ASMA BRONKIAL
DISUSUN OLEH :
Elsya Melinda
18102211016
PEMBIMBING :
dr. Endang Prasetyowati, Sp.A
Dalam kesempatan ini puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT karena atas rahmat dan nikmat-Nya laporan kasus yang berjudul “Asma
Bronkial” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis
PENGESAHAN
Pembimbing
Ditetapkan di : Ambarawa
Tanggal : Juni 2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada Ibu pasien di Bangsal
Anggrek RSUD Ambarawa tanggal 14 May 2019.
Keluhan Utama
Sesak.
Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak perempuan usia 9 tahun diantar keluarga datang ke RSUD
Ambarawa dengan keluhan utama sesak selama kurang-lebih 3 hari terakhir.
Keluhan sesak tersebut disertai dengan bunyi mengi. Keluhan tersebut dirasakan
terutama pada malam hari dan terkadang pada siang hari. Sesak tidak membaik
dengan perubahan posisi ataupun dengan penggunaan obat . Sesak tidak disertai
dengan bengkak pada wajah atau kelopak mata, atau bengkak pada kedua tungkai.
Menurut orangtuanya, OS ini bukan sesak yang pertama karena sebelum ini
beberapa kali pernah mengalami sesak nafas sebanyak 3-4 kali dalam sebulan dan
biasanya sering kambuh ketika OS melakukan aktivitas seperti lari-lari dan
kelelahan. Sesak juga tidak disertai dengan kebiruan pada telapak tangan, kaki
atau biru pada mulut. Sesak dirasakan lebih dari satu kali dalam seminggu dan
lebih dari satu kali dalam sehari. Sesak mengganggu aktifitas. Pasien dapat
berbicara dalam penggalan kalimat. Nyeri dada disangkal.
Keluhan tersebut disertai dengan batuk dan pilek yang sudah berlangsung
selam 1 minggu yang sering timbul terutama pada malam hari. Batuk berdahak
dan tidak terdapat darah (-).
Menurut ibu pasien, pasien tidak alergi terhadap makanan seperti susu,
coklat atau seafood.
Demam disangkal oleh ibu pasien (-). Berkeringat di malam hari (-), berat
badan tidak kunjung naik (-). Semenjak sakit pasien menjadi lemas dan tidak
nafsu makan. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Anamnesis Sistem
a. Sistem Cerebrospinal
kejang (-), keluhan kaku kuduk (-), nyeri kepala (-), muntah (-).
b. Sistem Kardiovaskular
Bengkak pada tungkai (-), kebiruan (-), dada berdebar (-)
c. Sistem Respirasi
Suara serak (-), sesak (+), sulit bernapas (+), suara ngik-ngik (+),
mengorok(-), pilek (+),
d. Sistem Gastrointestinal
BAB normal, nyeri tekan (-), kembung (-), mual (-), muntah (-), nyeri telan
(-).
e. Sistem Muskuloskeletal
Gerak aktif (+), gerak tidak terbatas, nyeri sendi (-), sendi bengkak (-),
sendi panas (-), nyeri ngilu pada tulang (-), kaku sendi (-), bengkak jari (-).
f. Sistem Integumentum
Tidak ada bercak-bercak kemerahan pada kulit, jaringan adipose kulit
normal.
g. Sistem Urogenital
BAK berwarna kuning jernih, nyeri BAK (-), tidak menahan BAK, BAK
terasa lampias tidak tersendat, nyeri pinggang (-), konsumsi air putih ± 5
gelas/ hari.
h. Sistem Vestibular
Nyeri pada telinga (-), bising pada telinga (-), cairan (-)
Riwayat Imunisasi:
a. 0 bulan : hepatitis B 0
b. 1 bulan : BCG, polio 1
c. 2 bulan : DPT-HB, polio 2
d. 3 bulan : DPT-HB, polio 3
e. 4 bulan : DPT-HB, polio 4
f. 9 bulan : campak
g. 18 bulan : DPT-HB
h. 24 bulan : campak
Kesan : pasien mengikuti imunisasi lengkap yang diadakan puskesmas.
Riwayat Pertumbuhan
BB sekarang : 45 kg
TB sekarang : 140 cm
Status Gizi
BB/TB : presentile -1 SD sampai 0 SD, Normal
BB/U : presentile 0 SD sampai -2 SD, Normal
TB/U : presentile -2 SD sampai 0 SD, Normal
Genogram
Kakak
Status Generalis
Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh:
Pucat (+), Sianosis (-), Perdarahan (-), Oedem (-), Turgor cukup,
Lemak bawah kulit cukup
Kepala :
Normocephal, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak mudah
dicabut, kulit kepala tidak ada eritema dan skuama, ubun-ubun menutup
Mata :
Palpebra tidak edema, tidak cekung, konjungtiva anemis (-/-)dan
sclera tidak ikterik, kornea jernih (+/+), lensa jernih (+/+), refleks cahaya
langsung dan tidak langsung (+/+)
Telinga
o Daun telinga : Bentuk, besar dan posisinya normal
o Lubang telinga : Tidak ada sekret, serumen (-)
o Gendang telinga : Sedikit cekung dan mengkilat
Hidung :
bentuk normal, secret (-), pernafasan cuping hidung +/+
Tenggorokan :
Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Mulut :
Bibir tidak sianosis, mukosa bibir lembab dan pucat, lidah tidak
kotor
Leher :
Trachea di tengah, tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening
Thorax :
Bentuk simetris, tidak ada deformitas, retraksi pernafasan
suprasternal
Paru :
o Inspeksi : Bentuk normal, simetris dalam keadaan statis
dan dinamis, retraksi suprasternal(+)
o Palpasi : Taktil fremitus kanan sama dengan kiri
o Perkusi : sonor dikedua lapang paru
o Auskultasi : suara napas bronkovesikuler (+/+), ronki (+/+),
wheezing (+/+)
Jantung :
o Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis, thrill (-)
o Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
o Perkusi : redup, batas jantung kasar kesan jantung tidak membesar.
