Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan


morbiditas anak dinegara yang sedang berkembang. Sebagian besar diare akut
disebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena infeksi saluran cerna
antara lain pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan
reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi menyebabkan gangguan
keseimbangan elektrolit dan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi sel
epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovilli dapat menimbulkan
keadaan maldiges dan malabsorbsi Bila tidak mendapatkan penanganan yang
adekuat pada akhirnya dapat terjadi ninvasi sistemik.1
Selain itu diare juga menjadi masalah kesehatan yang paling umum bagi
para pelancong dari negara-begara industry yang mengunjungi daerah-daerah
berkembang, terutama di daerah tropis. Perkiraan konservatif menempatkan angka
kematian global dari penyakit diare sekitar dua juta kematian pertahun (1,7 juta-2,5
juta kematian), merupakan peringkat ketiga diantara semua penyebab kematian
penyakit menular di seluruh dunia.2
Biro pusat statistik Indonesia melaporkan bahwa setiap anak mengalami
diare sebanyak 1-2 episode pertahun. Berdasarkan survei demografi kesehatan
Indonesia tahun 2002-2003, prevalensi diare pada anak – anak dengan usia kurang
dari 5 tahun di Indonesia adalah : laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%.
Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11 bulan(19,4%), 12-23
bulan (14,8) dan 24-35 bulan (12,0).3
Berdasarkan laporan WHO 2003, kematian akibat diare di negara
berkembang telah turun dari 4,6 juta tahun 1982 menjadi 2,5 juta kematian pada
tahun 2003. Di Indonesia angka kematian diare juga telah turun tajam dari 40%
tahun 1972 menjadi 24,9 pada tahun 1980, 10% tahun 1985 hingga 7,4 % tahun
1996 dari semua kasus kematian. Walaupun angka kematian karena diare telah
turun, angka kesakitan karena diare tetap tinggi baik di negara maju maupun di
negara berkembang.3

1
Secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah atau
menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa,
kemungkinan terjadinya intolerasi, mengobati kausa diare yang spesifik, mencegah
dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk
melaksanakan terapi diare secara komprehensif, efisien dan efekstif harus
dilakukan secara rasional. 1

2
BAB II
STATUS PEDIATRIK

I. Identitas Pasien
a. Nama : An. Z
b. Umur : 2 bulan
c. Jenis Kelamin : Laki-Laki
d. Nama Ayah : Tn. R
e. Nama Ibu : Ny. P
f. Bangsa : Indonesia
g. Agama : Islam
h. Alamat : Kebun 9
i. MRS tanggal : 26-03-2018

II. Anamnesis
Diberikan oleh : Ibu dan Nenek pasien (alloanamnesis)
Tanggal : 27-03-2018

A. Riwayat Penyakit Sekarang


1. Keluhan utama : mencret sejak 1 hari
2. Keluhan tambahan : muntah
3. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak ± 1 hari SMRS, anak mencret, mencret lebih kurang 10 x/hari,
banyaknya 10 x ganti popok, BAB cair dan terdapat sedikit ampas
berwarna kuning kehijauan, darah (-), lendir (-), bau menyengat (-).
Sesudah diare anak mengalami muntah lebih kurang 2 x dalam sehari.,
muntah berisikan cairan berwarna putih, anak masih mau minum,
anak minum susu formula dengan menggunakan dot, anak rewel, anak
menangis tanpa keluar air mata dan anak jarang BAK, demam (-),
kejang (-).
4. Riwayat penyakit dahulu
 Pasien belum pernah mengalami penyakit seperti ini

3
 Pasien belum pernah di rawat di Rumah sakit sebelumnya
5. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada yang menderita penyakit seperti ini

B. Riwayat Sebelum Masuk Rumah Sakit


1. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : Cukup bulan
Partus : pervaginam segera menangis
Tempat : rumah sakit
Ditolong oleh : dokter
Tanggal : 23-01-2018
BBL : 3900 gr
PB : 49 cm
2. Riwayat Makanan
Asi Eksklusif : sejak lahir hingga 1 minggu setelah lahir
Susu Botol/kaleng : sejak 1 minggu setelah lahir
Bubur Nasi :-
Nasi TIM/lembek :-
Nasi Biasa :-
Daging :-
Ikan :-
Telur :-
Tempe :-
Tahu :-
Buah dan Sayuran :-
3. Riwayat Imunisasi
BCG : Pada saat pasien umur 2 bulan
Polio :-
DPT :-
Campak :-
Hepatitis : Pada saat pasien baru lahir
Kesan : Belum lengkap

4
4. Riwayat Keluarga
Perkawinan :-
Umur :-
Pendidikan :-
Penyakit yang pernah diderita: -
Saudara :-
5. Riwayat Perkembangan Fisik
Gigi Pertama : belum
Berbalik : belum
Tengkurap : belum
Merangkak : belum
Duduk : belum
Berdiri : belum
Berjalan : belum
Berbicara : belum
Kesan : sesuai
6. Riwayat Perkembangan Mental
Isap Jempol :+
Ngompol :+
Sering mimpi :-
Aktifitas :+
Membangkang :-
Ketakutan :-
7. Status gizi
BB : 3,9 Kg
PB : 55 cm
BB/TB : normal
BB/U : baik
PB/U : normal
8. Riwayat Penyakit yang pernah di derita
Parotitis :- Muntah berak :-
Pertusis :- Asma :-

