PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sindrom Nefritik Akut (SNA) merupakan kumpulan gambaran klinis berupa oliguria,
edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuria kurang dari 2
gram/hari dan hematuria serta silinder eritrosit). nEtiologi SNA sangat banyak, diantaranya
kelainan glomerulopati primer (idiopati), glomerulopati pasca infeksi, DLE, vaskulitis dan
nefritis herediter (sindroma Alport).3
SNA merupakan salah satu manifestasi klinis Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptokokus (GNAPS), dimana terjadi suatu proses infamasi pada tubulus dan glomerulus
ginjal yang terjadi setelah adanya suatu infeksi streptokokus pada seseorang. GNAPS
berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu streptokokus ß hemolitikus group A
tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1 –
2 minggu untuk infeksi saluran nafas dan 1 – 3 minggu untuk infeksi kulit. Mekanisme yang
terjadi pada GNAPS adalah sutu proses kompleks imun dimana antibodi dari tubuh akan
bereaksi dengan antigen yang beredar dalam darah dan komplemen untuk membentuk suatu
kompleks imun. Kompleks imun yang beredar dalam darah dalam jumlah yang banyak dan
waktu yang singkat melekat pada kapiler-kapiler glomerulus dan terjadi perusakan mekanis
melalui aktivasi sistem komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi.1-2
GNAPS tercatat sebagai penyebab penting terjadinya gagal ginjal, yaitu terhitung 10 –
15% dari kasus gagal ginjal di Amerika Serikat. GNAPS dapat muncul secara sporadik
maupun epidemik terutama menyerang anak-anak atau dewasa muda pada usia sekitar 4 – 12
tahun dengan puncak usia 5 – 6 tahun. Lebih sering pada laki-laki daripada wanita dengan
rasio 1,7 – 2 : 1. Tidak ada predileksi khusus pada ras ataupun golongan tertentu.4
Sebagai seorang dokter yang akan terjun di dalam masyarakat, pemahaman tentang
tatalaksana GNAPS sangatlah penting agar dapat melakukan terapi maupun edukasi kepada
masyarakat mengenai GNAPS dan Komplikasinya. Diharapkan dengan penulisan laporan
kasus ini dapat memberikan tambahan pengetahuan mengenai GNAPS.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Palembang
-Agama : Islam
Nama : Ny. NH
Umur : 38 th
Suku bangsa : Indonesia
Alamat : Tepi Sungai Kedukan RT 045 RW 002 3 Ulu Seberang Ulu I
Palembang
Agama : Islam
Pendidikan : -
Pekerjaan : IRT
Penghasilan :-
Hubungan dengan anak : Ibu kandung
Anamnesis : Allonamnesis
2
Keluhan utama : Sesak Napas
Pasien datang ke IGD RS Bari dengan keluhan sesak sejak semalam sehingga mengganggu
tidur. Sesak tidak dipengaruhi cuaca atau aktifitas. Pasien tidur dengan posisi setengah tidur.
Pasien juga keluhan bengkak di wajah dan sekitar mata. Keluhan sudah dirasakan sejak 1
minggu SMRS. Bengkak pada muka meluas hingga ke kaki dan daerah perut dan terutama
bengkak lebih terlihat jelas saat pagi hari, dan saat siang hari tampak agak berkurang. Mual
(+) muntah (-) nyeri ulu hati (+) BAB dan BAK biasa.
± 3 minggu SMRS Pasien juga mengeluhkan adanya batuk pilek dan demam tidak terlalu
tinggi. Pasien tidak dibawa berobat, hanya diberikan obat batuk dan penurun panas. Gejala
batuk dan demam hilang timbul dan berkurang.
Sianosis : (-)
Ikterik : (-)
Kejang : (-)
3
Kelainan bawaan : tidak ada
Kurva Lubchenko
Kesan : Neonatus kurang, sesuai masa kehamilan (NCB-SMK) dengan berat badan lahir di
persentil 50
RIWAYAT PERTUMBUHAN
10 Tahun 28 Kg 130 cm
Kesan: Riwayat pertumbuhan pasien tidak dapat dinilai, karena data tidak lengkap.
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Motorik kasar :
Usia 3 bulan sudah bisa mengangkat kepala
Usia 7 bulan sudah bisa tengkurap
Usia 9 bulan sudah bisa merangkak
Motorik halus :
Usia 6 bulan sudah bisa menggapai benda
4
Bahasa : -
Sosial : berespon terhadap orang yang baru dikenal, dan sudah bisa tersenyum.
