Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

PENGARUH STRESS PADA KEHAMILAN

Pembimbing :
dr. Danny Wiguna, Sp.OG

Oleh :
Bella Louisa 2016-061-042
Madelina Serenita 2016-061-081

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA ATMA JAYA
19 MARET 2018 – 14 APRIL 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-
Nya, referat dengan judul “Pengaruh Stress pada Kehamilan” dapat diselesaikan sesuai dengan
batas waktu yang ditentukan untuk memenuhi tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan referat ini tidak terlepas dari dukungan
berbagai pihak yang senantiasa membantu dalam proses persiapan hingga akhir. Maka pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Danny Wiguna, Sp.OG
yang telah bersedia membimbing selama proses pembuatan referat ini.
Referat ini masih memerlukan banyak perbaikan, oleh karena itu penulis sangat terbuka
pada kritik dan saran yang dapat berguna demi memperbaiki kekurangan yang ada.
Penulis berharap referat ini dapat membuka pikiran dan wawasan yang bermanfaat bagi
para pembacanyamengenai Infeksi Saluran Kemih Komplikata dan dapat melakukan
penanganan yang tepat dalam menghadapinya.

Jakarta, 26 Maret 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. iv

BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 2
1.3. Tujuan ............................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat .............................................................................................................................. 2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................................... 3
2.1 Definisi Stress ................................................................................................................... 3
2.2 Stress dan Komplikasi dalam Kehamilan ......................................................................... 3
2.3 Respon terhadap Stress ..................................................................................................... 4
2.4 Efek Stress pada Kehamilan dan Kelahiran ...................................................................... 4
2.5 Patofisiologi ....................................................................................................................... 6
2.6 Pekerjaan Maternal selama Kehamilan dan Dampaknya pada Kelahiran ......................... 9
2.7 Pekerjaan Maternal selama Kehamlan dan Risiko Kelahiran SGA atau Bayi Prematur ... 11
2.8 Hubungan Pekerjaan Maternal, Pengukuran Tekanan Darah, dan Hipertensi Kehamilan 13

BAB III
KESIMPULAN ...................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Efek Stress pada Kehamilan dan Kelahiran ....................................................... 4


Gambar 2.2. Stress pada Kehamilan ....................................................................................... 5
Gambar 2.3. Dampak Stress Prenatal terhadap Kesehatan ..................................................... 6
Gambar 2.4. Regulasi HPA-Axis Maternal ............................................................................ 7

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari, manusia akan dihadapkan pada situasi yang
membutuhkan adaptasi. Akan timbul stress apabila sulit beradaptasi. Stressor dapat bervariasi
dalam berbagai kejadian kehidupan misalnya perceraian, penyakit serius, kematian keluarga
atau teman dan pekerjaan. Selama paparan terhadap stressor, seluruh sistem regulasi stress
yaitu hipotalamus, hipofisis dan korteks adrenal (HPA axis) dan sistem saraf simpatik – system
medula adrenal teraktivasi. Beberapa hormon termasuk corticotrophin releasing hormone
(CRH), adrenocorticotropin releasing hormone (ACTH), kortisol, dan noradrenalin dilepaskan
dalam jumlah besar ke peredaran darah.
Respons setiap orang dapat berbeda terhadap stimulus stress yang sama. Respons
terhadap stress bergantung pada faktor genetik, karakteristik personal, pengalaman
sebelumnya, dukungan dari lingkungan sosial, dan bagaimana seseorang bereaksi terhadap
stress, hal ini juga berlaku pada wanita yang sedang hamil. Namun mereka juga dihadapkan
oleh faktor stress tambahan seperti perubahan fisik, perubahan hormonal yang biasanya
berakibat pada perubahan mood, dan kecemasan terhadap kehamilan misal rasa takut pada saat
proses melahirkan. Lebih lagi, bila usia yang muda, pendidikan yang rendah, status
sosioekonomi yang rendah, pelecehan seksual, kehamilan yang tidak diinginkan, tidak
memiliki pasangan, persiapan yang kurang pada saat proses kelahiran, gejala depresi, adanya
riwayat penyakit psikiatri. Bila ada dukungan sosial yang cukup, usia yang lebih tua dan
memiliki gaji yang tetap biasanya dapat merespons hal ini dengan positif.1
Stress prenatal dapat bervariasi berdasarkan derajatnya mulai dari yang ringan, sedang,
sampai yang berat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stress memiliki pengaruh negatif
terhadap kehamilan, perilaku dan perkembangan fisiologis keturunan. Prevalensi stress dalam
kehamilan bervariasi mulai dari 6% hingga 52,9 % di negara berkembang. Stress dalam
kehamilan diasosiasikan dengan kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah (BBLR). 2,3,4
Hal inilah yang mendasari penulis untuk membuat referat mengenai stress pada
kehamilan karena efeknya tidak hanya jangka pendek saja namun juga meliputi jangka
panjang.

1
1.2 Rumusan Masalah
Apakah pengaruh stress pada kehamilan?

