Anda di halaman 1dari 17

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Oedipus Complex merupakan kondisi seksual dimana seorang pria


menyukai atau lebih tertarik terhadap wanita yang memiliki perbedaan
usia yang cukup signifikan dibanding usianya sendiri. Istilah ini diambil
dari mitos Yunani yang bercerita tentang Oedipus Rex, seorang raja
Thebes yang tanpa diketahui dirinya telah membunuh ayah kandungnya
sendiri yang bernama Laios, dan menikahi ibunya yang dan kemudian
digunakan oleh Sigmund Freud yang merupakan bapak psikologi
analisis dari Austria untuk menamakan Oedipus Complex pada akhir
1800an. Freud mencetuskan istilah ini guna merujuk suatu tahapan
perkembangan psikoseksual pada masa anak-anak, dimana anak laki-laki
menganggap ayah mereka sebagai musuh dan saingan dalam meraih cinta
dan kasih sayang dari ibunya. Kecenderungan pria yang jatuh cinta kepada
wanita yang lebih tua darinya adalah sebuah obsesi atas karakter ibunya.
Kemungkinan sejak kecil si pria tersebut memiliki kedekatan secara
emosional terhadap figur seorang ibu. Sehingga, secara tidak langsung,
alam bawah sadarnya merekam memori kasih saying yang selama ini
diberikan sang bunda. (Kasandra:2010).

Oedipus Complex adalah sebutan untuk seorang anak lelaki yang


mempunyai hasrat seksual yang besar terhadap ibunya dan merasa cemburu
terhadap ayahnya sendiri. Istilah Oedipus Complex diambil dari sebuah
legenda di Yunani, legenda Oedipus, seorang anak yang jatuh cinta kepada
ibunya, setelah ia membunuh ayahnya. Pertama kali istilah ini digunakan
oleh Sigmund Freud, seorang psikiatris kawakan dari Austria pada akhir
tahun 1800-an. Oedipoes complex adalah mitos Yunani kuno yang
menceritakan baha karena perasaan cinta kepada ibunya, maka Oediploes
2

membunuh ayahnya. Kejadian demikian itu berawal dari manusia primitif.


Mereka bersekongkol untuk membunuh ayah yang berasal dalam masyarakt
promiscutas. Setelah ayah mereka mati, maka timbullah rasa bersalah (sense
of guilt) pada anak-anak itu. (Haji Jalaluddin)

Pada masa selanjutnya, Freud sedikit mengubah pandangannya


dengan mengatakan bahwa untuk anak laki-laki sudah ada sejarah
identifikasi dengan ayahnya yang tidak menyertakan persaingan dengannya.
Lebih jauh, untuk anak perempuan Freud beranggapan bahwa hubungan
dengan ibunya sebagai sangat penting untuk memahami perkembangan
psikoseksualnya, yang mempengaruhinya dalam memasuki Oedipus
complex.

Oedipus Complex dalam aliran psikoanalisis Sigmund Freud merujuk


pada suatu tahapan perkembangan psikoseksual di masa anak-anak berjenis
kelamin laki - laki menganggap ayah mereka sebagai musuh dan saingan
dalam meraih cinta yang eksklusif dari ibunya.

Menurut seorang psikolog bernama A. Kasandra, kecenderungan


pria yang jatuh cinta kepada wanita yang lebih tua darinya, karena terobsesi
karakter ibunya. Kemungkinan sejak kecil si pria tersebut memiliki
kedekatan secara emosional terhadap figur seorang ibu, sehingga secara tak
langsung alam bawah sadarnya merekam memori kasih sayang yang selama
ini diberikan sang ibu.