Kesan : perkembangan sesuai usia
RIWAYAT IMUNISASI
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) / Diwajibkan
Non-PPI / Dianjurkan :
Vaksin Usia
Hepatitis A - - - -
Typhoid - - - -
MMR - - - -
Varicela - - - -
Pneumokokus - - - -
Hib - - - -
Influenza - - - -
Rotavirus - - - -
RIWAYAT MAKANAN
ASI diberikan dari lahir. Makanan biasa 3 kali sehari. Lauk pauk daging sayuran lengkap.
Diare - Morbili -
Otitis - Parotitis -
Kejang - Cacingan -
5
Ginjal - Alergi -
Jantung - Kecelakaan -
Darah - Operasi -
Difteri - Asma -
Riwayat penyakit pada anggota keluarga lain atau orang lain serumah :
DATA KELUARGA
AYAH/WALI IBU/WALI
Umur (thn) 38 tahun
Perkawinan ke 1 1
Keadaan Kesehatan/ Penyakit bila ada Meninggal Sehat
Umur saat menikah 28 tahun 26 tahun
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
6
1. 14 Mei 2008 Laki-laki Hidup - - - Sakit
(7 bulan)
DATA PERUMAHAN
Kepemilikan Rumah : Milik orang tua pasien
Keadaan Rumah : 1 rumah ditinggali 5 orang (ibu, 4 anak dan pasien), terdiri diri 3
kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur, dan 1 ruang tamu.
Ventilasi : Terdapat jendela di masing-masing kamar, 1 jendela di ruang
tamu , 1 jendela di dapur. Terdapat lubang udara di atas tiap
pintu sebagi tempat pertukaran udara.
Cahaya : Sinar matahari dapat masuk ke ruang tamu dan kamar. Terdapat
lampu dengan sinar putih di setiap ruangan (kamar tidur, kamar
mandi, ruang tamu, dapur).
Keadaan Lingkungan : Kebersihan lingkungan kurang bersih, selokan depan rumah
lancar, di sekitaran rumah pasien banyak debu dan agak padat.
Sumber air : Air PAM
KESAN: Kondisi lingkungan rumah pasien cukup baik
PEMERIKSAAN UMUM
Tanda-tanda vital :
7
U BP SBP Persentil DBP Persentil
sia Persentil 25th 25th
1 50th 98 59
0 90th 112 73
95th 115 78
99th 123 86
Kesan: Hipertensi
Data Antropometri
- Berat badan : 28 kg Tinggi badan : 130 cm
LiLa: 20 cm
8
Mata : Bentuk simetris, konjungtiva palpebral anemis -/-, sklera ikterik -/-, kornea
Edema palpebra (+/+).
Telinga : Bentuk normotia, MAE kiri dan kanan lapang, kedua membran timpani utuh,
hiperemis -/-, bulging -/-, reflex cahaya +/+, serumen -/-.
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : Bentuk normal, sianosis (-), bibir dan mukosa mulut kering (-)
Lidah : Bentuk dan ukuran normal, tidak kotor
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-), detritus (-)
Faring : hiperemis (-), uvula di tengah
Leher : Bentuk tidak ada kelainan, KGB tidak teraba membesar, tiroid tidak
membesar
Toraks :
Anterior Posterior
Inspeksi Bentuk normal, tidak ada Bentuk normal, lesi kulit (-).
gerakan dada tertinggal,
retraksi sela iga (-), tipe
pernapasan
thoracoabdominal , lesi kulit
(-), massa (-)
Paru :
Anterior Posterior
Simetris dalam keadaan statis Simetris dalam keadaan statis
Inspeksi
dan dinamis dan dinamis
Simetris dalam keadaan statis -
Palpasi dan dinamis, fremitus dada kanan
sama dengan dada kiri
Perkusi Sonor pada kedua lapang paru Sonor pada kedua lapang paru
9
Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis.
Palpasi : Tidak teraba Thrill
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Inspeksi : Cembung.
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (+) Pembesaran hati tidak teraba, undulasi (+).
Perkusi : timpani, shifting dullnes (+).
