Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan jaman menuntut perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan untuk bersikap
profesional. Profesionalisme perawat dapat diwujudkan dibidang pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Salah satu usaha untuk memberikan pelayanan yang berkualitas dan profesional tersebut adalah
pengembangan model praktek keperawatan profesional (MPKP) yang memungkinkan perawat
professional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian
asuhan tersebut. MPKP sangat bermanfaat bagi perawat, dokter, pasien dan profesi lain dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Dengan MPKP, perawat dapat memahami tugas dan tanggung
jawabnya terhadap pasien sejak masuk hingga keluar rumah sakit. Implementasi MPKP harus ditunjang
dengan sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang memadai.

Banyak metode praktek keperawatan yang telah dikembangkan selama 35 tahun terakhir ini, yang
meliputi keperawatan fungsional, keperawatan tim, keperawatan primer, praktik bersama, dan manajemen
kasus. Setiap unit keperawatan mempunyai upaya untuk menyeleksi model yang paling tepat berdasarkan
kesesuaian antara ketenagaan, sarana dan prasarana, dan kebijakan rumah sakit. Katagori pasien
didasarkan atas, tingkat pelayanan keperawatan yang dibutuhkan pasien , Usia, Diagnosa atau masalah
kesehatan yang dialami pasien dan terapi yang dilakukan (Bron , 1987). Pelayanan yang profesional
identik dengan pelayanan yang bermutu, untuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan dalam
melakukan kegiatan penerapan standart asuhan keperawatan dan pendidikan berkelanjutan. Dalam
kelompok keperawatan yang tidak kalah pentingnya yaitu bagaimana caranya metode penugasan tenaga
keperawatan agar dapat dilaksanakan secara teratur, efesien tenaga, waktu dan ruang, serta meningkatkan
ketrampilan dan motivasi kerja. Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan ada enam
macam, yaitu: model kasus, model fungsional, model tim, model primer, model manajemen perawatan,
dan model perawatan berfokus pada pasien.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Makalah ini membahas seputar manajemen kasus meliputi definisi, penjelasan umum, tujuan, kerangka
tugas, dan kelebihan dan kekurangan manajemen kasus.
1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Profesional

2. Untuk mengetahui model manajemen kasus dari model praktek keperawatan professional

3. Untuk sumber pembelajaran keperawatan profesional


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Menurut American Nurses Association (1988), Manajemen kasus adalah suatu sistem pemberian
pelayanan kesehatan yang didesain untuk memfasilitasi pencapaian tujuan pasien yang diharapkan dalam
kurun waktu perawatan di rumah sakit.

ANA dalam Marquis dan Hutson (2000) mengatakan bahwa manajemen kasus merupakan proses
pemberian asuhan kesehatan yang bertujuan mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup, dan
efisiensi pembiayaan.

Focus pertama manajemen kasus adalah integrasi, koordinasi dan advokasi klien, keluarga serta
masyarakat yang memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode manajemen kasus meliputi beberapa
elemen utama yaitu, pendekatan berfokus pada klien, koordinasi asuhan dan pelayanan antar institusi,
berorientasi pada hasil, efisiensi sumber dan kolaborasi (Sitorus, 2006).

2.2 PEMBAHASAN UMUM

Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary nursing. Dalam model ini asuhan
keperawatan dilaksanakan berdasarkan pandangan, bahwa untuk penyelesaian kasus keperawatan secara
tuntas berdasarkan berbagai sumber daya yang ada.

Metode manajemen kasus keperawatan adalah bentuk pemberian asuhan keperawatan dan manajemen
sumber-sumber terkait yang memungkinkan adanya manajemen yang strategis dari cost dan quality oleh
seorang perawat untuk suatu episode penyakit hingga perawatan lanjut

Pengembangan metode ini didasarkan pada bukti-bukti bahwa manajemen kasus dapat mengurangi
pelayanan yang terpisah-pisah dan duplikasi. Di sisi lain, metode kasus keperawatan ini akan memberikan
kesempatan untuk komunikasi di antara perawat, dokter, dan tim kesehatan lain, efisien dalam manajemen
perawatan melalui monitoring, koordinasi dan intervensi.