1.3 Tujuan
Mengetahui pengaruh stress pada kehamilan

1.4 Manfaat
Memberikan informasi mengenai pengaruh stress pada kehamilan bagi para klinisi
dan masyarakat

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stress


Stress didefinisikan sebagai kondisi yang mengganggu fisiologi normal dari fungsi
psikologis suatu individu.5

2.2 Stress dan Komplikasi dalam Kehamilan


HPA axis dan system reproduksi menunjukan hubungan kompleks pada wanita hamil
maupun wanita tidak hamil. Hormon pada HPA Axis memiliki efek inhibisi dan efek terhadap
HPG axis yang kuat. Reseptor CRH dan kortisol banyak ditemukan pada endometrium,
myometrium, dan ovarium. Maka tidak mengejutkan bahwa efek psikologis dapat mengganggu
kapasitas seksual dan reproduksi. Anovulasi, oligomenorhea, dan menurunnya libido sering
ditemui pada kejadian ini.
Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan antara prenatal maternal stress dan
komplikasi terhadap kehamilan misalnya abortus spontan, malformasi struktural, pre eklamsia,
persalinan preterm , berat badan lahir.1

2.2.1 Perkembangan Sistem Saraf Pusat


Pada pemeriksaan ultrasound, janin pada wanita yang cemas ditemukan
menjadi lebih aktif, hal ini didukung dengan observasi adanya peningkatan gerakan
janin pada ibu yang panik akibat gempa bumi. Temuan ini menggambarkan bahwa
sinyal stress dari ibu mencapai ke janin dan dapat direspon. Sebuah penelitian
menemukan bahwa tingkat stress dan kecemasan selama trimester pertama kehamilan
berhubungan dengan rendahnya psikomotor dan adaptasi terhadap lingkungan baru
yang rendah dan lebih banyak gangguan perilaku pada bayi saat usia 8 bulan. Efek
terkuat pada perkembangan dan perilaku bayi ditemukan pada kehamilan dengan
tingkat kecemasan seperti rasa takut akan kesehatan bayi dan rasa takut sakit saat
melahirkan.6

3
2.3 Respon terhadap Stress

Selama kehamilan, sistem endokrin, saraf dan imun maternal mengalami penyesuaian
untuk mendukung kesuksesan kehamilan . Stress prenatal mempengaruhi kehamilan dengan
cara mengganggu proses penyesuaian tersebut. Dari perubahan-perubahan fisiologis yang
terjadi pada wanita hamil adalah kecenderungan penurunan respons stress oleh HPA axis dan
pergeseran sistem imun yang untuk mendukung profil anti inflamasi.7 Stress dan infeksi dapat
mengaktivasi respons stress HPA dan meningkatkan produksi corticotropin-releasing hormon
(CRH) dan stimulasi produksi sitokin inflamasi selama gestasi.8 Aktivasi respons HPA dan
inflamasi selama kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan maternal selama dan setelah
kehamilan. Ibu yang stress lebih rentan terhadap infeksi selama kehamilan sebagai hasil dari
efek penekanan oleh stress terhadap kemampuan sistem imun. Infeksi maternal selama
kehamilan tidak hanya mempengaruhi kehamilan melalui peningkatan aktivitas inflamasi saja
namun juga melalui perubahan perilaku seperti asupan nutrisi yang lebih rendah, penurunan
aktivitas fisik dan gangguan tidur.

2.4 Efek Stress pada Kehamilan dan Kelahiran


Stress prenatal dapat mempengaruhi perkembangan dan kesehatan bayi secara indirek
dengan meningkatkan kejadian setelah kehamilan. Stress berat memiliki dampak paling besar
pada keluaran kehamilan jika terjadi pada awal kehamilan. Efek stress yang mengakibatkan
pengurangan usia gestasi saat lahir dimediasi oleh peningkatan level serum tumor necrosis

Gambar 2. 1 Efek Stress pada Kehamilan dan Kelahiran

4
factor-α. Stress dan cemas pada awal kehamilan meningkatkan CRH dan kortisol dan
diasosiasikan dengan peningkatan kelahiran prematur.9 ,10
Wanita dengan stress psikososial selama kehamilan memiliki level CRH dan kortisol
yang lebih tinggi dibanding dengan wanita hamil yang tidak stress . Wanita yang melahirkan
preterm memiliki level kortisol dan CRH plasma yang secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita yang melahirkan secara normal.1

Gambar 2. 2 Stress pada Kehamilan

2.4.1 Efek Jangka Panjang dari Stress Prenatal


Penelitian menunjukkan bahwa stress prenatal memiliki efek persisten pada perilaku,
psikologis dan imunologik jangka panjang. Kemampuan kognitif pada usia 5 ½ tahun
terganggu pada anak dari ibu yang memiliki stress akibat badai pada saat kehamilan.11
Stress prenatal juga dilaporkan meningkatkan reaktivitas stress pada bayi yang akan
berdampak pada emosi pada masa yang akan datang. Efek-efek ini merupakan efek direk stress
terhadap perkembangan stress dan kognitif karena terjai terlepas dari ada tidaknya kelahiran
preterm dan atau berat badan lahir rendah (BBLR). Stress selama kehamilan berhubungan
dengan perkembangan kognitif yang lebih lambat walaupun dengan tidak adanya kelahiran
preterm atau BBLR. Stress prenatal menginduksi pelepasan glukokortikoid pada ibu yang akan

5
masuk ke sirkulasi janin dan mempengaruhi sistem saraf yang sedang berkembang. Neuron
pada hipokampus yang sedang berkembang mengekspresikan reseptor glukokortikoid dalam
jumlah tinggi dan terlihat sangat sensitif terhadap efek stress. Dihipotesiskan bahwa
peningkatan hormon stress pada janin akibat stress maternal mengganggu perkembangan
hipokampus dengan cara terikat pada reseptor dan dapat mempunyai efek neurotoksik dan
mengganggu perkembangan dengan cara mengganggu kerja dendrit.