Penderita Oedipus Complex pada saat masa kecilnya berusaha untuk


menahan hasrat seksualnya terhadap sang ibu dan perasaan cemburu
terhadap sang ayah. Akibatnya anak tersebut mempunyai perasaan bersalah
yang berlebihan dan mengalami konflik emosional sampai ia dewasa.
Oedipus Compleks terjadi karena faktor kejiwaan yang didapatkan sejak
dari masa kecil, seperti contohnya terlalu dekat atau terlalu dilindungi oleh
ibunya.
3

Sigmund Freud berpendapat bahwa setiap orang mengalami Oedipus


Complex pada usia sekitar 2-5 atau 6 tahun dalam proses perkembangan
psikologisnya. Nama ini diambil dari mitos Yunani yang bercerita tentang
Oedipus yang mencintai ibunya sendiri dan akhirnya membunuh ayahnya
untuk menikahi ibunya. Freud melihat bahwa yang dialami oleh tokoh
dalam mitos ini sama dengan yang terjadi pada perkembangan psikologis
setiap orang. Freud kemudian memakai nama tokoh mitos ini untuk
menggambarkan konsepnya. Bertens mendefinisikan konsep Freud tentang
Oedipus Complex ini sebagai, “Keseluruhan pikiran dan perasaan yang
sebagian besar tak sadar yang berkisar pada keinginan anak kecil untuk
memiliki orang tua yang jenis kelaminnya berbeda dengan dia dan
menyingkirkan orang tua yang jenis kelaminnya sama.” Bagi Freud, setiap
orang mengalami fase cinta pada orang tua sendiri, yang kemudian diakhiri
dengan sublimasi terhadap perasaan tersebut. Tulisan ini memaparkan
penjelasan tentang Oedipus Complex serta berlangsungnya gejala tersebut,
mulai dari kemunculan sampai dengan penyelesaiannya.
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Oedipus Complex

Oedipus Complex (kompleks Oedipus) merupakan suatu istilah yang


digunakan oleh Freud dalam teorinya tentang tahap perkembangan
psikoseksual untuk menggambarkan perasaan seorang anak laki-laki yang
mencintai ibunya, disertai rasa cemburu dan kemarahan terhadap ayahnya.
Menurut Freud, anak laki-laki itu ingin memiliki ibunya dan menggantikan
ayahnya, yang ia dilihat sebagai pesaing untuk mendapatkan kasih sayang
ibunya. Oedipus Complex terinspirasi dari karakter di Sophocles (cerita kuno
yunani) dimana ‘Oedipus Rex yang secara tidak sengaja membunuh ayahnya
dan menikahi ibunya’.

2.2 Dasar Psychoanalysis Freudian

Untuk lebih memahami dan menganalisa Oedipus Complex, kita wajib


melihat dasar psikologi Freudian atau analisis psiko. Freud memulai misinya
di dunia psikologi dengan pengobatan histeria yang menurutnya disebabkan
oleh hasrat seksual tetapi sayangnya ini tidak diakui oleh mentornya Dr.
Joseph Breuer di bawah bimbingan Freud yang sedang belajar tentang
histeria.4 Presupposisi tentang penyakit psikologis adalah salah satu dasar
teori seks Freud. Selain itu, dia memiliki dugaan atau asumsi bahwa adanya
pembagian otak manusia dan fungsinya. Dia sangat percaya dan
mempopulerkan ide pikiran sadar dan tidak sadar. Dalam hipotesisnya,
pikiran sadar adalah apa yang disadari oleh seseorang pada saat tertentu
seperti persepsi, ingatan, pikiran, fantasi, perasaan, dl, dan pikiran bawah
sadar seseorang saat ini yang bekerja erat dengan pikiran sadar atau ingatan
yang saat ini tidak ada. Menurut Freud kedua hal ini adalah bagian terkecil
5

dari otak, bagian terbesar adalah apa yang dia sebut ketidaksadaran. Dalam
pandangan Freud, tingkat pikiran bawah sadar ini adalah sumber motivasi
manusia seperti keinginan untuk seks, makanan, dan sebagainya.4 Lebih jauh,
psikologi Freudian sebagian besar didasarkan pada objek yang dipandu oleh
kebutuhan; lapar, haus, menghindari rasa sakit dan seks. Dr. C. Boeree
berkomentar bahwa “Ketika semua orang berpikir tentang laki-laki dan
perempuan sebagai peran yang ditentukan oleh alam atau Tuhan, dia
menunjukkan betapa mereka bergantung pada dinamika keluarga”.5 Oleh
karena itu, pemikiran Freud seharusnya dipandu oleh keinginan. Baginya
keinginan ini adalah faktor fundamental dari kehidupan dan jiwa manusia
selain dari fungsi spiritual dan moral. Menurut Freud, di antara organ utama
yang termasuk bagian penting adalah sistem saraf yang dikenal sebagai id di
awal. Id ini mengubah kebutuhan organisme menjadi kekuatan motivasi yang
disebut Freud keinginan. Di sini ada kontradiksi besar mengenai id. Dr. C.
Boeree mengatakan “Bayi, dalam pandangan Freudian, adalah murni atau
hampir murni”.5 Sekarang pertanyaan muncul dari id seorang anak murni
mengenai bagaimana dia memiliki kompleksitas seksual atau keinginan yang
menyebabkan dia iri pada ayahnya bahkan menginginkan kematian ayahnya.
Selain itu, analisis Freud tentang otak manusia didasarkan pada pembagian
imajinatif otak manusia ke dalam tiga tingkat (seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.2) yang sebenarnya tidak ada dan bertentangan dengan gambar-
gambar nyata otak manusia seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.