Auskultasi : Bising usus (+) normal
10
HEMATOLOGI
Epitel +
Silinder Hyalin +
-
Kristal
11
KIMIA KLINIK
Trigliserida 90 < 200 mg/dl
Kolestrol Total 196 < 200 mg/dl
HDL 49 >50 mg/ dl
LDL 129 <130 mg/dl
Protein total 6,48 6.7 – 8.7 g/dl
Albumin 3,03 3,8 – 5,1 g/dl
Globulin 3,45 1,5 – 3,0 g/dl
Ureum 17 20 – 40 mg/dl
Kreatinin 0,47 0,9 – 1,3 mg/dl
Na 142 135 – 155 mmol/dl
K 4,0 3,6 – 6,5 mmol/dl
ASTO + Negatif
CRP - Negatif
RESUME
Anak laki-laki usia 10 Tahun dengan berat badan 28 kg dibawa ibunya ke RS Bari
keluhan sesak sejak semalam sehingga mengganggu tidur. Pasien juga keluhan bengkak
di wajah dan sekitar mata ± 1 minggu SMRS. Bengkak pada muka meluas hingga ke
kaki dan daerah perut dan terutama bengkak lebih terlihat jelas saat pagi hari, dan saat
siang hari tampak agak berkurang. Mual (+) muntah (-) nyeri ulu hati (+) BAB dan BAK
biasa. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk pilek dan demam tidak terlalu tinggi ± 3
minggu SMRS.
12
Hasil laboratorium didapatkan Hb 9,2, Ht 28%, Leukosit 7.500, Trombosit
393.000. Hitung jenis didapatkan hasil 0/1/1/53/37/8. Pemeriksaan urine yang dilakukan
terdapat protein urine 2+, darah 3+, eritrosit 15 – 20/lpb, leukosit 10 – 15/lpb.
Pemeriksaan kimia darah Trigliserida Kolestrol Total 90 mg/dl HDL 196 mg/dl, LDL 49
mg/dl, Protein total 129 mg/dl Albumin 6,48 Globulin 3,45 , Ureum 17, Kreatinin 0,47;
Na 142, K 4.0, ASTO (+) dan CRP -
2.10 PENATALAKSANAAN
- Tirah baring.
- Diet Rendah Garam 0.5 – 1 g / hari.
- Ukur LK dan BB tiap hari
- Ukur Tekanan Darah per 6 jam
Medika mentosa
Edukasi
13
- Memberi informasi pada keluarga bahwa dapat terjadi komplikasi yang
berhubungan dengan GNAPS.
- Membantu anak menjaga asupan nutrisi yang baik.
- Mengajak kerja sama kepada keluarga untuk rajin kontrol kesehatan anak pasca
perawatan.
- Kebersihan diri dan lingkungan sekitar dijaga.
2.11 PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
14
30 Juni 2018
S Bengkak (+) berkurang, Sesak berkurang.
O KU : tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis.
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 90 x/menit.
Frekuensi napas : 24 x/menit.
Suhu : 36,5oC
SpO2 : 99%
Pemeriksaan fisik:
- Kepala : edema palpebra +/+, konjungtiva palpebral anemis -/-, sklera
ikterik -/-.
- Thoraks : Simetris, retraksi (-)
- Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
- Cor : BJ I-II normal, mur-mur (-), gallop (-)
- Abdomen: bising usus (+) meningkat, Shifting dullnes (+) undulasi (+)
- Akral hangat, turgor kulit baik, CRT < 3”, edema (+)
1 Juli 2018
S Bengkak (+) berkurang, Sesak (-)
O KU : tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis.
15
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit.
Frekuensi napas : 22 x/menit.
Suhu : 36,5oC
Pemeriksaan fisik:
- Kepala : edema palpebra -/-, konjungtiva palpebral anemis -/-, sklera ikterik
-/-.
- Thoraks : Simetris, retraksi (-)
- Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Cor : BJ I-II normal, mur-mur (-), gallop (-)
- Abdomen: bising usus (+) meningkat, Shifting dullnes (-) undulasi (-)
- Akral hangat, turgor kulit baik, CRT < 3”, edema (-)
2 Juli 2018
S Bengkak (-).
O KU : tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis.
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Frekuensi nadi : 80 x/menit.
16
Frekuensi napas : 20 x/menit.
Suhu : 36,5oC
Pemeriksaan fisik:
- Kepala : edema palpebra -/-, konjungtiva palpebral anemis -/-, sklera ikterik
-/-.
