjadinya
hipoglikemi semakin bertambah berat.
Diagnosis hipoglikemi umumnya berdasarkan atas Trias Whipple
yaitu adanya gejala hipoglikemi, dengan darah berkadar gula yang rendah
dan akan membaik bila kadar gula kembali normal setelah pemberian gula
dari luar disebut gula darah rendah adalah bila gula darah vena < 60
mg/dl. Penyebab terjadinya hipoglikemi, yaitu :
 Olahraga yang berlebih dari biasanya
 Dosis obat diabetes berlebihan
 Jadwal makan yang tidak tepat dengan obat diabetes yang diminum
Menghilangkan atau tidak menghabiskan makan atau snack
 Minum alkohol
2) Ketoadosis diabetes
Merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan
penyakit diabetes melitus. Kriteria diagnosis KAD adalah sebagai berikut
:
 Klinis : poliuria, polidipsia, mual dan atau muntah, pernafasan
Kussmaul ( dalam dan frekuen ), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai
syok, kesadaran terganggu sampai koma.
 Darah : hiperglikemi lebih dari 300 mg/dl (biasanya melebihi 500
mg/dl). Bikarbornat kurang dari 20 mEq/l dan pH < 7,35 (asidosis
metabolik ), ketonemia.
 Urine : glukosuria, ketonuria.

20
3) Koma Hiperosmoler Non–Ketotik
Diagnosis klinis dikenal dengan sebutan tetralogi HONK dengan 1 yes
dan 3 no, yang diakibatkan oleh penghentian insulin atau terapi insulin
yang tidak adekuat, infark miokard akut, pemakaian obat steroid akan
ditegakkan apabila beberapa hal dibawah ini yaitu :
 Glukosa > 600 mg/dl ( hiperglikemia YES ) dengan tidak ada riwayat
dibetes melitus sebelumnya ( NO DM), bikarbonat > 15 mEq/l, tidak
ada Kussmaul, pH darah normal (NO Asidosis Metabolik), tidak ada
ketonemia atau ketonuria ( NO ketonemia ).
 Dehidrasi berat, hipotensi sampai terjadi syok hipovolemi, didapatkan
gejala neurologi.
 Diagnosis pasti ditegakkan apabila terdapat gejala klinis ditambah
dengan osmoloritas darah > 325-350 mOSM/l.
b) Komplikasi kronik
Komplikasi kronis pada diabetes melitus pada umumnya terjadi gangguan
pembuluh darah atau angiopati dan kelainan pada saraf atau neuropati.
Angiopati pada pembuluh darah besar disebut makroangiopati dan bila kena
pembuluh darah kecil disebut mikroangiopati, sedangkan neuropati bisa
merupakan neuropati perifer maupun neuropati otonom. Pada penelitian
UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study) umumnya penderita
DM yang datang berobat 50 % sudah mengalami komplikasi kronis ini.
Manifestasi klinis komplikasi kronis DM pada :
1) Infeksi seperti furunkel, karbunkel, TBC paru, UTI, mikosis
(Tjokroprawiro, 2007)
2) Mata (Tjokroprawiro, 2007)
 Lensa cembung sewaktu hiperglikemia (miopi-reversible, tetapi
katarak irreversible)
 Retinopati DM = RD (Non–Prolifeverative Retinopathy, dan
Proliferative Retinopathy)
 Glaucoma
 Perdarahan Corpus Vitreum