o Auskultasi : SI-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
o Inspeksi : Datar, tidak tampak gambaran vena, tidak tampak gerakan
peristaltik usus
o Auskultasi : Bising usus terdengar normoperistaltik
o Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, tidak terdapat nyeri
tekan, turgor kulit tidak menurun
o Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas :
Petekie (-), purpura(-). Akral normal, CRT <2 detik, tidak edem, sianosis
(-)
Refleks Kanan Kiri
Bisep + +
Trisep + +
Patella + +
Refleks patologis
- Babinsky _ _
Rangsang meningeal
- Kaku kuduk _ _
- Brudzinsky I _ _
- Brudzinsky II _ _
- Kerniq _ _
- Laseq _ _
1.8 Prognosis
Ad Vitam : dubia
Ad Sanationam : dubia
Ad fungsionam : dubia
FOLLOW UP
Tgl S O A P
14/05/19 -sesak KU: gelisah dan Status -Rujuk
bertambah sesak asmatikus -digoxin 2x1/2
N:198x/m, -Demam(-) kes: CM persisiten tab
regular,isi -batuk (+) Kepala: berat -nebulizer
cukup,kuat -Pilek (+) normocephali meptin+flexoti
angkat -Muntah (+) Mata:RC L/TL +/+ de 1 amp/ 4jam
T:36,7 ºC cekung(-/-),CA(-/-) selang-seling
RR:50x /m Hidung: -aminofilin
SpO2: 93% normosepta secret - drip
/-, septum deviasi, -inj.
nafas cuping Dexametasone
hidung (+) 5 mg
Mulut: tonsil T1-
T1, uvula di
tengah,hiperemis(-
),bibir kering(+),
mukosa lembab (+)
Leher: KGB dan
tiroid: ttm, kaku
kuduk (-)
Thorax: P:
retraksi suprastenal
dan sela iga (+)
C/ BJI-II reg, m(-
),g(-)
P/
SNV+/+,rh+/+,wh+
/+
Abdomen:supel,
BU(+)
5x/menit,turgor
baik
Ekstremitas: CRT<
2”
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/-
Defisit Neurologis
(-)
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III. Asma
III.1. Definisi
GINA mendefinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronis saluran
nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T.
Pada orang yang rentan inflamasi tersebut menyebabkan episode mengi berulang,
sesak nafas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala tersebut biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas
namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara
spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi tersebut juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.1
3. Riwayat atopi
Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya resiko asma persisten dan
beratnya asma. Pada anak usia 16 tahun dengan riwayat asma atau mnegi, akan terjadi
serangan mengi dua kali lipat lebih banyak jika anak pernah megalami hay fever,
rhinitis alergi, eksema. Anak dengan mengi persisten dalam kurun waktu 6 bulan
pertama kehidupan mempunyai kadar IgE lebih tinggi daripada anak yang tidak
pernah mengalami mengi, pada usia 9 bulan5
4. Lingkungan
Adanya allergen di lingkungan hidup anak meningkatkan resiko penyakit
asama. Allergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain adalah serpihan
kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa. 5
5. Ras
Dilaporkan prevalens asma dan kejadian asma pada ras kulit hitam lebih
tinggi daripada kulit putih. 5
6. Asap rokok
Prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada
anak yang tidak terpajan asap rokok. Resiko asap rokok sudah dimulai sejak janin
dalam kandungan, umumnya berlangsung terus setelah anak di lahirkan. 5
7. Outdoor air pollution
Beberapa partikel halus di udara seperti debu jalan raya, nitrat oksida,
karbon monoksida, atau SO2 diduga berperan pada penyakit asma, meningkatkan
gejala asma, tetapi belum didapatkan bukti yang pasti. 5
8. Infeksi respiratorik
Beberapa penelitian mendapatkan bahwa adanya hubungan terbalik antara
atopi dengan infeksi respiratori. 5
III.4. Patogenesis
Pada sekitar tahun 1970, asma diartikan sebagai sumbatan jalan napas yang
timbul mendadak, dan akan membaik secara spontan atau dengan pengobatan.
Mekanisme utama timbulnya gejala asma diakibatkan hiperreaktivitas bronkus,
Pada banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma
dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent.