- Thoraks : Simetris, retraksi (-)
- Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Cor : BJ I-II normal, mur-mur (-), gallop (-)
- Abdomen: bising usus (+) meningkat, Shifting dullnes (-) undulasi (-)
- Akral hangat, turgor kulit baik, CRT < 3”, edema (-)
3 Juli 2018
S Bengkak (-)
O KU : tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis.
Tekanan Darah : 100/90 mmHg
Frekuensi nadi : 110 x/menit.
Frekuensi napas : 20 x/menit.
17
Suhu : 36,5oC
Pemeriksaan fisik:
- Kepala : edema palpebra -/-, konjungtiva palpebral anemis -/-, sklera ikterik
-/-.
- Thoraks : Simetris, retraksi (-)
- Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Cor : BJ I-II normal, mur-mur (-), gallop (-)
- Abdomen: bising usus (+) meningkat, Shifting dullnes (-) undulasi (-)
- Akral hangat, turgor kulit baik, CRT < 3”, edema (-)
Hasil Urine Rutin (2/7/18)
Warna : Kuning muda
pH 6.0
BJ : 1,020
Protein : +/- (Traace)
Urobilinogen : +
Darah : 3+
Eritrosit : 10-15
Leukosit : 0 - 3
A GNAPS
4 Juli 2018
S Bengkak (-)
O KU : tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis.
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 110 x/menit.
18
Frekuensi napas : 20 x/menit.
Suhu : 36,5oC
Pemeriksaan fisik:
- Kepala : edema palpebra -/-, konjungtiva palpebral anemis -/-, sklera ikterik
-/-.
- Thoraks : Simetris, retraksi (-)
- Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Cor : BJ I-II normal, mur-mur (-), gallop (-)
- Abdomen: bising usus (+) meningkat, Shifting dullnes (-) undulasi (-)
- Akral hangat, turgor kulit baik, CRT < 3”, edema (-)
A GNAPS
5 Juli 2018
S Bengkak (-)
O KU : tampak sakit sedang.
Kesadaran : compos mentis.
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Frekuensi nadi : 110 x/menit.
Frekuensi napas : 20 x/menit.
Suhu : 36,5oC
Pemeriksaan fisik:
- Kepala : edema palpebra -/-, konjungtiva palpebral anemis -/-, sklera ikterik
19
-/-.
- Thoraks : Simetris, retraksi (-)
- Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Cor : BJ I-II normal, mur-mur (-), gallop (-)
- Abdomen: bising usus (+) meningkat, Shifting dullnes (-) undulasi (-)
- Akral hangat, turgor kulit baik, CRT < 3”, edema (-)
A GNAPS
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal
terhadap bakteri atau virus tertentu yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman
streptococcus.1,2 Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk
menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi
glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis sedangkan istilah akut
(glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan
adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.3
20
3.2. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta
hemoliticus golongan A tipe 12, 14, 16, 25, dan 29. Hubungan antara
glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh
Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah
infeksi skarlatina, diisolasinya kuman Streptococcus beta hemoliticus golongan A,
dan meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita. Antara infeksi bakteri
dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang 10 hari.
Kuman Streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen
daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan faktor iklim,
keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya
glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.1
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut
yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi
ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman Streptococcus beta
hemoliticus golongan A di saluran pernafasan bagian atas atau pada kulit.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki
dengan usia kurang dari 3 tahun. Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5
% diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.1
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman Streptococcus beta
hemoliticus golongan A di saluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga
pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat
menurunkan kejadian penyakit ini.2,3
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti
keracunan timah hitam tridion, penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura
anafilaktoid dan lupus eritematosus.1,4
3.3. Patogenesis
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan
adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut.
Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :6,7,8
1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran basalis
glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus.
21
3. Streptococcus nefritogen dengan membran basalis glomerulus mempunyai
komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak
membran basalis ginjal.
3.4. Klasifikasi5
a. Kongenital (herediter)
1. Sindrom Alport
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif
familial yang seing disertai tuli syaraf dan kelainan mata seperti lentikonus
anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak
dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan
cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan hematuria yang
dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita
sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa
hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat
menderita infeksi saluran nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral
dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru
tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
22
dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan
gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai
riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira
glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.
2. Glomerulonefritis membranosa
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah
pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering
dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati
membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak
dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian
berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak
dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin.
Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80%
sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada
50-60%, dan hipertensi 30%.
3. Nefropati IgA (penyakit burger)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut,
sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering
dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi.
Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan
hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya
didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya
olahraga dan imunisasi.
c. Glomerulonefritis sekunder
Glomerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu
glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering
adalah Streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama
menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca
streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai
sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.
23
penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan
berbagai kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih sering
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti.7,8
Tanda utama kelainan glomerulus adalah proteinuria, hematuria, sembab,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau
secara bersama seperti misalnya pada sindrom nefrotik, gejala klinisnya terutama
terdiri dari proteinuria massif dan hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sembab.3
Riwayat Penyakit
Sebagian besar anak dengan kelainan glomerulus menunjukkan proteinuria
atau hematuria yang ditemukan pada saat pemeriksaan urine atau hipertensi yang
ditemukan pada saat pemeriksaan fisik. Sebagian kecil pasien menunjukkan tanda
sembab sebagai gejala awal, sehingga diperlukan perhatian riwayat penyakit pasien
dan keluarganya.3,7,8
Gejala yang sering ditemukan adalah hematuria atau kencing seperti merah
daging, kadang-kadang disertai sembab ringan disekitar mata atau seluruh tubuh.
Umumnya sembab berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Hipertensi
terdapat pada 60-70% anak dengan glomerulonefritis akut pada hari pertama,
kemudian pada akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Hipertensi timbul
karena vasospasme atau iskemia ginjal, suhu badan tidak tinggi, tetapi dapat tinggi
sekali pada hari pertama.3,7,8
Riwayat yang spesifik pada anak dengan proteinuria, misalnya sembab
periorbital, pratibial, skrotum atau anasarka pada sindroma nefrotik yang pada
awalnya berupa sembab muka pada waktu bangun tidur dan menghilang pada siang
hari, tetapi kemudian sembab akan menetap bila bertambah hebat atau menjadi
anasarka. Hal ini sering dikira sebagai reaksi alergi, bertambahnya berat badan dengan
cepat akibat ekspansi cairan ekstraseluler (dengan keluhan pakaian menjadi sempit
atau perut buncit) jumlah urine berkurang. Pada kasus yang lebih berat terdapat
anoreksia, sakit kepala, muntah dan bahkan kejang kadang disertai tanda penurunan
fungsi ginjal seperti anoreksia, apatis, mudah lelah, lambat tumbuh, dan anemia.3,7,8
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien glomerulonefritis akut sangat dianjurkan untuk melakukan
pengukuran berat dan tinggi badan, tekanan darah, adanya sembab atau asites.
Melakukan pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit sistemik yang berhubungan
24
dengan kelainan ginjal seperti artritis, ruam kulit, gangguan kardiovaskular, paru dan
sistem syaraf pusat.3,7,8
Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriola glomerulus yang
mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini kecepatan filtrasi
glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam, ureum dan zat-zat lainnya berkurang
dan sebagai akibatnya kadar ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi
tubulus relatif kurang terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga
diuresis berkurang (timbul oliguria dan anuria) dan ekskresi natrium juga berkurang.
Ureum diresorbsi kembali lebih dari pada biasanya, sehingga terjadi insufiensi ginjal
akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hidrema dan asidosis metabolik.3,7,8
Laboratorium
Bila ditemukan proteinuria tersendiri (isolated proteinuria), hematuria
mikroskopik atau hipertensi ringan pada anak yang tampak sehat, harus dilakukan
evaluasi lebih lanjut. Hematuria mikroskopik dan hipertensi ringan biasanya hanya
bersifat sementara. Hematuria nyata tanpa gejala lain biasanya berasal dari
glomerulus dan bila telah diketahui adanya kelainan yang bermakna, harus segera
dilakukan pemeriksaan selanjutnya.9,10,11
Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat hipervolemia
(retensi garam dan air). Pada pemeriksaan urine didapatkan jumlah urine berkurang
dan berat jenis urine meninggi. Hematuria makroskopik ditemukan pada 50%
penderita, ditemukan juga adanya albumin, eritrosit leukosit, silinder leokosit dan
hialin.9,10,11
Albumin serum sedikit menurun demikian juga komplemen serum (globulin
beta-1C) serta ureum dan kreatinin darah meningkat. Anemia sering dijumpai pada
gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronik. Hematuria harus diukur pada semua anak.
