HIPERBILIRUBINEMIA
DISUSUN OLEH :
Elsya Melinda
18102211016
PEMBIMBING :
dr. Endang Prasetyowati, Sp.A
Dalam kesempatan ini puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT karena atas rahmat dan nikmat-Nya laporan kasus yang berjudul
“Hiperbilirubinemia” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis
PENGESAHAN
Pembimbing
Ditetapkan di : Ambarawa
Tanggal : Juni 2019
BAB I
PENDAHULUAN
II.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada Ibu pasien di ruang
perawatan Seruni RSUD Ambarawa tanggal 18 May 2019.
Keluhan Utama
Kuning seluruh tubuh.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sekitar 1 minggu lebih SMRS, Ibu OS mengatakan seluruh badan OS
menjadi kuning namun mereka berpikir akan menghilang sehingga tidak ada
perhatian khusus. Saat OS kontrol ke dokter dan diperiksa, dokter kemudian
menganjurkan untuk memeriksakan kadar bilirubinnya. Hasilnya bilirubin total
OS meningkat dari nilai normal, dan OS dianjurkan untuk rawat inap .
Ibu OS mengatakan tidak ada demam, batuk, pilek, muntah. OS juga masih
minum ASI dengan baik . BAB dan BAK normal. Riwayat masalah dalam
kehamilan dan persalinan, trauma persalinan, sakit hepatitis selama kehamilan,dan
riwayat penggunaan obat-obatan saat hamil disangkal Ibu OS.
Riwayat Penyakit Dahulu
OS belum pernah mengalami ini sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Di dalam keluarga, tidak ada anggota keluarga atau saudara kandung OS
yang sedang mengalami hal seperti ini. Ibu OS tidak sakit hepatitis.
Riwayat Sosial Personal ( Social – Personal History )
Keadaan ekonomi OS cukup . OS tinggal bersama ayah, ibu, dan kakaknya
di rumahnya.
Anamnesis Sistem
a. Sistem Cerebrospinal
kejang (-), keluhan kaku kuduk (-), nyeri kepala (-), muntah (-).
b. Sistem Kardiovaskular
Bengkak pada tungkai (-), kebiruan (-), dada berdebar (-)
c. Sistem Respirasi
Suara serak (-), sesak (-), sulit bernapas (-), suara ngik-ngik (-),
mengorok(-), pilek (+),
d. Sistem Gastrointestinal
BAB normal, nyeri tekan (-), kembung (-), mual (-), muntah (-), nyeri telan
(-).
e. Sistem Muskuloskeletal
Gerak aktif (+), gerak tidak terbatas, bengkak jari (-).
f. Sistem Integumentum
Tampak kekuningan pada seluruh bagian tubuh pasien.
g. Sistem Urogenital
BAK berwarna kuning jernih, menangis saat BAK (-)
h. Sistem Vestibular
Nyeri pada telinga (-), bising pada telinga (-), cairan (-)
Riwayat Kehamilan Ibu :
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan (-)
periksa ke bidan 1 kali/
Perawatan antenatal
bulan
KELAHIRAN
Tempat kelahiran Rumah sakit
Cara persalinan SC
Riwayat Imnunisasi
Imunisasi Dasar : Wajib dan Tidak Wajib
- Imunisasi Dasar Wajib
VAKSIN Dasar (umur dalam bulan)
0 1 2 4 6 9
BCG - - - - - -
DPT - - - - - -
Polio - - - - - -
Campak - - - - - -
Hepatitis B + - - - - -
sirkulasi enterohepatik.1
1) Peningkatan bilirubin
o Peningkatan produksi bilirubin
o Peningkatan sel darah merah
o Penurunan umur sel darah merah
o Peningkatan early bilirubin
o Peningkatan resirkulasi melalui enterohepatik shunt
o Peningkatan aktifitas β-glukoronidase
o Tidak adanya flora bakteri
o Pengeluaran mekonium yang terlambat
Penurunan bilirubin clearance
o Penurunan clearance dari plasma
3) Defisiensi protein karier
o Penurunan metabolisme hepatic
4) Penurunan aktifitas UDPGT
Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan
bayi dengan aspirasi mekonium atau pengeluaran mekonium lebih awal cenderung
mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Pada bayi
yang diberi minum susu formula cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak
pada mekoniumnya selama 3 hari pertama kehidupan dibandingkan dengan yang
mendapat ASI. Bayi yang mendapat ASI, kadar bilirubin cenderung lebih rendah
karena defekasinya lebih sering. Namun ASI juga dapat menyebabkan ikterik
neonatus dikarenakan kandungan ASI 2α-20β-pregnanediol yang mempengaruhi
aktifitas UDPGT atau penglepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit, atau
pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit, atau penghambatan konjugasi akibat
peningkatan asam lemak unsaturated.Hal ini disebut breast milk jaundice.1
Beberapa keadaan yang menjadi ciri dari kondisi ikterik fisiologis, meliputi:
2) Ikterik dengan kadar bilirubin serum total melebihi 12 mg/dL pada bayi
aterm dan 10 mg/dL pada bayi preterm.
