Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK

A. Pengertian
. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakan gangguan fungsi
renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Suzanne & Brenda, 2002).
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Corwin, 2001).
Gagal ginjal merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat
(biasanya berlangsung beberapa tahun) (Price, 2006). Penyakit ginjal kronik adalah
suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progesif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal
ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap,
berupa dialisis atau transplantasi ginjal (FKUI, 2006).
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang irreversible dan
berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh
dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan uremia.
B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal
a) Anatomi ginjal
Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang
peritoneum, di depan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar transverses
abdominalis, kuadratus lumborum dan psoas mayor. Ginjal dipertahankan dalam
posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Di sebelah posterior dilindungi
oleh kosta dan otot-otot yang meliputi kosta, sedangkan dia anterior dilindungi
oleh bantalan usus yang tebal.
Pada orang dewasa panjang ginjal 12-13 cm, lebarnya 6 cm dan beratnya
antara 120-150 gram. Ukurannya tidak berbeda menurut bentuk dan ukuran
tubuh. Sebanyak 95% orang dewasa memiliki jarak antara katup ginjal antara
11-15 cm. Perbedaan panjang kedua ginjal lebih dari kebanyakan penyakit ginjal

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 1
dimanifestasikan dengan perubahan struktur. Permukaan anterior dan posterior
katup atas dan bawah serta pinggir lateral ginjal berbentuk konveks, sedangkan
pinggir medialnya berbentuk konkaff karena adanya hilus. Ada beberapa
struktur yang masuk atau keluar dari ginjal melalui hilus antara lain aretri dan
vena renalis, saraf dan pembuluh gatah bening. Ginjal diliputi oleh suatu kapsula
tribosa mengilat, yang berikatan longgar dengan jaringan di bawahnya dan dapat
dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal.
Bila sebuah ginjal diiris memanjang, akan tampak behwa ginjal terdiri dari
tiga bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian
rongga ginjal (pelvis renalis).
b) Fisiologi ginjal :
a. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh.
b. Mengatur keseimbangan osmotic dan mempertahankan keseimbangan ion
yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit).
c. Mengatur keseimbangan asam basa.
d. Eksresi sisa hasil metabolisme zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme
hemoglobin dan bahan kimia asing.
e. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal mensekresi hormone rennin yang
mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah membentuk
eritropoiesis mempunyai peranan penting untuk memproses pembentukan sel
darah merah.

C. Etiologi
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati.
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi
akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–
gejala umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau
memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut, tetapi juga
menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal (Elizabeth, 2000).
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 2
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak.
Peradangan akut glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan
antibodi di kapiler – kapiler glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari
setelah infeksi faring atau kulit oleh Streptococcus (glomerulonefritis
pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi lain (Elizabeth, 2000).
Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus.
Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau
timbul secara spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun
setelah cidera dan peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh
hematuria (darah dalam urin) dan proteinuria ( protein dalam urin ) ringan, yang
sering menjadi penyebab adalah diabetes mellitus dan hipertensi kronik. Hasil
akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan parut dan menurunnya
fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami hipertensi ringan,
memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik (Elizabeth,
2000).
3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna,
Stenosis arteria renalis
Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal
yang berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil.
Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah
tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di
dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal.
Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua pembuluh
darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk
mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja.
RAS dapat menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu. Sering menyebabkan
tekanan darah tinggi dan kerusakan ginjal.
4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif
Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES)
adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga
karena adanya perubahan sistem imun.

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 3
5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal
6. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur
uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra).