Ini adalah fakta yang diketahui dengan baik, bahwa otak manusia
memiliki beberapa kesadaran serta beberapa perasaan dan fungsi yang tidak
disadari, tetapi timbul pertanyaan yang menjadi kekhawatiran, bahwa apakah
otak secara alami terbagi atau tidak. Ataukah benar-benar ada tingkat pikiran
yang tidak sadar yang menjadi landasan bagi hasrat seksual. Jika benar
dengan bukti empiris, maka teori Freud memiliki daya tarik secara universal,
jika tidak psikologi modern dan peradaban harus dipertimbangkan kembali
dan berhati-hati mengenai efeknya yang dapat menjadi malapetaka.
6

Gambar 2.1. Major internal parts of the human brain.

Menurut Dr. C. Boeree “Behavioris, humanis, dan eksistensialis”


percaya bahwa (a) motivasi dan masalah dapat dikaitkan dengan
ketidaksadaran jauh lebih sedikit daripada pemikiran Freud, dan (b)
ketidaksadaran bukanlah suatu hal yang sangat mempengaruhi aktivitas yang
ia lakukan. Sebagian besar psikolog modern saat ini melihat ketidaksadaran
sebagai hal yang tidak kita butuhkan atau tidak ingin kita lihat. Beberapa ahli
teori tidak menggunakan konsep sama sekali ”.5 Sebaliknya, alih-alih tiga
tingkat di otak kita, psikolog modern dan ahli biologi lebih suka menemukan
keberadaan kelenjar di otak manusia seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.3. Psikolog terkenal lain, Carl Jung, mengatakan bahwa itu adalah konsep
ketidaksadaran yang membuat Freud tidak ada apa-apa selain lemah.
Kesadaran adalah sisi lain dari fungsi atau perasaan otak bukan tingkat atau
7

bagiannya. Tidak ada pemisahan atau bagian-bagian terpisah di otak yang


dikenal sebagai id, ego dan superego.5

Gambar 2.2 Freud’s imaginative division of brain

Profesor Joseph Jastrow dalam karyanya yang menonjol 'Freud: Impian


dan Teori Seksinya' memberikan evaluasi yang agak rasional atas hipotesis
pikiran bawah sadar Freud. Dia mengatakan bahwa ketidaksadaran adalah
sumber fundamental psikologi Freudian. Semua gerakan Freudian dijalankan
berdasarkan konsep ini, sebenarnya itu hanyalah skema. Pertanyaan mendasar
di sini ditipu. Jika kita menerima ini maka kita mungkin juga menerima
konsep hantu kuno, yang diterapkan oleh Morceress untuk pengobatan
histeria. Meskipun Freud mendapat beberapa popularitas tetapi itu seperti
Hoodman yang juga mencapai ketenaran karena pembagian pikirannya
berdasarkan tebakan. Dia telah mengklaim bahwa manusia memiliki dua
8

pikiran tetapi kemudian asumsi ini dibuang sebagai hal yang tidak ilmiah. Itu
memang tetap sebagai bab yang salah dalam sejarah ketidaksadaran.5