Gambar 2. 3 Dampak Stress Prenatal terhadap Kesehatan

2.5 Patofisiologi
2.5.1 Regulasi HPA Axis maternal
CRH dihasilkan dan dihasilkan oleh hipotalamus. CRH memiliki peran dalam
HPA axis dan terlibat dalam respons fisiologis terhadap stress. CRH menstimulasi
produksi dan sekresi ACTH oleh hipofisis. Selanjutnya ACTH akan stimulasi produksi
dan sekresi kortisol oleh korteks adrenal. Regulasi hormone-hormon ini dicapai dengan
adanya mekanisme feedback negatif.12
Hal ini terjadi pada semua wanita meskipun perubahan penting lebih banyak
terjadi pada wanita hamil. Pada usia 8-10 minggu kehamilan, CRH juga dihasilkan oleh
plasenta. CRH plasenta ini memiliki aktivitas biologis yang sama dengan CRH pada
hipotalamus dan disekresikan kepada maternal maupun janin. Diketahui bahwa korsitol
menstimualsi sistensis dan pelepasan pCRH, dimana kebalikan dari efek inhibisi
kortisol terhadap sel penghasil CRH di hipotalamus. Pada ibu, pCRH diinaktivasi
dengan banyaknya CRH binding protein (CRH-BP) dalam kondisi normal kecuali pada
2-4 minggu terkahir kehamilan. Pada masa ini terdapat peningkatan yang cepat dari

6
pCRH bebas. Perubahan ini terjadi akibat adanya pergeseran dari feedback negative
yang normal di HPA Axis maternal menjadi feedback positif ditambah dengan
mekanisme melalui efek dari pCRH yang diproduksi secara perifer. Dalam perjalanan
kehamilan, konsentrasi CRH , kortisol dan ACTH dalam darah meningkat secara
bertahap, namun selama beberapa minggu sebelum persalinan mereka akan meningkat
dengan cepat. Dalam kondisi abnormal (pre eclampsia, ancaman partus prematurus,
stress maternal) perubahan ini dapat terjadi secara prematur.1

Gambar 2. 4 Regulasi HPA-Axis Maternal

2.5.2 Transmisi stress maternal pada janin


Tiga mekanisme yang terlibat dalam hal ini, yaitu :
1. Menurunnya aliran darah ke uterus dan ke janin pada peningkatan stress
maternal
Kortikosteroid dank katekolamin diketahui memiliki efek yang kuat terhadap tonus
pembuluh darah perifer. Plasenta memiliki reseptor yang banyak terhadap hormone –
hormone ini. Aktivasi system saraf simpatik oleh stress menyebabkan penurunan aliran
darah ke uterus dan janin dan dapat berkontribusi terhadap restriksi perkembangan
janin. Dalam penelitian menggunakan Doppler, ditemukan peningkatan resistensi arteri
uterine pada wanita dengan skoring kecemasan yang tinggi pada usia gestasi 32
minggu.13

7
2. Hormon maternal yang di transfer transplasenta
Janin secara relative aman dari paparan langsung kortisol yang tinggi. Pada
plasenta, 50 – 90% kortisol maternal diubah menjadi kortison oleh enzim 11b-
hydroxysteroid-dehydrogenase (11b-HSD-2). Kortison secara biologis inaktif.
Sebaliknya, tingkat kortisol maternal ditemukan berhubungan secara linear dengan
tingkat kortisol janin pada pengambilan darah tali pusat antenatal (cordocentesis). Hal
ini berarti peningkatan kecil pada kortisol maternal dapat menimbulkan peningkatan
yang substansial pada kortisol janin. Dengan demikian, kortisol diperkirakan mencapai
janin lewat keadaan – keadaan tersebut. Hal ini secara normal dapat terjadi karena
kortisol maternal tidak seluruhnya di-inaktivasi di plasenta, atau, dalam beberapa
kondisi spesifik, seperti konsentrasi kortisol maternal yang sangat tinggi, penurunan
aktivitas 11b-HSD-2, atau imaturitas plasenta, ketika fungsi plasenta kurang baik.1
3. pCRH yang dilepaskan akibat stress ke dalam intrauterine
Kortisol janin penting untuk maturasi hampir seluruh system organ janin. HPA-
Axis janin diregulasi melalui feedback negatif dari awal kehamilan. Pada kehamilan
lanjut, pCRH masuk ke sirkulasi janin melalui vena umbilikalis. Akibat CRH-BP tidak
ditemukan pada janin, pCRH menstimulasi HPA-Axis janin untuk memproduksi dan
mensekresi ACTH, kortisol, dan androgen. Kortisol janin memasuki sirkulasi plasenta
melalui arteri umbilikalis dan menstimulasi produksi pCRH lebih lanjut. Melalui hal
ini, HPA-Axis janin juga diregulasi oleh feed-forward mechanism pada akhir
kehamilan. Pada sisi lain, hal ini mengakibatkan peningkatan kortisol secara pesat yang
mempercepat maturasi organ janin. Sedangkan, inisisasi pCRH melalui peningkatan
DHEA-S (precursor estrogen), sebuah kaskade yang membuat peningkatan aktivitas
uterus dan pada akhirnya persalinan. Pada akhir kehamilan normal, efek stimulasi
maturasi organ dan inisiasi kelahiran mengakibatkan efek positif. Namun, aktivasi
prematur salah satu atau keduanya di plasenta dapat mengakibatkan preterm labor and
delivery. Penurunan asupan nutrisi dan oksigen dapat menyebabkan respon stress pada
janin. Hal ini melibatkan peningkatan sekresi pCRH yang kemudian berkontribusi
terhadap feedforward plasenta. Stress maternal dapat mempengaruhi perkembangan
otak janin dan aktivitas HPA-Axis. Kortisol maternal yang lolos dari inaktivasi 11b-
HSD-2 di plasenta dapat berpartisipasi dalam mekanisme feedforward antara plasenta
dan aksis hipofisis-adrenal janin. Produksi dan sekresi yang berlebihan kortisol janin
dapat berasal dari kortisol maternal di kompartemen janin dan/atau dari sekresi pCRH.
Peningkatan kortisol janin (yang berasal dari maternal maupun janin) dapat
8
menginhibisi perkembangan dan diferensiasi system saraf yang sedang berkembang,
merusak otak, dan dapat mempunyai efek terhadap sistem neuroendokrin janin yang
berakibat pada kelainan permanen.1