Dalam manajemen kasus keperawatan, seorang perawat akan bertugas sebagai case manager untuk
seorang (mungkin lebih) pasien, sejak masuk ke rumah sakit hingga pasien tersebut selesai dari masa
perawatan dan pengobatan. Sebagai case manager, perawat memiliki tanggung jawab dan kebebasan
untuk perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, dan evaluasi. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan,
dalam memberikan asuhan keperawatan dengan metode manajemen kasus, case manager senantiasa
mempertimbangkan dua rangkaian dari quality-cost-access dan consumers-providers-funders.

2.3 TUJUAN MANAJEMEN KASUS

1. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai dengan standar.

2. Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin

3. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin.

4. Efisiensi biaya

5. Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan keperawatan melalui kolaborasi dengan tim


lainnya.

6. Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja.

7. Memfasilitasi alih ilmu pengetahuan

2.4 KERANGKA KERJA MANAJEMEN KASUS

1. Pasien masuk melalui “agency kesehatan”, manager mempunyai kewenangan dan tanggung jawab
dalam perencanaan sampai dengan evaluasi pada episode tertentu tanpa membedakan pasien itu berasal
dari unit mana.

2. Dalam manajemen kasus menggunakan dua cara, yaitu:

a. Case Management Plan (CMP). Merupakan perencanaan bersama

dari masing-masing profesi kesehatan.

b. Critical Path Diagram (CPD). Merupakan penjabaran dari CMP dan ada target waktunya.

3. Manager mengevaluasi perkembangan pasien setiap

hari, yang mengacu pada tujuan asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Bentuk spesifik dari
manajemen kasus ini tergantung dari karakteristik

tatanan asuhan keperawatan.


2.5 KELEBIHAN DAN KEKURANGAN MANAJEMEN KASUS

1.Kekurangan

a) Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga tidak mampu
memberikan asuhan secara menyeluruh

b) Membutuhkan banyak tenaga.

c) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang sederhana
terlewatkan.

d) Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab klien bertugas.

2. Kelebihan

a) Kebutuhan pasien terpenuhi.

b) Pasien merasa puas.

c) Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat.

d) Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.

2.6 TUJUAN MANAJEMEN KASUS

Tujuan peranan manajer kasus secara umum adalah untuk mengupayakan agar pelayanan kepada individu
dan keluarga tetap berlanjut melalui proses menghubungkan klien kepada sumber pelayanan yang sesuai
selain melakukan koordinasi diantara pelayanan-pelayanan yang diberikan.

Peranan ini dimulai dari ;

a) mengidentifikasi pelayanan apa yang dibutuhkan oleh klien,

b) mencarikan jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi,

c) membela klien dengan menghubungkannya dengan pihak terkait,

d) memberikan pelayanan langsung sampai dengan memonitor ketercapaian pelayanan.

Dari tujuan umum tersebut, dapat dijabarkan beberapa tujuan manajemen kasus, yaitu:
a) Menjamin kontinuitas pelayanan lintas bidang pada waktu atau kurun waktu tertentu.

b) Menjamin responsivitas pelayanan terhadap berbagai kebutuhan klien, termasuk perubahan


pelayanan, kalau perlu seumur hidup klien.

c) Membantu klien memperoleh akses terhadap pelayanan-pelayanan yang dibutuhkannya,


memecahkan hambatan aksesibilitas yang disebabkan oleh kriteria keterjangkauan, peraturan dan
kewajiban.

d) Menjamin bahwa pelayanan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan klien, diberikan dengan
cara tepat dan tidak duplikatif.