Gambar 2.3. Existence of Glands in Human Brain

Demikian juga, Dalpon mengatakan pikiran bawah sadar Freud tidak


memiliki nilai ilmiah. Ini adalah bayangan hantu dan harus dibuang seperti
yang dispekulasikan oleh Hoodman. Dia lebih lanjut mengatakan bahwa dia
seharusnya sampai pada kesimpulan ini, bahwa ketidaksadaran Freud
hanyalah cerita imajinatif tanpa dasar.4 Jadi sekarang mudah untuk
menyimpulkan bahwa konsep seks Freud yang tersisa di alam bawah sadar
juga tidak beralasan karena tidak ada tingkat seperti itu di otak atau kecuali
ada tingkat yang mengandung seks dari kelahiran seseorang maka cukup
mudah untuk setuju dengan mereka. Ahli biologi yang mengklaim bahwa
hasrat seksual tidak diwariskan oleh kelahiran selain daripada kebutuhan fisik
yang bergantung pada pertumbuhan anatomi tubuh manusia. Misalnya
9

mereka yang menderita kelemahan fisik atau penyakit, akibatnya menderita


kelemahan seksual juga. Hal itu berarti masih ada hubungan kausal atau
interkoneksi antara tubuh dan seks.

Dalam pandangan moderat kita dapat mengatakan, ini adalah fakta


historis bahwa dalam ilmu kedokteran, ilmu biologi, dan peralatan modern
dari uji biologis Freud belum dimodernkan seperti saat ini. Ketika Freud
membagi otak manusia menjadi tiga tingkat, ia memiliki sedikit kesempatan
untuk menemukan bukti yang dapat diandalkan dan didiagnosis tentang
pembentukan dan fungsi otak. Akibatnya, ia harus bergantung pada imajinasi
dan presuposisi untuk pembagian ini. Misalnya, Freud sepenuhnya
bergantung pada hipnotisme untuk pengobatan histeria. Hipnotisme ini tidak
benar-benar obat ilmiah yang diresepkan oleh ilmu kedokteran melainkan
digunakan oleh dukun, tukang pesona, dan mereka yang mengobati dengan
menggunakan obat jimat dan obat kwek.4 Tapi sayangnya Freud dipandu oleh
metode takhayul orang-orang takhayul ini untuk teori psikoanalisis dan
seksnya. Mungkin, untuk alasan ini psikoanalisis Freudian hampir kehilangan
nilai dan rasionalitasnya kepada psikolog modern seperti yang telah kami
sebutkan melalui ucapan Dr. C. Boeree “... Beberapa ahli teori tidak
menggunakan konsep sama sekali”.5

Sebaliknya, alih-alih tiga tingkat di otak kita, psikolog modern dan ahli
biologi lebih suka menemukan keberadaan kelenjar yang benar-benar
mengandung dan melewati perasaan dan sentimen kita. Kelenjar-kelenjar ini
menciptakan perasaan di dalam tubuh bukan di otak. Tidak perlu dikatakan
bahwa kelenjar-kelenjar ini tumbuh dengan usia dan membutuhkan
kematangan diri serta tubuh untuk menciptakan perasaan (seksual). Oleh
karena itu, sangat jelas bahwa kelenjar dan perasaan anak-anak harus berbeda
dari orang dewasa. C. W. Valentine dengan sempurna mengatakan: “… anak-
anak bebas dari semua perasaan seksual”.4
10

2.3 Teori Oedipus Complex

Sigmund Freud memperkenalkan istilah Oedipus complex dalam


'Interpretation of Dreams (1899). Menurut Freud, konsep tersebut adalah
keinginan untuk keterlibatan seksual dengan orang tua lawan jenis, yang
menghasilkan rasa persaingan dengan orang tua dari jenis kelamin yang sama
dan tahap penting dalam proses perkembangan normal.6 Singkatnya, Freud
menggunakan istilah itu untuk merujuk ke tahap dalam pengembangan anak
laki-laki muda. Dia berasumsi bahwa dalam perkembangan awal, sekitar usia
lima tahun, anak-anak muda ingin memiliki seluruh kasih sayang ibu mereka.
Dengan demikian, kecemburuan menyebabkan mereka membenci dan
bahkan tanpa sadar mengharapkan kematian ayah mereka. Istilah Oedipus
complex memang dinamai sesuai nama tokoh mitos Yunani. Oedipus yang
merupakan putra raja Laius dan ratu Jocasta dari Thebes, dan akhirnya
membunuh ayahnya dan menikahi ibunya secara tidak sadar yang menurut
keyakinan penulis dan orang-orang pada masa itu, dirancang oleh takdir.7