2.5.3 Mekanisme terjadinya Kelahiran Prematur


Stress maternal selama kehamilan ditemukan dua kali lipat lebih sering
menyebabkan kelahiran prematur dibandingkan dengan wanita yang tidak stress saat
kehamilan. Sebagian besar wanita hamil yang terekspos dengan stress tanpa
memperdulikan sumber atau derajat stress melahirkan secara prematur.14 Terdapat
korelasi antara stress psikologis ibu dan aksis endokrin plasenta adrenal yang
memberikan mekanisme potensial untuk kelahiran kurang bulan yang diinduksi oleh
stress. Trimester akhir ditandai dengan peningkatan level serum maternal corticotropin
releasing hormone (CRH) yang berasal dari turunan plasenta. CRH merupakan 41-asam
amino polipeptida yang menstimulasi pelepasan adrenocorticotropic hormone (ACTH)
oleh hipofise. Selama kehamilan, plasenta merupakan penghasil utama CRH dan
berbeda dengan hipotalamus, produksi CRH plasenta distimulasi oleh glukokortikoid.
Stress menstimulasi produksi CRH oleh hipotalamus maternal dan meningkatkan
sistesis ACTH oleh kelenjar hipofise yang sebaliknya menstimulasi kelenjar adrenal
maternal untuk memproduksi kortisol
yang menstimulasi produksi CRH plasenta. CRH plasenta akan menyebabkan
peningkatan produksi ACTH fetal dengan produksi kortisol dan DHEA oleh adrenal
fetal. Kortisol fetal
akan menstimulasi produksi CRH plasental dengan siklus berulang sehingga
menghasilkan semakin banyak CRH, kortisol dan sintesis DHEA. Fetal DHEA lama
kelamaan akan di transformasi menjadi estriol , sebuah molekul yang memiliki
kemampuan untuk meningkatkan jumlah myometrial gap junctions, meningkatkan
densitas reseptor prostaglandin dan oksitosin, meningkatkan pelepasan oksitosin oleh
hipotalamus dan meningkatkan produksi prostaglandin dari desidua. Prostaglandin
akan membuat pematangan servikal dan oksitosin akan menstimulasi myometrium
menimbulkan onset kontraksi.1

2.6 Pekerjaan Maternal selama Kehamilan dan Dampaknya pada Kelahiran


Pada sebagian besar negara berkembang, persentase wanita hamil yang bekerja secara
stabil meningkat melewati dekade 1970. Di USA, sekitar 67% ibu pertama yang bekerja selama
9
kehamilan pada periode 2001 - 2003, sebesar 87% yang bekerja pada trimester akhir, dan 64%
yang bekerja pada bulan ke-9 kehamilan. Mengetahui adanya efek pekerjaan prenatal terhadap
kelahiran merupakan instrumen untuk pembuat kebijakan dalam membuat kebijakan seperti
prenatal maternity leave. Penelitian ini meneliti efek pekerjaan selama kehamilan - diukur
dengan menggunakan laporan survei ibu yang bekerja pada stase yang berbeda dalam
kehamilan - terhadap dampak kelahiran.
Beberapa mekanisme dapat menghubungkan perkerjaan terhadap setiap stase
kehamilan menuju dampak kelahiran: Pada satu sisi, orangtua yang bekerja berkontribusi
kepada penghasilan keluarga yang lebih tinggi, dimana dalam beberapa kondisi dapat secara
positif mempengaruhi input prenatal lain seperti diet sehat atau perawatan prenatal yang lebih
adekuat. Namun pada sisi lainnya, paparan maternal terhadap tempat bekerja yang berisiko
dapat mempengaruhi kelahiran secara negatif. Pada akhirnya, pekerjaan dapat memicu stress
pada ibu. Secara konsekuen, stress ini dapat menjadi penyalur efek negatif terhadap pekerjaan
ibu prenatal terhadap kelahiran.
Bukti empiris mengenai dampak pekerjaan ibu terhadap kelahiran masih jarang.
Kebanyakan penelitian ekonomi ialah pada postnatal maternity leaveI dan pekerjaan maternal.
Hampir seluruh studi mengenai pekerjaan prenatal berasal dari bidang kesehatan okupasi, yang
fokus kepada faktor risiko, seperti paparan tempat bekerja yang berbahaya, dan, lebih baru lagi,
terhadap stress dan kecemasan sebagai jalur efek potensial pekerjaan prenatal.
Dibuktikan dengan penelitian - penelitian tersebut yang menggunakan data potong
lintang, efek kausal pekerjaan selama kehamilan masih belum dipahami dengan baik. Faktor
yang mempengaruhi, seperti status kesehatan maternal, jam kerja, dan karakteristik pekerjaan
dapat berpengaruh secara krusial tidak hanya pada hasilnya, namun juga pada keputusan
pekerjaan. Secara konsekuen, perbandingan hasil kelahiran dari ibu dipengaruhi oleh faktor
spesifik ibu yang tidak dapat ditemukan oleh peneliti. 15