5
Difteri :- Cacingan :-
Tetanus :- Patah tulang :-
Campak :- Jantung : -
Varicella :- Sendi bengkak : -
Thypoid :- Kecelakaan :-
Malaria :- Operasi :-
DBD :- Keracunan :-
Demam menahun :- Sakit kencing :-
Radang paru :- Sakit ginjal :-
TBC :- Alergi :-
Kejang :- Perut Kembung : -
Lumpuh :- Otitis Media :-
Batuk/pilek :-

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum : Tampak pucat dan lemas
Kesadaran : Compos mentis
Posisi : Berbaring telentang
BB : 3,9 kg
PB : 55 cm
Edema : (-)
Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-)
Ikterus : (-)
Anemia : (+)
Suhu : 37,3 º C
Respirasi : 26 x/ menit
Tipe pernapasan : abdominalthorakal
Turgor : baik (< 2 detik)
Tekanan darah :-
Nadi :
- Frekuensi : 108 x/i - Pulsus defisit : (-)
- Isi/kualitas : kuat - Pulsus Alternan : (-)
angkat - Pulsus paradox : (-)
- Equalitas : cukup - Pulsus tardus : (-)
- Regularitas : regular - Pulsus celler : (-)

6
- Pulsus trigeminus : (-) - Pulsus parvus : (-)
- Pulsus magnus : (-) - Pulsus bigerminus: (-)

Kulit
Warna : Sawo matang Vesikula : (-)
Hipopigmentasi : (-) Pustula : (-)
Hiperpigmentasi : (-) Sikatriks : (-)
Ikterus : (-) Edema : (-)
Bersisik : (-) Eritema : (-)
Makula : (-) Haemangiom : (-)
Papula : (-) Ptechiae : (-)

B. PEMERIKSAAN KHUSUS
KEPALA
Bentuk : Normocephal
Rambut : Lurus, mudah di cabut
Warna : Hitam
Lingkar Kepala : 36 cm
Mudah Rontok : (-)
Kehalusan : (+)
Alopesia : (-)
Sutura : dbn
Fontanella : belum menutup, tidak cekung
Cracked pot sign : (-)
Cranio tabes : (-)
MUKA ALIS
Roman muka : dbn Kerapatan : dbn
Bentuk muka : bulat Mudah rontok : (-)
Sembab : (-) Alopesia : (-)
Simetris : (+)
MATA
Sorot mata : biasa Endophthalmus : (-)
Hipertelorisme : (-) Exophthalmus : (-)
Sekret : (-) Nistagmus : (-)
Epifora : (-) Starbismus : (-)
Pernanahan : (-) Cekung : (-)
KONJUNGTIVA
Pelebaran vena : (-)
Perdarahan subconj. : (-)
Infeksi : (-)
Bitot spot : (-)
Xerosis : (-)
Ulkus : (-)

7
Refleks : (+)/(+), pupil isokor
Anemis : -

SKLERA
Ikterik : (-)
IRIS
Bentuk : bulat
Ukuran : ±3mm
Isokor : (+)
Refleks cahaya lgsg : (+)
Refleks cahaya tdk lgsg : (+)
TELINGA
Bentuk : simetris
Kebersihan : cukup
Sekret : (-)
Tophi : (-)
Membran timpani : sulit dinilai
Nyeri tekan mastoid : (-)
Nyeri tekan daun telinga : (-)
HIDUNG
Bentuk : dbn
Saddle nose : (-)
Gangren : (-)
Coryza : (-)

MULUT
BIBIR
Bentuk : Dbn
Warna : Pucat
Ukuran : Dbn GIGI
Ulkus :- Kebersihan : Cukup
Rhagaden :- Karies :-
Sikatriks :- Hutchinson :-
Cheitosis :-

Sianosis :- LIDAH
Labioschiziz :- Bentuk : Dbn
Bengkak :- Gerakan : Dbn
Vesikel :- Tremor :-
Oral thrush :- Warna :Merah muda
Trismus :- Selaput :-
Bercak koplik :- Hiperemis :-

8
Palatoschiziz :- Atrofi papil :-
Makroglosia : -
Mikroglosia :-

C. ANAMNESA ORGAN
KEPALA MATA
Sakit kepala :- Rabun senja :-
Rambut rontok :- Mata merah :-
Lain-lain :- Bengkak :-

TELINGA HIDUNG
Nyeri :- Epistaksis :-
Sekret :- Kebiruan :-
Gangguan pendengaran : - Penciuman :-
Tinitus :- TENGGOROKAN
GIGI MULUT Sakit menelan : -
Sakit gigi :- Suara serak :-
Sariawan :-
Gangguan mengecap :- LEHER
Gusi berdarah :- Kaku kuduk :-
Sakit membuka mulut :- Tortikolis :-
Rhagaden :- Parotitis :-
Lidah kotor :-
ABDOMEN
JANTUNG DAN PARU HEPAR
Nyeri dada :- Tinja seperti dempul : -
Sifat :- Sakit kuning :-
Penjalaran :- Kencing warna tua :-
Sesak napas :- Kuning di sklera dan kulit : -
Batuk pilek :- Perut kembung :-
Sputum :- Mual/muntah :-
Batuk darah :-