Namun, menurut Sigmund Freud, kecelakaan atau insiden dalam


kehidupan Oedipus terjadi karena kompleksitas seksual antara Oedipus dan
ibunya. Dan atas dasar cerita ini ia menemukan konsep Oedipus complex yang
ia anutasikan kepada anak-anak sekitar usia tiga hingga lima tahun. Dia
memandang bahwa semua perilaku manusia dimotivasi oleh seks atau oleh
naluri, yang menurutnya adalah representasi neurologis dari kebutuhan fisik.7

Dia pertama-tama mengacu pada mereka sebagai naluri kehidupan yang


mengabadikan kehidupan individu, awalnya dengan memotivasi dia untuk
mencari makanan dan air, dan kedua dengan memotivasi dia untuk
berhubungan seks. Energi motivasi dari naluri kehidupan ini, "keuletan" yang
memperkuat jiwa kita, ia menyebut libido, dari kata Latin untuk "I desire".5

Pengalaman klinis Freud membuatnya memandang seks lebih penting


dalam dinamika jiwa daripada kebutuhan lainnya. Bagaimanapun, kita adalah
11

makhluk sosial, dan seks adalah yang paling esensial dari kebutuhan sosial.
Di sini, kita harus ingat bahwa Freud lebih mementingkan hasrat seksual
daripada hal lainnya.

2.4 Oedipus Complex dan Perkembangan Kepribadian

Menurut Freud, perkembangan kepribadian seseorang berkaitan


dengan perkembangan seksualitasnya. Kepribadian manusia dewasa
ditentukan oleh perkembangan seksualitasnya sejak masa kanak-kanak.
Freud mengakui adanya seksualitas pada anak-anak. Seksualitas ini tidak
seperti yang terjadi pada orang dewasa. Seksualitas anak-anak tidak terhalang
dengan aturan-aturan moral sehingga bentuknya, jika dinilai dari sudut
pandang orang dewasa, tampak sebagai preversi. Seksualitas ini berlangsung
secara tidak sadar. Oedipus Complex merupakan salah satu gejala yang terjadi
dalam proses perkembangan seksualitas anak ini, sehingga nantinya turut
mempengaruhi pembentukan kepribadian seseorang.2,3

Oedipus complex terjadi pada yang dinamakan Freud sebagai fase


phallic. Fase phallic merupakan masa anak-anak mulai menemukan
kesenangan dengan alat kelamin mereka. Fase ini mengikuti fase oral dan
anal—masa anak-anak menemukan kesenangan dengan mulut (oral) dan
saluran pembuangan kotoran (anal). Jika pada fase oral dan anal kepuasan
seksual anak hanya tertuju pada dirinya sendiri (otoerotisme) melalui organ-
organ makan dan pembuangan, pada fase phallic anak mulai mengarahkan
intensi seksualnya pada objek di luar dirinya, yaitu orangtua.2
12

2.5 Proses Terjadinya Oedipus Complex

Awalnya, ketertarikan ini terjadi secara sama pada anak laki-laki dan
perempuan. Mereka sama-sama mengingini ibu mereka. Hal ini karena anak-
anak menganggap bahwa ibu mereka memberi kenyamanan dan pemuasan
kebutuhan mereka. Sedangkan, terhadap ayah mereka mengembangkan rasa
permusuhan dan persaingan karena melihat ayah memiliki hubungan cinta
dengan ibunya.3

Seiring perkembangannya, anak laki-laki melihat bahwa anak


perempuan tidak memiliki penis, tidak seperti dirinya yang memilikinya.
Begitupun di pihak lain anak perempuan melihat bahwa anak laki-laki
memiliki penis, sedangkan dirinya tidak. Hal ini menyebabkan anak
perempuan mengalami penis envy (kecemburuan akan penis), sedangkan
anak laki-laki mengalami castration anxiety (cemas dikebiri). Anak
perempuan merasa iri melihat anak laki-laki memiliki penis. Ia kemudian
menyalahkan ibunya sebagai penyebab ketidak lengkapan dirinya ini, lalu
mulai menyukai ayahnya—karena memiliki penis. Pada anak laki-laki,
kesadaran memiliki penis dan bahwa anak perempuan tidak memilikinya
justru membuatnya menjadi cemas. Ia menyangka bahwa penis anak
perempuan telah dikebiri dan mulai merasa takut bahwa ada kemungkinan
penisnya juga akan dikebiri. Karena rasa sukanya pada ibunya dan
permusuhannya dengan ayahnya, ia mulai takut bahwa ayahnya akan
mengebiri dia.2
13