4) Ikterik yang terjadi sebelum usia bayi mencapai 24 jam atau ikterik
yang terjadi setelah usia 3 minggu pada bayi aterm.
1) Faktor maternal
o Ras atau kelompok etnis tertentu (Asia, Native american, Yunani)
o Penyakit saat kehamilan (TORCH, DM)
o Komplikasi kehamilan (inkompatibilitas ABO dan Rhesus)
o Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik
o ASI
2) Faktor perinatal
o Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
o Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3) Faktor Neonatus
o Prematuritas
4) Faktor genetik
o Polisitemia
o Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
o Rendahnya asupan ASI
o Hipoglikemia
o Hipoalbuminemia
Breastfeeding jaundice
Breastfeeding jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh kekurangan
asupan ASI5. Asupan kalori yang kurang akibat kesulitan menyusui, baik dari
pihak ibu maupun dari pihak bayi, juga dapat meningkatkan kadar bilirubin
indirek serum. Keadaan ini dikenal dengan nama breastfeeding jaundice. Keadaan
ini ekuivalen dengan suatu keadaan yang pada orang dewasa disebut starvation
jaundice. Pada keadaan breastfeeding jaundice, keadaan “lapar” pada bayi
menyebabkan peningkatan aktivitas sirkulasi enterohepatik, sehingga
meningkatkan absorpsi biliburin di saluran intestinal. Breastfeeding jaundice
muncul pada 5 hari pertama kehidupan, disebabkan oleh gangguan menyusui.
Intervensi yang dilakukan pada breastfeeding jaundice berupa perbaikan masalah
yang ditemukan pada pola menyusui ibu pada bayinya. Untuk breastfeeding
jaundice dengan kadar bilirubin total melebihi 18-20 mg/dL, dapat dilakukan
fototerapi dan pemberian susu formula, walaupun sebenarnya dengan perbaikan
pola menyusui saja dapat memperbaiki kondisi breastffeeding jaundice.1
Breast-milk jaundice
Breast-milk jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh air susu ibu
(ASI). Insidens pada bayi cukup bulan berkisar 2-4%. Pada bayi yang
mendapatkan asupan ASI sejak hari-hari pertama kehidupannya, dapat terjadi
pemanjangan kondisi ikterik fisiologis hingga minggu ke-3 pasca kelahiran.
Keadaan ini dikenal dengan nama breastmilk jaundice. Kadar bilirubin total serum
pada 5 hari pertama cenderung sama dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI,
lalu kemudian meningkat secara stabil hingga minggu ke-3. Pada beberapa kasus,
bilirubin total serum dapat tetap meningkat hingga beberapa minggu berikutnya,
namun sebagian besar kasus jarang melewati kadar bilirubin total > 25 mg/dL.
Setelah mencapai puncak, kadar bilirubin total akan berangsur turun dengan
sendirinya pada breastmilk jaundice. bilirubin terus naik, bahkan dapat mencapai
20-30 mg/dL pada usia 14 hari. Bila ASI dihentikan, bilirubin akan turun secara
drastis dalam 48 jam. Bila ASI diberikan kembali, maka bilirubin akan kembali
naik tetapi umumnya tidak akan setinggi sebelumnya. Bayi menunjukkan
pertambahan berat badan yang baik, fungsi hati normal, dan tidak terdapat bukti
hemolisis. Mekanisme sesungguhnya yang menyebabkan breast-milk jaundice
belum diketahui, tetapi diduga timbul akibat terhambatnya uridine
diphosphoglucuronic acidglucuronyl transferase (UDGPA) oleh hasil
metabolisme progesteron, yaitu pregnane-3-alpha 2-beta-diol yang ada di dalam
ASI sebagian ibu.5 Pada kasus breastmilk jaundice dengan kadar bilirubin total >
25 mg/dL, perlu dilakukan intervensi berupa fototerapi dengan melanjutkan
pemberian ASI, atau menggantikan asupan ASI dengan susu formula selama 24
jam.