9
Sembab :- LAMBUNG DAN USUS
Kebiruan :- Nafsu makan :-
Keringat malam hari :- Perut kembung :-
Sesak waktu malam :- Mual/muntah :+
Berdebar :- Muntah darah :-
Sakit saat bernapas :- Mencret :+
Nafas bunyi/mengi :- Konsistensi : Cair
Sakit kepala sebelah :- Frekuensi : 10 x
Dingin ujung jari :- Jumlah :10x ganti
popok
Penglihatan berkurang :- Tinja berlendir :-
Bengkak sendi :- Tinja berdarah :-
Dubur berdarah :-
GINJAL DAN UROGENITAL Sukar BAB :-
Sakit kuning :- Sakit perut :-
Warna keruh :- Lokasi :-
Frekuensi miksi : 1x Sifat :-
Sembab kelopak mata :- ENDOKRIN
Edema tungkai :- Sering minum : -
Sering kencing: -
MULUT Sering makan : -
BIBIR Keringat dingin: -
Bentuk : Dbn Tanda pubertas prekoks : -
Warna : Pucat
Ukuran : Dbn GIGI
Ulkus :- Kebersihan : Cukup
Rhagaden :- Karies :-
Sikatriks :- Hutchinson :-
Cheitosis :-
Sianosis :- LIDAH
Labioschiziz :- Bentuk : Dbn

10
Bengkak :- Gerakan : Dbn
Vesikel :- Tremor :-
Oral thrush :- Warna : Putih
Trismus :- Selaput :-
Bercak koplik :- Hiperemis :-
Palatoschiziz :- Atrofi papil :-
Makroglosia : -
Mikroglosia :-

LEHER FARING-TONSIL
INSPEKSI Warna : sulit dinilai
Struma :- Edema :-
Bendungan vena : - Selaput :-
Pulsasi :- Pembesaran tonsil : -
Limphadenopati : - Ukuran : sulit dinilai
Tortikolis :- Simetris : Simetris
Bull neck :-
Parotitis :-

PALPASI
Kaku kuduk :-
Pergerakan :-
Struma :-

THORAX DEPAN DAN PARU


INSPEKSI STATIS PALPASI
Bentuk : Normal (Statis) Nyeri tekan :-
Simetris :+ Fraktur iga :-
Vousure cardiac : - Tumor :-
Clavicula : Dbn Krepitasi :-
Sternum : Dbn Stem fremitus : Dbn
Bendungan vena : -

11
Sela iga : Tidak melebar PERKUSI
Bunyi ketuk : Sonor
INSPEKSI DINAMIS Nyeri ketuk :-
Gerakan : Dinamis Batas paru-hati:ICS V LMCD
Bentuk : abdominalthorakal Peranjakan : Dbn
Retraksi :-
Supraklavikula :- AUSKULTASI
Interkostal :- B. nafas pokok : Vesikuler
Subkostal :- B. nafas tambahan : Rh -/-, Wh-/-
Epigastrium :-

JANTUNG
INSPEKSI AUSKULTASI
Vousure cardiac : - Bunyi jantung I : Reguler
Ictus cordis : tidak terlihat Bunyi jantung II : Reguler
Pulsasi jantung :-
BISING JANTUNG
PALPASI Fase bising :-
Ictus cordis : Dbn Bentuk bising :-
Thrill :- Derajat bising :-
Defek pulmonal : Dbn Lokasi/punctum max : -
Aktivitas jantung ka : Dbn Penjalaran bising :-
Aktivitas jantung ki : Dbn Kualitas bising :-
Pericardial friction rub: -
PERKUSI
Batas kiri : ICS IV linea midclavicula sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas bawah : ICS V linea midclavicula sinistra

THORAX BELAKANG
INSPEKSI STATIS PERKUSI

12
Bentuk : Statis Bunyi ketuk : Sonor
Processus spinosus : Dbn Nyeri ketuk :-
Scapula : Dbn Batas paru-hati :-
Kifosis :- Peranjakan :-
Lordosis :-
Gibus :- AUSKULTASI
B. nafas pokok : Vesikuler
PALPASI B. nafas tambahan : Rh -/-,Wh -/-
Nyeri tekan :-
Fraktur iga :-
Tumor :-
Stem fremitus : Normal

ABDOMEN
INSPEKSI LIEN
Bentuk : Datar, supel Pembesaran :-
Umbilikus : Dbn Permukaan :-
Ptechie :- Nyeri tekan :-
Spider nevi :-
Bendungan vena : - GINJAL
Gambaran peristaltik usus : - Pembesaran :-
Permukaan :-
PALPASI Nyeri tekan :-
Nyeri tekan :-
Nyeri lepas :- LIPAT PAHA & GENITAL
Defens muskular : - Kulit : Dbn
Nyeri ketuk :- Kel. getah bening : tidak ada
pembesaran
Edema :-
AUSKULTASI Sikatriks :-
Bising usus :+ Desensus testikulorum : -
Ascites :- Genitalia : Dbn

13
Anus : Dbn
HEPAR
Pembesaran :-
Konsistensi : Tidak teraba
Permukaan : Tidak teraba
Tepi : Tidak teraba
Nyeri tekan :-
SYARAF DAN OTOT
Hilang rasa :- EKSTREMITAS INFERIOR
Kesemutan :- INSPEKSI
Otot lemas :- Bentuk : Dbn
Otot pegal :- Deformitas :-
Lumpuh :- Edema :-
Badan kaku :- Trofi :-
Tidak sadar :- Pergerakan : Dbn
Mulut mencucu : - Tremor :-
Trismus :- Chorea :-
Kejang :- Lain-lain :-
Lama :-
Interval :- EKSTREMITAS SUPERIOR
Frekuensi :- INSPEKSI
Jenis kejang :- Bentuk : Normal
Post iktal :- Deformitas :-
Panas :- Edema :-
Riwayat kejang keluarga : - Trofi :-
Pergerakan :-
ALAT KELAMIN Tremor :-
Hernia :- Chorea :-
Bengkak : - Lain-lain :-