Sebanyak 90% anak dengan glomerulonefritis akut menunjukkan peningkatan
streptozim dan penurunan komplemen C3. Kadar C3 biasanya normal kembali dalam
waktu 4-8 minggu dan steptozim dalam waktu 4-6bulan. Uji fungsi ginjal normal
pada 50% penderita.6
Biopsi ginjal diperlukan untuk menegakkan diagnosis penyakit glomerulus,
sebelum biopsi dilakukan pengukuran besar ginjal dan strukturnya untuk memastikan
adanya dua buah ginjal dan menyingkirkan kemungkinan tumor dan kelainan lain
yang merupakan indikasi kontra biopsi ginjal.9
3.6. Penatalaksanaan
25
1. Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul
dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak
dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti
sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu
dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan
hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif, penderita dipulangkan
sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih
dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada waktu
berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan anak tidak
dapat bermain dan jauh dari teman-temannya, sehingga dapat memberikan beban
psikologik.
2. Diet
Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan
makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi
sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak
0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada
penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang
dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-
25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal
(10 ml/kgbb/hari).
3. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering
dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok
atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara
rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus.
Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk
rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu lama (> 3 minggu). Terapi
medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu
Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi
terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.
4. Simptomatik
26
a. Bendungan sirkulasi
Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan
kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-
tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak
berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.
b. Hipertensi
Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan
istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal
dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral
dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi
keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik
dapat juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari
yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau
hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin
(0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5
mg/kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan
furosemid (1 – 3 mg/kgbb)..
c. Gangguan ginjal akut
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori
yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium
bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk
mengikat kalium.
3.7. Pemantauan
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang
berlangsung 1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala-gejala seperti
edema, hematuria, hipertensi dan oliguria mulai menghilang, sebaliknya gejala-gejala
laboratorium menghilang dalam waktu 1-12 bulan. Penelitian multisenter di Indonesia
memperlihatkan bahwa hematuria mikroskopik terdapat pada rata-rata 99,3%,
proteinuria 98,5%, dan hipokomplemenemia 60,4%.1 Kadar C3 yang menurun
(hipokomplemenemia) menjadi normal kembali sesudah 2 bulan. Proteinuria dan
hematuria dapat menetap selama 6 bln–1 tahun. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan
biopsi ginjal untuk melacak adanya proses penyakit ginjal kronik. Proteinuria dapat
27
menetap hingga 6 bulan, sedangkan hematuria mikroskopik dapat menetap hingga 1
tahun.
Dengan kemungkinan adanya hematuria mikroskopik dan atau proteinuria
yang berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan dianjurkan
untuk pengamatan setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila ternyata masih
terdapat hematuria mikroskopik dan atau proteinuria, pengamatan diteruskan hingga 1
tahun atau sampai kelainan tersebut menghilang. Bila sesudah 1 tahun masih dijumpai
satu atau kedua kelainan tersebut, perlu dipertimbangkan biopsi ginjal.
3.8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada penyakit ini adalah :3,7,8,10
1. Glomerulonefritis kronik sebagai kelanjutan dari glomerulonefritis akut yang tidak
mendapat pengobatan secara tuntas.
2. Gagal ginjal akut dengan manifestasi oliguria sampai anuria yang dapat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperfosfatemia, hiperkalemia. Walaupun oliguria atau anuria yang lama jarang
terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan dialysis peritoneum (bila perlu).
3. Enselopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan
karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
4. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan oleh spasme
pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung
dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
5. Anemia yang timbul karena adanya hipovolemia disamping sintesis eritropoetik yang
menurun.
3.9. Prognosis
Sebagian besar pasien akan sembuh, tetapi 5% diantaranya mengalami
perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan menjadi normal
kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya sembab dan
secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali. Fungsi ginjal (ureum dan
kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam waktu 3-4 minggu.
Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sedimen urine yang menetap
28
(proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17
tahun di Trinidad. Gejala fisik menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah
menjadi normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik
dapat menetap selama 4-6 minggu. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan,
protein sedikit dalam urine dan dapat menetap untuk beberapa bulan.
Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase
penyembuhan, tetapi umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang
tetap menunjukkan kelainan urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit
glomerulonefritis kronik, walaupun dapat terjadi penyembuhan sempurna. LED
digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini, karena umumnya tetap tinggi
pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan sembuh sempurna,
2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi glomerulonefritis
kronis.3,10
29
BAB IV
ANALISIS KASUS
Anak laki-laki usia 10 Tahun dengan berat badan 28 kg dibawa ibunya ke RS Bari
keluhan sesak sejak semalam sehingga mengganggu tidur. Sesak tidak dipangaruhi cuaca atau
aktifitas. Pasien juga keluhan bengkak di wajah dan sekitar mata ± 1 minggu SMRS.
Bengkak pada muka meluas hingga ke kaki dan daerah perut dan terutama bengkak lebih
terlihat jelas saat pagi hari, dan saat siang hari tampak agak berkurang. Mual (+) muntah (-)
nyeri ulu hati (+) BAB dan BAK biasa. Pasien juga mengeluhkan adanya batuk pilek dan
demam tidak terlalu tinggi ± 3 minggu SMRS.
Dari anamnesis didapatkan keluhan sesak. .Sesak dapat disebabkan karena kelainan
jantung, hepar, gizi metabolik dan ginjal. Kelainan jantung dan paru-paru dapat disingkirkan
karena pada anamnesis sesak tidak dipangaruhi aktifitas ataupun cuaca, dan pada
pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya pembesaran jantung dan hepar serta pada saat
auskultasi tidak didapatkan bunyi jantung tambahan. Kelainan gizi metabolic juga dapat
disingkirkan berdasarkan perhitungan antropometri pasien dalam status gizi cukup dan tidak
mengalami gangguan dalam intake makanan. Kemungkinan edema disini diakibatkan oleh
kelainan pada ginjal, hal ini didukung dengan keluhan tambahan bengkak pada seluruh
tubuh . Ibu penderita mengatakan bahwa sembab pada anaknya sudah terjadi selama 1
minggu yang dimulai dengan sembab pada kelopak mata, lalu perut yang membesar, sembab
pada kedua ektremitas bawah. Pada pasien didapatkan riwayat infeksi ISPA sebelumnya yang
mengarah kita kepada SNA ec GNAPS.
30
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan adanya tekanan darah tinggi 140/90
mmHg. Jika kita ukur sesuai dengan chart tekanan darah anak, maka 140/90 terletak pada
persentil diatas 95 menandakan pasien ini hipertensi. Pemeriksaan khusus ditemukan edema
pada palpebra, ronkhi (+/+) (edema paru), asites, dan edema pretibia (+). Hasil pemeriksaan
penunjang menunjukkan adanya proteinuria (++), hematuria dengan darah 3+ dan eritrosit
15-20/lpb, albumin 3,03 g/dl. Pada kasus ini tidak ditemukan adanya hiperkolestrolemia dan
ASTO (+) sehingga kemungkinan Sindroma Nefrotik dapat disingkirkan. Dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, dapat
ditegakkan diagnosis anak ini menderita Glomerulonefritis akut post streptokokus (GNAPS).
Sindrom nefritik akut pasca infeksi streptokokus dengan gejala klinis yang jelas
termasuk penyakit dengan insiden yang tidak terlalu tinggi, sekitar 1 : 10.000. Sindrom
nefritik akut pasca infeksi streptokokus tanpa gejala insidennya mencapai jumlah 4 - 5 kali
lebih banyak. Umumnya menyerang semua usia, namun terutama laki-laki usia 3 - 7 tahun.
Diagnosis sindroma nefritik akut dibuat berdasarkan adanya: (i) oliguri (ii) edema (iii)
hipertensi serta (iv) kelainan urinalisis berupa proteinuri kurang dari 2 gram/hari (atau ++)
dan hematuri serta silinder eritrosit. Namun pada beberapa kepustakaan disebutkan proteinuri
masif dapat terjadi pada 2 - 5% penderita GNAPS usia muda, bahkan dapat menyerupai suatu
gambaran proteinuri pada sindrom nefrotik. Pada penderita (kasus) tersebut diatas, ditemukan
tiga dari empat kriteria yang terpenuhi yaitu adanya edema pada seluruh tubuh, hipertensi
grade II, serta kelainan urinalisis berupa hematuria dan proteinuria.
Penatalaksanaan yang direkomendasi pada penderita SNA post streptokokus adalah
terapi simtomatik yang berdasar pada derajat keparahan penyakit secara klinis. Tujuan utama
dari pengobatan adalah mengendalikan hipertensi dan edema. Selama fase akut, penderita
dibatasi aktivitasnya dengan pemberian diet 35 kal/kg berat badan perhari, pembatasan diet
protein hewani 0,5 . 0,7 gram/kg berat badan perhari, lemak tak jenuh, dan rendah garam
yaitu 1 gram natrium perhari. Asupan elektrolit pun harus dibatasi. Natrium 20 meq perhari,
rendah kalium yaitu kurang dari 70 . 90 meq perhari serta kalsium 600 . 1000 mg perhari.