Pada populasi diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40%
penderita asma anak dan dewasa.4,5
Batuk kering berulang dan mengi adalah gejala utama asma pada anak.
Pada anak yang lebih besar dan dewasa, gejala juga dapat berupa sesak napas,
dada terasa berat gejala biasanya akan memburuk pada malam hari yang dipicu
dengan infeksi pernapasan dan inhalasi alergen. Gejala lainnya dapat
tersembunyi dan tidak spesifik seperti keterbatasan aktivitas dan cepat lelah.
Riwayat penggunaan bronkodilator dan atopi pada pasien atau keluarganya
dapat menunjang penegakan diagnosis.1
interstitial paru, serta pada beberapa anak dengan kelainan obstruktif jalan nafas.5
second (FEV1) dan vital capacity (VC) dengan alat spirometer serta
pengukuran peak expiratory flow (PEF) atau arus puncak ekspirasi (APE)
dengan peak flow meter. Pengukuran variabilitas dan reversibilitas fungsi paru
dalam 24 jam sangat penting untuk mendignosis asma, melalui derajar berat
penyakit asma dan menjadi acuan dalam strategi pedoman pengelolaan asma. 5.
Penilaian status alergi dengan uji kulit atau pemeriksaan IgE spesifik
dalam serum tidak banyak membantu diagnosis asma, tetapi pemeriksaan ini
dapat membantu menentukan faktor resiko atau pencetus asma.
III.7. Penatalaksanaan
1.Non medika mentosa (edukasi)
Serangan ringan-sedang
Pada pasien yang memenuhi kriteria gejala klinis untuk serangan asma ringan
sedang, sebagai tindakan awal pasien diberikan agonis β2 kerja pendek lewat
nebulisasi atau MDI dengan spacer, yang dapat diulang hingga 2 kali dalam 1 jam,
dengan pertimbangan untuk menambahkan ipratropium bromida pada nebulisasi
ketiga. Pasien diobservasi, jika tetap baik pasien dapat dipulangkan. Walaupun
mungkin tidak diperlukan, tetapi untuk persiapan keadaan darurat, sejak di UGD
pasien yang diobservasi sebaiknya langsung dipasangkan jalur parenteral.
Pasien
dibekali dengan obat agonis β2 (hirupan atau oral) yang diberikan setiap 4-6 jam.
Inhalasi bronkodilator diberikan dalam bentuk MDI dengan spacer atau nebulisasi
yang sama keefektifannya. Penambahan ipratropium bromida selain agonis β2 dapat
diberikan apabila pasien dapat diedukasi untuk menggunakan kombinasi tersebut
pada serangan yang lebih berat. Pada serangan asma ringan sedang
diberikan steroid sistemik (oral) berupa prednison atau prednisolon dengan
dosis 1-2 mg/kgBB/hari selama 3-5 hari, tanpa tappering off, maksimal pemberian
1 kali dalam 1 bulan. Pemberian steroid ini harus dilakukan dengan cermat untuk
mencegah pengulangan lebih dari 1 kali per bulan dan pada saat penulisan resep
tambahkan keterangan 'do not iter'. Pasien kemudian dianjurkan untuk kontrol
ke klinik rawat jalan dalam waktu 3H5 hari untuk direevaluasi tata laksananya.
Selain itu, jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat
pengendali dilanjutkan. 8
Pasien dengan gejala dan tanda klinis yang memenuhi kriteria serangan asma
berat harus dirawat di ruang rawat inap. Nebulisasi yang diberikan pertama kali
adalah agonis β2 dengan penambahan ipratropium bromida. Oksigen 2-4 liter per
menit diberikan sejak awal termasuk pada saat nebulisasi.Pasang jalur parenteral
pada pasien dan lakukan pemeriksaan rontgen toraks. Steroid sebaiknya diberikan
secara parenteral. Apabila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti
napas, pasien harus langsung dirawat di ruang rawat intensif. Pemeriksaan
rontgen toraks dilakukan untuk mendeteksi adanya komplikasi pneumotoraks
dan/atau pneumomediastinum. 8
koreksi asidosisnya.
o Steroid intravena diberikan secara bolus, setiap 6-8 jam. Dosis steroid
intravena adalah 0,5-1 mg/kgBB/hari.
o Nebulisasi agonis β2 kerja pendek kombinasi dengan ipratropium bromida
dengan oksigen dilanjutkan setiap 1-2 jam. Jika dalam 4-6 kali pemberian
mulai terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian dapat diperlebar menjadi
pemberian peroral.
o Jika dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan
dengan
dibekali obat agonis β2 (hirupan atau oral) yang diberikan setiap 4-6 jam
selama 24-48 jam. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol
ke klinik rawat jalan dalam 3-5 hari untuk reevaluasi tata laksana.
III.8. Prognosis
Pada umumnya bila segera di tangani dan adekuat, prognosis asma adalah
baik. Mortalitas akibat asma sedikit nilainnya. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang
berjumlah kira-kira 10 juta. Informasi mengenai perjalanan klinis asma
mengatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien,
khususnya pasien yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak.
DAFTAR PUSTAKA