14
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

PARAMETER HASIL SATUAN NILAI


NORMAL
Darah Rutin
WBC 15,5 109/L 4.0-10.0
RBC 4,18 1012/L 3.50-5.50
HGB 12,0 g/dl 11.0-16.0
HCT 35,7 % 36.0-48.0
PLT 477 109/L 100-300

GDS : 99 mg/dl
Pemeriksaan Feses
Makroskopis
 Warna : Kuning Kehijauan
 Konsistensi : Cair
 Lendir :-
 Darah :-
Mikroskpis
 Sel leukosit : 1-2/LPB
 Sel eritrosit : 0-1/LPB
 Telur cacing :-
 Parasit :-
 Jamur :+

IV. PEMERIKSAAN ANJURAN


Pemeriksaan Elektrolit

V. DIAGNOSIS BANDING
Diare akut dehidrasi ringan sedang
Diare akut dehidrasi berat
Diare akut tanpa dehidrasi

VI. DIAGNOSIS KERJA


Diare akut dehidrasi ringan sedang

15
VII. PENATALAKSANAAN
IVFD RL
L-Bio sachet 1x1/2 sachet
Zink
VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanasionam : dubia ad bonam

VIII. Follow Up
Tanggal S O A P
28 maret Mencret 10 x T : 36,3 c Diare akut • IVFD RL
2018 Ampas (+) Nadi : 135 x/i dehidrasi • L-bio sachet
Muntah (-) RR : 42 x/i ringan sedang 1x ½ sachet
BAK (+) Kepala : • Zink
Minum (+) normocephal, UUB
Mencret Hari K-3 belum menutup,
datar
Mulut : bibir kering
(-)
Paru : Vesikular (+)
Jantung : BJ I/II
reguler
Abdomen :
Cembung, BU(+)
normal, nyeri tekan
(-), Timpani (+)
Ekstermitas : akral
hangat , CRT < 2
detik

16
29 maret Mencret 4 x T : 37,8 c Diare akut • IVFD RL
2018 Ampas (+) Nadi : 135 x/i dehidrasi • L-bio sachet 1x
Muntah (-) RR : 42 x/i ringan sedang ½ sachet
BAK (+) Kepala : • Zink
Minum (+) normocephal, UUB • PCT drop 3x0,4
Demam (+) belum menutup, ml
Mencret Hari K-4 datar • Injeksi
Mulut : bibir kering ceftiaxone
(-) 1x250 mg
Paru : Vesikular (+)
Jantung : BJ I/II
reguler
Abdomen :
Cembung, BU(+)
normal, nyeri tekan
(-), Timpani (+)
Ekstermitas : akral
hangat , CRT < 2
detik
29 maret Mencret 3 x T : 37,1 c Diare akut • IVFD RL
2018 Ampas (+) Nadi : 120 x/i dehidrasi • L-bio sachet
Muntah (-) RR : 26 x/i ringan sedang 1x ½ sachet
BAK (+) Kepala : • Zink
Minum (+) normocephal, UUB • Injeksi
Demam (-) belum menutup, ceftiaxone
Mencret Hari K-6 datar 1x250 mg
Mulut : bibir kering
(-)
Paru : Vesikular (+)
Jantung : BJ I/II
reguler

17
Abdomen :
Cembung, BU(+)
normal, nyeri tekan
(-), Timpani (+)
Ekstermitas : akral
hangat , CRT < 2
detik

18
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Diare adalah buang air besar lebih sering dan dengan konsistensi yang lebih encer
dari biasanya. Menurut etiologinya, diar dapat dibagi menjadi diare cair dan berdarah.
Sedangkan ditinjau dari lamanya, diare dapat dibagi menjadi diare akut dan diae persisten.
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebig dari 3 kali sehari, disetai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darh yang
berlangsung kurang dari satu minggu.4

II. Cara Penularan dan Faktor Risiko


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan
dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak
langsung melalui lalat.Singkatnya, dapat dikatakan melalui “4F” yakni Ifinger (jari), flies
(lalat), fluid (cairan), dan field (lingkungan). Faktor resiko yang dapat meningkatkan
penularan enteropatogen antara lain: 5.6
1. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi

2. Penggunaan botol susu

3. Penyimpanan makanan masak pada suhu kamar

4. Penyediaan air minum yang tercemar

5. Tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak
atau sebelum makan dan menyuapi anak

6. Tidak membuang tinja anak atau bayi dengan benar

Selain hal-hal tersebut, faktor lain yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk
terjadinya diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, menurunyan motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
faktor genetik.

19
III. Epidemiologi
Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika
Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang
praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare
akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang
7
berobat ke rumah sakit.
Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan
di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta
diperkirakan 99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya. WHO
memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4
8
juta pertahun.

IV. Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi
yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi
dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare yang dikelompokan sebagai berikut:9
1. Infeksi :
a) Bakteri (Shigella, Salmonella, E.Coli, Golongan vibrio, Bacillus Cereus,
Clostridium perfringens, Staphilococ Usaurfus, Camfylobacter, Aeromonas)
b) Virus (Rotavirus, Norwalk + Norwalk like agent, Adenovirus)
c) Parasit
- Protozoa (Entamuba Histolytica, Giardia Lambia, Balantidium Coli,
Crypto Sparidium)
- Cacing perut (Ascaris, Trichuris, Strongyloides, Blastissistis Huminis)
- Bacilus Cereus, Clostridium Perfringens
2. Malabsorpsi
3. Alergi
4. Keracunan :
a) Keracunan bahan-bahan kimia
b) Keracunan oleh racun yang dikandung dan diproduksi : Jazad renik, Algae,
Ikan, Buah-buahan, Sayur-sayuran

20
5. Imunisasi, defisiensi
6. Sebab-sebab lain.