2.6 Akhir Fase Oedipus Complex

Rasa takut dikebiri akhirnya membuat anak laki-laki merepresi cinta


yang dirasakannya pada ibunya. Rasa cinta tersebut dialihkan kepada
teman-teman perempuannya. Pada tahap inilah, menurut Freud, laki-laki
tidak lagi mencintai ibunya secara sadar, lalu mengalihkan objek cinta pada
teman-temannya. Anak laki-laki juga mulai mengidentifikasi dirinya pada
sosok yang ditakuti, yaitu sang ayah sehingga menimbulkan identifikasi
gender. Anak laki-laki mulai menjadikan figur maskulinitas ayahnya
sebagai figur ideal. Pelarangan mencintai ibu sendiri dan dorongan
menjadikan ayah sebagai figur kemudian membentuk superego anak.1,2

Pada anak perempuan, cinta pada ayahnya akan berujung pada


perasaan putus asa, bahwa tidak mungkin ia bisa mendapatkan ayahnya.
Anak perempuan akhirnya menyerah untuk mendapatkan ayahnya. Perasaan
cinta kemudian direpresi dan ia mengidentifikasi dirinya dengan ibunya.
Seperti anak laki-laki, anak perempuan mengalihkan rasa cinta pada
ayahnya menjadi cinta pada teman laki-laki dan mulai mengidentifikasi
dirinya sebagai wanita.1,2

2.7 Implikasi
Dari konsepnya tentang Oedipus Complex ini, Freud berpendapat
bahwa sebelum fase phallic setiap orang belum mengenal perbedaan
psikoseksual dan tabu-tabu seksual. Barulah setelah tahap phallic seseorang
mulai mengidentifikasi gendernya dan mensubstitusi cinta pada sesama
jenis dan sehubungan darah kepada yang berbeda jenis dan tidak
sehubungan darah. Ditambah lagi dengan ajaran-ajaran moral dan religius,
setiap orang kemudian sampai pada tahap seksualitas dewasa. Namun,
Freud mengingatkan bahwa gejala preversi seksual ini tidak sama sekali
hilang dari diri orang dewasa. Meskipun telah mengalami represi secara
intens, gejala-gejala tersebut masih tersisa di alam bawah sadar. Sisa-sisa
seksualitas primitif ini tampak pada perkembangan kepribadian seseorang,
14

mimpi- mimpi, perilaku-perilaku seksual menyimpang, dan gejala-gejala


neurosis. Hal ini menyatakan bahwa seksualitas primitif tidak dapat
sepenuhnya hilang pada manusia dewasa. Ketidak tampakannya merupakan
hasil represi yang masih menyembunyikan seksualitas itu di alam psikis
manusia yang terdalam.1,2

2.8 Refleksi Kritis

Konsep Freud ini pada awalnya tentu tidak dapat diterima dengan
mudah. Orang tentu akan merasa aneh dengan konsep-konsep ini. Salah satu
contoh keberatan adalah bahwa kita tidak mengingat pernah merasakan atau
mengalami cinta pada orangtua kita sendiri. Jawaban yang dapat diberikan
adalah bahwa seksualitas anak-anak ini berlangsung dalam taraf ketidak
sadaran, atau dengan kata lain kita tidak sadar secara langsung mengalami
hal-hal ini. Fase-fase ini terjadi tidak seperti pengalaman-pengalaman sadar
biasa sehingga kita tidak dapat mengingat atau menyadari secara langsung
pengalaman tersebut. Oleh karena itu, kita tidak dapat menolak konsep-
konsep ini hanya berdasarkan bahwa kita tidak mengalaminya secara sadar.
Dari analisa ini, Freud justru mencoba menguak rahasia pengalaman tidak
sadar kita.6