21
3) Mulut (Tjokroprawiro, 2007)
 Ludah (kental, mulut kering yaitu Xerostamia Diabetes)
 Gingiva (udematus, merah tua, gingivitis)
 Periodontium (rusak biasanya karena mikroangiopati periodontitis
DM, (semua menyebabkan gigi mudah goyah atau lepas)
 Lidah (tebal, rugae, gangguan rasa akibat dari neuropati)
4) Traktus Urogenetalis (Tjokroprawiro, 2007 )
 Nefropati Diabetik, Sindrom Kiemmelstiel Wilson, Pielonefritis,
Necrotizing Papillitis, UTI, DNVD Diabetic Neorogenic Vesical
Dysfunction sama halnya Diabetic Bladder (dapat manyebabkan
retensio atau inkontinensia).
 Impotensi Diabetik.
5) Saraf ( Sri Murtiwi Aryono, 2008 )
Neuropati Diabetik ( ND ) merupakan gambaran keluhan dan gambaran
gejala fisik dari gangguan fungsi saraf tepi pada pasien diabetes melitus
setelah disingkirkan penyebab lainnya.
2.11 Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas
Identitas pasien meliputi : nama, alamat, tanggal lahir, jenis
kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, agama, agama, suku,
bangsa, tanggal masuk rumah sakit, no.register/MRS, serta
penanggung jawab.
b. Keluhan utama
Keluhan yang di alami oleh klien seperti poliuria, polidipsi,
penurunan berat badan, frekuensi minum dan berkemih, peningkatan
nafsu makan, penurunan tingkat kesadaran.

22
c. Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu (RKD)
Jenis gangguan kesehatan yang dialami sebelumnya oleh
anak, seperti, obesitas, riwayat demam reumatik hipertensi,
kongenital ,kerusakan arteial septal, trauma dada, dan riwayat
shock hipovolema.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Riwayat kesehatan yang dialami klien pada saat sudah
dilakukan pemeriksaan oleh tim medis seperti perkembangan
sang anak terhambat, dan sang anak mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi atau masalah kesehatan lainnya
c) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)
Biasanya riwayat penyakit yang pernah dialami oleh orang
tua seperti ibu pasien mengalami penyakit diabetes militus.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: lemah, lelah, atau tegang
b. Tingkat kesadaran : composmentis
c. Berat badan : Biasanya berat badan klien menurun
d. Tanda-Tanda vital
o Tekanan darah : hipertensi
o Suhu :normal
o Pernafasan : Biasanya mengalami takipnea
o Nadi : Biasanya tekanan nadi meningkat
e. Kepala: Mengamati bentuk kepala, adanya kelainan,
hematom/oedema
Palpasi daerah kepala, ubun-ubun besar, cekung atau cembung
f. Rambut: Pada klien biasanya rambutnya hitam serta kulit kepala
bersih, dan tidak rontok
g. Wajah: dilihat kesimetrisan wajah

23
h. Mata : tampak adanya mata cowong dan renopati, kekaburan
pandangan, konjungtiva, warna sclera tidak kuning, pupil
menunjukkan adanya refleksi pada cahaya
i. Hidung: inspeksi terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat
penumpukan lender atau ada tidak
j. Mulut: inspeksi bibir berwarna pucat atau merah ada lender atau tidak
serta dilihat mukosa kering atau tidak
k. Leher: inspeksi kebersihannya dan adanya tanda-tanda kebesaran
kelenjar tiroid atau tidak,palpasi adanya pembesaran kelenjar tiroid
dan vena jugularis
l. Dada/Thorak
o Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan,terdapat nyeri tekan
,frekuensi lebih dari 60 kali/permenit
o Palpasi : rasakan getaran vocal fremitus,apakah ada masa atau
tidak
o Perkusi : terdapat bunyi sonor
o Auskultasi : tidak terdapat bunyi wheezing ,ronchi dll
m. Jantung
o Inspeksi : amati dan catat bentuk precordial jantung normalnya
datar dan simetris pada kedua sisi
o Palpasi : rasakan irama dan frekuensi jantung
o Perkusi : normalnya terdengar bunyi pekak saat diperkusi
o auskultasi : normalnya s1 dan s2 tunggal
n. Perut/Abdomen
o Inspeksi : warna,bentuk dan ukuran perut buncit atau cekung,
keras
o Auskultasi : dengarkan suara bising usus timbul 1-2 jam setelah
masa kelahiran bayi
o Palpasi : rasakan adanya nyeri tekan dan pembesaran hati dan
masa atau tidak
o Perkusi : untuk menentukan suara timpani

