Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan hidayah-
Nya, makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah pengetahuan
bagi mahasiswa bidang kesehatan maupun para pembaca untuk bidang Ilmu
Pengetahuan.

Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas kuliah dari dosen
mata kuliah Psikososial dan budaya keperawatan dengan judul ”Gangguan Neurotik,
Gangguan Somatoform dan Gangguan Yang Berkaitan Dengan Stres”. Dalam
penulisan makalah ini penulis dalam hal ini kelompok tiga berusaha menyajikan
bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karenanya, kami menerima kritik dan saran yang positif dan
membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Penulis
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu
dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat kepada kita semua.

Gorontalo, 12 Oktober 2019

KELOMPOK 5

ii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR…………………………………………............…………….i
DAFTAR ISI………………………………………………………………….……...ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………….………...…………...1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………….........………..………...2
1.3 Tujuan ………………………………......………………………..……………2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Gangguan Neurotik………………………..……………………….3
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Neurotik…………...……………………..4
2.3 Gejala-Gejala Gangguan Neurotik…..……………………...………………….5
2.4 Aspek-Aspek Kecendurungan Gejala Neurotik…………………..……………6
2.5 Pengertian Somatoform…………………………….…………………………..7
2.6 Macam-Macam Gangguan Somatoform……………………………………….7
2.7 Treatment Somatoform…………………………………………………….…10
2.8 Pengertian Stres…………………………….…..…………..…………………12
2.9 Gejala-Gejala Stres……………………………….………..…………………12
2.10 Sumber-Sumber Stres………………………..……………...………………13
2.11 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stres…………………………………..14
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan…………………………………………………………………….16
3.2 Saran………………………………………………………………………….16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Neurotik adalah suatu kesalahan penyesuaian diri secara emosional karena
tidak dapat diselesaikannya suatu konflik tak-sadar. Kecemasan yang timbul
dirasakan secara langsung atau diubah oleh berbagai mekanisme pembelaan
psikologik dan muncullah gejala-gejala subyektif lain mengganggu (Maramis W.F
2004).
Neurotik adalah gangguan yang terjadi hanya pada sebagian dari kepribadian,
sehingga orang yang mengalaminya masih bisa melakukan pekerjaan- pekerjaan biasa
sehari-hari atau masih bisa belajar, dan jarang memerlukan perawatan khusus di
rumah sakit (Kuntjojo, 2009).
Penderita neurotik jadi sakit karena merasa tertekan dari luar dan dari dalam
serta memperlihatkan simtom-simtom yang melumpuhkan meskipun tidak begitu
berat dengan gangguan-gangguan mental yang lain. Di sini, neurosis dapat
didefinisikan sebagai gangguan tingkah laku yang disebabkan oleh tegangan emosi
sebagai akibat dari frustasi, konflik, represi, atau perasaan tak aman (Semium, 2006).
Gangguan somatoform merupakan gangguan yang tidak sepenuhnya
dijelaskan oleh kondisi medis umum atau gangguan mental lain dan untuk memenuhi
kriteria diagnostik harus disebabkan oleh adanya tekanan (McCarron, 2006; Woolfolk
& Allen, 2002). Gangguan Somatisasi mengacu pada perkembangan gejala somatik
yang tidak ditemukan atau disebabkan oleh penyakit medis (Escalona, Achilles,
Waitzkin, & Yager, 2004; North, Kawasaki , Spitznagel, & Hong, 2004; Allen, Gara,
Escobar, Waitzkin, & Cohen-Silver, 2001). Somatisasi adalah istilah yang awalnya
terkait dengan teori psikodinamik, dimana penyebab penyakit dikarenakan konflik
psikologis atau suatu kondisi kejiwaan yang diubah menjadi penyakit fisik
(Kirmayer, 1984; Lipowski, 1988).