2.7 FUNGSI MANAJEMEN KASUS

1. Identifikasi klien dan orientasi ;

Dalam hal ini manajer kasus terlibat identifikasi secara langsung dan menyeleksi orang-orang yg menjadi
tujuan pelayanan yang ingin dicapai, kualitas hidup, atau berapa biaya untuk suatu perawatan dan
pelayanan yang dapat dipengaruhi dengan positif oleh manajemen kasus.

2. Asesmen klien ;

Fungsi ini mengacu pada pengumpulan informasi dan perumusan suatu asesmen dari kebutuhan-
kebutuhan menyeluruh klien, situasi kehidupannya, dan sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan.

Dalam hal ini seorang manajer kasus juga melakukan penggalian atas potensi yang dimiliki klien, baik
kekuatan dan kelemahannya, mana yang memerlukan pelayanan dan mana yang tidak;

a) Menyadari kebutuhan komprehensif kliennya, termasuk kekuatan dan kelemahannya.

b) Memahami hasil kontak dan pengkajian awal, walaupun belum tentu harus terlibat secara
langsung.

c) Selalu dekat dengan tenaga pelayanan langsung untuk meyakinkan bahwa informasi mereka
menyeluruh (komprehensif) dan terkini (aktual).

d) Selalu kontak secara teratur dengan klien sehingga dapat memahami perubahan kemampuan dan
kebutuhannya.

3. Rencana Intervensi/Pelayanan ;
Pekerja sosial sebagai manajer kasus mengidentifikasi pelayanan atau sumber yang bervariasi yang dapat
dijangkau untuk membantu penanganan masalah klien.

a) Memiliki daftar lengkap tentang lembaga/ organisasi pelayanan di masyarakat serta memahami
pelayanan yang diberikan masing-masing lembaga, termasuk kebijakan dan prosedurnya.

b) Memberikan informasi yang dimilikinya kepada perencanaan kasus tentang sumber-sumber


yang tersedia.

c) Menginterprestasikan tujuan dan fungsi rencana kasus kepada pemberi pelayanan

4. Koordinasi hubungan dan pelayanan;

Seorang manajer kasus harus menghubungkan klien dg sumber-sumber yg sesuai. Selain itu juga harus
menekankan adanya koordinasi diantara sumber-sumber yg digunakan oleh klien sehingga menjadi
sebuah saluran serta poin utama dari komunikasi yg terintegrasi.

5. Tindak lanjut dan Monitoring pelaksanaan pelayanan ;

Seorang manajer kasus membuat peraturan dan kontak tindak lanjut yg terus menerus dg klien dan
penyedia pelayanan utk menyakinkan bhw pelayanan yg diperlukan memang benar-benar diterima dg
baik, serta digunakan oleh klien secara tepat

6. Mendukung klien;

Selama masa pelayanan yang diberikan oleh berbagai jenis penyedia pelayanan atau sumber, manajer
kasus membantu klien dan keluarganya pada saat mereka menghadapi masalah yang tidak diharapkan
dalam mendapatkan pelayanan.

Kegiatan ini termasuk mengatasi konflik pribadi, konseling, penyediaan informasi, memberikan
dukungan emosional, dan apabila sesuai, melakukan pembelaan atas nama klien untuk menjamin bahwa
mereka menerima pelayanan sesuai dengan haknya

2.8 PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN KASUS

(Gerhart, 1990)

Individualisasi pelayanan (Individualization of services)

a) Pelayanan yang komprehensif (comprehensiveness of services)


b) Pelayanan yang teratur (parsimonious services)

c) Kemandirian (fostering autonomy)

d) Keberlanjutan pelayanan (continuity of care)

2.9 KOMPONEN DASAR MANAJEMEN KASUS

1. Asesmen (Assessment) :

Sebelum melakukan tahap penilaian ini, tim manajemen kasus mengadakan prescreening terhadap klien,
untuk menentukan klien mana yang dapat ikut dalam program manajemen kasus yang akan dilakukan.