D. Patofisiologi dan WOC (terlampir)


Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang
sakit. Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal
ginjal kronik mungkin minimal karena nefron-nefron sisa yang sehat mengambil
alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkat kecepatan filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi. Seiring dengan makin
banyaknya nefron yang mati, maka nefron yang tersisa menghadapi tugas yang
semkain berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak dan akhirnya mati.
Sebagaian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntutan pada
nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Seiring dengan
penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran
darah ginjal mungkin berkurang (Elizabeth, 2001).
Meskipun penyakit ginjal terus berlanjut, namun jumlah zat terlarut yang
harus diekskresi oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis tidaklah berubah,
kendati jumlah nefron yang bertugas melakukan fungsi tersebut sudah menurun
secara progresif. Dua adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap
ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami
hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal. Terjadi
peningkatan kecepatan filtrasi, beban zat terlarut dan reabsorpsi tubulus dalam
setiap nefron meskipun GFR untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal
turun di bawah nilai normal. Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi
ginjal yang sangat rendah. Namun akhirnya, kalau sekitar 75% massa nefron
sudahhancur, maka kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 4
demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus-tubulus (keseimbangan antara
peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat lagi
dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun proses konservasi zat
terlarut dan air menjadi berkurang. Sedikit perubahan pada makanan dapat
mengubah keseimbangan yang rawan tersebut, karena makin rendah GFR (yang
berarti maikn sedikit nefron yang ada) semakin besar perubahan kecepatan ekskresi
per nefron. Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan urine
menyebabkan berat jenis urine tetap pada nilai 1,010 atau 285 mOsm (yaitu sama
dengan plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia (Price, 2006).

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut Baughman (2000) dapat dilihat dari berbagai
fungsi sistem tubuh yaitu :
1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction
rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis,
disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna kulit
abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena
pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh,
rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap
logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan
stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.
4. Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.
5. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.
6. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.
7. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi
Kussmaul ; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi(kedutan mioklonik)
atau kedutan otot.

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 5
F. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006) yaitu:
1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi
eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian
eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar besi, folat,
dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam keadaan baik. Sangat jarang terjadi,
antibodi dapat terbentuk melawan eritropoietin yang diberikan sehingga terjadi
anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal
kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin
merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi pada
penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium dan air.
Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk bisa menimbulkan edema, namun
mungkin terdapat ritme jantung tripel. Hipertensi seperti itu biasanya
memberikan respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian volume tubuh
melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian furosemid dapat
bermanfaat.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air
akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan sebagian
filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi urin yang
sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrsi.
4. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.
Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta
dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat dikurangi
dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah kulit kering.
Bekuan uremik merupakan presipitat kristal ureum pada kulit dan timbul hanya
pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan
pucat.

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 6
5. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering
terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun
gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi
esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan
perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi. Gangguan pengecap dapat
berkaitan dengan bau napas yang menyerupai urin.
6. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,
impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering
terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus hormon
pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi dalam menyebabkan
retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot pada orang dewasa.
7. Neurologis dan psikiatrik
Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan, kehilangan
kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi neurologis
(mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus otot
dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar ekstensor, dan
yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase terganggu pada uremia dan
terjadi perubahan yang tergantung hormon paratiroid (parathyroid hormone,
PTH) pada transpor kalsium membran yang dapat berkontribusi dalam
menyebabkan neurotransmisi yang abnormal. Gangguan tidur seringterjadi. Kaki
yang tidak biasa diam (restless leg) atau kram otot dapat juga terjadi dan kadang
merespons terhadap pemberian kuinin sulfat. Gangguan psikiatrik seperti depresi
dan ansietas sering terjadi dan terdapat peningkatan risiko bunuh diri.
8. Imunologis
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering
terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialisis dapat
mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.
9. Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat
penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien yang
menjalani dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani hemodialisis,

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 7
mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti apolipoprotein A-1 di
sepanjang membran peritoneal.
10. Penyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika
kadar ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder yang
berat. Kelebihan cairan dan hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi ventrikel
kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula dialisis arteriovena yang besara dapat
menggunakan proporsi curah jantung dalam jumlah besar sehingga mengurangi
curah jantung yang dapat digunakan oleh bagian tubuh yang tersisa.

G. Stadium Gagal Ginjal Kronik


Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-
stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan
mencakup menurut Corwin (2001) adalah:
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakinn
banyak nefron yang mati.
4. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
5.
H. Pemeriksaan Laboratorium
1. Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia.
2. Ureum dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 8
3. Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya terjadi
pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin
D3 pada gagal ginjal kronis.
5. Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama
Isoenzim fosfatase lindi tulang.
6. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia; umumnya disebabnya gangguan
metabolisme dan diet rendah protein.
7. Peninggi gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
8. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian
hormon insulin insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
9. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang
menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO3 yang menurun,
semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu
atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal,
oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
2. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat.
3. USG untuk meilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
perenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung
kemih, dan prostat.
4. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, eksresi), serta sisa fungsi ginjal.
5. EKG untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
J. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit
dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut:
1. Dialisis.

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 9
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan
membantu penyembuhan luka.
2. Koreksi Hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang ertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia
juga dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3. Koreksi Anemia.
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal secara keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada
insufisiensi koroner.
4. Koreksi Asidosis
Pemberian asam melalui melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan secara oral atau parenteral pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika
diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis.
5. Pengendalian Hipertensi
Pemberian obat betabloker, alpametildopa, dan vasodilator dilakukan.
Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6. Transplantasi Ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat kepada pasien GGK, maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 10
ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL GINJAL KRONIS
1.1 Pengkajian
1. Identitas Klien (nama, umur, pekerjaan, pendidikan, dan alamat)
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai urine output sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan
(anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau, (ureum),
dan gatal pada kulit.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji onset penurunan urin output, penurunan kesadaran, perubahan pola
napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau amonia, dan
perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja pasien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnyadan mendapat pertolongan apa.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obatan nefrotoksik, Benign Prostatic Hyperplasia, dan
prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus, dan penyakit hipertensi
pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji
mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Ditanyakan pada klien atau keluarganya, apakah ada keluarga klien yang
mempunyai penyakit keturunan dan penyakit dengan riwayat yang sama. Perlu
dikaji riwayat kesehatan keluarga yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit
Gagal Ginjal Kronik seperti hipertensi, diabetes mellitus, sistemik lupus
eritematosa, dan arthritis.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum klien lemah danterlihat sakit berat. Tingkat kesadaran menurun
sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat memengaruhi sistem saraf pusat.

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 11
Pada tanda-tanda vital serimh didapatkan adanya perubahan, RR meningkat.
Tekanan darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b) B1 (Breathing)
Klien bernapas dengan bau urin (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini.
Respons uremia didapatkan adanya pernapasan Kussmaul. Pola napas cepat dan
dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi.
c) B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auskultasi perawat akan menemukan adanya
friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan tanda dan
gejala gagal jantung kongestif, tekanan darah meningkat, akral dingin, CRT
kurang dari 3 detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan
irama jantung, edema penurunan perfusi perifer sekunder daripenurunan curah
jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia sebagai
akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran GI,
kecenderungan mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d) B3 (Brain)
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses pikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, burning feet syndrome, restless leg syndrome, kram otot, dan
nyeri otot.
e) B4 (Bladder)
Penurunan urin output kurang dari 400ml/hari sampai anuri, terjadi penurunan
libido berat.
f) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dan bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut dan ulkus saluran cerna sehingga
sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
g) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada atau berulang infeksi, pruritus,

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 12
demam (sepsis, dehidrasi), petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur tulang,
defosit fosfat kalsium, pada kulit, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak
sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum sekunder dan anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipertensi.
K. Fungsional Gordon
1. 1 Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat
a. Bagaimana pola sehat – sejahtera yang dirasakan pasien
b. Bagaimana pengetahuan tentang gaya hidup pasien yang berhubungan
dengan sehat
c. Bagaimana pengetahuan pasien tentang praktik kesehatan preventif
d. Bagaimana ketaatan pasien pada ketentuan media dan keperawatan
e. Pada pasien gagal ginjal kronik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gagal ginjal
kronik sehingga menimbulkan persepsi yang negative terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedu pengobatan dan perawatan
yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah
dimengerti pasien.
2. Pola nutrisi – metabolik

a. Bagaimana pola makan biasa dan masukan cairan pasien

b. Bagaimana tipe makanan dan cairan

c. Apakah ada peningkatan / penurunan berat badan

d. Bagaimana nafsu makan, pilihan makanan pasien

e. Melihat apakah pasien menggunakan alat bantu untuk kebutuhan nutrisi


metaboliknya.
Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya terjadi anoreksi, mual, muntah
dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum yang kurang. Dan mudah
lelah . Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi
dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan klien. Biasanya
pasien dipasangi NGT untuk pemasukan nutrisi pasien.

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 13
Gejala : Peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan
(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia),
penggunaan diuretik.
Tanda : Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut
tipis, kuku rapuh.
3. Pola eliminasi
a. Bagaimana defekasi, berkemih pasien (jumlah, warna, bau, dan pola)
b. Apakah ada penggunaan alat bantu
c. Apakah ada penggunaan obat-obatan
Pada pasien gagal ginjal kronik, ginjal mengalami kehilangan
kemampuan untuk Mengkonsentra-sikan Atau Mengencerkan urin secara
normal. Sehingga urine sulit dikelurkan, Terjadi penurunan frekuensi urine
dan penahanan cairan dan natrium. Warna: secara abnormal warna urin keruh
kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen.
Volume urine: biasanya kurang dari 400 ml/24 jam bahkan tidak ada urine
(anuria). Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat.
Gejala:Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut),
diare, Konstipasi, abdomen kembung.
Tanda:Perubahan warna urin, Warna urine kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin contoh kuning pekat,
coklat, kemerahan, berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
4. Pola aktivitas – latihan
a. Bagaimana pola aktivitas, latihan dan rekreasi pasien
b. Bagaimana kemampuan untuk mengusahakan aktivitas sehari-hari
(merawat diri, bekerja, dan lain-lain)
Pada pasien gagal ginjal kronik pasien mudah mengalami kelelahan
dan lemas menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-
hari secara maksimal.
Gejala : kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise.
Tanda : Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
5. Pola tidur dan istirahat
a. Bagaimana pola tidur – istirahat pasien dalam 24 jam

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 14
b. Bagaimana kualitas dan kuantitas tidur pasien

c. Apakah pasien mengalami masalah sebelum tidur atau saat tidur

d. Apakah pasien ada menggunakan obat tidur

Pada pasien gagal ginjal biasanya mengalami Gangguan tidur seperti;


insomnia / gelisah atau somnolen), nafas dangkal atau sesak nafas, Nyeri
panggul, sakit kepala, kramotot/nyeri kaki, dan gelisah dapat mengganggu
istirahat klien.
6. Pola kognitif – perseptual – keadekuatan alat sensori
a. Bagaimana fungsi penglihatan, perasa, pembau pasien

b. Bagaimana kemampuan bahasa, belajar, ingatan dan pembuatan keputusan


pasien

c. Apakah mengalami disorientasi atau tidak


Gejala: Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/
kekaburan pandangan, Sakit kepala, Kramotot/kejang, sindrom kaki gelisah,
kebas rasa terbakar pada telapak kaki, Kebas/kesemutan dan kelemahan
khususnya ekstrimitas bawah (neuropatiperifer).
Tanda: Gangguan status mental, contohnya ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran,
penurunan lapang perhatian, stupor, koma
7. Pola persepsi-konsep diri
a. Bagaimana sikap pasien mengenai dirinya

b. Bagaimana persepsi pasien tentang kemampuannya

c. Bagaimana pola emosional pasien

d. Bagaimana citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan


penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
8. Pola peran dan tanggung jawab
a. Bagaimana persepsi pasien tantang pola hubungan
b. Bagaimana persepsi pasien tentang peran dan tanggung jawabnya

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 15
Biasanya pasien akan mengalami gejala kesulitan menentukan kondisi.
(tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran).
9. Pola seksual – reproduksi
a. Kepuasan dan ketidakpuasan yang dirasakan klien terhadap
seksualitasnya

b. Bagaimana tahap dan pola reproduksi

Pada pasien gagal ginjal kronik angiopati dapat terjadi pada system
pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan
potensi seksual, gangguan kualitas maupun ereksi, serta member dampak
pada proses ejakulasi serta orgasme.

Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.


10. Pola koping dan toleransi stress
a. Bagaimana kemampuan pasien dalam mengendalikan stress

b. Apakah ada sumber pendukung

Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor


stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negative berupa marah,
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan klien
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.

Gejala : faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan. Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
11. Pola nilai dan keyakinan
a. Bagaimana nilai, tujuan dan keyakinan pasien

b. Bagaimana spiritual pasien sebelum ataupun setelah sakit

c. Apakah ada kendala untuk melakukan ibadah saat sakit

Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta


gagal ginjal kronik dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah
maupun mempengaruhi pola ibadah klien.

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 16
Diagnosa Keperawatan :

N Diagnosa NOC NIC


O
1 Nyeri akut a. Tingkat kenyamanan a. Manajemen nyeri
b.d agen Klien diharapkan melaporkan Aktivitas :
cidera biologis : 1. Lakukan pengkajian nyeri
 Nyeri berkurang secara komprehensif termasuk
 Kecemasan berkurang lokasi karakteristik, durasi,
 Stres berkurang frekuensi, kualitas, dan factor
 Ketakutan berkurang presipitasi
2. Observasi reaksi non verbal
b. Kontrol nyeri dari ketidaknyamanan
Klien diharapkan : 3. Kaji kebiasaan yang

 Menggunakan analgesik mempengaruhi respion nyeri

 Memantau gejala nyeri dari 4. Pilih dan lakukan penanganan


waktu ke waktu nyeri

 Menjelaskan faktor – faktor 5. Ajarkan pasien untuk

penyebab nyeri memonitor nyeri

 Mengunakan langkah- 6. Kolaborasikan dengan dokter


langkah pencegahan jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil
 Menggunakan bantuan non
analgesik seperti yang di 7. Monitor penerimaan pasien
rekomendasikan tentang manajemen nyeri
8. Tanyakan pada pasien apa saja
 Melaporkan perubahan
hal yang memberatkan rasanya
dalam perubahan gejala
nyeri
nyeri
9. Tanyakan pada pasien teknik
apa saja yang dapat mngurangi
rasa nyeri yang di rasakan.
10. Ajarkan pasien teknik relaksasi.
b. Analgesik administrasi

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 17
Aktivitas :
1. Menentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas dan
tingkat keparahan sebelum
mengobati pasien
2. Memeriksa perintah medis
untuk obat, dosis dan frekuensi
yang ditentukan analgesik
3. Memeriksa alergi obat
4. Mengevaluasi kemampuan
pasien untuk participitate
dalam pemilihan analgesik, rute,
dan dosis, dan melibatkan
pasien,
5. Memilih analgesik sesuai atau
kombinasi dari analgesik ketika
lebih dari satu yang diresepkan
6. Menentukan pilihan analgesik,
berdasarkan jenis dan severiry
rasa sakit
7. Menentukan analgesik pilihan,
rute pemberian, dan dosis
analgesik yang optimal
8. Memantau tanda-tanda vital
sebelum dan setelah pemberian
analgesik narkotik diatas dosis
9. Memfasilitasi respon terhadap
analgesik
10. Mengelola analgesik
11. Menginformasikan kepada
pasien efek samping dari
analgesic

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 18
12. Mengevaluasi efektivitas
analgesik pada interval yang
sering dan teratur setelah
pemberian masing-masing,
terutama setelah dosis awal,
13. Amati juga tanda-tanda dan
gejala dari efek tak diinginkan.

3 Risiko infeksi Kontrol resiko : proses Kontrol Infeksi


b.d prosedur infeksi Aktivitas :
invasif Indikator : 1. Bersihkan lingkungan dengan
1. Mengidentifikasi baik setelah digunakan untuk
tentang resiko setiap pasien
kesehatan 2. Ganti peralatan perawatan
2. Mengindentifikasi perpasien sesuai protocol
faktor resiko institusi
3. Mengenali faktor 3. Isolasi orang yang terkena
resiko individu penyakit menular
4. Mengenali 4. Batasi jumlah pengunjung
kemampuan merubah 5. Anjurkan pasien mengenai
perilaku teknik cuci tangan dengan tepat
6. Pastikan teknik perawatan luka
yang tepat
7. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala
infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada
penyedia perawatan kesehatan
8. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai bagaimana
menghindari infeksi
Pemulihan pembedahan :
penyembuhan Perawatan daerah (area)

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 19
Indikator : sayatan
1. Kepatenan jalan nafas Aktivitas :
dalam batas normal 1. Jelaskan prosedur pada pasien,
2. Tekanan darah sistolik gunakan persiapn sensorik
dalam batas normal 2. Periksa daerah sayatan
3. Tekanan darah terhadap kemerahan, bengkak,
diastolic dalam batas atau tanda-tanda dehiscence
normal atau eviserasi
4. Tekanan nadi dalam 3. Catat karakteristik drainase
batas normal 4. Monitor proses penyembuhan
5. Suhu tubuh dalam didaerah sayatan
batas normal 5. Bersihkan daerah sekitar
6. Integritas jaringan sayatan degnan pembersihan
dalam batas normal yang bersih
7. Cairan merembes dari 6. Bersihkan dari area yang
drain luka normal bersih ke area yang kurang
bersih
7. Monitor sayatan untuk tanda
dan gejala infeksi
8. Ganti pakaian degnan interval
yang tepat
9. Gunakan pakaian yang sesuai
untuk melindungi sayatan
10. Fasilitasi pasien untuk
melihat luka insisi
11. Arahkan pasien cara
merawat luka insisi selama
mandi
12. Arahkan pasien bagaimana
me minimalkan tekanan pada
daerah insisi
13. Arahkan pasien dan/ atau

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 20
keluarga cara merawat luka
insisi temasuk tanda dan gejala
infeksi
4 Ketidakseim a. Status nutrisi a. Terapi nutrisi
bangan Indikator : Aktifitas :
nutrisi -diharapkan normal:  Atur makanan dan cairan serta
kurang dari  Intake nutrisi cukup hitung berapa jumlah kalori
kebutuhan  Intake makanan cukup yang seharusnya masuk
tubuh.  Intake cairan cukup  Tentukan makanan yang
Definisi :  Hematokrit seharusnya dimakan untuk
Nutrisi yang  Hidrasi mencukupi kebutuhan tubuh
masuk  Hemoglobin klien
kedalam  Albumin darah  Tentukan apakah klien butuh
tubuh tidak alat bantu makan atau tidak
mencukupi terkait mual yang dirasakan
kebutuhan b. Status nutrisi : intake  Tingkatkan intake makanan
metabolik. nutrisi tinggi kalsium yang seharusnya
Indikator : di perlukan
 Intake kalori normal  Berikan makanan tinggi
 Intake protein normal protein untuk meningkatkan

 Intake lemak normal proteksi tubuh

 Intake karbohidrat  Pilihkan klien makanan yang

normal lembut, tidak asam dan lunak

 Intake vitamin normal yang seharusnya dimakan agar

 Intake mineral normal tidak mual

 Intake zat besi normal  Sediakan nutrisi yang

 Intake kalsium normal dibutuhkan oleh klien sesuai


dengan yang dibutuhkan klien :
kalsium, zat besi, mineral,
vitamin, karbohidrat, lemak,
protein

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 21
b. Monitoring nutrisi
Aktivitas :
 Memantau interval perubahan
berat badan klien
 Memonitor respon emosional
klien terhadap makanannya
 Memoitor tempat sekitar ia
makan
 Memonitor jadwal pengobatan
dan prosedur pada lain waktu
selain pada waktu makan
 Memonitor tingkat kekeringan
kulit yang terkelupas dengan
depigmentasi
 Memantau turgor kulit
 Monitor untuk rambut: kering,
tipis dan mudah rontok
 Monitor untuk mual dan
muntah
 Memantau tingkat albumin,
total protein, hemoglobin dan
hematokrit
 Memantau tingkat limfosit dan
elektrolit
 Memantau dan memilih
makanan yang sesuai
 Memonitor tingkat energi,
malaise, kelelahan, dan
kelemahan
 Menyediakan makanan dan
cairan yang optimal

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 22
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer. A, (2000), Kapita Selekta Kedokteran, EGC, Jakarta.
Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Medikal Keperawatan Bedah, EGC, Jakarta.
Silvia Anderson, (1995), Patofisiologi, EGC, Jakarta.
Soeparman, (1993), Ilmu Penyakit Dalam, Balai Pustaka FKUI, Jakarta.
Muttaqin, A. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika.
Surharyanto. toto Toto dan Abdul Madjid, 2009 . Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan gangguan system perkemihan. Jakarta : TIM
Dr. Nursalam, M.Nurs. ( Hons ), 2006. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika

Tugas Kelompok O’17 Dhoni Satria – Mefri Zanti – Wira Syukriani Page 23

Anda mungkin juga menyukai