2.6.1. Pengukuran Hasil


Berdasarkan epidemiologi, pengukuran SGA menempatkan pengukuran berat badan,
yang lebih sedikit dipakai untuk mengukur gangguan pada perkembangan janin. Bayi SGA
didefinisikan dengan turunnya persentil 10 dari usia gestasi - dan spesifik jenis kelamin -
distribusi berat badan spesifik.15

10
2.6.2. Pekerjaan maternal di Denmark
Denmark memiliki beberapa fitur institusional berkaitan dengan analisis dalam
penelitian ini: Para perkeja Danish secara legal diwajibkan untuk mengakomodasi pekerjaan
untuk kebutuhan wanita hamil. Fitur ini berfungsi untuk menjaga wanita hamil pada pekerja
dengan mengakomodasi kebutuhan mereka dan tanpa mengesampingkan kesehatan mereka
atau kesehatan janinnya. Maka itu, terutama pada pekerjaan manual, tugas kebanyakan
diakomodasi untuk kebutuhan wanita hamil.
Pada penelitian ini, semua wanita diberikan waktu 4 minggu untuk cuti kehamilan.
Kemudian wanita tersebut di wawancara pada saat sebelum cuti.
Dengan meningkatnya pekerjaan pada wanita hamil, penelitian inimemahami adanya
efek pekerjaan selama kehamilan pada kelahiran yang merupakan hal kritikal. Pekerjaan
maternal setelah kelahiran dan selama awal tahun pada kehidupan anaknya telah dipelajari
secara ekstensif, namun masih belum cukup dipahami dampak perkejaan maternal selama
kehamilan. Analisis ini merupakan hal yang rumit dengan kurangnya skala besar data yang
didapat selama kehamilan dan kelahiran dan perbedaan yang tidak dipantau antar wanita,
membuat perbandingan sederhana antara wanita yang bekerja dengan yang tidak bekerja
menjadi suatu masalah.
Pada penelitian ini, peneliti meneliti efek pekerjaan maternal pada trimester awal dan
trimester tiga kehamilan dengan data dari Denmark. Denmark berkonstitusi pada kasus penting
karena tingkat bekerja ibu tinggi pada standard internasional, pada sebelum, selama, dan
setelah kehamilan. Lebih lagi, tempat pekerja Danish diwajibkan untuk mengakomodasi tugas
untuk kebutuhan wanita hamil, dan cuti kehamilan yang diberikan berperan dalam tekanan dan
faktor stress pada ibu. Akhirnya, cuti sakit pada ibu dengan keehatan yang buruk selama
kehamilan merupakan faktor penting di Denmark. Maka itu, pemilihan masuk dan keluar
bekerja berbeda di tiap negara seperti antara UK dengan USA.
Penelitian ini menemukan bahwa pekerjaan yang diukur pada trimester pertama
kehamilan tidak menyebabkan bahaya pada kelahiran, dengan kontras, wanita bekerja
menghasilkan risiko yang ebih rendah terhadap persalinan prematur. Berdasarkan hasil dari
cuti sakit selama kehamilan, pekerjaan ini merefleksikan dampak dari tetap bekerja.15