Hal-hal mendasar dalam penentuan prescreening :

a. Keadaan medis psikiatri klien, dalam hal ini klien yang masih dalam kondisi akut tidak dapat
diikutsertakan dalam program ini.

b. Ada tidaknya dukungan keluarga terhadap program ini dapat berpengaruh pada keikutsertaan klien.
Keluarga yang tidak mendukung akan dapat mengurangi kesempatan klien untuk dapat mengikuti
program manajemen kasus.

Asesmen yang bersifat komprehensif menjadi sangat penting dalam manajemen kasus, yakni
asesmen diperoleh dari :

a) Hasil observasi dan evaluasi perkembangan tingkah laku klien selama masa perawatan

b) Informasi dari keluarga atau orang yang dekat dengan klien

c) Hasil masukan atau pendapat dari klien tentang hal-hal yang menjadi masalah bagi dirinya

2. Perencanaan (Planning); yaitu tahap untuk menyusun dan mengembangkan layanan yang menyeluruh
untuk klien sesuai dengan hasil asesmen.

Hasil-hasil identifikasi masalah yang didapatkan dari tahap asesmen (sesuai keinginan klien, masalah
kebutuhannya, serta sumber daya yang tersedia), kemudian disusun menjadi suatu formulasi masalah, dan
selanjutnya dapat ditetapkan prioritas masalah yg digunakan untuk menyusun perencanaan

Penetapan tujuan harus individual dan harus realistis berdasarkan hasil yang didapat dari asesmen, serta
tujuan yang tercapai.
contoh; klien yang memiliki masalah disabilitas psikososial atau sulit berkomunikasi dengan orang
sekitarnya atau tidak ada keterampilan untuk melakukan pekerjaan, maka perlu direncanakan intervensi
dengan menghubungkan klien pada program day care.

Selanjutnya harus ditentukan tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang akan dicapai oleh klien

Berdasarkan contoh di atas maka dapat ditetapkan tujuan jangka pendek dan panjang sbb:

a) Tujuan jangka pendek yang ditetapkan pada klien ini, adalah : meningkatkan kemampuan
berkomunikasi dan mandiri

b) Tujuan jangka panjang : mengurangi stresor yang dapat menyebabkan depresi dan kekambuhan
penyakit, sehingga dapat mengurangi terjadinya penurunan kondisi fisik dan psikis, serta
memperbaiki kualitas hidup.

Dalam upaya penetapan tujuan ini tentunya harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan tim multidisiplin
berkaitan dengan penyusunan;

a) Dalam upaya penetapan tujuan ini tentunya harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan tim
multidisiplin berkaitan dengan penyusunan;

b) jenis pelayanan yang akan diberikan

c) sumber-sumber pelayanan yang mudah didapat klien, dan

d) penentuan anggota staf tim yang bertanggung jawab terhadap pelayanan yang diberikan.

Tahap selanjutnya adalah untuk menentukan keberhasilan program manajamen kasus yang dilakukan
terhadap klien, maka perlu disusun kriteria evaluasi;

Contoh ; klien yang sulit berkomunikasi. Adapun kriteria evaluasinya yaitu; mampu memulai,
memelihara, dan mengakhiri pembicaraan, mampu menemukan topik pembicaraan, serta mampu
melakukan kontak mata yang adekuat (penetapan kriteria evaluasi pun harus dikonsultasikan dg tim
multidisiplin).

Tahapan selanjutnya adalah menentukan target waktu bagi pencapaian tujuan. Selain itu, staf manajamen
kasus menyusun rencana utk mengantisipasi keadaan krisis ataupun kejadian di luar dugaan yg mungkin
terjadi pada saat program sedang berlangsung
3. Pelaksanaan (Implementation) ;

Menjamin terpenuhinya kebutuhan klien sesuai perencanaan yang telah dibuat.

Mulai dari perencanaan hingga melakukan pelaksanaan, dilihat sejauh mana manajamen kasus
memberikan pelayanan kepada klien untuk memenuhi kebutuhannya.