24
o.Genetalia
Biasanya keadaan dan kebersihan genetalia pasien baik.
o. Sistem integrumen
Inspeksi warna kulit tubuh dan biasanya turgor kulit kering,
tampa ada atropi otot, tornus otot menurun.
p. Ekstermitas
Biasanya kekuatan otot lemah.
3. Pola fungsi kesehatan
1. Pola Persepsi-Managemen Kesehatan
Menggambarkan Persepsi,pemeliharaan dan penanganan
kesehatan persepsi terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan
kesehatan menggambarkan persepsi,pemeliharaan dan penanganan
kesehatan persepsi terhadap arti kesehatan,dan penatalaksanaan
kesehatan
2. Pola Nurtisi –Metabolik
Menggambarkan masukan Nutrisi, balance cairan dan elektrolit
nafsu makan,pola makan, diet,fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir,
kesulitan menelan, reaksi mual muntah, penurunan berat badan haus,
3. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola Fungsi eksresi,kandung kemih dan Kulit
Kebiasaan defekasi,ada tidaknya masalah defekasi,masalah miksi
(oliguri,disuri dll), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi,
Karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran
kemih,masalah bau badan, perspirasi berlebih, perubahan pola
berkemih (poliuria, nocturia, anuria,diare).
4. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan,aktivitas,fungsi pernafasan dan
sirkulasi. Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit,
letih lemah,sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tunus otot
menurunan.

25
5. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan Persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan,
pembau dan kompensasinya terhadap tubuh.
6. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan Pola Tidur,istirahat dan persepasi tentang
energy. Jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah selama
tidur, insomnia atau mimpi buruk, penggunaan obat, mengeluh letih
7. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan.Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri,
harga diri, peran, identitas dan ide diri sendiri.
8. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien
Pekerjaan.
9. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang actual atau
dirasakan dengan seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas,
riwayat haid,pemeriksaan mamae sendiri, riwayat penyakit hub sex.
10. Pola Pertahanan Diri (Coping-Toleransi Stres )
Menggambarkan kemampuan untuk menanngani stress dan
penggunaan system pendukung penggunaan obat untuk menangani
stress.
11. Pola Keyakinan Dan Nilai
Menggambarkan dan Menjelaskan pola nilai,keyakinan termasuk
spiritual.Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam
melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya.
b. Diagnosa
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. Kekurangan volume cairan

26
3. Nyeri Akut
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
5. Kerusakan integritas kulit
6. Keletihan
7. Resiko Infeksi
8. Resiko Cedera
c. Intervensi
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
1. Batasan Karakteristik :
a. Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan ideal
b. Bising usus hiperaktif
c. Diare
d. Sariawan rongga mulut
2. NOC :
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Asupan gizi
2. Asupan makanan
3. Asupan cairan
4. Energi
5. Kasio berat badan/tinggi badan
6. Hidrasi

Keterangan :
1. Sangat menyimpang dari rentang normal
2. Banyak menyimpang dari rentang normal
3. Cukup menyimpang dari rentang normal
4. Sedikit menyimpang dari rentang normal
5. Tidak menyimpang dari rentang normal
3. NIC :
a) Manajemen nutrisi
1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk
memenuhi kebutuhan gizi