III.5. EPIDEMIOLOGI
Hiperbilirubinemia merupakan kondisi yang umum ditemukan di seluruh
dunia.Penelitian di Di Amerika Serikat, sebanyak 65% bayi baru lahir
menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya.Di Malaysia pada
tahun 1998, 75% bayi baru lahir menderita hiperbilirubinemia dalam minggu
pertama kehidupan. Catania, Italia mendapatkan insiden hiperbilirubinemia
19% dari bulan Januari 2006 sampai Januari 2007.Penelitian insiden
hiperbilirubinemia di Pakistan didapatkan 27,6%.
Di Indonesia,data epidemiologi yang ada menunjukkan bahwa kurang
dari 50% bayi baru lahir menderita hiperbilirubinemia yang dapat di deteksi
secara klinis dalam minggu pertama kehidupannya.
III.6.ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa factor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum
dapat dibagi :
c. Obstruksi mekanik4
III.7.PATOFISIOLOGI
Pembentukan bilirubin
Pembentukan bilirubin terjadi di sistem retikuloendotelial. Awalnya
bilirubin mengalami oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari
heme dengan bantuan enzim heme oksigenase. Enzim ini sebagian besar berada di
dalam hati. Kemudian terbentuklah karbonmonoksida dan terlepaslah besi yang
akan digunakan kembali di pembentukan hemoglobin selanjutnya. Biliverdin
kemudian direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin
bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui
reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik
dan terikat dengan hidrogenserta pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan
mengekskresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.1,2
Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme
eritrosit sirkulasi, dan sisanya dinamakan early labeled bilirubin berasal dari
eritropoiesis yang tidak sempurna di sumsum tulang, jaringan, dan heme
bebas.Bayi baru lahir memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan
orang dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi
baru lahir disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari)
dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari) , peningkatan degradasi heme , turn
over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang
meningkat (sirkulasi enterohepatik).1
Mekanisme pembentukan bilirubin
Gambar 3. Diagram Metabolisme Bilirubin
Transportasi bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial,
selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin .Bayi
baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin
karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang
kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar
dan tidak larut dalam air dan kemudian akan ditransportasi ke sel hepar.
Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan saraf
pusat dan bersifat non toksik . Selain itu , albumin juga mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap obat-obat bersifat asam seperti penisilin dan sulfonamid.
Obat-obat tersebut akan menepati tempat utama perlekatab albumin untuk
bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula melepaskan ikatan
Konjugasi bilirubin
Bilirubin tidak dikonversikan kebentuk bilirubin konjungasi yang larut
dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine disphosphate
glucoronosyl transferase (UDPG-T) .Katalisa oleh enzim ini akan merubah
formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjungasi
menjadi bilirubin diglukoronida. Substrast yang digunakan untuk
transglukoronidase kanalikuler adalah bilirubin monoglukoronida. Enzi mini akan
memidahkan satu molekul asam glukuronida dari satu molekul bilirubin
monoglukuronida ke yang lain akan menghasilkan pembentukan satu molekul
bilirubin diglukuronida.1
Penelitian invitro tentang enzim UDPG-T pada bayi baru lahir didapatkan
defisiensi aktifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan , aktifitas enzim ini
meningkat melebihi bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentrasi bilirubin
serum akan menurun . Kapasitas total konjungasu akan sama dengan orang
dewasa pada hari ke 4 kehidupan . Pada periode bayi baru lahir, konjungasi
Ekskresi bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan dieksresi kedalam
kandung empedu kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui
feses. Proses ekskresinya sendiri merupakan proses yang memerlukan energi.
