Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Geomorfologi

Lembar Mamuju sebagian besar berupa pegunungan, hanya

sebagian kecil berupa pebukitan menggelombang dan dataran rendah. Topografi

kras terdapat sempit di sekitar Rantepao, di bagian tenggara Lembar. Daerah

pegunungan Morfologi ini menempati hampir dua pertiga luas daerah yang

dipetakan yaitu di bagian tengah, utara, timurlaut dan selatan. Daerah ini umumnya

berlereng terjal dan curam, puncak bukitnya berkisar dari 800 sampai 3.000 m.

Puncak tertinggi adalah Bulu Ganda dewata (±3.074 m) dan Bulu Potali (±3.008

m). Halaan tertentu tidak terdapat pada sebaran gunung tersebut, akibatnya pola

aliran berkembang tidak mengikuti aliran tertentu, melainkan menyesuaikan

dengan keadaan tanah bawahnya. Di banyak tempat terdapat air terjun, yang

menunjukkan ciri kemudaan daerah. Ciri lain berupa lembah yang sempit dan

curam. Di sekitar Barupu dan Panggala, terdapat suatu morfologi, yang berpola

saliran memancar. Lereng bukit umumnya terjal dan membentuk ngarai,

dindingnya digali untuk pemakaman. Di daerah pegunungan terdapat sedikit

topografi krast dan dataran aluvium sempit, yaitu di sekitar Rantepao. Gua alamiah

pada batugamping di daerah ini digunakan penduduk setempat sebagai lokasi

pemakaman.
Daerah pebukitan bergelombang

Morfologi ini terdapat di bagian baratdaya Lembar Mamuju, yaitu daerah antara

Teluk Lebani dan Teluk Mamuju. Tinggi pebukitan berkisar dan 500 sampai 600

mdpl atas muka laut. Daerah ini berpola aliran meranting.

Daerah dataran rendah

Dataran rendah menempati bagian barat Lembar Mamuju, yaitu sepanjang pantai

mulai dan Kaluku sampai Babana (daerah S. Budong-budong). Umumnya berpolah

aliran meranting (dendritik) dan beberapa sungal bermeander.

II.1.2 Stratigrafi

Formasi yang ada didaerah penelitian


Daerah Lembar Mamuju terbentuk oleh beraneka macam batuan seperti,

batuan sedimen, malihan, gunungapi dan terobosan. Umurnya berkisar dan

Mesozoikum sampai Kuarter.

Satuan tertua di Lembar ini adalah Batuan Malihan (TRw) yang terdiri dari sekis,

genes, filit dan batusabak. Satuan ini mungkin dapat disamakan dengan Kompleks

Wana di Lembar Pasangkayu yang diduga berumur lebih tua dan Kapur dan

tertindih takselaras oleh Formasi Latimojong (Kls). Formasi tersusun oleh filit,

kuarsit, batulempung malih dan pualam, berumur Kapur.

Satuan berikutnya adalah Formasi Toraja (Tet) terdiri dari batupasir kuarsa,

konglomerat kuarsa, kuarsit, serpih dan batulempung yang umumnya berwarna

merah atau ungu. Formasi ini mempunyai Anggota Rantepao (Tetr) yang terdiri

dari batugamping numulit berumur Eosen Tengah Eosen Akhir. Formasi Toraja

menindih takselaras Formasi Latimojong, dan tertindih takselaras oleh Batuan

Gunungapi Lamasi (Toml) yang terdiri dari batuan gunungapi, sedimen gunungapi

dan batugamping yang berumur Oligo-Miosen atau Oligosen Akhir - Miosen Awal.

Batuan gunungapi ini mempunyai Anggota Batugamping (Tomc), tertindi selaras

oleh Formasi Riu (Tmr) yang terdiri dari batugamping dan napal. Formasi Riu

berumur Miosen Awal - Miosen Tengah, tertindih takselaras oleh Formasi Sekala

(Tmps) dan Batuan Gunungapi Talaya (Tmtv). Formasi Sekala terdiri dari grewake,

batupasir hijau, napal dan batugamping bersisipan tuf dan lava bersusunan andesit-