10
V. Patofisiologi
Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekretorik dan osmotik.
Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering
ditemukan pada infeksi saluran cerna. begitu pula kedua mekanisme tersebut dapat terjadi
bersamaan pada satu anak.10
1. Diare osmotik

Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit
dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus dengan cairan
ekstrasel. Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan menyebabkan hiperosmolaritas.
Akibat perbedaan tekanan osmotik antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus
jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir kearah jejunum, sehingga akan
banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen,
dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal.
Sebagian kecil cairan ini akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di
lumen oleh karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sukrosa,
laktosa, maltosa di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbsi kolon, sehinga
terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung
sorbitol dalam jumlah berlabihan akan memberikan dampak yang sama.10
2. Diare Sekretorik

Diare sekretorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus
yang terjadi akibat gangguan absorbsi natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan sekresi
klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit
keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare yang disebabkan
oleh infeksi bakteri akbat rangsangan pada mukosa usus halus oleh toksin E.coli atau V.
cholera.01.9
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma. beda osmotik
dapat dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium ( Na+) dan kalium

21
(K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan dengan mengalikan
jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika diasumsikan osmolalitas
tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka perbedaan osmotik 290-2 (Na++K+).
Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda
osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L). Pada diare sekretorik tinja diare
mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan perbedaan osmotik kurang dari 20
mOsm/L.8

Osmotik Sekretorik
Volume tinja <200 ml/hari >200 ml/hari
Puasa Diare berhenti Diare berlanjut
Na+ tinja <70 mEq/L >70 mEq/L
Reduksi (+) (-)
pH tinja <5 >6

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri


dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihidroksi, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerja
dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++ yang
selanjutnya akan mengaktifasi protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan
menyebabkan fosforilase membran protein sehingga megakibatkan perubahan saluran
ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain terjadi peningkatan pompa
natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-.10
Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas. Meskipun motilitas jarang
menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh
terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas keduanya dapat
menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau
yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan
absorbsi, Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik pada
anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus

22
kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada
Tirotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan berbagai penyakit lain.10
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik
dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mucus, protein dan
seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare
akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan
sekretorik.10
Bakteri enteral patogen akan mempenagaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek infeksi
bakteri pada tight junction akan memepengaruhi susunan anatomis dan funsi absorbsi
yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. penelitian oleh Bakes J dkk 2003
menunjukan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak perubahan barier
tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton
dan spesifik tight junction. Pengaruh ini biasa pada kedua komponen tersebut atau salah
satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi clorida yang akan diikuti
natrium dan air. Sebagai contoh Clostridium difficile akan menginduksi kerusakan
cytoskeleton maupun protein, Bacteroides frigilis menyebabkan degradasi proteolitik
protein tight junction, V. cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction,
sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.10

VI. Manifestasi Klinis11


Gejala diare atau mencret dapat berupa tinja yang encer dengan frekuensi 3x atau
lebih dalam sehari yang kadang disertai muntah, badan lesu atau lemah dan tidak nafsu
makan. Rasa mual dan muntah-muntah dapat mendahului diare yang disebabkan oleh
infeksi dari virus. Infeksi bisa secara tiba-tiba menyebabkan diare, muntah, demam dan
penurunan nafsu makan atau badan lesu. Selain itu dapat pula menimbulkan sakit dan
kejang perut, serta gejala-gejala lain seperti flu, demam, dan sakit kepala. Gangguan
akibat bakteri dan parasit kadang-kadang dapat menyebabkan tinja berdarah dan demam
tinggi.
Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang
adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang

23
mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa asidosis
metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus, berat badan
berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun
serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga
frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh
untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan
asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2
normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.
Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila
keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian
darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini
penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi
cairan intravena tanpa alkali.

Tabel 3. Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab


Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera
Gejala klinis
: 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72
Masa + ++ ++ - ++ jam
Tunas Sering Jarang Sering + - -
Panas Tenesmus Tenesmus, Tenesmus,kolik - Tenesmus, Sering
Mual, - kramp + - kramp Kramp
muntah 5-7 hari + 3-7 hari 2-3 hari - -
>7hari Variasi 3 hari

24
Nyeri
perut
Nyeri
kepala
lamanya
sakit
Sifat tinja:
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10x/hari >10x/hari Sering Sering Sering Terus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek menerus
Darah - + Kadang - + Cair
Bau Langu - Busuk - - -
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah- Amis
Leukosit hijau hijau + berwarna hijau khas
Lain-lain - + Sepsis + - - Spt air
anorexia Kejang+ Meteorismus Infeksi cucian
sistemik+ beras
-
-

VII. Diagnosis
1. Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah
volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6-
8jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang
telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke puskesmas
atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.10
2. Pemeriksaan fisik

25
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda
tambahan lainya:ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau
tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.10
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu
karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara objektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare. Subjektif dengan
menggunakan kriteria WHO dan MMWR.10

Tabel.4 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003


Symptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan Dehidrasi berat,
dehidrasi, sedang, kehilangan kehilangan BB>9%
kehilangan BB<3% BB 3%-9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apatis, letargi, idak
gelisah, irritable sadar
Denyut Normal Normal meningkat Takikardi, bradikardi,
jantung (kasus berat)
Kualitas nadi Normal Normal melemah Lemah, kecil tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan Basah Kering Sangat kering
lidah
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali>2detik
Cappilary Normal Memanjang Memanjang, minimal
refill
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin,mottled,
sianotik