ii
Gangguan somatisasi lebih sering terjadi atau ditemukan di budaya non-Barat,
terutama sering terjadi pada orang-orang Asia dan Afrika (Gaw, 1993). Prevalensi
gangguan somatisasi pada populasi umumnya diperkirakan 0,1–0,7% (Weissman,
Myers, & Harding, 1978; McLeod, Budd, & McClelland, 1997; Barsky, & Borus,
1995). Prevalensi gangguan somatisasi terjadi pada wanita di populasikan sebanyak
1– 5%. Perbandingan rasio penderita pada wanita dan laki-laki adalah 5 berbanding 1,
biasanya gangguan dimulai pada usia dewasa muda (sebelum usia 30 tahun)
(Davidson, Neale, & Kring, 2006; Kallivayalli & Punnoose, 2010; Eisendrath, 1998;
Khouzam & Field, 1999; McCarron, 2006; Redekop, Stuart, Mertens, 1999). Di
Mesir Kuno juga menyebutkan bahwa gangguan somatisasi lebih sering terjadi pada
perempuan (McCarron, 2006). Survey pada komunitas penderita gangguan somatisasi
menunjukkan bahwa hampir (95%) orang dengan gangguan somatisasi telah
mengunjungi seorang dokter dan hampir setengahnya (45%) masuk perawatan inap di
rumah sakit (Nevid, Rathus, & Greene, 2005). Kasus gangguan somatisasi terjadi
juga di klinik psikologi di Banjarmasin. Berdasarkan hasil wawancara dengan dr.
Nina diketahui bahwa pada tahun 2008 terdapat 8 pasien somatisasi dan meningkat
menjadi 14 pasien pada tahun 2010.
Stres merupakan suatu respon fisiologis, psikilogis manusia yang mencoba
untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal (Pinel,2009).
Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik terhadap setiap kebutuhan yang
terganggu, suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan
tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres memberi dampak secara total
pada individu yang terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual, stres
dapat mengancam keseimbangan fisiologis (Rasmun, 2004). Yang dimaksud dengan
stres (Hans Selye) adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap
tuntutan beban atasnya. Misalnya bagaimana respon tubuh seseorang manakala yang
bersangkutan mengalami beban pekerjaan yang berlebihan.

ii
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan neurotik ?
2. Jelaskan faktor-faktor penyebab gangguan neurotik ?
3. Apa gejala-gejala dari gangguan neurotik ?
4. Jelaskan aspek-aspek kecendurungan gejala neurotik ?
5. Apa yang dimaksud dengan gangguan somatoform ?
6. Jelaskan macam-macam gangguan somatoform ?
7. Bagaimana treatment dari gangguan somatoform ?
8. Apa yang dimaksud dengan stres ?
9. Bagaimana gejala-gejala stres ?
10. Jelaskan sumber-sumber stres ?
11. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi stres ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari gangguan neurotik
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab gangguan neurotik
3. Untuk mengetahui gejala-gejala dari gangguan neurotik
4. Untuk mengetahui aspek-aspek kecendurungan dalam gejala neurotik
5. Untuk mengetahui pengertian gangguan somatoform
6. Untuk mengetahui macam-macam gangguan somatoform
7. Untuk mengetahui treatment gangguan somatoform
8. Untuk mengetahui pengertian stres
9. Untuk mengetahui gejala-gejala dari stres
10. Untuk mengetahui sumber-sumber stres
11. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi stress