2.7 Pekerjaan Maternal selama Kehamilan dan Risiko Kelahiran SGA atau Bayi
Prematur
Tujuan penelitian ini ialan untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerjaan
maternal terhadap risiko kelahiran SGA atau bayi prematur.
11
Dalam beberapa tahun penelitian, efek pekerjaan maternal selama kehamilan terhadap
pertumbuhan janin dan persalinan prematur masih belum jelas. Beberapa studi epideimologi
menghubungkan hubungan berdiri terlalu lama, mengangkat barang - barang berat, lamanya
jam bekerja, shift bekerja, atau dibutuhkannya pekerjaan fisik yang tinggi terhadap kelahiran.
Namun, hasil ini tidak konsisten.
Penelitian ini meneliti 4390 wanita yang tinggal di kota Quebec, Kanada, dan area
sekitarnya, dan yang melahirkan antara bulan Januari dan Oktober 1989, bayi tunggal hidup di
inklusi dalam penelitian ini. Informasi mengenai usia kehamilan saat persalinan, karakterstik
pekerjaan, aktivitas fisik di luar pekerjaan, dan beberapa penyebab potensial lainnya
didapatkan dari wawancara melalui telepon beberapa minggu setelah proses persalinan. Berat
badan lahir di catat dari sertifikat lahir.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa bekerja selama paling sedikit 6 jam per hari
dengan posisi berdiri selama kehamilan dapat meningkatkan risiko kelahiran SGA. Penelitian
Naeye dan Peters melaporkan bahwa nilai tengah berat badan lahir pada kelahiran term lebih
rendah ketika ibu bekerja pada posisi berdiri. Penelitian mereka menyatakan bahwa penurunan
berat badan lahir lebih penting apabila wanita tetap bekerja pada kehamilan lebih lanjut.
Penlitian oleh Teitelman et al, menyatakan bahwa apabila wanita hamil bekerja pada posisi
berdiri dibandingkan dengan mereka yang bekerja aktif, risiko relatif melahirakan dengan berat
badan lahir rendah ialah 1,58%. Berdiri dapat menurunkan aliran balik darah, dapat
menakibatkan perfusi rendah uretroplasenta dan kemudia mengganggu asupan oksigen dan
nutrien pada janin. Mendukung hipotesis ini, ialah penelitian oleh Naeye dan Peters,
berdasarkan ibu yang bekerja pada posisi berdiri dan melanjutkan pekerjaan hingga akhir usia
kehamilan memiliki insidensi infark besar plasenta yang lebih tinggi, suatu kondisi perfusi
rendah uteroplasenta sebagai faktor predisposisi. Bersama, observasi ini menyatakan bahwa
beridi lama selama kehamilan dapat memperngaruhi pertumbuhan janin.
Berat badan terhadap tinggi badan yang rendah sebelum hamil merupakan faktor risiko
independen terhadap retardasi pertumbuhan janin. Telah dilaporkan bahwa berat badan
maternal secara positif berhubungan dengan aliran darah plasenta pada wanita hamil normal.
Sebagai dasar dari observasi ini, peneliti menghipotesis bahwa efek berdiri lama terhadap
pertumbuhan janin, dapat lebih didukung dengan wanita dengan status gizi kurang. Peneliti
meneliti interaksi antara berdiri lama dengan berat badan sebelum hamil. Dilaporkan bahwa
wanita Ethiopia yang memiliki berat badan terbatas selama kehamilan, penurunan berat badan
bayi berhubungan dengan kerja keras semasa kehamilan lebih jelas pada wanita yang memiliki

12
berat badan 49k kg atau lebih. Interaksi antara berat badan sebelum hamil dengan karakteristik
pekerjaan yang spesifik seperti berdiri lama harus lebih lanjur di teliti pada studi berikutnya.
45% peningkatan pada risiko kelahiran preterm pada wanita yang selalu bekerja sore
atau malam tanpa adanya perubahan shift bekerja dibandingkan dengan wanita hamil yang
selalu bekerja siang hari. Setelah dikategorikan usia kehamilan pada akhir bekerja, peningkatan
risiko ini muncul pada wanita yang tetap bekerja setelah usia kehamilan 23 minggu. Penelitian
kami tidak menemukan faktor yang berkaitan antara shift bekerja dengan kelahiran preterm.
Usia kehamilan pada akhir bekerja berhubungan dengan risiko kelahiran SGA.
Sebagai konklusi, penelitian kami mendukung bahwa berdiri lama saat bekerja pada
wanita hamil, dan bekerja hingga akhir masa kehamilan dapat meningkatkan risiko SGA.16