26
Kencing Normal Berkurang Minimal

Tabel 5. Penetuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995


Penilaian Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat
sedang
Lihat:
Keadaan umum Baik,sadar *Gelisah,rewel *lesu,lunglai/tidak
Mata Normal Cekung sadar
Air mata Ada Tidak ada Sangat cekung
Mulut dan lidah Basah Kering Kering
Rasa haus Minum *haus ingin minum Sangat kering
biasa,tidak haus banyak *malas minum atau
tidak bias minum
Periksa: turgor Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat
kulit lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
pemeriksaan ringan/sedang Bila ada 1 tanda*
Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C

3. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak


diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urin dan
tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-
kadang diperlukan pada diare akut:10
a. darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotika

27
b. urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
c. tinja:
- Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan
tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa,
atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang
mengandung darah atau mucus biasanya disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti : E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila
terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan
E.hystolitica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan
Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja,
adanya lendir, adanya darah, adanya busa. Warna tinja tidak terlalu banyak
berkolerasi dengan penyebab diare. Warna hijau tua berhubungan dengan adanya
warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada
keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau
obat yang dapat menyebabkan warna merah dalam tinja seperti rifampisin.
Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya
gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan
berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja. Lendir dalam tinja
menggambarkan kelainan di kolon, khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang
sangatberbau menggambarkan adanya fermentasi oleh bakteri anaerob dikolon.
Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk
menentukan adanya asam dalam tinja. Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap
di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri
komensial. Bila pH tinja<6 dapat dianggap sebagai malabsorbsi laktosa.13
Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim laktose sekunder akibat rusaknya
mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim laktase. Enzim
laktase merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan

28
galaktosa, yangselanjutnya diserap di mukosa usus halus, salah satu cara
menentukan malabsorbsi laktosa adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi
dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip
melihat perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan
tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang
mengubah cupri sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh
tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung,
kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna
yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru berarti negative, kuning tua
berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi warna
hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya
lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore.13
- Pemeriksaan mikroskopik

Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukosit


dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja
dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi ½ tetes
eosin atau NaCl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya:14
 bila terdapat 1-5 leukosit perlapang pandang besar disebut negatif

 bila terdapat 5-10 leukosit per lapang pandang besar disebut (+)

 bila terdapat 10-20 leukosit per lapang pandang besar disebut (++)

 bila terdapat leukosit lebih dari ½ lapang pandang besar disebut (+++)

 bila leukosit memenuhi seluruh lapang pandang besar disebut (++++)

Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan sudan III yang
mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai secara
mikroskopis dengan pembesaran 40 kali dicari butiran lemak dengan warna
kuning atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria:13
 (+) bila tampak sel lemak kecil dengan jumlah kurang dari 100 buah per
lapang pandang atau sel lemak memenuhi 1/3 sampai ½ lapang pandang

29
 (++) bila tampak sel lemak dengan jumlah lebih 100 per lapang pandang
atau sel memenuhi lebih dari ½ lapang pandang

 (+++) bila didapatkan sel lemak memenuhi seluruh lapang pandang.

Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan memakai
batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan delam tetesan
NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan
tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi
sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak
berwarna (NaCL fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan
protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan
perwanaan yodium. Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran objektif 10x, lalu
40x untuk menentukan spesiesnya.
Uji hidrogen napas
adalah pemeriksaan yang didasarkan atas adanya peningkatan kadar hydrogen
dalam udara ekspirasi. Gas hidrogen dalam udara ekspirasi berasal dari fermentasi
bakteri terhadap substrat baik di kolon maupun di usus halus. Fermentasi bakteri
di usus besar terjadi karena adanya substrat yang tidak diabsorbsi tersebut
sepertilaktosa atau fruktosa akan difermentasi oleh bakteri komensal
menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid), beberapa
molekul alkohol dan gas hydrogen. Gas hidrogen tersebut dengan cepat akan
diserap masuk ke sirkulasi darah lalu masuk ke paru dan dikeluarkan lewat udara
napas.13
Fermentasi bakteri di usus halus terjadi karena adanya bacterial overgrowth , yang
didefinisikan sebagai terdapatnya koloni atau spesies koloni lebih dari 106 unit
per milliliter cairan usus halus yang seharusnya relative steril. Sebelum
pemeriksaan uji hidrogen napas penderita dipuasakan selama 4-6 jam, lalu
diambil sampel udara napas dengan cara meniup ( pada bayi dengan
menggunakan sungkup) pada alat yang dapat menghitung kadar hydrogen napas
sebagai kadar awal hidrogen napas. Lalu diberikan larutan 2gr/kgBB dengan
konsentrasi 20% setelah itu diambil sampel udara napas seperti sebelumnya setiap
30 menit selam 2-3 jam. Peningkatan kadar hidrogen napas >20ppm, atau 10-20

30
ppm disertai gejala klinis (kembung, diare, muntah, sakit perut) disebut positif.
Apabila peningkatan tersebut diperoleh pada 30 menit pertama yang berarti
fermentasi laktosa oleh bakteri sudah terjadi, di usus halus dan disimpulkan
sebagai bacterial overgrowth. Peningkatan yang terjadi setelah 2 jam menandakan
adanya laktosa yang tidak diabsorbsi di usus halus, sehingga masuk ke kolon dan
difermentasi oleh bakteri di kolon menghasilkan hidrogen yang ditangkap oleh
alat.13