basal; berumur Miosen Tengah - Pliosen; berhubungan menjemari dengan Batuan

Gunungapi Talaya. Batuan Gunungapi Talaya terdiri dari breksi, lava dan tuf yang

bersusunan andesit-basal dan mempunyai Anggota Tuf Beropa (Tmb). Batuan


Gununapi Talaya menjemari dengan Batuan Gunungapi Adang (Tma) yang

terutama bersusunan leusit basal. Batuan Gunungapi Adang berhubungan

menjemari dengan Formasi Mamuju (Tmm) yang berumur Miosen Akhir. Formasi

Mamuju terdiri atas napal, batupasir gampingan, napal tufan dan batugamping

pasiran bersisipan tuf Formasi ini mempunyai Anggota Tapalang (Tmmt) yang

terdiri dari batugamping koral, batugamping biokiastika dan napal yang banyak

mengandung moluska. Formasi Lariang terdiri dari batupasir gampingan dan

mikaan, batulempung, bersisipan kalkarenit, konglomerat dan tuf; umumya Miosen

Akhir-Pliosen Awal. Di bagian tenggara Lembar, tersingkap Tuf Barupu (Qbt)

yang terdiri dari tuf, tuf lapili dan lava, yang umumnya bersusunan dasit, dan diduga

berumur Plistosen. Sedangkan di bagian batulempung; dan batugamping koral

(Ql).baratlaut tersingkap Formasi Budong-budong (Qb) yang terdiri dari

konglomerat, batupasir, endapan termuda diLembar Mamuju adalah endapan kipas

aluvium (Qt) dan aluvium (Qa) yang terdiri dari endapan-endapan sungai, pantai

dan antar gunung.

Qa ALUVIUM ; Bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur;

setempat mengandung sisa-sisa tumbuhan. Satuan ini terhampar luas di daerah

muara sungai besar, yaitu S. Budong budong S. Lumu, S. Karama, dan S. Kaluku

serta terdapat di sepanjang pantai. Tebalnya berkisar antara I dan 5 m. Satuan ini

menindih takselaras satuan yang ada di bawahnya. Umumya adalah Holosen

Setempat berupa endapan antar gunung yang terdiri dari breksi, konglomerat

batupasir, batulempung yang belum padat, dan sisa tumbuhan.


Tmm FORMASI MAMUJU : napal, kalkarenit dan batugamping koral bersisipan

tuf dan batupasir, setempat dijumpai konglomerat di bagian bawah. Napal,

berwarna putih sampai kelabu; berlapis baik dengan tebal dan beberapa cm sampai

20 cm; agak keras; setempat tufan banyak mengandung globigerina dan sedikit

cangkang moluska. Kalkarenit, berwarna putih sampai kelabu; berlapis baik dengan

tebal 10 cm sampai 50 cm; agak keras; banyak mengandung globigerina.

Batugamping koral, tak berlapis; berongga; biasanya membentuk bukit kecil-kecil

yang menonjol dan lebih terjal dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Tuf

berwarna putih kecoktatan lunak; terlapis tipis (1 - 5 cm); merupakan sisipan di

dalam kalkarenit dan napal; setempat berselang-seling. Batupasir halus dan

batulempung, mikaan; tufan; agak keras sampai lunak; umumnya terdapat sebagai

sisipan di dalam kalkarenit, sedikit dalam napal. Konglomerat, lapuk, berwarna

hitam; komponen berukuran kerikil sampai kerakal dengan bentuk membundar

tanggung sampai membundar baik. Batuan ini hanya tersingkap di satu tempat,

yaitu di tepi jalan Mamuju - Tapalang dan terletak di bawah kalkarenit, diperkirakan

menjemari dengan tuf leusit (Tma). Fosil yang dapat dikenali, baik dari napal

maupun batugamping pasirannya adalah Orbulina universa D’ORBIGNY,

Globorotalia menardii D ‘ORBIGNY, Globigerinoides immaturus LEROY,

Globigerinoides lobulus REUSS, Globigerina venezuelana HEDBERG,

Globigerinoides sicanus DE STEPHANI, Orbulina suturalis BRONIMAN,

Sphaeroidinellopsis seminulina SCHWAGNER dan fosil bentosnya adalah

Dentalina sp., dan Planulina sp. Kumpulan fosil plangton tersebut menunjukkan

umur Miosen Akhir dan diendapkan pada lingkungan inner - outer sublitoral
(Sudiyono, hubungan tertulis, 1985). Formasi ini tersebar di sekitar Mamuju dan

Tapalang di bagian baratdaya Lembar, berhubungan menjemari dengan Batuan

Gunungapi Adang Tebalnya ± 500 m. Formasi ini mempunyai Anggota Tapalang

(Tmmt). Nama formasi ini adalah nama baru yang diusulkan, singkapan terbaiknya

terletak di sebelah baratdaya Mamuju.