27
2) Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makan
(misalnya, bersih, berventilasi , santai, dan bebas dari bau yang
menyengat)
3) Anjurkan pasien terkaitdengan kebutuhan makanan tertentu
berdasarkan pekembangan atau usia (misalnya, peningkatan kalsium,
protein, cairan, dan kalori untuk wanita menyusui, peningkatan
asupan serat untuk mencegah konstipasi pada orang dewasa yang
lebih tua)
b) Manajemen berat badan
1) Diskusikan dengan pasien mengenai hubungan antara asupan
makanan, olahraga, peningkatan berat badan, danpenurunan berat
badan
2) Bantu pasien membuat perencanaan makan yang seimbang dan
konsisten dengan jumlah energi yang dibutuhkan setiap harinya
3) Hitung berat badan ideal pasien
c) Pemberian makan
1) Tanyakan pasien apa makanan yang disukai untuk di pesan
2) Dorang orangtua/keluarga untuk menyuapi pasien
3) Lakukan kebersihan mulut sebelum makan
4) Berikan air minum pada saat makan , jika diperlukan
2. Kekurangan Volume Cairan
a. Batasan karakteristik
1. Haus
2. Kelemahan
3. Kulit kering
4. Penurunan haluaran urine
b. NOC
No. indikator 1 2 3 4 5

28
1. Turgor kulit
2. Membrane mukosa lemah
3. Intake cairan
4. Output urin
5. Serum sodium
6. Perfusi jaringan
7. Fungsi kognisi

Keterangan :
1) Sangat terganggu
2) Banyak terganggu
3) Cukup terganggu
4) Sedikit terganggu
5) Tidak terganggu
c. NIC
a. Monitor cairan
 Tentukan jumlah dan jenis intake atau asupan cairan serta
kebiasaan eliminasi
 Berikan cairan dengan tepat
 Monitor membrane mukosa, turgo kulit, danrespon haus
b. Manegamen cairan
 Hitung atau timbang popok dengan baik
 Monitor status hidrasi (mialnya; membrane, mukosa lembab,
denyut nadi adekuat, dan tekanan darah orstastik)
 Batasain asupan air pada kondisi pengeceran hiponatrenia
dengan eru Na di bawah 130 Mlq/liter
c. Monitor tanda-tanda vital
 Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan
dengan tepat
 Monitor warna kulit, suhu dan kelembapan

29
 Monitor tekanan darah saat pasien berbaring, duduk,dan
berdiri sebelum dan sesudah perubahan posisi
3.Nyeri akut
1. Batasan Karakteristik :
a. Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (mis,
skala wong-baker, faces, skala analog visual, skala penilaian
numeric)
b. Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktivitas (mis. Anggota
keluarga, pemberian asuhan)
c. Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, merengek, menangis,
waspada)
2. NOC
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Mengenali kapan nyeri terjadi
2. Menggambarkan faktor penyebab
3. Menggunakan jurna harian untuk memonitor
gejala dari waktu ke waktu
4. Menggunakan tindakan pencegahan
5. Meggunakan tindakan pengurangan nyeri
tanpa analgesik
6. Menggunakan analgesik yang
7. direkomendasikan
Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri
8. pada profesional kesehatan
Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada
9. profesional kesehatan
10. Menggunakan sumber data yang tersedia
11. Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri
Melaporkan nyeri yang terkontrol
Keterangan :
1. Tidak pernah menunjukkan

30
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara konsisten menunkukkan
3. NIC :
a. Manajemen nyeri
1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakterisrik onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan factor pencetus
2) Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap
nyeri
3) Tentukan kebutuhan frekuensi untuk melakukan pengkajian
ketidaknyamanan pasien dan mengimplementasikan rencana
monitor
b. Pemijatan
1) Cuci tangan dengan air hangat
2) Siapkan lingkungan yang hangat, nyaman dan memiliki privasi
tanpa adanya distraksi
3) Pijat tangan atau kaki jika lokasi yang ain tidak nyaman atau jika
hal tersebut lebih nyaman untuk pasien
c. Pengaturan posisi
1) Teparkan (pasien) diatas matras atau tempat tidur terapeutik
2) Posisikan (pasien) untuk mengurangi dyspnea (misalnya, posisi
semi fowler)
3) Meminimalsir gesekan dan cidera ketika memposisikan dan
membalikkan tubuh pasien
d. Pemberian analgesic
e. Kolaborasikan dengan tim medis obat analgesic yang sesuai dengan
kebutuhan