Contoh ; konseling, bimbingan mental dan ketrampilan, dsb. Apakah dukungan ini dapat disediakan
sendiri atau harus bekerja sama dengan agensi lainnya? Bila terjadi keadan krisis yang tidak terduga,
maka harus dijamin tersedianya jasa pelayanan yang sesuai untuk mengatasinya

4. Pengawasan (Monitoring) : mengevaluasi dan memantau jasa pelayanan yang telah diberikan kepada
klien.

Faktor-faktor yang dievaluasi meliputi; kuantitas dan kualitas pelayanan, termasuk efektivitas
penggunaan biaya dan kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan tujuan yang ditetapkan.

Selain itu, harus diketahui ada tidaknya kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi atau adanya
kesenjangan antara kebutuhan dengan sumber daya dan pelayanan yang ada.

5. Pendampingan : mendampingi dan memberikan bimbingan lanjutan kepada klien.

Tahap pendampingan terhadap klien berlangsung terus-menerus selama program manajamen kasus,
bertujuan agar dapat diketahui apakah pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang direncanakan
sebelumnya.

Contoh: klien yang telah direncanakan mendapat pelayanan day care, ternyata tidak dilakukan oleh agen
pelayanan, sehingga manajer kasus dapat mempertanyakan hal tersebut atas nama klien

6. Pengakhiran (Termination): mengambil tindakan untuk menyelesaikan atau meneruskan suatu program
manajemen kasus pada seorang klien, dimana klien dipersiapkan utk mengakhiri program, disiapkan
melalui masa transisi, dan kemudian dilepaskan untuk mengikuti program tanpa pendampingan, setelah
itu baru klien benar-benar dapat keluar dari program.

Pada masa transisi, manajer kasus mengajak klien untuk berperan aktif merencanakan kegiatan dan
pemenuhan kebutuhannya secara mandiri.
3.0 MODEL-MODEL MANAJEMEN KASUS

Sejumlah besar program manajemen kasus disusun dengan beberapa elemen yang diambil dari model
program yang berbeda. Pemilihan model ini disesuaikan dengan kebutuhan klien dan dapat memilih
untuk tidak memakai elemen tertentu dari suatu model manajemen kasus.

Salomon (1992) mengidentifikasikan ada 4 model yang sering dipakai pada manajemen kasus;

1) Expanded broker model,

2) Rehabilitation model,

3) Personal strengths model,

4) Full support model.

Expanded Broker Model

Model ini termasuk dalam model manajemen kasus tradisional dan merupakan model umum,
dimana staf yang bekerja pada model ini bertindak sebagai broker, yaitu, menghubungkan klien dengan
agensi atau pelayanan lain di dalam komunitas untuk mendapatkan kebutuhan-kebutuhan klien yang
spesifik.

Petugas manajemen kasus dalam model ini bertindak sebagai agen dibandingkan sebagai penyedia
pelayanan.

Petugas manajemen kasus ini menggunakan elemen tugasnya terutama untuk penilaian, perencanaan,
pelaksanaan dan pendampingan.

Keuntungan dari penerapan model ini, diantaranya; mempertimbangkan case load yang lebih besar,
mempengaruhi kualitas dan penyediaan pelayanan.

Efektivitas model ini sangat tergantung pada keutuhan dan efektivitas dari pelayanan komunitas yang ada.

Tugas dari manajer kasus dalam model Expanded Broker ini yaitu untuk menjamin klien mendapatkan
keuntungan dari pelayanan yang tersedia.

Rehabilitation Model
Model ini lebih banyak membantu klien untuk mencapai sukses pada lingkungan yang dipilihnya,
dibanding memperhatikan program komprehensif untuk perbaikan, dimana kepada klien dilakukan
penilaian fungsional sebagai dasar untuk melakukan rencana rehabilitasi.