Tmtv BATUAN GUNUNGAPI TALAYA : breksi, lava, breksi tuf, tuf lapili,

bersisipan tuff dan batupasir (grewake), rijang, serpih, napal, setempat batupasir

karbonatan dan batubara. Breksi, lava dan breksi tuf, umumnya bersusunan andesit

sampai basal; setempat mengandung leusit. Batuan ini sebagian besar telah

terpropilitkan dan termineralkan, sehingga warnanya kelabu kehijauan sampai

hijau; banyak mengandung urat kalsit dan setempat urat kuarsa. Breksi, berwarna

kelabu; komponen berukuran kerikil sampai bongkah, dengan bentuk menyudut

tanggung sampai menyudut, tertanam dalam massadasar tuf pasiran; mampat;

tidak berlapis. Lava, berwarna kelabu; terkekarkan dengan sturktur kekar meniang;

beberapa berstuktur bantal; pejal. Berdasarkan penelitian petrologi, batuan ini

umumnya bersusunan andesit, andesit piroksen, diabas dan basal; beberapa contoh

bersusunan trakit basal, dasit, andesit horenblenda, andesit biotit dan basal leusit.

Umumnya terhablur penuh, porfirit, berbutir halus sampai sedang dengan bentuk

anhedral sampai euhedrali; beberapa bertekstur afanit. Andesit piroksen tersusun

dari plagioklas An 40-50 (40% - 60%), piroksen (10% - 20%), sedikit lempung,

kuarsa, horenblenda, biotit, bijih dan gelas. Piroksen dan plagioklas, sebagian telah

terubah menjadi kalsit, serisit dan beberapa epidot. Massadasarnya terdiri dari

mikrolit atau kristal renik felspar dan sedikit piroksen atau horenblenda, yang
umumnya telah tembah menjadi kalsit dan beberapa karbonat. Beberapa mineral

menunjukkan retak-retak, yang diisi oleh kuarsa sekunder. Bijih berwarna hitam,

berbutir halus (0,4 mm), kedap, anhedral, terdapat menyebar pada massadasar.

Basal dan breksi basal, umumnya terdiri dari plagioklas (An3o - Ab70),

klinopiroksen, olivin, gelas, mineral gelap dan bijih. Batuan ini menunjukkan

tekstur porfirit, dengan penokris terdiri dari felspar dan piroksen; umumnya telah

terubah menjadi serisit, klorit dan epidot. Tuf lapili, berwarna kelabu kehijauan

berkepingan andesit. Andesit, berbutir halus (0,3 mm - 1 mm), anhedral euhedral,

tersusun dan plagioklas (40%), piroksen (15%), kripto kristalin (20%), kuarsa (2%),

ortoklas (1%), karbonat (5%), klorit (8%), dan bijih (1%). Batupasir karbonan,

berwarna kelabu tua; berbutir halus-sedang; sebagian konglomeratan yang banyak

mengandung kepingan batulanau sangat keras; berlapis dan menunjukkan stuktur

silang-siur. Batubara dengan tebal lebih dari 2 m ditemukan berselingan dengan

batupasir karbonan. Batupasir wake sebagai sisipan, berwarna kelabu kehijauan;

berlapis baik dengan tebal 0,5 - 1 m; berstuktur perlapisan bersusun; setempat

‘slump’ dan konglomeratan. Batuan ini biasanya tendapat berselingan dengan lava

atau breksi. Rijang, merupakan sisipan tipis dalam saluan ini, berwarna putih kelabu

sampai kelabu kemerahan. Serpih. berwarna kelabu kecoklatan; getas; berlapis

tipis. Napal, berwarna putih; berlapis tipis (1 - 5 cm); keras dan mampat. Napal ini

mengandung fosil ganggang, pecahan ekinoid, Lepidocyclina sp., Miogypsina sp.

dan Gypsina sp., yang mungkin menunjukkan umur Miosen Awal - Miosen Tengah.

Berdasarkan umur itu dan kedudukan stratigrafinya yang menjemari dengan

Formasi Sekala, maka dapat disimpulkan bahwa umur satuan ini berkisar dan
Miosen Tengah sampai Pliosen. Lingkungan pengendapan satuan ini adalah laut

dalam sampai dangkal dan sebagian darat. Satuan ini tersebar luas di Lembar

Mamuju dan hampir tersingkap di semua tempat. Di bagain selatan Lembar,

menerus ke Lembar Majene; ke utara ke Lembar Pasangkayu dan ke timur ke

Lembar Malili dan sebelah barat Poso. Nama satuan diambil dari nama Gunung

(Bulu) Talaya, di bagian barat Lembar, tempat ditemukan singkapan yang baik.