ii
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Neurotik
Dalam P.P.D.G.J.II gangguan neurotik adalah gangguan mental yang tidak
mempunyai dasar organik yang dapat ditentukan. Pasien mempunyai tilikan (insight)
serta kemampuan daya nilai realitasnya tidak terganggu, individu tersebut tidak
mencampurbaurkan penghayatan penderitaan dan fantasi subjektifnya dengan realitas
luar. Menurut Kolb dan Brodie (1982), gangguan neurotik timbul karena ketidak
mampuan individu untuk menyelesaikan masalah guna mengatasi keadaan yang
menekannya disertai dengan ketegangan ataupun gangguan terhadap perangkat
psikologinya, yang bersebab peningkatan rasa cemas. Teori anxietas dari Freud,
dominasi dari semua neurotik adalah anxietas yang didasarkan atau diekspresikan
secara langsung atau secara tidak sadar dan dikendalikan oleh pengguanaan berbagai
mekanisme ego (Ibrahim, 2012). Neurotik adalah gangguan mental ringan yang tidak
memiliki dasar organik, dimana individu tidak mampu menghadapi kecemasan dan
konflik yang dialaminya secara langsung atau diubah oleh berbagai mekanisme
pembelaan psikologik. Seseorang menjadi nerotik karena merasa tertekan dari luar
dan dari dalam, hal ini disebabkan oleh tegangan emosi akibat konflik frustasi
ataupun perasaan tidak aman.
Menurut Eysenck, neurotik merupakan salah satu trait kepribadian, dimana
umumnya dapat menggiring emosi seseorang untuk lebih bersifat tidak stabil, tidak
adaptif, mood depresif, sikap dependen, kurang memiliki minat, dan mudah patah
semangat atau putus asa (Mohan & Bedi. 2010). Neurotik meru-pakan kecenderungan
seseorang mengalami mood yang negatif dan hal ini sangat berkaitan dengan perilaku
maladaptif serta meningkatkan kecenderungan kecemasan dan depresi pada seseorang
(Djurkovic & McCormac, 2006). Lebih jauh lagi, neurotik juga dapat mempengaruhi
cara pandang seseorang terhadap permasalahan yang dialami.

ii
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Neurotik
Menurut Mahmud (1990) neurois merupakan akibat dari usaha penyesuaian
diri yang tidak berhasil. Neurosis adalah bentuk ekstrim dari mekanisme penyesuaian
diri. Bertahannya mekanisme malajustive itu karena adanya kenyataan bahwa
kebiasaan menyesuaikan diri itu mulai berlangsung bertahun-tahun sebelum
kecenderungan sepenuhnya matang.
Ibrahim (2012) menyebutkan faktor-faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya gangguan neurosis adalah :
a) Stres fisik
b) Perkawinan
c) Adanya tanggung jawab baru
d) Situasi sosial
e) Menderita suatu penyakt fisik untuk jangka waktu yang lama dan
terus menerus
Selain itu faktor-faktor lain disebutkan oleh Kartono (1980) bahwa sebab-
sebab timbulnya gangguan neurotik, adalah :
a) Tekanan-tekanan sosial dan tekanan kultural yang sangat kuat, yang
menyebabkan ketakutan yang disertai dengan kecemasan dan
ketegangan- ketegangan dalam batin sendiri yang kronis berat sifatnya.
Sehingga orang yang bersangkutan mengalami mental breakdown.
b) Individu mengalami banyak frustrasi, konflik-konflik emosionil dan
konflik internal yang serius, yang sudah dimulai sejak kanak-kanak.
c) Individu sering tidak rasionil sebab sering memakai defence
mechanism yang negatif dan lemahnya pertahanan diri secara fisik dan
mental.
d) Pribadinya sangat labil tidak imbang dan kemauannya sangat lemah.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab neurotik
bisa dari individu itu sendiri, seperti keterbatasan individu dalam menghadapi
masalah, gagalnya individu untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Dan

ii
penyebab lain berasal dari luar individu, seperti tekanan- tekanan sosial dan tekanan
kultural yang sangat kuat dan juga pengaruh lingkungan yang buruk. Semua itu dapat
menyebabkan kecemasan, ketegangan dalam batin, frustasi, konflik emosi. Sehingga
individu tersebut menggunakan pertahanan diri yang negatif yang dapat
mengakibatkan gangguan mental berupa kecenderunga neurotik.
2.3 Gejala-Gejala Neurotik
Dali Gulo (1982, dalam Kuntojo, 2009) berpendapat bahwa neurosis adalah
suatu kelelahan mental hanya memberi pengaruh kepada sebagian kepribadian, lebih
ringan dari psikosis, dann sering kali ditandai dengan:
1) Keadaan cemas yang kronis
2) Gangguan-gangguan indera motorik
3) Hambatan emosi
4) Kurang perhatian terhadap lingkungan
5) Kurang memiliki energi fisik
Neurotik beraneka ragam dan setiap penderitanya sangat unik dalam
memperlihatkan simtom-simtom tertentu, tetapi menurut Semium (2006) beberapa
ciri umum yang dapat ditemukan dalam semua bentuk neurotik adalah :
1) Adanya kecemasan
2) Tidak dapat berfungsi sesuai kapasitas
3) Pola tingkah laku yang kaku atau diulang-ulang
4) Egosentrik
5) Hipersensitif
6) Tidak matang
7) Keluhan-keluhan somatik
8) Tidak bahagia
9) Banyak tingkah laku bermotifasi tidak sadar
Manson (1993, dalam Meichati, 1975) mengemukakan bahwa orang yang
mengalami gangguan neurotic ditandai oleh beberapa hal, diantaranya :