31
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
1. Factor Resiko :
a. Embolisme
b. Hipertensi
c. Koagulopati (missal, anemia sel sabit)
2. NOC :
No. Indikator 1 2 3 4 5
1. Sakit kepala
2. Bruit karotis
3. Kegelisahan
4. Kelesuan
5. Kecemasan yang tidak dijelaskan
6. Agitasi
7. Muntah
8. Cegukan
9. Keadaan pinsan
10. Demam
11. Kognisi terganggu
12. Penurunan tingkat kesadaran
13. Reflek saran terganggu
Keterangan :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
3. NIC
a Manajemen edema serebral
1) Monitor adanya kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing,
pingsan

32
2) Rencanakan asuhan keperawatan untuk memberikan periode
istirahat
3) Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat atau lebih
b Pencegahan emboli
1) Ganti posisi pasien 2 jam, dorang mobilisasi dini atau ambulasi
sesuai toleransi
2) Instruksikan pasien untuk menghindari kegiatan yang
menghasilkan valsava manuver (misalnya, mengejan saat buang air
besar )
3) Anjurkan pasien untuk tidak menyilangkan kaki dan menghindari
duduk untuk waktu yang lama dengan kaki tergantung
c Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK)
1) Monitor tekanan aliran darah otak
2) Letakkkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral, hindari
fleksi pinggang yang berlebihan
3) Berikan ruang untuk perawat agar meminimalkan elevasi TIK
5. Kerusakan integritas kulit
1. Batasan Karakteristik
a. Benda asing masuk kepermukaan kulit
b. Kerusakkan intergeritas kulit
2. NOC
Nomer Indikator 1 2 3 4 5
110101 Suhu kulit
110104 Hidrasi
110108 Tektur
110112 Perubahan rambut pada kulit
Keterangan
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu

33
5. Tidak
3. NIC
a. Memandikan
1). Bantu dalam hal perawatan perineal jika diperlukan
2). Bersikan rublikan dan krim pada area kulit yang kering
3). Cuci rambut sesuai dengan kebutuhan atau keinginnan
4). Memberikan bedak kering pada lipatan kulit yang dalam
b. Manajeman pruritus
1). Berikan anti prutritik sesuai indikasi
2). Berikan opiate antagonisis sesuai dengan indikasi
3). Berikan kompres dingin untuk meringankan iritasi
4). Intruksikan pasien untuk tidak memakai pakaian yang ketat
dan berabhan woll atau sintesis
c. Pengecekan kulit
1). Periksa kondisi luka oprasi dengan tepat
2). Monitor sumber tekanan atau gesekan
3). Monitor kulit untuk kekeringan atau kelebihan dan
kelembapan
4). Monitor kulit dan selaput lendir terhadapa area perubahan
warna memar dan pecah
6. Keletihan
1. Batasan Karakteristik
a. Ganguan konsentrasi
b. Kurang energi
c. Merasa bersalah karna tidak dapat menjalankan tanggung jawab
d. Kelelahan
e. Mengantuk
2. NOC
Nomer Indikator 1 2 3 4 5
000701 Kelelahan

34
000702 Kelesuhan
000703 Alam perasaan depresi
000704 Kehilangan selera makan
Ketearangan
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
3. NIC
a. Manajemen energi
1). Anjurkan senam erobik sesuai kemampuan pasien
2). Anjurkan tidur siang bila diperlukan
3). Tawarkan bantuan untuk meningkatkan tidur (musi/obat)
4). Batasi jumlah dan gannguan dengan tepat
b. Terapi relaksasi
1). Dorong klien untuk mengulang praktik relaksasi jika
memungkinkan
2). Tunjukkan praktik klinik pada klien
3). Antisipasi kebutuhan relaksasi
4).Gunakan suara yang lembut irama yang lambat untuk setiap skala
c. Peningkatan tidur
1). Tentukan efek dari obat pasien pola tidur
2). Anjurkan pasien untuk memantau pola tidur
3). Bantu untuk menghiangkan situasi stres sebelum tidur
4). Tentukan pola tidur / aktivitas pasien
7. Resiko Infeksi
1. Factor risiko
a. Merokok
b. Leukopenie
c. Gangguan integritas kulit