VIII. Penatalaksanaan12

a. Terapi cairan

Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam


terapi efektif diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat
badan yang hilang sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan
berat badan sebelumnya sebagai gold standart.
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parenteral.
Pemberian cairan secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai
sedang dan dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ingan
dan sedang. Bila diare diikuti dengan pengeluaran air tinja yang banyak (>10
mL/kgBB/hari) atau muntah hebat sehingga penderita tidak dapt minum sama
sekali, atau kembung yang sangat hebat sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan
terjadi ddefisit, maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya
rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat.
Untuk penatalaksanaan diare akut dengan dehidrasi berat adalah diberikan
rehidrasi parenteral dengan ringer laktat atau ringer asetat 100 mL/kgBB dengan
cara pemberian :
1. Usia <12 bln : 30 mL/kgBB dalam 1 jam pertama, dilanjutkan dengan
70 mL/kgBB dalam 5 jam berikutnya
2. Usia >12 bulan : 30 mL/kgBB dalam ½ jam pertama, dilanjutkann
denga 70 mL/kgBB dalam 2 ½ jam berikutnya.
3. Masukkan cairan peroral apabila paien sudah mau dan dapat minum,
dimulai dengan 5 cc/kgBB selama proses rehidrasi.

31
b. Pemberian Zinc
Zinc terbukti secara ilmiah dan terpercaya dapat menurunkan frekuensi buang air
besar dan volume tinja sehingga dapat menurunkan resiko erjadinya dehidrasi
pada anak. Seng zinc elemental diberikan selama 10 sampai 14 hari meskipun
anak tidak diare lagi, dengan dosis :
- Anak umur dibawah 6 bulan : 10 mg/hari
- Anak umur diatas 6 bulan : 20 mg/hari

c. Nutrisi
Makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat untuk pengganti nutrisi yang hilang serta mencegah agar tidak
menjadi gizi buruk. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase
penyembuhan. ASI tetep diteruskan selama terjadinya diar pada diare cair akut
maupun pada diare akut berdarah dan diberikan dengan frekuensi lebih sering dari
biasanya. Anak umur 6 bulan ke atas sebaiknya mendapatkan makanan seperti
biasanya.

d. Antibiotika Selektif
Pada diare akut tidak boleh diberikan obat anti diare. Antibiotik diberikan
bila ada indikasi, misalnya diare berdarah atau kolera. Pemberian antibiotik yang
tidak rasional dapat memperpanjang lamanya diare karena akan menggangu
keseimbangan flora usus an selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional
akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menamba biaya
pengobatan yan tidak perlu.

e. Edukasi Orang tua

Nasihat pada orang tua, khususnya ada ibu atau pengasuh untuk kembali
segera jika ada demam, muntah berulang, makan / minum sedikit, sangat haus,
diare semakin sering atau belum membaik dalam tiga hari. Indikasi rawat inap
pada diare akut berdarah adalah malnutrisi, usia kurang dari 1 tahun, menderita

32
campak pada 6 bulan terakhir, adanya dehidrasi dan disentri yang datang dengan
komplikasi.

IX. Komplikasi
1. Gangguan elektrolit

- Hipernatremia

Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan pemantauan


berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-
lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena
dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik menggunakan
oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena
dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam.
Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar
natrium plasma setelah 8jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila
sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam.
Untuk rumatan gunakan 0,18% saline-5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam.
Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat
kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan
pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.10
- Hiponatremia

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130 mmol/L).
Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir
semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan
bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai ringer laktat atau
normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na serum yang diperiksa
dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.10
- Hiperkalemia

33
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian
kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan
monitor detak jantung.10
- Hipokalemia

Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K:


jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila
<2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan
dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam)
diberikan dalam 4 jam kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx
BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB). Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot,
paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat
dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan
yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.10
2. Demam

Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentria dan rotavirus. Pada umunya
demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel
usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat
dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi
yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan:
kompres dan/antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.12
3. Edema/overhidrasi

Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala yang
tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema
otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi
larutan garan faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral
dihentikan, kortikosteroid jika kejang.12
4. Asidosis metabolik

Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa


cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang

34
ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull). pemberian oralit
yang cukup mengadung bikarbonat atau sitrat dapat memperbaiki asidosis.
5. Ileus paralitik

Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil sebagai
akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut kembung,
muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan cairan per
oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.12

6. Kejang12

o Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila penderita


dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberikan iv, dengan dosis 2,5
mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan
oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan
cepat pulih kembali.
o Kejang demam
o Hipernatremia dan hiponatremia
o Penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan
diare, seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsy.

7. Malabasorbsi dan intoleransi laktosa

Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula


selama diare dapat menyebabkan:12
- Volume tinja bertambah
- Berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk
- Dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak.

Tindakan:
a. Mencampur susu dengan makanan lain untuk menurunkan kadar laktosa
dan menghidari efek “bolus”
b. Mengencerkan susu jadi ½-1/3 selama 24 -48 jan. Untuk mangatasi
kekurangan gizi akibat pengenceran ini, sumber nutrien lain seperti
makanan padat, perlu diberikan.

35
c. Pemberian “yogurt” atau susu ynag telah mengalami fermentasi untuk
mengurangi laktosa dan membantu pencernaan oleh bakteri usus.
d. Berikan susu formula yang tidak mengandung/rendah laktosa, atau ganti
dengan susu kedelai.