ii
a) Anxiety, sebagai simbol rasa takut, gelisah, rasa tidak aman, tidak
mampu, mudah lelah, dan kurang sehat.
b) Depressive Fluctuations tanda mudah tertekan, susah, suasana hati
muram, mudah kecewa.
c) Emosional Sensitivity, sangat perasa, tidak mampu menyesuaikan
secara baik emosi dan sosialnya, labil. Mudah tersinggung dan banyak
melakukan mekanisme pertahanan diri.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa gejala-
gajalakecenderungan neurotik ditunjukkan oleh individu yang mempunyai hambatan
emosi sehingga memiliki gambaran diri yang selalu negatif. Lalu timbul adanya
kecemasan yang kronis, mudah tersinggung, mudah tertekan yang akhirnya sulit
untuk menyesuaikan diri dan banyak melakukan mekanisme pertahanan yang negatif.
2.4 Aspek-Aspek Kecendurungan Neurotik
Ada beberapa aspek-aspek neurotik. Aspek-aspek neurotik ini merupakan
kecenderungan seseorang untuk mengalami gangguan neurotik. Scheier dan Cattel
(1961) membuat alat ukur untuk mengukur kecenderungan neurotik pada orang
dewasa dan remaja baik normal maupun abnormal, yang mengandung aspek-aspek
yang merupakan ciri gejala gangguan neurotik. Aspek-aspek neurotic tersebut adalah:
a. Tender-Mindedness (pikiran yang lembut)
Adanya keinginan yang berlebihan untuk mendapat
perlindungan, menyukai kelembutan, ramah, sangat sensitif,
sentimentil, artistik, imajinatif, suka berkhayal, sering bertindak yang
tidak praktis serta berperilaku yang tujuannya menarik perhatian
dengan mencari pertolongan.
b. Depressiveness
Adanya gejala depresi, mudah merasa tertekan, menarik diri,
muram, pemalu, tidak komunikatif, sering terlihat diam, cenderung
pesimis dan sulit beradaptasi dengan situasi baru.
c. Submissivenes

ii
Sangat patuh, pasrah, mudah dipengaruhi dan sangat
tergantung. Tidak ada dorongan untuk menonjolkan diri atau menarik
perhatian serta takut membuat masalah dengan orang lain.
d. Anxiety
Mudah cemas, takut dan tegang, mudah merasa bersalah, mudah
distimulasi, emosinya tidak matang dan tidak stabil, daya tahan
terhadap frustrasi rendah, sering merasa kesepian dan sering
menunjukkan perilaku hipokondriasis.
2.5 Pengertian Somatoform
Somatoform adalah kelompok gangguan yang meliputi simtom fisik
(misalnya nyeri, mual, dan pening) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan secara
medis.(Fausiah, Widury, 2005:25)
Somatoform adalah individu yang mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik,
yang terkadang berlebihan, tetapi pada dasarnya tidak terdapat gangguan fisiologis.
(Ardani, 2011:91)
Somatoform (terutama gangguan konversi atau disebut juga reaksi-reaksi
konversi) adalah gangguan-gangguan neurotik yang khas bercirikan emosionalitas
yang ekstrem, dan berubah menjadi simtom-simtom fisik, simtom-simtom fisik itu
mungkin berupa kelumpuhan-kelumpuhan anggota tubuh, rasa sakit dan nyeri luar
biasa, buta tuli, tidak bisa bicara, muntah terus-menerus, sakit kepala atau gementar.
(Semiun, 2006:374)
Somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang yang disertai
dengan permintaan pemeriksaan medis, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya
negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak ditemukan kelainan fisik
yang menjadi dasar keluhannya. (Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medis, 1993: 209)
2.6 Macam-Macam Gangguan Somatoform
1) Gangguan Nyeri (Pain Disorder)