Tebal satuan ini ±750 m.

Tma BATUAN GUNUNGAPI ADANG : tuf lapili, breksi bersisipan lava,

batupasir dan batulempung tufan. Tuf lapili, berwarna putih kehijauan; berbutir

kasar; mengandung mineral leusit, berukuran dan beberapa cm sampai 3 cm,

terhablur sempurna, dengan massadasar tuf halus bersusunan leusit. Batuan ini

berlapis kurang baik sampai tak berlapis. Breksi, berwarna kelabu; komponen

berukuran kerikil sampai bongkah, terutama tersusun oleh basal leusit dan

massadasarnya tuf yang bersusunan leusit. Basal leusit, berbutir kasar; terhablur

sempurna; porfirit, tersusun dan mineral leusit (50%), piroksen (5%), gelas dan

felspar (40%), mineral kedap cahaya (5%) dan biotit (1%). Lava basal lausit, porfirit

dengan bentuk mineral subhederal sampai anhedral, terdiri dari leusit (45%),

kalium felspar (20%), piroksen (10%) dan biotit (8%). Beberapa contoh batuan

menunjukkan struktur trakit. Batupasir dan batulempung tufaan, berwarna kelabu

muda; terdapat sebagai sisipan dalam tufa berlapis cukup baik dengan tebal 1 - 5

cm agak keras; mengandung mineral leusit berbutir halus sedang dan batuapung.

Setempat dalam satuan ini ditemukan batuan biotit andesit dengan kristal biotit

berukuran 2 cm. Satuan ini tersebar luas di bagian baratdaya Lembar, yaitu daerah
di antara Tapalang dan Mamuju; menjemari dengan Formasi Mamuju dan Anggota

Tapalang; dan diduga menjemari pula dengan Batuan (gunungapi Talaya.

Berdasarkan kedudukan stratigrafi tersebut, maka umumya diduga sama dengan

Formasi Mamuju, yaitu Miosen Tengah - Miosen Akhir. Umur ini sama dengan

umur leusit yang ada di Lembar Pangkajene (Silitonga, 1982). Tebal satuan ± 400

m.

II.2 Struktur geologi dan Tektonik

Struktur utama diLembar Mamuju adalah sesar normal dan sesar naik yang

mempunyai arah umum utara timurlaut-selatan baratdaya. Beberapa sesar berarah

hampir barat - timur dan utara baratlaut - selatan tenggara. Struktur lipatan di

Lembar ini berkembang cukup baik.

Daerah Lembar termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi Barat (Sukamto, 1973),

terutama terdiri dari batuan malihan, batuan sedimen, batuan gunungapi dan batuan

terobosan bersifat granit. Di daerah ini paling sedikit telah terjadi empat kali gejala

tektonik. Tektonik awal yang dapat diamati mungkin terjadi pada Kala Kapur

Tengah yang bersamaan dengan gejala tektonik di Daerah Sulawesi baratdaya

(Leeuwen, 1981). Gejala ini mengakibatkan perlipatan, persesaran dan pemalihan

regional derajat rendah pada Satuan Batuan Malihan.

Pada Kapur Akhir terbentuk Formasi Latimojong dalam lingkungan laut dalam,

terutama terbentuk di bagian timur dan tengah Lembar. Tektonika selanjutnya

terjadi pada Paleosen, yang mengakibatkan satuan Batuan Malihan terlipat dan

termalih lagi serta Formasi Latimojong termailih regional derajat rendah.


Pada Kala Eosen sampai Oligosen terjadi genang laut yang membentuk sedimen

laut Formasi Toraja dan Anggota Rantepao. Pada Kala Oligosen sampai Miosen

Awal terjadi lagi kegiatan tektonik yang disertai dengan kegiatan gunungapi dalam

bentuk busur kepulauan gunungapi, dan membentuk Batuan Gunungapi Lamasi,

yang di beberapa tempat terbentuk pula batugamping. Setelah kegiatan

gunungapinya terhenti, pengendapan batuan karbonat terus berlangsung sampai

awal Miosen Tengah sehingga terbentuk Formasi Riu.

