BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dari otak, bagian terbesar adalah apa yang dia sebut ketidaksadaran. Dalam
pandangan Freud, tingkat pikiran bawah sadar ini adalah sumber motivasi
manusia seperti keinginan untuk seks, makanan, dan sebagainya.4 Lebih jauh,
psikologi Freudian sebagian besar didasarkan pada objek yang dipandu oleh
kebutuhan; lapar, haus, menghindari rasa sakit dan seks. Dr. C. Boeree
berkomentar bahwa “Ketika semua orang berpikir tentang laki-laki dan
perempuan sebagai peran yang ditentukan oleh alam atau Tuhan, dia
menunjukkan betapa mereka bergantung pada dinamika keluarga”.5 Oleh
karena itu, pemikiran Freud seharusnya dipandu oleh keinginan. Baginya
keinginan ini adalah faktor fundamental dari kehidupan dan jiwa manusia
selain dari fungsi spiritual dan moral. Menurut Freud, di antara organ utama
yang termasuk bagian penting adalah sistem saraf yang dikenal sebagai id di
awal. Id ini mengubah kebutuhan organisme menjadi kekuatan motivasi yang
disebut Freud keinginan. Di sini ada kontradiksi besar mengenai id. Dr. C.
Boeree mengatakan “Bayi, dalam pandangan Freudian, adalah murni atau
hampir murni”.5 Sekarang pertanyaan muncul dari id seorang anak murni
mengenai bagaimana dia memiliki kompleksitas seksual atau keinginan yang
menyebabkan dia iri pada ayahnya bahkan menginginkan kematian ayahnya.
Selain itu, analisis Freud tentang otak manusia didasarkan pada pembagian
imajinatif otak manusia ke dalam tiga tingkat (seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.2) yang sebenarnya tidak ada dan bertentangan dengan gambar-
gambar nyata otak manusia seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
Ini adalah fakta yang diketahui dengan baik, bahwa otak manusia
memiliki beberapa kesadaran serta beberapa perasaan dan fungsi yang tidak
disadari, tetapi timbul pertanyaan yang menjadi kekhawatiran, bahwa apakah
otak secara alami terbagi atau tidak. Ataukah benar-benar ada tingkat pikiran
yang tidak sadar yang menjadi landasan bagi hasrat seksual. Jika benar
dengan bukti empiris, maka teori Freud memiliki daya tarik secara universal,
jika tidak psikologi modern dan peradaban harus dipertimbangkan kembali
dan berhati-hati mengenai efeknya yang dapat menjadi malapetaka.
6
pikiran tetapi kemudian asumsi ini dibuang sebagai hal yang tidak ilmiah. Itu
memang tetap sebagai bab yang salah dalam sejarah ketidaksadaran.5
Sebaliknya, alih-alih tiga tingkat di otak kita, psikolog modern dan ahli
biologi lebih suka menemukan keberadaan kelenjar yang benar-benar
mengandung dan melewati perasaan dan sentimen kita. Kelenjar-kelenjar ini
menciptakan perasaan di dalam tubuh bukan di otak. Tidak perlu dikatakan
bahwa kelenjar-kelenjar ini tumbuh dengan usia dan membutuhkan
kematangan diri serta tubuh untuk menciptakan perasaan (seksual). Oleh
karena itu, sangat jelas bahwa kelenjar dan perasaan anak-anak harus berbeda
dari orang dewasa. C. W. Valentine dengan sempurna mengatakan: “… anak-
anak bebas dari semua perasaan seksual”.4
10
makhluk sosial, dan seks adalah yang paling esensial dari kebutuhan sosial.
Di sini, kita harus ingat bahwa Freud lebih mementingkan hasrat seksual
daripada hal lainnya.
Awalnya, ketertarikan ini terjadi secara sama pada anak laki-laki dan
perempuan. Mereka sama-sama mengingini ibu mereka. Hal ini karena anak-
anak menganggap bahwa ibu mereka memberi kenyamanan dan pemuasan
kebutuhan mereka. Sedangkan, terhadap ayah mereka mengembangkan rasa
permusuhan dan persaingan karena melihat ayah memiliki hubungan cinta
dengan ibunya.3
2.7 Implikasi
Dari konsepnya tentang Oedipus Complex ini, Freud berpendapat
bahwa sebelum fase phallic setiap orang belum mengenal perbedaan
psikoseksual dan tabu-tabu seksual. Barulah setelah tahap phallic seseorang
mulai mengidentifikasi gendernya dan mensubstitusi cinta pada sesama
jenis dan sehubungan darah kepada yang berbeda jenis dan tidak
sehubungan darah. Ditambah lagi dengan ajaran-ajaran moral dan religius,
setiap orang kemudian sampai pada tahap seksualitas dewasa. Namun,
Freud mengingatkan bahwa gejala preversi seksual ini tidak sama sekali
hilang dari diri orang dewasa. Meskipun telah mengalami represi secara
intens, gejala-gejala tersebut masih tersisa di alam bawah sadar. Sisa-sisa
seksualitas primitif ini tampak pada perkembangan kepribadian seseorang,
14
Konsep Freud ini pada awalnya tentu tidak dapat diterima dengan
mudah. Orang tentu akan merasa aneh dengan konsep-konsep ini. Salah satu
contoh keberatan adalah bahwa kita tidak mengingat pernah merasakan atau
mengalami cinta pada orangtua kita sendiri. Jawaban yang dapat diberikan
adalah bahwa seksualitas anak-anak ini berlangsung dalam taraf ketidak
sadaran, atau dengan kata lain kita tidak sadar secara langsung mengalami
hal-hal ini. Fase-fase ini terjadi tidak seperti pengalaman-pengalaman sadar
biasa sehingga kita tidak dapat mengingat atau menyadari secara langsung
pengalaman tersebut. Oleh karena itu, kita tidak dapat menolak konsep-
konsep ini hanya berdasarkan bahwa kita tidak mengalaminya secara sadar.
Dari analisa ini, Freud justru mencoba menguak rahasia pengalaman tidak
sadar kita.6
Hal yang perlu diselidiki adalah bukti bagi konsep ini. Apakah
pengalaman seperti ini memang terjadi secara universal. Apa dasar bagi
Freud untuk menarik kesimpulan-kesimpulan ini. Dari buku-buku Freud
terlihat bahwa kesimpulan-kesimpulan ini didapatkannya dari hasil
analisanya terhadap kehidupan masa kecilnya sendiri dan pasien-pasiennya.
Yang menjadi masalah kemudian adalah universalitas konsep tersebut. Jika
memang hal itu terjadi pada diri Freud dan pasien-pasiennya, apakah harus
berarti semua orang mengalaminya. Freud juga tidak memakai metode
penelitian empiris yang sesuai dengan standar penelitian psikologi, seperti
penggunaan laboratorium dan kontrol ketat.3 Karena itulah, untuk
15
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Personality. New York: John Willey & Sons, Inc., 1985. Hal. 51.
8, Chicago