ii
Pada gangguan ini individu akan mengalami gejala sakit atau nyeri pada satu
tempat atau lebih, yang tidak dapat dijelaskan dengan pemeriksaan medis (non
psikiatri) maupun neurologis. Simtom ini menimbulkan strees emosional ataupun
gangguan fungsional, dan gangguan ini dianggap memiliki hubungan sebab akibat
dengan factor psikologis. Keluhan yang dirasakan pasien berfluktuasi intensitasnya,
dan sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi, kognitif, atensi, dan situasi. Dengan kata
lain, factor psikologis mempengaruhi kemunculan, bartahannya, dan tingkat
keparahan gangguan. (Fausiah, Widury, 2005:26)
Pasien pain disorder kemungkinan tidak mampu untuk bekerja dan
menjadi tergantung dengan obat pada pereda rasa sakit. Rasa nyeri yang timbul
dapat berhubungan dengan konflik atau stress atau dapat pula terjadi agar individu
dapat terhindar dari kegiatan yang tidak menyenangkan dan untuk mendapatkan
perhatian dan simpati yang sebelumnya tidak didapat.(Ardani,2011:95). Nyeri
timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial
yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi terjadinya
gangguan tersebut. Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik
personal maupun medis untuk yang bersangkutan. (Departemen Kesehatan.
Direktorat Jenderal Pelayanan Medic,1993:219)
2) Body Dysmorphic Disorder
Definisi gangguan ini adalah preokupasi dengan kecacatan tubuh yang tidak
nyata (misalnya hidung yang dirasakannya kurang mancung), atau keluhan yang
berlebihan tentang kekurangan tubuh yang minimal atau kecil. Perempuan lebih
cenderung untuk memfokuskan pada bagian kulit, dada, paha, dan kaki. Sedangkan
pria lebih terfokus pada tinggi badan, ukuran alat vital, atau rambut tubuh. (Fausiah,
Widury,2005:27)
Pada body dysmorphic disorder, individu diliputi dengan bayangan mengenai
kekurangan dalam penampilan fisik mereka, biasanya di bagian wajah, misalnya
kerutan di wajah, rambut pada wajah yang berlebihan, atau bentuk dan ukuran
hidung. Beberapa individu yang mengalami gangguan ini secara kompulsif akan