Pada Kala Miosen Tengah bagian tengah sampai Awal Miosen Akhir terjadi lagi

kegiatan tektonik yang disertai dengan kegiatan gunungapi yang menghasilkan

Batuan Gunungapi Talaya, Tuf Beropa dan batuan sedimen gunungapi Formasi

Sekala. Batuan Gunungapi Talaya bersusunan andesit-basal yang makin ke arah

atas susunannya berubah menjadi leusit-basal, sehingga terbentuk Batuan

Gunungapi Adang. Di bagian barat, pada waktu yang bersamaan terendapkan

batuan karbonat Formasi Mamuju dan batugamping terumbu Anggota Tapalang.

Pada Kala akhir Miosen Tengah, kegiatan gunungapi tersebut disertai dengan

terobosan batun granit yang menerobos semua satuan yang lebih tua. Terobosan ini

membawa larutan hidrotermal yang kaya akan bijih sulfida dan membentuk

endapan bijih sulfida terutama suffida tembaga, seperti di daerah Sangkaropi,

Penasuang dan Bilolo. Terobosan ini disertai dengan pengangkatan dan penyesaran,

sehingga terbentuk sesar turun dan sesar naik yang berarah utara timurlaut - selatan

baratdaya. Pengangkatan yang terjadi di bagian barat Lembar mungkin berlangsung

sampai Miosen Akhir yang dilanjutkan dengan penurunan sehingga terbentuk

Formasi Lariang. Kegiatan tektonik terakhir mungkin terjadi pada Kala Pliosen,
sehingga bagian timur Lembar terangkat, sedangkan pengangkatan di bagian barat

Lembar disusul oleh penurunan yang menghasilkan Formasi Budong-budong dan

Batugamping Koral. Sejak Pliosen Akhir daerah ini diduga sudah berupa daratan,

dan pada Kala Plistosen (?) terjadi kegiatan gunungapi yang menghasilkan Tuf

Barupu, pengangkatan daerah ini masih berlangsung terus sampai sekarang.

dicirikan dengan tumbuhnya terumbu koral di sepanjang pantai barat.

II.3 Sistem panas Bumi

Panasbumi merupakan energi panas yang terbentuk secara alami dan

tersimpan dalam bentuk air panas atau uap panas pada kondisi geologi tertentu pada

kedalaman beberapa kilometer di dalam kerak bumi. Hochstein dan Browne (2000)

mendefinisikan sistem panasbumi sebagai perpindahan panas secara alami dalam

volume tertentu di kerak bumi dimana panas dipindahkan dari sumber panas ke

zona pelepasan panas. Kunci kekuatan untuk menggerakkan fluida adalah

perbedaan densitas antara air resapan yang suhunya lebih rendah dan bergerak ke

bawah dengan fluida panasbumi yang suhunya lebih tinggi yang kemudian muncul

ke permukaan bumi oleh gaya pengapungan.

Sistem panasbumi dijumpai pada daerah dengan gradient panasbumi relatif normal,

terutama pada bagian tepi lempeng dimana gradient panasbumi biasanya

mempunyai kisaran suhu yang lebih tinggi daripada suhu rata-rata (Dickson dan

Fanelli, 2004). Terdapat empat elemen penting yang berpengaruh dalam sistem

panasbumi, terutama sistem panasbumi hidrothermal yang terdapat di sebagian

besar Indonesia, yaitu:


1) Sumber panas (heat source)

Panas dapat berpindah secara konduktif, konvektif dan radiasi. Pada sistem

panasbumi perpindahan panas umumnya secara konduktif dan konvektif. Transfer

panas secara konduktif pada batuan terjadi akibat adanya interaksi atomik/molekul

penyusun batuan dalam mantel sedangkan perpindahan panas secara konvektif

adalah perpindahan panas yang di ikuti oleh perpindahan massa (molekul).

Sumber panas dalam sistem panasbumi pada umumnya berasal dari magma.

Terbentuknya magma pada awalnya berasal dari hasil pelelehan mantel (partial

melting) sebagai akibat penurunan titik didih mantel karena adanya infiltrasi H2O

dari zona subduksi. Magma dapat terjadi karena pelelehan sebagian kerak bumi

pada proses penebalan lempeng benua seperti yang terjadi pada tumbukan antar

lempeng benua (collision).