Manajer kasus dalam model ini lebih memfokuskan pada perkembangan keterampilan hingga klien
mampu bekerja pada suatu jaringan.

Personal Strengths Model atau Development Acquaisition Model

Model ini mempunyai 2 dasar, yaitu :

1. Untuk menjadi orang yang sukses, maka seseorang harus bisa menggunakan, mengembangkan dan
menjalankan potensi diri, serta mempunyai sumber utk menjalankannya.

2. Perilaku individu tergantung pada sumber-sumber individu yang tersedia.

Manajer kasus pada model ini bertindak sebagai penasehat atau mentor yang akan membantu klien dalam
memecahkan masalah dan mengembangkan sumber daya yang dimilikinya.

Full Support Model

Model ini mempunyai fungsi tambahan, yaitu untuk menyediakan secara langsung sebagian atau seluruh
jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh klien.

Model ini sangat khas, dimana tergabung tim multidisiplin yang terdiri dari spesialis berbagai jasa
pelayanan, misalnya bagian perumahan, perawatan dan rehabilitasi bertugas memberikan klien semua
kebutuhannya, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri di dalam komunitas.

Model ini menjadi perhatian utama, karena merupakan pendekatan yang paling lengkap dan mungkin
paling berpengaruh pada program manajemen kasus.

3.1 KOMPOSISI TIM MANAJEMEN KASUS

Tim manajemen kasus terdiri dari berbagai multidisiplin yang menyediakan berbagai pelayanan yang
dibutuhkan klien, antara lain; pekerja sosial, psikiater, psikolog, dokter umum, dokter gigi, perawat,
pengacara, dan lain-lain.

Tim ini diharapkan dapat bekerja sangat dinamis dalam penyediaan pelayanan bagi klien, selalu siaga
dalam mengantisipasi keadaan-keadaan krisis bila diperlukan sehingga klien dapat segera mengatasi
kebutuhannya.
Agar peran tim ini menjadi optimal maka perlu ditetapkan seorang Manajer Kasus, yaitu; orang yang
bertanggung jawab dalam kelangsungan dan keberhasilan pelaksanaan pelayanan manajemen kasus.

Adapun tugas Manajer Kasus antara lain:

1. Melakukan asesmen kebutuhan klien, kapasitas jejaring sosial, dan kemampuan penyedia pelayanan

2. Mengembangkan rencana pelayanan komprehensif yang melibatkan klien secara maksimum dan
profesional multidisiplin

3. Melakukan intervensi secara langsung dengan klien untuk meningkatkan keterampilan dan kapasitas
pelayanan diri (self-care) dan yang secara tidak langsung mempengaruhi klien

4. Memonitor implementasi rencana pelayanan, menjajaki status klien, penyampaian pelayanan dan
pelibatan anggota jejaring sosial

5. Melakukan evaluasi efektifitas rencana pelayanan dan dampaknya kepada keberfungsian sosial klien,
pada kapasitas jejaring sosial guna mendukung klien, dan kemampuan profesional pelayanan sosial
bekerja dengan klien

Berdasarkan tugas-tugas manajer kasus tsb, maka Peran Manajer Kasus yaitu sebagai :

a) Advocator

b) Broker

c) Pakar diagnostic

d) Perencana

e) Community organizer

f) Evaluator

g) Consultant

h) Therapist

3.2 LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN MANAJEMEN KASUS

1. Mengakses Lembaga Pelayanan


a) Manajer kasus berkewajiban untuk memfasilitasi atau memudahkan klien agar mendapatkan
akses terhadap pelayanan-pelayanan yang diperlukan secepat mungkin

b) Manajer kasus perlu merancang perjanjian secepat mungkin dengan organisasi atau lembaga
pelayanan bila klien dirujuk pada organisasi atau lembaga pelayanan tersebut

c) Manajer kasus perlu melakukan penjangkauan (outreach) terhadap klien yang kesulitan
menjangkau lembaga pelayanan untuk mendorong mereka yang memerlukan pelayanan agar
dapat dengan mudah mendapatkan pelayanan