ii
menghabiskan berjam-jam setiap untuk memperhatikan kekurangannya dengan
berkaca di cermin. Beberapa bahkan mengurung diri di rumah untuk menghindari
orang lain melihat kekurangan yang dibayangkannya. Factor social dan budaya
memainkan peranan penting pada bagaimana seseorang merasa apakah ia menarik
atau tidak, seperti pada gangguan pola makan. (Ardani,2011:96)
3) Hipokondriasis
Kata “hipokondriasis” berasal dari istilah medis lama ”hypochondrium”, yang
berarti dibawah tulang rusuk dan merefleksikan gangguan pada bagian perut yang
sering dikeluhkan pasien hipokondriasis. Hipokondriasis adalah hasil interpretasi
pasien yang tidak realistis dan tidak akurat terhadap simtom atau sensasi. Sehingga
mengarah pada preokupasi dan ketakutan bahwa mereka memiliki gangguan yang
parah, bahkan meskipun tidak ada penyebab medis yang ditemukan. Pasien yakin
bahwa mereka mengalami penyakit yang serius dan belum dapat dideteksi, dan tidak
dapat dibantah dengan menunjukkan kebalikannya. (Fausiah, Widury,2005:28)
Gangguan ini biasanya dimulai pada awal masa remaja dan cenderung terus
berlanjut. Individu yang mengalami hal ini biasanya merupakan konsumen yang
seringkali menggunakan pelayanan kesehatan, bahkan terkadang mereka menganggap
dokter mereka tidak kompeten dan tidak perhatian (Pershing et al., dalam Davidson,
Neale, kring, 2004). Dalam teori disebutkan bahwa mereka bersikap berlebihan pada
sensasi fisik yang umum dan gangguan kecil, seperti detak jantung yang tidak
teratur, berkeringat, batuk yang kadang terjadi, rasa sakit, sakit perut, sebagai
bukti dari kepercayaan mereka. Hypochondriasis seringkali muncul bersamaan
dengan gangguan kecemasan dan mood. (Ardani, 2010 : 96)
4) Gangguan Konversi
Pada conversion disorder, gejala sensorik dan motorik, seperti hilangnya
penglihatan atau kelumpuhan secara tiba-tiba, menimbulkan penyakit yang berkaitan
dengan rusaknya system saraf, padahal organ tubuh dan system saraf individu
tersebut baik-baik saja. Aspek psikologis dari gejala conversion ini ditunjukan
dengan fakta bahwa biasanya gangguan ini muncul secara tiba-tiba dalam situasi yang

ii
tidak menyenangkan. Gejala conversion biasanya berkembang pada masa remaja atau
awal masa dewasa, dimana biasanya muncul setelah adanya kejadian yang tidak
menyenangkan dalam hidup. Conversion disorder biasanya berkaitan dengan
diagnosis Axis 1 lainnya seperti depresi dan penyalahgunaan zat-zat terlarang dan
dengan gangguan kepribadian (Ardani, 2011:96)
5) Gangguan Somatisasi
Gangguan somatisasi adalah gangguan dengan karakteristik berbagai keluhan
atau gejala somatic yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat dengan menggunakan
hasil pemeriksaan fisik maupun laboratorium. Perbedaan antara gangguan somatisasi
dengan gangguan somatoform lainnya adalah banyaknya keluhan dan banyaknya
system tubuh yang terpengaruh. Gangguan ini sifatnya kronis (muncul setelah
beberapa tahun da terjadi sebelum usia 30 tahun), dan berhubungan dengan strees
psikologis yang signifikan, hendaya dalam kehidupan social dan pekerjaan, serta
perilaku mencari pertolongan medis yang berlebihan. (Fausiah, Widury,2005:33)
Ciri utamanya adalah adanya gejala-gejala fisik yang bermacam-macam,
berulang dan sering berubah-ubah, yang biasanya sudah berlangsung beberapa tahun
sebelum pasien datang ke psikiatri. Kebanyakan pasien mempunyai riwayat
pengobatan yang panjang dan sangat kompleks, baik ke pelayanan kesehatan dasar,
maupun spesialistik, dengan hasil pemeriksaan atau bahkan operasi yang negative.
Keluhannya dapat mengenai setiap system atau bagian tubuh manapun, tetapi yang
paling lazim adalah yang mengenai keluhan gastrointestinal (perasaan sakit,
kembung, bertahak, muntah, mual, dsb) dan keluhan-keluhan perasaan abnormal pada
kulit (perasaan gatal, rasa terbakar, kesemutan, pedih) serta bercak-bercak pada kulit.
(Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal Pelayanan Medic,1993:210)
2.7 Treatment Somatoform
1. Terapi Pain Disorder
Pengobatan yang efektif cenderung memiliki hal-hal berikut :
a) Memvalidasikan bahwa rasa nyeri itu adalah nyata dan bukan hanya
ada dalam pikiran penderita