2. Fluida panasbumi

Fluida panasbumi berasal dari air permukaan (air meteoric) yang masuk ke bawah

permukaan melalui rekahan maupun ruang antar butiran batuan membentuk sistem

kantong fluida/reservoir. Fluida juga dapat berasal dari batuan dalam bentuk air

magmatik (air juvenil). Karakteristik fluida panasbumi dapat memberikan

informasi tentang tipe sistem panasbumi, hal penting yang di analisis untuk

menentukan karakteristik fluida dalam reservoir meliputi pendugaan temperatur

reservoir (geothermometer), komposisi kimia fluida, asal-usul fluida, interaksi

fluida terhadap batuan serta pencampuran fluida reservoir dengan fluida lain

(mixing).
3. Reservoir

Reservoir adalah lapisan yang tersusun dari batuan yang memiliki sifat permeable

dan porositas tinggi yang berperan untuk menyimpan fluida yaitu uap dan air panas

yang berasal dari hasil pemanasan (konvektif dan konduktif) dalam suatu sistem

hidrothermal. Lapisan ini bisa berasal dari batuan klastik atau batuan vulkanik yang

telah mengalami rekahan secara kuat. Reservoir panasbumi yang produktif harus

memiliki porositas dan permeabilitas yang tinggi, ukuran volume cukup besar,

suhu tinggi dan kandungan fluida yang cukup. Permeabilitas dihasilkan oleh

karakteristik stratigrafi (misal porositas intergranular pada lapili, atau lapisan

bongkah lava) dan unsur struktur (misalnya sesar, kekar dan rekahan). Geometri

reservoir hidrothermal di daerah vulkanik merupakan hasil interaksi yang

kompleks dari proses vulkano-tektonik aktif antara lain stratigrafi yang lebih tua

dan struktur geologi.

4. Batuan penudung (caprock)

Lapisan penudung (caprock) berfungsi sebagai penutup reservoir untuk

mencegah keluar atau bocornya fluida panas bumi dari reservoir. Batuan penudung

harus berupa lapisan batuan yang bersifat kedap atau memiliki permeabilitas

rendah. Lapisan penudung umumnya tersusun oleh lapisan batuan yang terdiri dari

mineral lempung sekunder hasil ubahan (alteration) akibat interaksi fluida dengan

batuan yang dilewatinya. Mineral-mineral lempung sekunder yang umum

membentuk lapisan penudung adalah montmorilonite, smectite, illite, kaolin, dan


phyrophyllite. Di lingkungan tektonik aktif batuan penudung mangalami deformasi

dan membentuk rekahan, tetapi dengan adanya proses kimia yaitu berupa

pengendapan mineral sangat membantu dalam menutup rekahan yang terbentuk

(self sealing) contohnya pengendapan kalsit dan silica.

Ilustrasi proses terbentuknya suatu system panas bumi dapat dilihat pada Gambar

4 yang dianalogikan seperti ceret yang berisi air dan dipanaskan oleh api, seiring

dengan meningkatnya tekanan dan temperatur dalam wadah tersebut maka air akan

mengalami perubahan fasa membentuk uap air.

Gambar 4. Ilustrasi sistem panasbumi

(Sumber : Zarkasyi Ahmad, 2010)


II.4 Geokimia

Analisis kimia bertujuan untuk mengelompokkan basis umum antara

perbandingan dan klasifikasi dari cairan panasbumi, serta untuk memperoleh data

kimia fluida dan gas dan unsur-unsur lain yang terkandung dalam manifestasi

sehingga dapat mengetahui suhu dan karakteristik reservoar. Dalam penelitian ini

analisis geokimia dilakukan menggunakan geoindikator, geotermometer dan

kesetimbangan ion (ion balance).

II.4.1. Geoindikator

Giggenbach (1988) membagi zat-zat terlarut dalam dua katagori yaitu tracer dan

geoindikator.

• Tracer secara geokimia bersifat inert (misalnya Li, Rb, Cl dan B) yang bila

ditambahkan ke dalam fluida akan bersifat tetap dan dapat dilacak asal

usulnya.

• Geoindikator adalah zat terlarut yang bersifat reaktif dan mencerminkan

lingkungan ekuilibrium/ kesetimbangan, misalnya Na dan K.