35
2. NOC
No. Indicator 1 2 3 4 5

1. Hipotermia
2. Mengigil
3. Demam
4. Malaise
Keterangan :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
3. NIC
a. Menejemen nutrisi
1) Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien)untuk
memenuhi kebutuhan gizI
2) Monitor kalori dan asupun makanan
3) Anjurkan pasien untuk memantau kalori dan intake makanan
b. Monitor nutrisi
1) Monitor adanya mual muntah
2) Monitor diet dan asupan kalori
3) Monitor adanya (warna) pucat, kemerahan dan jaringan
konjungtiva yang kering
c. Terapi nutrisi
1) Lengkapi pengkajian nutrisi,sesuai kebutuhan
2) Motivasi pasien untuk mengkonsumsi makanan yang tinggi
kalsium,sesuai kebutuhan
3) Bantu pasien untuk memilih makanan yang lunak,lembut dan
tidak mengandung asam sesuai kebutuhan.

36
8. Resiko Cedera
1) Batasan karakteristik :
a) gangguan fungsi kognitf
b) hambatan fisik (missal, desain, struktur, pengaturan komunitas,
pembangunan, peralatan)
c) moda transportasi tidak aman
2) NOC :
No Indicator 1 2 3 4 5
1 Jatuh saat berdiri
2 Jatuh saat berjalan
3 Jatuh saat duduk
4 Jatuh dari tempat tidur
5 Jatuh saat dipindahkan
6 Jatuh saat naik tangga
7 Terjun saat turun tangga
8 Jatuh saat ke kamar mandi
9 Jatuh membungkuk
Keterangan :
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran normal
3) NIC :
a) Pencegahan jatuh
1. Identifikasi perilaku dan factor yang mempengaruhi resiko jatuh
2. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang mungkin
meningkatkan potensi jatuh (misalnya, lantai licin dan tangga
terbuka)
3. Monitor gaya berjalan (terutama kecepatan), keseimbangan dan
tingkat kelelahan dengan dengan ambulasi

37
b) Manajemen lingkungan : keselamatan
1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola
lingkungan dan kenyamanan yang optimal
2. Pertimbangan penempatan pasien di kamar dengan beberapa
tempat tidur (teman sekamar dengan masalah lingkungan yang
sama bila memungkinkan)
3. Cepat bertindak jika terdapat panggilan bel, yang harus selalu
dalam jangkaun
c) Peningkatan latihan
1. Hargai keyakinan individu terkait latihan fisik
2. Gali pengalaman individu sebelumnya mengalami latihan
3. Pertimbangkan motivasi individu untuk memulai atau
melanjutkan program latihan

38
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diabetes melitus adalah suatu sindrom kronik gangguan metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau resistensi
insulin pada jaringan yang dituju. Diabetes Melitus Tipe 1, biasanya terdiagnosa
sejak usia kanak -kanak. Pada Diabetes Melitus Tipe 1 tubuh penderita hanya sedikit
menghasilkan insulin atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan insulin
3.2 Saran
Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-kekurangan
pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor keterbatasan waktu,
pemikiran dan pengetahuan penulis yang terbatas, oleh karena itu untuk
kesempernuan makalah ini penulis sangat membutuhkan saran-saran dan masukan
yang bersifat membangun kepada semua pembaca.

39
DAFTAR PUSTAKA

Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010).Diabetes in children and adolescents,
basic training manual for healthcare professionals in developing countries, 1sted.
Argentina: ISPAD, h 20-21.

Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang
T Jr. Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.

Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N


(2010).Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman
B. Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h
124-161.

ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pdf (Diakses pada
tanggal 06 April 2018)

40

Anda mungkin juga menyukai