ii
b) Relaxation training
c) Memberi reward kepada mereka yang berperilaku tidak seperti orang
yang mengalami rasa nyeri
Secara umum disarankan untuk megubah focus perhatian dari apa yang tidak
dapat dilakukan oleh penderita akibat rasa nyeri yang dialaminya, tetapi mengajari
penderita bagaimana caranya menghadapi strees, mendorong untuk mengerjakan
aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan control diri. (Ardani,2011:98)
2. Terapi Hypochondriasis
Secara umum pendekatan cognitive-behavioral terbukti dalam mengurangin
hypochonriasis (e.g Bach, 2000: Fernandez Rodriguez&Fernandez, 2001, dalam
Davidson, Neale, Kring, 2004) Penelitian menujukkan bahwa penderita
hypochondriasis memperlihatkan biasnya kognitif dalam melihat ancaman ketika
berkaitan dengan isu kesehatan (Smeets et al., dalam Davidson, Neale, Kring,
2004).(Ardani, 2010:99)
Cognitive-behavioral therapy dapat bertujuan untuk mengubah pemikiran
pesimistis. Selain itu, pengobatan juga hendaknya dikaitkan dengan strategi yang
mengalihkan penderita gangguan ini dari gejala-gejala tubuh dan meyakinkan
mereka untuk mencari kepastian medis bahwa mereka tidak sakit
(e.g.Salkovskis&Warwick, 1986;Visser&Bouman, 1992 ;Warwick & Salkovskis,
2001 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). (Ardani, 2010 : 99)
3. Terapi Somatization Disorder
Pada ahli kognitif dan behavioral meyakini bahwa tingginya tingkat
kecemasan yang diasosiakan dengan somatization disorder dipicu oleh situasi khusus.
Akan tetapi semakin banyak pengobatan yang dibutuhkan, bagi orang yang “sakit”
sekian lama maka akan tumbuh kebiasaan akan ketergantungan untuk menghindari
tantangan hidup sehari-hari daripada menghadapi tantangan tersebut sebagai orang
dewasa. Dalam pendekatan yang lebih umum mengenai somatization disorder, dokter
hendaknya tidak meremehkan validitas dari keluhan fisik, tetapi perlu diminimalisir
penggunaan tes-tes diagnosis dari obat-obatan , mempertahankan hubungan dengan

ii
mereka terlepas dari apakah mereka mengeluh tentang penyakitnya atau tidak
(Ardani, 2011:99)
2.8 Pengertian Stres
Stres merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari. Sarafino
mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara
individu dengan lingkungan yang menimbulkan jarak antara tuntutan- tuntutan yang
berasal dari berbagai situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis
dan sosial individu. Muhammad Surya berpendapat bahwa stres merupakan keadaan
dimana individu yang mengalami ketegangan karena adanya kondisi-kondisi yang
mempengaruhi dirinya.
Menurut Andrew Goliszek, stres adalah suatu respon adaptif individu pada
berbagai tekanan atau tuntutan eksternal dan menghasilkan berbagai gangguan,
meliputi gangguan fisik, emosional, dan perilaku. Hawari (1997) menyatakan bahwa
stres bisa diartikan sebagian reaksi fisik dan psikis yang berupa perasaan tidak enak,
tidak nyaman atau tertekan terhadap tekanan atau tuntutan yang sedang dihadapi.
Stres muncul karena suatu stimulus menjadi berat dan berkepanjangan
sehingga individu tidak lagi bisa menghadapinya, atau stres dapat muncul akibat
kejadian besar dalam hidup maupun gangguan sehari-hari dalam kehidupan individu.
2.9 Gejala-Gejala Stres
Humpherey (1999) mengemukakan beberapa gejala awal yang diakibatkan
oleh stres yaitu :
a) Gejala perilaku, orang akan mudah gugup, penyalahgunaan obat,
mudah marah, hilang semangat, tidak tenang, diam, perilaku impulsif,
dan lain sebagainya.
b) Untuk gejala emosi, seseorang akan mudah gelisah, selalu sensitif
dengan kritikan, mudah tersinggung, apatis, merasa bersalah dan
frustasi dan untuk gejala kognitif seseorang akan mengalami kesulitan
dalam mengambil keputusan, sulit untuk mengingat, khawatir dengan
pelaksanaan tugas dan apatis.