Beberapa tipe geoindikator kimia panasbumi menurut Giggenbach and Goguel

(1989) yaitu:

a. Geoindikator Cl-SO4-HCO3

b. Geoindikator Cl-B
c. Geoindikator Na-K-Mg

d. Geoindikator N2-CO2–Ar

a. Geoindikator SO4–HCO3-Cl

Diagram tennary Cl-SO4-HCO3 merupakan sebuah metode yang digunakan dalam

penentuan tipe fluida reservoir dalam rangka menentukan karakteristik suatu

reservoir. Kandungan relatif yang digunakan sebagai parameternya adalah

kandungan klorida (Cl), bikarbonat (HCO3) dan sulfat (SO4). Untuk diagram

tennary Cl-SO4-HCO3 diperlihatkan pada Gambar 5.


b. Geoindikator Cl-Li-B

Diagram segitiga Cl-Li-B digunakan untuk mengevaluasi proses pendidihan dan

pengenceran berdasarkan perbandingan konsentrasi Cl/100 dan B/4 yang telah

diubah dalam satuan persen. Selain itu metode ini juga digunakan untuk

menentukan zona upflow dan zona outflow dari sebuah sistem panasbumi. Untuk

diagram tennary Cl-B dapat diperlihatkan seperti pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram tennary Cl–Li-B


c. Geoindikator Na–K–Mg

Gambar 7. Diagram tennary Na–K–Mg Diagram tennary segitiga dari

Na/1000-K/100-√Mg (Gambar 7) ditunjukan oleh Giggenbach (1988) merupakan

sebuah metode yang digunakan untuk pendugaan temperatur reservoir dan untuk

mengetahui air yang mencapai keseimbangan

dalam litologi.

II.4.2. Geotermometer Air

Faktor pertimbangan pemilihan geotermometer antara lain adalah jenis manifestasi

yang berupa air panas dengan temperatur mata air panas yang relatif tinggi, dan

tipe air panas yang termasuk air klorida atau bikarbonat.


Geotermal air dapat dikelompokkan menjadi 2 jenis,diantaranya:

a) Sebagai dasar untuk melarutkan konsentrasi terlarut untuk sebuah

komponen yang dikendalikan untuk melarutkan mineral (quartz

geothermometer)

b) Sebagai dasar konsentrasi relatif dari dua komponen atau lebih yang

dikendalikan untuk reaksi perpindahan (Na/K geotermometer)

Jenis-jenis geotermometer yang dipakai sebagai parameter untuk menentukan suhu

atau temperatur reservoar, adalah sebagai berikut:

1) Geotermometer Silika (Fournier, 1977)

Geotermometer silika digunakan berdasarkan pada kelarutan berbagai jenis silika

dalam air sebagai fungsi dari temperatur.

Reaksi yang menjadi dasar pelarutan silika dalam air adalah:

SiO2 (s) + 2 H2O H4SiO4

Pada kebanyakan sistem panasbumi, fluida di kedalaman mengalami ekuilibrium

dengan kuarsa. Untuk menentukan temperatur bawah permukaan dengan

menggunakan geotermometer dengan kandungan SiO2 dapat menggunakan

persamaan diantaranya:

Geotermometer kuarsa umumnya baik digunakan untuk reservoir bertemperatur


>150oC. Dibawah 150oC kandungan silika dikontrol oleh kalsedon (Simmons,

1998).

2) Geotermometer Na-K (Fournier, 1979 ; Giggenbach, 1988)

Respon rasio konsentrasi Na terhadap K yang menurun terhadap meningkatnya

temperatur fluida didasarkan pada reaksi pertukaran kation yang sangat bergantung

pada suhu yaitu:

K+ + Na Felspar Na+ + K Felspar

Geotermometer Na-K dapat diterapkan untuk reservoar air klorida dengan nilai

T>180oC. Geotermometer ini punya keunggulan yaitu tidak banyak terpengaruh


oleh steam loss. Namun, geotermometer ini kurang bagus apabila diaplikasikan

untuk T<100oC (Simmons, 1998).

Untuk menentukan temperatur bawah permukaan menggunakan geotermometer

dengan kandungan Na-K dapat menggunakan persamaan diantaranya:

a. Na-K (Fourier) 1217 t > 180oC………....(4)


to C = -273
(log Na/K) + 1,483

b. Na-K (Giggenbach) 1390 t > 120oC………....(5)


to C = -273
(log Na/K) + 1,75

Dalam menggunakan persamaan Na/K geotermometer sebaiknya digunakan dua

persamaan agar dapat memperoleh gambaran besar rentangan perbedaanya.

Apabila hanya menggunakan satu persamaan saja maka sebaiknya menggunakan

formula dari Giggenbach (1988) karena menghasilkan tertinggi. Hal ini

dikarenakan persamaan tersebut menggunakan nilai tertinggi dari data, bukan

menggunakan nilai tengah yang mempersentasikan semua data (Sumintadireja,

2005).

3) Geotermometer Na-K-Ca (Fournier dan Truesdell, 1973)

Geotermometer ini diterapkan untuk air yang memiliki konsentrasi Ca tinggi.