8. Malabsorbsi glukosa

Jarang terjadi. Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau
penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan
cairan intravena12
9. Muntah

Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi
sistemik. Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral terlalu
cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap
2-3 menit), antiemetik sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan
penurunan kesadaran.12
10. Akut kidney injury

Mungkin terjadi pada penderita diare dengan dehidrasi berat dan syok.
Didiagnosis sebagai AKI bila pengeluaran urin belum terjadi dalam waktu 12 jam
setelah hidrasi cukup.12

X. Prognosis
Baik jika penanganan dilakukan secara cepat dan tepat terutama penanganan pada
passien yang mengalami dehidrasi berat yang dapat mengakibatkan shock hipovolemik.1

XI. Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare

Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral.


Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar

36
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
c. Menggunakan air bersih yang cukup
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu

Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI eksklusif paling tidak sampai usia 6 bulan

b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan


dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status, gizi anak.

c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan


campak, dan diare yang terjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati,
cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan
imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat
mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian
karena diare pada balita.10,12

d. Perbaikan higiene perorangan

Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan mencuci sebelum masak dan
setelah buang air kecil atau besar dapat menurunkan morbiditas diare.
e. Vaksin rotavirus

Vaksin rotavirus diberikan untuk meniru respon tubuh seperti infeksi alamiah,
tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan, manifestasi diare. Di dunia
telah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum usia 6 bulan dalam
2-3 kali pemberiian dengan interval 4-6 minggu. 10

37
BAB IV
ANALISA KASUS

Seorang An.Z umur 2 bulan ( berat badan sekarang 3,9 kg, panjang badan 55 cm)
datang dengan keluhan mencret. Mencret sudah 10 kali dalam sehari, sebanyak 10 kali
ganti popok, BAB cair dan terdapat sedikit ampas berwarna kuning kehijauan, darah (-),
lendir (-), bau tidak menyengat.

Sesudah diare anak muntah lebih kurang 2x dalam sehari, muntah berisikan cairan
berwarna putih, anak masih mau minum, anak minum susu formula menggunakan dot
sejak 1 minggu setelah lahir, anak menangis tanpa air mata, BAK dalam 1x dalam sehari,
demam (-), kejang(-)

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bahwa An.Z masih sadar penuh namun
terlihat lemas, bibir tampak kering. Beberapa manifestasi tersebut menunjukkan
terjadinya dehidrasi pada An.Z.

Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan pada pemeriksaan lengkap hasil


leukosit meningkat. Peningkatan pada leukosit menunjukkan telah terjadi proses infeksi
pada An Z. Pemeriksaan feses ditemukan makroskopis berupa warna kuning kehijauan,
konsistensi cair, lendir (-), darah (-) dan mikroskopis ditemukan jamur pada feses,
leukosit 1-2/LPB, 0-1/LPB. Hasil tersebut juga diperkuat oleh beberapa gejala dan tanda
dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik bahwa An.Z menderita diare akut dehidrasi
ringan sedang.

Setelah didiagnosis dengan diare akut dehidrasi ringan sedang, An. Z diberikan
terpai berupa infus dengan RL, antipiretik berupa parasetamol sebagai terapi simptomatik
dan injeksi ceftiraxone selama 5 hari sebagai terapi antibiotik karena diduga telah terjadi
infeksi pada An.Z (leukositosis), L-bio sachet 1 x ½ sachet setiap kali mencret dan zink
selama 10 hari.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Deddy PS. Upaya mengurangi kejadian komplikasi diare akut. Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Aifin Achmad.Riau:2008. (skripsi)
2. Oktaviani E. Diare akut dehidrasi ringan sedang. FK Universitas Kristen
Indonesia. Jakarta: 2011. http://www.scribd.com/doc/64582802/REFERAT-
DIARE
3. Depatemen Kesehatan. Diare Pada Anak. www.depkes.go.id
4. Pudjiaji AH, Hegar B, Handyastuti S,dkk. Diare akut dalam: Pedoman pelayanan
medis IDAI, jilid I. Jakarta. Badan Penerbit IDAI:2010. hal.58-61
5. Orenstein DM. Diare akut dalam :Behman, Kliegman, Arvin,editor. Nelson.Ilmu
Kesehatan Anak.ed ke-15.Jakarta.EGC.2000.hal.889-92
6. Amabel S. Diare pada anak. UPH Rumah Sakit Marinir Cilandak: 2011.
http://www.scribd.com/doc/61043992/Diare-pada-Anak
7. Hendarwanto. Diare akut karena infeksi, dalam: Waspadji S, Rachman AM,
Lesmana LA, dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalan Jilid I. Ed.ke-3.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI:1996.hal.451-57.
8. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi. Dalam: Suharto, Hadi
U, Nasronudin, editor. Seri penyakit triopik infeksi. Perkembangan terkini dalam
pengelolaan beberapa penyakit tropik infeksi.Surabaya:Airlangga University
Press.2002.hal.34-40.
9. Sinthamurniwaty. Faktor-faktor risiko kejadian diare akut pada balita.
UNDIP.Semarang:2006.
http://eprints.undip.ac.id/15323/1/SINTAMURNIWATYE4D002073.pdf
10. Subagyo B, Santoso NB. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1, Edisi 1.
Jakarta: Badan penerbit UKK Gastroenterologi-Hepatologi IDAI. 2010, hal 87-
110
11. Zein U. Diare akut disebabkan bakteri. FK USU. Medan: 2004.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3371/1/penydalam-umar5.pdf
12. Suraatmaja S. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto. 2007,
hal1-24

39
13. Firmansyah A dkk. Modul Pelatihan Tata Laksana Diare pada Anak. Jakarta:
Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia.2005

40

Anda mungkin juga menyukai