2. Tahap Awal Masuk (Intake)

a) Pada tahap ini, manajer kasus atau pekerja sosial perlu menggali atau mengeksplorasi masalah
dan kebutuhan klien serta membantu klien memenuhi persyaratan (elijibilitas) untuk
mendapatkan pelayanan

b) Selanjutnya, manajer kasus memberikan informasi tentang pelayanan yang disediakan oleh
organisasi atau lembaga pelayanan dan memberitahu tentang bagaimana mengisi formulir-
formulir yang diperlukan

c) Keterampilan yang digunakan manajer kasus pada tahap ini yaitu keterampilan dalam
mengembangkan rapport (membangun kepercayaan klien pada pekerja sosial) dan keterampilan
dalam mendapatkan informasi

d) Beberapa rencana pendahuluan dapat dimulai pada tahap ini

e) Selanjutnya, manajer kasus memberikan informasi tentang pelayanan yang disediakan oleh
organisasi atau lembaga pelayanan dan memberitahu tentang bagaimana mengisi formulir-
formulir yang diperlukan

f) Keterampilan yang digunakan manajer kasus pada tahap ini yaitu keterampilan dalam
mengembangkan rapport (membangun kepercayaan klien pada pekerja sosial) dan keterampilan
dalam mendapatkan informasi

g) Beberapa rencana pendahuluan dapat dimulai pada tahap ini

4. Merumuskan tujuan pelayanan (goalsetting)

a) Tujuan biasanya dipengaruhi oleh pandangan atau persepsi klien tentang bidang-bidang yang
akan diperbaiki dan oleh persepsi manajer kasus sendiri
b) Tujuan sering dirumuskan dalam bentuk tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang, misal;
menyembuhkan gejala fisik dan mental yang akut (menahun), memberikan jaminan tempat
tinggal, membangun harga diri, dan lain-lain

c) Rumusan tujuan harus realistis dan sesuai dengan kemampuan klien

5. Merencanakan intervensi dan mengidentifikasi sumber-sumber

a) Langkah ini bersifat ganda sebab merencanakan intervensi (misalnya: melayani konseling atau
terapi dan perencanaan pelayanan lainnya) berhubungan dengan mengkaitkan klien dengan
sumber-sumber

b) Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa pada suatu saat, sumberdaya yang
diperlukan mungkin tidak tersedia dan akses terhadap pelayanan berubah. Oleh karena itu, perlu
memiliki daftar lembaga-lembaga pelayanan lain untuk alternatif

c) Mengidentifikasi sumberdaya dapat dilakukan melalui telpon atau kontak pribadi dengan
lembaga-lembaga pelayanan yang dituju

d) Manajer kasus seharusnya memiliki arsip daftar lembaga-lembaga pelayanan atau daftar sumber-
sumber pelayanan yang tersedia dan menggunakannya

e) Dalam melakukan asesmen, pekerja sosial harus melibatkan klien, demikian juga dalam
merencanakan intervensi atau pelayanan sampai pada tingkat yang paling memungkinkan

6. Menghubungkan klien (linking clients)

a) Manajer kasus merancang bagaimana pekerja sosial dapat mengkaitkan klien dengan sumber
pelayanan yang dibutuhkan

b) Manajer kasus mempersiapkan klien untuk dihubungkan dengan sumber pelayanan melalui
kegiatan-kegiatan pemberian informasi secara rinci, mengantisipasi kesulitan, melakukan
bermain peran (role playing), dan mendampingi klien dalam kunjungan pertama