Hal yang perlu diselidiki adalah bukti bagi konsep ini. Apakah
pengalaman seperti ini memang terjadi secara universal. Apa dasar bagi
Freud untuk menarik kesimpulan-kesimpulan ini. Dari buku-buku Freud
terlihat bahwa kesimpulan-kesimpulan ini didapatkannya dari hasil
analisanya terhadap kehidupan masa kecilnya sendiri dan pasien-pasiennya.
Yang menjadi masalah kemudian adalah universalitas konsep tersebut. Jika
memang hal itu terjadi pada diri Freud dan pasien-pasiennya, apakah harus
berarti semua orang mengalaminya. Freud juga tidak memakai metode
penelitian empiris yang sesuai dengan standar penelitian psikologi, seperti
penggunaan laboratorium dan kontrol ketat.3 Karena itulah, untuk
15

membuktikannya, banyak peneliti psikologi zaman sekarang yang mencoba


mengadakan penelitian sesuai standar untuk teori-teori Freud. Sementara
hal itu berlangsung kita belum dapat menarik kesimpulan final. Namun,
bukan berarti teori ini harus ditolak sama sekali, sebab paling tidak Freud
sudah membuktikan bahwa ada orang-orang yang mengalaminya. Cukuplah
mengatakan bahwa teori seksualitas ini masih terbuka untuk diteliti dan
diperdebatkan lebih lanjut.3
16

BAB III

KESIMPULAN

Oedipus Complex merupakan kondisi seksual dimana seorang pria


menyukai atau lebih tertarik terhadap wanita yang memiliki perbedaan
usia yang cukup signifikan dibanding usianya sendiri. Istilah ini diambil
dari mitos Yunani yang bercerita tentang Oedipus Rex, seorang raja
Thebes yang tanpa diketahui dirinya telah membunuh ayah kandungnya
sendiri yang bernama Laios, dan menikahi ibunya yang dan kemudian
digunakan oleh Sigmund Freud yang merupakan bapak psikologi
analisis dari Austria untuk menamakan Oedipus Complex pada akhir
1800an.

Oedipus Complex terjadi karena faktor kejiwaan yang didapatkan


sejak dari masa kecil, seperti contohnya terlalu dekat atau terlalu dilindungi
oleh ibunya.

Oedipus Complex mempunyai ciri – ciri sebagai berikut : selalu


tertarik dengan wanita yang lebih tua dan seumuran ibunya, selalu
bergantung pada orang lain (termasuk dalam materi), dan tidak bisa
mengambil keputusan sendiri, senang dimanja, serta disayangi.

Setelah fase phallic berakhir anak laki-laki akan merepresikan rasa


cinta kepada ibunya untuk dialihkan kepada teman-teman perempuannya.
Pada tahap inilah, menurut Freud, laki-laki tidak lagi mencintai ibunya
secara sadar, lalu mengalihkan objek cinta pada teman-temannya. Anak
laki-laki juga mulai mengidentifikasi dirinya pada sosok yang ditakuti, yaitu
sang ayah sehingga menimbulkan identifikasi gender. Anak laki-laki mulai
menjadikan figur maskulinitas ayahnya sebagai figur ideal. Pelarangan
mencintai ibu sendiri dan dorongan menjadikan ayah sebagai figur
kemudian membentuk superego anak.
17

DAFTAR PUSTAKA

1. Bertens, K. Psikoanalisa Sigmund Freud. Jakarta: Gramedia, 2006.

2. Simon, Bennet, dan Rachel B. Blass. "The Development and Vicissitudes

of Freud’s Ideas on the Oedipus Complex” dalam Cambridge Companion

to Freud, hl. 161-174. Cambridge: Cambridge University Press, 2006.

3. Hall, Calvin S., dan Gardner Lindzey. Introduction to Theories of

Personality. New York: John Willey & Sons, Inc., 1985. Hal. 51.

4. Rahim MMA (2002). Philosophical Ground of Western Civilization,

Khairun Prokashoni. Dhaka, pp. 63-98.

5. Boeree DR, George C (2006). Personality Theories e-text book.

6. Freud S (1913). Interpretation of Dream, 3rd edition. Translation in

English:Brill A A. Macmillan. New York.

7. Safra JE (1768). The New Encyclopaedia Britannica, 15th Edition, Volume:

8, Chicago

Anda mungkin juga menyukai