Setelah berada dalam usus halus , bilirubin terkonjugasi tidak langsung di
reabsorbsi , kecuali dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjungasu
oleh enzim beta glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resobsi kembali
bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk dikonjungasu kembali
Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa , yaitu pada
mukosa usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim beta
glukoronidase yang dapat menghidrolisa monoglukoronidase dan glukoronida
kembali menjadi bilirubin yang tak terkonjungasu yang selanjutnya akan
diabsobsi kembali. Setelah itu pada bayi baru lahir , lumen usus halusnya steril
sehingga bilirubin konjungasu tidak dapat dirubah menjadi sterkobilin (suatu
III.8.MANIFESTASI KLINIS
Ikterik merupakan gambaran klinis dari kondisi hiperbilirubinemia (> 5
mg/dl). Untuk memastikan tampilan warna ikterik perlu dilakukan penilaian
dengan menekan kulit dibawah pencahayaan yang baik, diutamakan menggunakan
cahaya alami pada siang hari9. Warna kuning pada kulit akan bergerak secara
III.9. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan melihat dari faktor risiko, onset ikterik, gejala klinis,
dan pemeriksaan bilirubin.Dimulai dari anamesa adanya riwayat keluarga dengan
kelahiran kuning seperti pada Gilbert syndrome, ada riwayat pengobatan tertentu
pada pasien seperti sulfadiazine dan ceftriaxon.Adakah riwayat keluarga dengan
anemia, splenectomi, penyakit hemolitik dan penyakit hati.Diperlukan juga
riwayat kehamilan dan kelahiran.Riwayat minum ASI atau PASI dan adanya
penurunan berat badan, gejala hipotiroid, gangguan metabolik seperti
galaktosemia.Golongan darah bayi, ayah dan ibu juga dibutuhkan untuk
kernikterus.1,3
Gambar 5. Grafik Kadar Billirubin Sesuai Usia Postnatal
Laki-laki1
Pemeriksaan meliputi kadar bilirubin serum total, bilirubin indirek dan bilirubin
direk yang biasanya dilakukan dengan mengambil darah bayi untuk diperiksa di
laboratorium. Metode nonivasif untuk mengukur kadar bilirubin yang disebut
sebagai transcutaneous bilirubin (TcB) telah dikembangkan. Alat yang digunakan
disebut sebagai jaundicemeter, yang akan mengukur warna kulit dengan
reflectance spectrophotometry. Alat ini dianjurkan sebagai sarana skrining pada
bayi-bayi baru lahir yang berisiko mengalami ikterik.
pemberian obat-obatan.1
< 28 0/7 5– 6 11 – 14
28 0/7 – 29 6/7 6– 8 12 – 14
30 0/7 – 31 6/7 8 – 10 13 – 16
Fototerapi Intensif
Fototerapi intensif adalah terapi radiasi cahaya dengan panjang
gelombang 430-490 nm, dengan daya 30 µW/cm2 per nm atau lebih. Radiasi
cahaya dipancarkan pada area permukaan tubuh bayi seluas-luasnya untuk hasil
yang optimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi optimalisasi fototerapi
dalam penanganan fototerapi adalah:
pertama.9
fototerapi dihentikan bila kadar bilirubin total 1-2 mg/dL dibawah kadar saat
inisiasi dilakukan.12
2) Penggunaan Farmakologi
a. Imunoglobulin intravena digunakan pada bayi dengan Rh yang berat
dan inkompabilitas ABO untuk menekan isoimun dan menurunkan
tindakan transfusi ganti
b. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang
aktifitas dan konsentrasi UPGDT dan ligandin serta dapat
meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin
c. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan
metalloprotoporphyrin yang merupakan analog sintesis heme. Zat ini
efektif sebagai inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, yang
diperlukan untuk katabolisme heme manjadi biliverdin.
d. Tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat
menurunkan kadar bilirubin serum.
Pemberian inhibitor β-glukoronidase pada bayi sehat cukup bulan yang
mendapat ASI dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus
menjadi berkurang.1
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah
lampu neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang
berfentilasi.Agar bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm)
lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang
pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak
bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah
penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi
atau inkubator dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada
untuk memantulkan kembalisinar sebanyak mungkin ke arah bayi.6,7
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat
seluas-luasnya, yaitu dengan membuka pakaian bayi.Posisi bayi sebaiknya
diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat
menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama
penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan
terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 µmol/L). Lamanya
menyertainya diperbaiki.6
Transfusi Tukar
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan
dengan cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam
mengganti eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang
menimbulkan hemolisis.Walaupun transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi
efek samping dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu diperhatikan dan
karenanya tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi. Kriteria melakukan
transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin
terhadap albumin.
Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang
akan diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila
hiperbilirubinemia yang terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah
ABO, darah yang dipakai adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan
lain yang tidak berkaitan dengan proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah
yang bergolongan sama dengan bayi. Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat
dipakai darah golongan O yang kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun
tidak ada, maka dapat dimintakan darah O dengan titer anti A atau anti B yang
rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk transfusi tukar berkisar antara 140-180
cc/kgBB.6
hubungan dengan transfusi tukar sebesar 3 dari 1.000 prosedur transfusi tukar.9
5. McCance, KL, Huether , SE. Pathophysiology; 6th ed. Utah: Mosby. 2009.
6. Behrman, RE, Kliegman RM. The Fetus and the Neonatal Infant,
In : Nelson Textbook of pediatrics; 19 th ed. California: Saunders. 2011; 550-
8
12. Maisels, MJ, Watchko, JF, Bhutani, VK, Stevenson, DK. „An approach to
the management of hyperbilirubinemia in the preterm infant less than 35
weeks of gestation‟. 2012. Journal of Perinatology, Vol. 32, hlm. 660-
664.