2.8 Hubungan Pekerjaan Maternal, Pengukuran Tekanan Darah, dan Hipertensi


Kehamilan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan
maternal, pengukuran tekanan darah pada tengah kehamilan, dan dampak yang berhubungan.
Studi ini dilakukan di rumah sakit Rotunda, Dublin, yang meneliti 933 wanita primigravida
sehat dengan tekanan darah normal yang kemudian diukur tekanan darahnya pada usia
kehamilna 18-24 minggu. Mereka dikelompokkan dalam 3 kelompok tergantung dari bekerja
atau tidak. Jumlah wanita bekerja sebanyak 245, tidak bekerja sebanyak 289, atau biasanya
bekerja namun saat kehamilan tidak bekerja sebanyak 399.
Pada budaya Barat, lebih banyak wanita yang melanjutkan pekerjaan di luar rumah
selama kehamialn. Misalnya, lebih dari setengah dokter penduduk Amerika yang melanjutkan
kerja hingga menjelang atau pada saat hari persalinan. Efek pekerjaan maternal pada persalinan
masih kontroversial. Diduga bahwa pekerjaan maternal, terutama apabila dilanjutkan hingga
trimester III kehamilan, berhubungan dengan meningkatnya kejadian persalinan preterm,
penurunan angka berat badan lahir, dan meningkatnya kejadian preeklampsia. Mekanisme
adanya hubungan ini masih belum jelas. Baru - baru ini, telah dilaporkan bahwa adanya
hubungan berklawanan antara pertumbuhan janin dan tekanan darah ibu, terhadap batas normal
kehamilan. Namun, masih sedikit diketahui hal yang menimbulkan efek pekerjaan pada level
absolut tekanan darah wanita hamil. Pengukuran tekanan darah yang tercatat mentoleransi
pembacaan tekanan darah yang beragam yang dilakukan di seting non-klinis, yang akhirnya
meningkatkan presisi dan reproduksibilitas pengukuran tekanan darah. Menggunakan teknik
ini, studi pada populasi wanita tidak hamil melaporkan bahwa tekanan darah pada saat bekerja
dapat secara signifikan meningkat, dibandingkan dengan yang tidak bekerja. Studi ini
13
melakukan penelitian ini untuk meyakinkan bila pekerjaan meternal di luar rumah, selama
kehamilan, berhubungan dengan perubahan tekanan darah maternal secara signifikan, dan
untuk mengetahui hubungan antara pekerjaan maternal, pengukuran tekanan darah pada tengah
kehamilan, dan outcome kehamilan yang berkaitan.
Hasil demografi dari studi ini menampilkan bahwa wanita yang tidak bekerja selama
kehamilan memiliki usia lebih muda dibandingkan dengan yang bekerja. Secara signifikan,
mereka juga memiliki prevalensi merokok yang lebih tinggi dan lebih banyak tidak menikah.
Tidak terdapat perbedaan signifikan pada monitoring gestasi atau pada BMI diantara ketiga
kelompok tersebut.
Hasil level pengukuran tekanan darah menunjukkan hasil pengukuran diastolik siang
hari yang lebih tinggi secara signifikan pada kelompok yang bekerja dibandingkan dengan
yang tidak bekerja. Ditambah lagi, angka sistolik malam hari pada kelompok yang bekerja dan
angka diastolik siang hari, secara signifikan lebih rendah daripada yang tidak bekerja. Namun,
apabila diatur berdasarkan usia, BMI, merokok, kebiasaan minum alkohol, status marital,
terdapat perbedaan signifikan yang persisten bahwa wanita yang bekerja memiliki sistolik
siang hari dan diastolik, dan tekanan sitolik 24 jam yang lebih tinggi dibanding dengan yang
tidak bekerja.
Berdasarkan hasil dari outcome kehamilan, tidak terdapat perbedaan signifikan antara
ketiga kelompok dilihat dari gestasi pada persalinan, berat badan lahir bayi, atau laju persalinan
cesar atau induksi persalinan. Laju dari pengembangan preeklampsia lebih tinggi pada wanita
bekerja dibanding tidak bekerja. Laju hipertensi pada kehamilan lebih tinggi pada kelompok
bekerja dibanding tidak bekerja. Hubungan preeklampsia, pekerjaan maternal tetap signifikan
meskipun setelah mentoleransi faktor penyerta dari usia, merokok, BMI, dan status pernikahan.
Proporsi wanita yang bekerja, yang diklasifikasikan jenis pekerjaannya menjadi santai,
standing, dan aktif ialah sebesar 21%, 21%, dan 58%. Wanita yang bekerja sacara aktif
memiliki tekanan darah sistolik siang hari, diastolik malam hari, dan diastolik 24 jam yang
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang bekerja santai. Tidak ada hubungan kategori
pekerjaan terhadap outcome hipertensi selama kehamilan.
Studi ini menunjukkan hubungan independen yang signifikan antara pekerjaan
maternal dan pengukuran tekanan darah maternal pada tengah kehamilan. Ditambah, studi ini
juga menemukan bahwa pekerjaan maternal berkaitan secara signifikan dengan perkembangan
preeklampsia. Setelah dilakukan pengukuran dengan faktor lain yang mungkin berhubungan,
wanita pada kelompok bekerja tetap memiliki 5 kali risiko lebih tinggi untuk terjadi
preeklampsia dibanding dengan yang tidak bekerja.
14
Peneliti percaya bahwa hubungan antara pekerjaan maternal dengan meningkatnya
tekanan darah memiliki implikasi klinis untuk manajemen tekanan darah pada akhir kehamilan.
Pada trimester III kehamilan, beban fisik pada kehamilan lebih nyata, reaktivitas vaskuler lebih
tinggi, dan tekanan darah lebih dekat dengan batas membutuhkan surveilans dan intervensi
yang lebih. Untuk manajemen klinis, menjadi penting untuk dapat membandingkan tekanan
darah pada saat bekerja dengan saat tidak bekerja pada setiap wanita.16