7. Monitor dan reasesmen (monitoring and reassessment)

a) Tujuan tahap ini adalah untuk menentukan apakah rancangan yang telah dilaksanakan dapat
membuat klien bertahan secara memadai di dalam masyarakat
b) Monitoring yang memadai memerlukan waktu yang banyak, yang digunakan untuk menelpon
lembaga dan staf, serta untuk mengunjungi klien

c) Manajer kasus memonitor dan melakukan pengukuran terhadap perkembangan klien

d) Manajer kasus sangat penting melakukan kegiatan re-asesmen (asesmen ulang) secara terus-
menerus untuk kesinambungan pelayanan

e) Re-asesmen dapat dilakukan secara formal atau informal, tetapi harus dikerjakan dengan interval
waktu berkala (periodik)

f) Monitoring yang memadai memerlukan waktu

g) Pekerja sosial harus melibatkan klien secara aktif dalam melakukan re-asesmen. Re-asesmen
dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang sama dengan yang digunakan pada tahap asesmen
awal untuk memperoleh pengukuran dasar (baseline measurement) pada aspek-aspek khusus
situasi masalah klien dan dapat membandingkannya dengan situasi terakhir

8. Evaluasi hasil (outcome evaluation)

a) Evaluasi hasil dilakukan dengan menentukan tingkat pencapaian tujuan (misal;


penempatan pada rumah perlindungan, jaminan perawatan kesehatan, atau pencapaian
kemampuan hidup secara mandiri)

b) Jika pengukuran dasar digunakan pada tahap asesmen, maka pengukuran tersebut dapat
digunakan lagi sebagai bagian dari evaluasi hasil

c) Klien yang sangat tidak berdaya sering memerlukan pelayanan yang tidak terbatas, dan
untuk kelompok klien seperti ini evaluasi hasil kurang berguna (kurang tepat), sebaiknya
dengan evaluasi proses
BAB III

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary nursing. Beberapa ahli seperti
Sitorus, American Nurses Association, ANA dalam Marquis dan Hutson berpendapat tentang model
manajemen kasus yang berinti bahwa manajemen kasus dibuat bersamaan dengan adanya pelayanan
kesehatan dan berfokus pada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Achir Yani, Model Praktek Keperawatan di Rumah Sakit, disampaikan pada seminar keperawatan yang
diselenggarakan DPD I PPNI, Jawa timur di Surabaya, 11 Desember 1999.

Cobell, C. ( 1992) , The efficacy of primary Nursing as a Foundation For Patient Advocacy Nursing
Practic, hal : 2-5

Douglas, LM. (1984) , the Effevtive Nurse Leader and Menager, Second edition, St. Louis, the CV
Mosby.

Gillies, D. (1989) , Nursing Management company a Sistem Approach, Philadelphia, W.B. Saunders.

Huber,. D., (2000). Leadershi~ and nursing care management Philadelpia: W.B. Saunders Company.

Kelompok Pekerja Keperawatan , Konsorsium Ilmu Kesehatan (1995), Konsep Model Praktek
Keperawatan, tidak dipublikasikan.

Keliat, B.A., dkk (2000). Pedoman manajemen sumber daya manusia perawat ruang model praktek
keperawatan profesional rumah sakit Marzoeki Mahdi Bogor. Makalah : tidak dipublikasikan

Manurung, I., (2001). Model Pemberian Asuhan Keperawatan Makalah. Bogor: tidak dipublikasi

Marquis, BL & Huston, Cj (1998), Management Decision Making For Nurses, 124 Cases Studies, 3 Ed.
Philadelphia : JB Lippincott

Nursalam (2007), Manajemen Keperawatan. Aplikasi dalam Praktek Keperawatan Proffesional. Jakarta :
Salemba Medika

Sitorus, R, Yulia (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan Struktur dan
Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Sudarsono, R.S. (2000). Berbagai model praktek keperawatan profesional di rumah sakit. Makalah
seminar dan semiloka MPKP II. Jakarta : tidak dipublikasikan

Russel C. Swanburg .(1994). Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan Untuk Perawat
Klinis, Jakarta : EGC

Tappen, R.M., (l 995). Nursing Leadership and Management. Concepts and Practice. (3 rd edition).
Philadelpia: F.A. Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai