ABSTRAK
Latar belakang :
Ketika tidak memungkinkan untuk memberi ASI,bayi diberi susu formula (IF) yang
lemaknya berasal dari tumbuhan. Namun, penggunaan lemak susu yang
dikombinasikan dengan minyak nabati memungkinkan profil lemaknya menjadi
lebih mirip ASI dalam hal komposisi asam lemak (FA), struktur trigliserida, polar
lipid, dan kadar kolesterol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan efek
dari IF yang mengandung campuran lemak susu dan minyak nabati pada kadar asam
lemak Omega 3 dalam sel darah merah (RBC).
Metode :
Penelitian ini monosentrik, double-blind, terkontrol, uji coba acak. Bayi sehat diberi
susu formula yang mengandung campuran lemak susu dan minyak nabati (D),
minyak nabati (P) atau minyak nabati yang dilengkapi dengan ARA dan DHA
(PDHA). Bayi yang diberi ASI menjadi anggota kelompok referensi (BF). Asam
lemak dalam phosphatidyethanolamine RBC dinilai setelah 4 bulan dan asam lemak
dalam darah dinilai saat pendaftaran dan setelah 4 bulan dengan kromatografi gas.
Perbedaan antar kelompok dinilai menggunakan analisa kovariat dengan jenis
kelamin dan usia kehamilan sebagai kovariatnya.
Hasil :
70 bayi yang diberikan IF dan 19 bayi BF telah menyelesaikan protokol. Saat 4
bulan, kadar total asam lemak Omega-3 dalam RBC pada kelompok bayi yang
diberikan susu formula D jauh lebih tinggi dari kelompok P dan serupa dengan
yang ada di kelompok PDHA dan BF. Kadar DHA RBC pada kelompok D juga
lebih tinggi dari kelompok P tapi lebih rendah dari kelompok PDHA dan BF. Kadar
DPA n-3 dalam RBC pada kelompok D juga lebih tinggi dari kelompok P, PDHA
dan BF. Penurunan proporsi asam lemak Omega-3 dalam seluruh darah diamati
pada semua kelompok.
Kesimpulan :
Susu formula yang mengandung campuran lemak susu dan minyak nabati
meningkatkan konversi endogen rantai panjang asam lemak Omega-3 dari
sebelumnya, mengarah ke kadar Omega-3 total, DPA dan DHA yang lebih tinggi
dalam RBC dari pada formula berbasis minyak nabati. Memodifikasi kualitas
lemak dalam IF dengan menambahkan lemak susu harus dipertimbangkan sebagai
metode yang menarik untuk meningkatkan kadar asam lemak Omega-3.
Kata kunci : nutrisi bayi, kualitas lemak, lemak susu, asam lemak, Omega 3, asam
lemak membran sel darah merah, asam lemak membran eritrosit
LATAR BELAKANG
ASI dianggap oleh WHO sebagai bentuk makanan yang optimal untuk bayi
hingga berumur 6 bulan. Lemak adalah komponen utama dalam ASI, menyediakan
sekitar 50% dari total energi makanan. Tricyglycerol dalam ASI memiliki
komposisi asam lemak (FA) spesifik, yang dapat dipengaruhi oleh kebiasaan diet
ibu ketika hamil atau ketika menyusui. Proporsi asam lemak jenuh dan tak jenuh
tunggal relative stabil sedangkan proporsi asam lemak tak jenuh ganda (PUFA)
dapat bervariasi lebih luas. Diantara PUFA, ASI menyediakan alpha-linolenat
(ALA) dan asam linolenat (LA) yang merupakan asam lemak esensial (EFA).
Mereka dapat dikonversi secara endogen oleh bayi baru lahir menjadi rantai
panjang turunan dari famili Omega-3 dan Omega-6, seperti asam docosahexaenoic
(DHA) dan asam arachidonic (ARA), masing-masing. Namun, konversi ini
dianggap rendah dalam manusia. ASI juga mengandung rantai panjang PUFA
(LCPUFA) yang sudah terbentuk sebelumnya dari kedua seri dengan DHA
mewakili 0,1-1% dari asam lemak total dan ARA 0,4-0,9% dari asam lemak total.
Akumulasi LCPUFA sangat penting selama periode janin dan setelah kelahiran di
otak dan retina. Karena itu, bioavailabilitas dari ALA, LA, DHA dan ARA dari ASI
atau susu formula sangat penting dalam kehidupan awal untuk pempertahankan
perkembangan visual dan otak yang optimal serta fungsi kognitif di kemudian hari.
Kebanyakan susu formula yang saat ini dipasarkan menggunakan sumber
lemak dari campuran minyak nabati untuk mencocokkan profil asam lemak yang
ditemukan dalam ASI. Bahkan sejak pertengahan abad ke-20, susu formula telah
diperkaya dengan minyak nabati yang kaya akan asam lemak esensial dan lemak
susu sapi mulai dihapuskan. Secara opsional, susu formula dapat ditambahkan
dengan minyak ikan, minyak alga atau minyak fungi yang mengandung DHA dan
ARA. Bagaimanapun, lemak minyak nabati tidak sebanding dengan lemak dalam
ASI dari segi diversitas asam lemak, struktur triasigliserol, komposisi gumpalan
lemak, lemak kompleks dan kandungan kolesterol. Meskipun tidak mengandung
LCPUFA dengan kadar tinggi, penggunaan lemak produk susu yang dikombinasi
dengan minyak nabati dapat memberikan komposisi dan struktur lemak yang
mendekati ASI, hal ini meningkatkan kualitas profil lemak susu formula.
Sebenarnya susu formula menyediakan asam lemak susu spesifik dan kolesterol
hanya ketika lemak produk susu yang dikombinasi dengan minyak nabati
digunakan sebagai sumber lemak. Asam lemak rantai pendek dan sedang, asam
laurat, asam miristat dan asam palmitat terkandung dalam susu formula dapat
bervariasi sesuai dengan penggunaan minyak sawit, minyak kelapa atau lemak
produk susu. Selain itu, minyak nabati tidak mengalami struktur trigliserida spesifik
dengan asam palmitat dalam posisi sn2 yang ditemukan dalam ASI (60-85% sn2-
palmitat) atau susu sapi (lebih dari 45%). Oleh karena itu, terlihat bahwa susu
formula yang hanya menggunakan minyak nabati sebagai sumber lemak memiliki
kurang dari 15% sn2-asam palmitat sedangkan susu formula yang mengandung
campuran lemak produk susu dan minyak nabati memiliki 48% sn2-asam palmitat.
Struktur trigliserida ini sangat penting karena asam lemak jenuh rantai panjang pada
posisi sn2 dapat dicerna dan diabsorbsi dengan lebih efektif.
Lemak produk susu secara sepsifik mengandung sekitar 10% asam miristat
dan 10% asam lemak rantai pendek dan sedang (C4-C10) sementara minyak nabati
menyediakan asam lemak jenis ini lebih sedikit. Asam lemak rantai pendek
merupakan sumber energi yang cepat bagi bayi, karena mereka masuk langsung ke
vena porta dan diketahui diabsorbsi dan dimetabolisme secara lengkap. Miristat dan
rantai pendek/sedang asam lemak juga dapat meningkatkan bioavailabilitas dan
konversi n-3 PUFA seperti yang ditunjukkan secara in vitro. Selanjutnya, manfaat
dari lemak produk susu pada konversi precursor Omega 3 menjadi turunan rantai
panjang telah dijelaskan dalam beberapa penelitian. Bahkan, pada orang dewasa,
asupan moderat lemak produk susu dan minyak rapeseed meningkatkan kadar DHA
plasma dan kekentalan darah. Pada tikus yang defisiensi Omega 3, telah
ditunjukkan bahwa untuk kandungan ALA yang serupa, campuran lemak produk
susu dan minyak rapeseed menginduksi kandungan DHA otak lebih tinggi daripada
campuran minyak nabati bahkan jika dilengkapi preformed DHA. Pada mencit, diet
yang mengandung campuran lemak produk susu diberikan sejak hari pertama
kehamilan hingga dewasa meningkatkan kadar DHA dan neuroplastisitas di otak
anak-anak dibandingkan dengan diet yang hanya mengandung minyak nabati. Pada
jenis tikus yang sama, juga telah ditunjukkan bahwa diet yang mengandung lemak
produk susu dilindungi dari efek buruk yang diinduksi oleh kejadian inflamasi di
awal kehidupan pada neurogenesis dan memori spasial dewasa. Oleh karena itu,
data ini menyarankan penggunaan lemak produk susu dalam kombinasi dengan
minyak nabati dapat meningkatkan status Omega 3 rantai panjang dan mendukung
kenaikan DHA pada otak yang sedang berkembang.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai dampak dari susu formula
yang mengandung lemak produk susu dan minyak nabati pada komposisi asam
lemak dalam sel darah merah dan seluruh darah, terutama kandungan asam lemak
Omega 3, pada bayi sehat berusia 4 bulan.
METODE
Desain Penelitian
Penelitian monosentrik, double-blind, terkontrol, uji coba secara acak ini
dilakukan pada 2012-2013 di Departemen Neonatologi Fondazione IRCCS Cà
Granda Ospedale Maggiore Policlinico, Milan, Italia (NCT01611649). Penelitian
ini disetujui oleh komite etik lokal dan dilakukan sesuai dengan praktik klinis yang
baik dan prinsip serta aturan deklarasi Helsinki. Orang tua atau pengasuh yang sah
secara hukum memberikan informed consent tertulis sebelum pendaftaran bayi
mereka dalam penelitian. Protokol penelitian telah dipublikasikan sebelumnya.
Populasi
Bayi sehat cukup bulan yang lahir di Departemen Neonatologi disaring
untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Ketika tidak dapat dilakukan pemberian
ASI (kontraindikasi atau ibu tidak dimaksudkan untuk menyusui ASI), bayi dibagi
secara acak untuk selama 4 bulan diberi susu formula antara: campuran minyak
nabati dan lemak produk susu (D), minyak nabati saja (P) atau minyak nabati yang
dilengkapi dengan ARA dan DHA (PDHA). Bayi dengn ibu yang dapat memberi
ASI eksklusif sejak lahir hingga paling tidak 4 bulan terdaftar dalam kelompok
referensi acak (BF). Kriteria inklusi adalah: usia kehamilan 37-42 minggu, berat
lahir > 2500 gram, bayi lahir sehat dari persalinan normal, berusia maksimal 3
minggu ketika mengikuti penelitian, tidak sedang mendapatkan ASI (untuk
kelompok yang diberi susu formula) atau sedang mendapat ASI eksklusif (untuk
kelompok referensi). Kriteria eksklusi adalah: riwayat keluarga dengan alergi
protein susu, diketahui memiliki kelainan kongenital atau penyakit postnatal yang
dapat mengganggu penelitian dan bayi baru lahir yang orang tuanya berencana
untuk pindah dalam waktu 6 bulan setelah lahir.
Formula Penelitian
Formula penelitian diformulasikan menjadi bubuk dan disusun kembali
pada 13,3%. Mereka dibuat dan diproduksi oleh Milumel, Lactalis, Craon, Perancis.
Ketiga susu formula yang telah diuji dikemas dalam tempat yang hanya ditandai
dengan rincian penelitian dan nomor acak; yang tidak bisa dibedakan baik secara
penampilan maupun tekstur. Baik peneliti maupun orang tua bayi tidak mengetahui
pembagian kelompok. Jadwal pengacakan dihasilkan oleh komputer dan dibagi
berdasarkan jenis kelamin. Komposisi dari ketiga formula penelitian sesuai dengan
Pedoman Eropa 2006/141/EC pada susu formula dan dijelaskan dalam Tabel 1.
Ketiga formula memiliki jumlah energi yang mirip dan berisi makronutrient tapi
mereka dibedakan dari sifat sumber lemaknya. Formula D mengandung campuran
lemak produk susu dan minyak nabati (rapeseed, bunga matahari, bunga matahari
tinggi oleat); formula P mengandung hanya minyak nabati (kelapa sawit, rapeseed,
bunga matahari) dan formula PDHA mengandung minyak nabati (kelapa sawit,
rapeseed, bunga matahari) yang dilengkapi dengan ARA (0,4%) dan DHA (0,2%).
Formula penelitian dikonsumsi langsung setelah pengacakan dan diberikan untuk 4
bulan berikutnya.
Tujuan dan Hasil
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk meniliti efek Formula D pada
kandungan asam lemak Omega 3 total membran sel darah merah dibandingkan
dengan Formula P dan PDHA dan kelompok referensi BF. Kadar total asam lemak
Omega 3 total termasuk ALA, EPA (asam eicosapentaenoat, 20:5n-3), DPA (asam
docosapentaenoat, 22:5n-3) dan kadar DHA. Tujuan lainnya adalah untuk
mengevaluasi perubahan kandungan asam lemak dalam seluruh darah antara 4
bulan dan ketika mendaftar pada bayi yang mengkonsumsi Formula D
dibandingkan dengan Formula P dan PDHA dan BF. Dampak susu formula pada
pertumbuhan, kompisisi tubuh dan toleransi gastrointestinal juga diteliti namun
data ini dipublikasikan dalam artikel yang berbeda.
Pengukuran Kadar Asam Lemak Dalam Membran Sel Darah Merah
Sampel darah vena diambil setelah konsumsi pembagian formula atau ASI
selama 4 bulan. Darah dikumpulkan dalam heparin. Plasma dipisahkan dengan
melakukan sentrifugasi (2200 gram pada suhu 4°C) selama 15 menit dari sel darah
merah yang dibilas dengan larutan saline (NaCl 0,9%). Plasma dan sel darah merah
disimpan pada suhu -80°C untuk analisis selanjutnya. Lemak total sel darah merah
diekstraksi dan phosphatidylethanolamine (PE) diisolasi dari phospholipid lainnya
dengan kromatografi lapis tipis. Kadar asam lemak dalam PE sel darah merah
diukur dengan alat kromatografi gas-liquid (HPLC) oleh ITERG, Pessac, Perancis.
Hasilnya dinyatakan sebagai persentase asam lemak total.
Ukuran Sampel
Penghitungan ukuran sampel untuk penelitian ini telah dijelaskan
sebelumnya. Untuk mendeteksi perbedaan 20% dalam kadar asam lemak Omega 3
membran sel darah merah (nilai dasar dari 7,3% dan standar deviasi pada 1.3) antara
bayi yang mendapat Formula D dan bayi yang mendapat Formula P atau Formula
PDHA, pada kekuatan 90% dan dengan alfa eror 5%, total yang dibutuhkan adalah
17 bayi per kelompok. Untuk memperhitungkan keragaman perbandingan,
perhitungan dilakukan dengan alfa eror 2,5% dan totalnya dibutuhkan 21 bayi per
kelompok. Mempertimbangkan dropout, total 30 bayi per kelompok untuk
mengikuti penelitian.
Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan menggunakan software SAS (SAS Institute Inc., Cary
NC., USA) oleh Soladis, Lyon, Perancis. Variabel kontinu dinyatakan sebagai rata-
rata dan standar deviasi. Perbedaan kadar asam lemak antar kelompok dianalisis
dengan analisis varian dengan 3 faktor tetap (kelompok, jenis kelamin, usia
kehamilan). Perbandingan pairwise dibuat menggunakan Tes Tukey post-hoc untuk
beberapa perbandingan. Nilai p <0,05 dianggap signifikan.
HASIL
Populasi Penelitian
Total ada 117 bayi baru lahir yang terdaftar. Dari ini, 88 dikelompokkan
secara acak ke pemberian formula dan 29 yang mendapat ASI terdaftar sebagai
kelompok referensi. Total ada 18 bayi (20%) dari kelompok formula dan 10 bayi
(34%) dari kelompok ASI mengundurkan diri sebelum penelitian berakhir. Tingkat
penghentian serupa dalam 3 kelompok formula (23% dalam Formula D dan PDHA;
14% dalam Formula P). Gejala gastrointestinal (regurgitasi, refluks, konstipasi,
kolik dan kembung) adalah alasan yang umum untuk berhenti mengikuti penelitian
pada 3 kelompok formula:57% di kelompok D, 75% di kelompok P dan 43% di
kelompok PDHA. Diantara kelompok ASI, 8 bayi hilang dari follow-up dan 2 bayi
dihentikan pemberian ASI sebelum kunjungan berikutnya .
Karateristik dasar dari masing-masing kelompok disajikan pada Tabel 2.
Proporsi laki-laki serupa di 3 kelompok formula (53-57%) dan 38% dalam
kelompok referensi (Tabel 2). Proporsi kelahiran operasi Caesar yang tinggi (43-
64%) diamati di semua kelompok tanpa ada perbedaan antar kelompok. Usia
kehamilan sekitar 38 minggu pada kelompok formula dan 39 minggu pada
kelompok ASI. Rata-rata bayi yang terdaftar dalam penelitian berusia 5-10 hari
(Tabel 2). Pada dasarnya, berat bayi dalam kelompok P secara signifikan lebih
rendah dari bayi yang mendapat ASI (p = 0,015) (Tabel 2). Panjang badan, lingkar
kepala dan komposisi tubuh serupa di keempat kelompok pada awalnya (semua p
> 0,05). Omega 3 total dan kadar DHA dalam seluruh darah pada awalnya serupa
di keempat kelompok, meskipun kecenderungan tingkat DHA yang lebih tinggi di
kelompok BF tetapi secara statistik tidak signifikan (Tabel 2).
Volume rata-rata konsumsi formula harian dievaluasi selama tiap 2 hari
pada 1 bulan dan 3 bulan. Kebanyakan bayi kelompok formula mengkonsumsi lebih
dari 600 ml per harinya ketika 1 bulan (sekitar 95% bayi) dan lebih dari 700 ml
ketika 3 bulan sekitar (82%). Tidak ada perbedaan signifikan dalam pemasukan
formula yang diobservasi antara 3 kelompok formula saat 1 bulan (p = 0,980) atau
3 bulan (p = 0,177).
KESIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa susu formula yang mengandung lemak
produk susu meningkatkan status total Omega 3 sel darah merah pada bayi cukup
bulan, pada tingkat yang sama dengan bayi yang disusui ASI. ASI tetap menjadi
makanan yang optimal untuk bayi. Namun, ketika menyusui tidak memungkinkan,
memodifikasi kualitas lipid dalam formula dengan menambahkan lipid susu harus
dianggap sebagai metode alternatif untuk meningkatkan status asam lemak Omega
3 bayi. Namun, penyelidikan lebih lanjut akan diperlukan untuk mengevaluasi efek
dari formula berbasis lemak susu (dengan atau tanpa DHA) pada hasil fungsional
seperti ketajaman visual atau perkembangan kognitif.