15
BAB III
KESIMPULAN

Stress prenatal dapat bervariasi berdasarkan derajatnya mulai dari yang ringan, sedang,
sampai yang berat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stress memiliki pengaruh negatif
terhadap kehamilan, perilaku dan perkembangan fisiologis keturunan. Prevalensi stress dalam
kehamilan bervariasi mulai dari 6% hingga 52,9 % di negara berkembang. Stress dalam
kehamilan diasosiasikan dengan kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah (BBLR).
Stress didefinisikan sebagai kondisi yang mengganggu fisiologi normal dari fungsi
psikologis suatu individu. HPA axis dan system reproduksi menunjukan hubungan kompleks
pada wanita hamil maupun wanita tidak hamil. Hormon pada HPA Axis memiliki efek inhibisi
dan efek terhadap HPG axis yang kuat. Reseptor CRH dan kortisol banyak ditemukan pada
endometrium, myometrium, dan ovarium.
Selama kehamilan, sistem endokrin, saraf dan imun maternal mengalami penyesuaian
untuk mendukung kesuksesan kehamilan. Stress prenatal mempengaruhi kehamilan dengan
cara mengganggu proses penyesuaian tersebut. Dari perubahan-perubahan fisiologis yang
terjadi pada wanita hamil adalah kecenderungan penurunan respons stress oleh HPA axis dan
pergeseran sistem imun yang untuk mendukung profil anti inflamasi.
Stress prenatal dapat mempengaruhi perkembangan dan kesehatan bayi secara indirek
dengan meningkatkan kejadian setelah kehamilan. Penelitian menunjukkan bahwa stress
prenatal memiliki efek persisten pada perilaku, psikologis dan imunologik jangka panjang.
Bukti empiris mengenai dampak pekerjaan ibu terhadap kelahiran masih jarang.
Dibuktikan dengan penelitian - penelitian yang menggunakan data potong lintang, efek kausal
pekerjaan selama kehamilan masih belum dipahami dengan baik. Faktor yang mempengaruhi,
seperti status kesehatan maternal, jam kerja, dan karakteristik pekerjaan dapat berpengaruh
secara krusial tidak hanya pada hasilnya, namun juga pada keputusan pekerjaan.
Penelitian lain mengatakan bahwa berdiri lama saat bekerja pada wanita hamil, dan
bekerja hingga akhir masa kehamilan dapat meningkatkan risiko SGA. Selain itu, studi lain
juga mengatakan bahwa hubungan antara pekerjaan maternal dengan meningkatnya tekanan
darah memiliki implikasi klinis untuk manajemen tekanan darah pada akhir kehamilan. Pada
trimester III kehamilan, beban fisik pada kehamilan lebih nyata, reaktivitas vaskuler lebih
tinggi, dan tekanan darah lebih dekat dengan batas membutuhkan surveilans dan intervensi

16
yang lebih. Untuk manajemen klinis, menjadi penting untuk dapat membandingkan tekanan
darah pada saat bekerja dengan saat tidak bekerja pada setiap wanita.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Coussons-Read ME. Effects of prenatal stress on pregnancy and human development:


mechanisms and pathways. Obstet Med. 2013 Jun;6(2):52–7.

2. S, Pantha E, Hayes B, Yadav BK, Sharma P, Shrestha A, et al. Prevalence of Stress


among Pregnant Women Attending Antenatal Care in a Tertiary Maternity Hospital in
Kathmandu. J Womens Health Care. 2014 Aug 25;3(5):1–6.

3. Nagandla K, Nalliah S, Yin LK, Majeed ZA, Ismail M, Zubaidah S, et al. Prevalence and
associated risk factors of depression, anxiety and stress in pregnancy. Int J Reprod
Contracept Obstet Gynecol. 2017 Feb 23;5(7):2380–8.

4. Loomans EM, Dijk V, E A, Vrijkotte TGM, van Eijsden M, Stronks K, et al.


Psychosocial stress during pregnancy is related to adverse birth outcomes: results from a
large multi-ethnic community-based birth cohort. Eur J Public Health. 2013 Jun
1;23(3):485–91.

5. Williams Obstetrics, 24e | AccessMedicine | McGraw-Hill Medical [Internet]. [cited 2018


Mar 29]. Available from:
https://accessmedicine.mhmedical.com/book.aspx?bookid=1057

6. Glover V. Prenatal stress and its effects on the fetus and the child: possible underlying
biological mechanisms. Adv Neurobiol. 2015;10:269–83.

7. Immunology of pregnancy (PDF Download Available) [Internet]. [cited 2018 Mar 29].
Available from:
https://www.researchgate.net/publication/44798295_Immunology_of_pregnancy

8. Prenatal Stress and Risk of Spontaneous Abortion : Psychosomatic Medicine [Internet].


[cited 2018 Mar 29]. Available from:
https://journals.lww.com/psychosomaticmedicine/Abstract/2013/04000/Prenatal_Stress_a
nd_Risk_of_Spontaneous_Abortion.2.aspx

9. Glynn LM, Schetter CD, Hobel CJ, Sandman CA. Pattern of perceived stress and anxiety
in pregnancy predicts preterm birth. Health Psychol Off J Div Health Psychol Am
Psychol Assoc. 2008 Jan;27(1):43–51.

10. Guardino CM, Dunkel Schetter C, Hobel CJ, Gaines Lanzi R, Schafer P, Thorp JM, et al.
Chronic Stress and C-Reactive Protein in Mothers During the First Postpartum Year:
Psychosom Med. 2017 May;79(4):450–60.

11. St-Pierre J, Laurent L, King S, Vaillancourt C. Effects of prenatal maternal stress on


serotonin and fetal development. Placenta. 2016 Dec 1;48:S66–71.

12. Chrousos GP. Stresssors, stress, and neuroendocrine integration of the adaptive response.
The 1997 Hans Selye Memorial Lecture. Ann N Y Acad Sci. 1998 Jun 30;851:311–35.

18
13. Association between maternal anxiety in pregnancy and increased uterine artery
resistance index: cohort based study. - PubMed - NCBI [Internet]. [cited 2018 Mar 29].
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9888905

14. Psychosocial stress in pregnancy and its relation to the onset of premature labour.
[Internet]. [cited 2018 Mar 29]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1595651/

15. Wüst M. Maternal employment during pregnancy and birth outcomes: evidence from
Danish siblings. Health Econ. 2015 Jun;24(6):711–25.

16. Maternal work during pregnancy and the risks of delivering a small-for-gestational-age or
preterm infant. - PubMed - NCBI [Internet]. [cited 2018 Mar 29]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8824746

19

Anda mungkin juga menyukai