Restriksi cairan secara ketat dengan pembatasan cairan masuk 1 liter perhari, guna mengatasi
hipertensi.
Pengobatan hipertensi dapat dengan menggunakan diuretik kuat, atau bila hipertensi
tetap tidak teratasi pilihan obat selanjutnya adalah golongan calcium channel blocker, ACE
inhibitor atau bahkan nitroprusid intravena bagi hipertensi maligna. Pada beberapa kasus
31
berat dengan kondisi hiperkalemi dan sindrom uremia yang berat diindikasikan untuk
hemodialisa. Terapi steroid intravena terutama diindikasikan untuk glomerulonefritis tipe
kresentik dengan luas lesi lebih dari 30% glomerulus total. Metil prednisolon 500 mg
intravena perhari terbagi dalam 4 dosis selama 3 - 5 hari. Namun beberapa referensi
menyebutkan tidak diindikasikan untuk pemberian terapi steroid dalam jangka panjang.
Antibiotika diindikasikan untuk pengobatan infeksi streptokokus. Pilihan obat yang
direkomendasikan adalah penicillin Prokain 50.000 IU/kgBB/hari atau eritromisin oral
50mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari.
Tatalaksana pasien ini adalah Tirah baring, diet Rendah Garam 0.5 – 1 g / hari, IVFD
RL: D5 gtt 15, Injeksi Penisilin Prokain 2 x 600.000 IU, Furosemid 2 x 20 mg IV, Captopril 2
x 6,25 mg p.o
Penderita di follow up setiap hari untuk melihat perbaikan klinis. Terjadi perbaikan
kliniks yakni bengkak dan sesak mulai berkurang, edema hilang, dan pemeriksaan urine
protein (-).Hal ini menunjukkan tatalaksana diberikan dengan baik. Edukasi pada orang tua
harus diberikan saat akan memulangkan pasien. Terutama untuk mencegah terjadinya
GNAPS berulang.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, III JWSG, Behrman RE. Nelson Textbook of
Pediatrics. 19 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p. 1801-7.
2. Rauf Syarifuddin, Albar Husein, Aras Jusli,. Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptokokus. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2012.
3. Rodriguez-Iturbe B, Haas M. Post-Streptococcal Glomerulonephritis. 2016 Feb 10. In:
Ferretti JJ, Stevens DL, Fischetti VA, editors. Streptococcus pyogenes : Basic Biology to
Clinical Manifestations [Internet]. Oklahoma City (OK): University of Oklahoma Health
Sciences Center; 2016-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK333429/
4. Lumbanbatu, Sondang Maniur. Glomerulonefritis akut pasca streptokokus pada
anak. Sari Pediatri, 2016, 5.2: 58-63.
5. S. Himawan, Klasifikasi Histopatologik Glomerulopati Primer dalam Cermin Dunia
Kedokteran Vol 8 no. 2, 1982
6. William W. Hay. Current Pediatric Diagnosis and Treatment 16 th edition. McGraw-Hill
Education, Europe, 2002
7. Dimitros Papagnou. Glomerulonephritis Acute. Available
at www.emedicine.com/med/topic27.htm. Diakses tanggal 8 September 2008
8. Robert G. Scahcht. Acute post streptococcal glomerulonephritis. Available
at www.emedicine.com/med/topic19.htm. Diakses tanggal 8 September 2008
9. Nyoman Sunarka, Hematuria Pada Anak dalam Cermin Dunia Kedokteran Vol 8 no. 134,
2002
10. John W. Graef. Manual of Pediatric of Therapeutics. Lippincot-Raven Publisher, UK,
33
1997
11. Erica L. Liebelt. Hematuria in Textbook of Pediatric Emergency 4th edition. Williams
Lippin-Lippincot, Marland. 2000
12. Rachmat Kurniawan dan Syarifuddin Rauf. Hypertensive Encephalopaty and Acute
Renal Failure in Acute Post Streptococcal Glomerulonephritis Patient dalam J. Med.
Nus Vol 27 no. 3, 2006
34