Geotermometer ini bersifat empiris dengan landasan teori yang belum dipahami

secara sempurna (Giggenbach, 1988). Batasan teoritis untuk geotermometer ini

adalah ekuilibrium antara Na dan K Felspar serta konversi mineral kalsium

alumino silikat (misalnya plagioklas) menjadi kalsit (Simmons, 1998).


Asumsi yang digunakan untuk membuat persamaan geotermometer Na-K-Ca

adalah sebagai berikut:

a. Ada kelebihan silika (biasanya benar)

b. Aluminium tetap berada pada fasa padat (biasanya benar karena fluida

biasanya sedikit Al)

Rumus persamaan untuk geotermometer ini adalah:

T°C = [1647/ (log (Na/K) + β (log (√Ca/Na) + 2,06) + 2,47)] –273,15…….....(6)

Ada 2 uji untuk menerapkan geotermometer ini:

1. Jika [log√Ca/Na)+2,06] < 0, gunakan β=1/3 dan hitung T°C 2.

Jika [log√Ca/Na)+2,06] > 0, gunakan β=4/3 dan hitung T°C,

jika T terhitung <100oC maka hasil dapat diterima.

2. Jika hasil perhitungan T pada (2) > 100°C , hitung ulang T°C dengan β=1/3

Kisaran temperatur yang bagus untuk penggunaan geotermometer Na-K-Ca adalah

120 – 200oC, selebihnya tidak terlalu bagus. Keterbatasan lainnya adalah

temperatur sangat dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi karena boiling dan

dilution. Boiling menyebabkan kehilangan CO2, terjadi pengendapan kalsit, Ca

keluar dari larutan, sehingga T hasil perhitungan terlalu tinggi (Simmons, 1998).
4) Geotermometer K–Mg (Giggenbach, 1988)

Geotermometer ini diterapkan pada situasi di mana Na terlarut dan Ca belum

disetimbangkan antara cairan dan batuan. Geotermometer ini kembali

menyeimbangkan dengan cepat pada suhu dingin yang berhubungan dengan

reaksi:

0.8K-mica + 0.2chlorite + 5.4silica + 2K+ = 2.8K-feldspar + 1.6H2O + Mg2+

II.4.3. Geotermometer Gas

Manifestasi permukaan dikebanyakan lapangan panasbumi terdiri dari fumarol,

mata air panas, dan tanah panas (Arnorsson, 2000). Dimana keberadaan air tanah

jauh dibawah permukaan, maka mata air panas ini tidak tersedia. Untuk itu

geotermometer air tidak dapat digunakan untuk memperediksi temperatur bawah

permukaan. Hal ini yang memotivasi para ilmuwan untuk mengembangkan

geothermometer gas, diantaranya D’Amore dan Panichi (1980). Terdapat tiga tipe

geotermometer gas yaitu:

1. Kesetimbangan gas – gas

2. Kesetimbangan gas – mineral

3. Kesetimbangan mineral – gas yang melibatkan gas sisa seperti CH4, H2S

dan H2

Temperatur bergantung pada kesetimbangan gas-gas atau mineral gas yang

diyakini untuk mengontrol konsentrasi gas seperti CO2, H2S, H2, N2, NH3 dan
CH4 dalam fluida reservoir panasbumi.

II.4.4. Kesetimbangan Ion (Ion Balance)

Untuk mengetahui seberapa bagus kualitas reservoar maka dilakukan analisis

kesetimbangan ion.

Dengan cara membandingkan jumlah konsentrasi positif dengan jumlah

konsentrasi negatif.

Ʃ mi zi = 0 ; m = molalitas ; z = menyatakan jumlah charge

Pada dasarnya, kita menghitung miliquivalents (meq ; konsentrasi millimolal

(charge) dari masing-masing jenis dalam larutan. Pada kebanyakan larutan,

ion yang dominan adalah Na+, K+, Ca+2, Mg+2, Cl-, HCO3-, dan SO4-2.

Jadi,

mNa + mK + 2mCa + 2mMg = mCl + mHCO3 + 2mSO4

kualitas reservoar dapat dilihat dari kesetimbangan ion nya. Kualitas reservoar

yang baik apabila nilai ion balance nya < 5 %. Dan dapat dihitung menggunakan

persamaan :

Ʃ cations + Ʃ anions …………......(8)

Δ charge % = . 100

| Ʃ cations | + | Ʃ anions |

Anda mungkin juga menyukai