ii
Untuk gejala fisik, seseorang akan merasakan detak jantung yang
semakain cepat, berkeringat, mulut kering, penyempitan pupil mata,
sakit perut, sakit kepala dan panas dingin.
Menurut Andrew Goliszek, gejala-gejala stres dapat dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu gejala fisik, emosional, dan gejala perilaku. Antara lain :
a) Gejala fisik: sakit kepala, nyeri otot, sakit punggung, rasa lemah,
gangguan pencernaan, rasa mual atau muntah-muntah, sakit perut,
nafsu makan hilang atau selalu ingin makan, jantung berdebar-debar,
sering buang air kecil, tekanan darah tinggi, tidak dapat tidur atau tidur
berlebihan, berkeringat secara berlebihan, dan sejumlah gejala lain.
b) Gejala emosional: mudah tersinggung, gelisah terhadap hal-hal kecil,
suasana hati berubah-ubah, mimpi buruk, khawatir, panik, sering
menangis, merasa tidak berdaya, perasaan kehilangan kontrol, muncul
pikiran untuk bunuh diri, pikiran yang kacau, ketidakmampuan
membuat keputusan, dan sebagainya.
c) Gejala perilaku: merokok, memakai obat-obatan atau mengkonsumsi
alkohol secara berlebihan, berjalan mondar-mandir, kehilangan
ketertarikan pada penampilan fisik, menarik atau memutar-mutar
rambut, perilaku sosial berubah secara tiba-tiba, dan lainnya.
2.10 Sumber-Sumber Stres
Stresor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan
terjadinya respon stres. Stresor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi
fisik, psikologis, maupun sosial, dan juga muncul pada situasi kerja, di rumah, dalam
kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya.
Taylor merinci beberapa karakteristik kejadian yang berpotensi untuk dinilai
menciptakan stres, antara lain :
a. Kejadian negatif agaknya lebih banyak menimbulkan stres daripada
kejadian positif.

ii
b. Kejadian yang tidak terkontrol dan tidak terprediksi lebih membuat stres
daripada kejadian yang terkontrol dan terprediksi.
c. Kejadian "ambigu" sering kali dipandang lebih mengakibatkan stress
daripada kejadian yang jelas.
d. Manusia yang tugasnya melebihi kapasitas (overload) lebih mudah
mengalami stres daripada individu yang memiliki tugas sedikit.

Holmes dan Rahe merumuskan adanya sumber stres berasal dari :


a. Dalam diri individu
Hal ini berkaitan dengan adanya konflik. Pendorong dan penarik konflik
menghasilkan dua kecenderungan yang berkebalikan, yaitu approach dan
avoidance.
b. Dalam komunitas dan masyarakat
Kontak dengan individu di luar keluarga menyediakan banyak sumber
stres. Misalnya pengalaman anak di sekolah dan persaingan.
2.11 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres
Berikutini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi stres menurut Santrock,
yaitu :
1. Faktor Lingkungan
Stres muncul karena suatu stimulus menjadi semakin berat dan
berkepanjangan sehingga individu tidak lagi bisa mengahadapinya. Ada tiga tipe
konflik yaitu mendekat-mendekat (approach - approach), menghindar - menghindar
(avoidance - avoidance) dan mendekat-menghindar (approachavoidance).
Frustasi terjadi jika individu tidak dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Stres dapat muncul akibat kejadian besar dalam hidup maupun gangguan sehari-hari
dalam kehidupan individu.
2. Faktor Kognitif
Lazarus percaya bahwa stres pada individu tergantung pada bagaimana mereka
membuat penilaian secara kognitif dan menginterpretasi suatu kejadian.

ii
Penilaian kognitif adalah istilah yang digunakan Lazarus untuk
menggambarkan interpretasi individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup mereka
sebagai suatu yang berbahaya, mengancam, atau menantang (penilaian primer) dan
keyakinan mereka apakah mereka memiliki kemampuan untuk menghadapi suatu
kejadian dengan efektif (penilaian skunder). Strategi ”pendekatan” biasanya lebih
baik dari pada strategi ”menghindar”.
3. Faktor Kepribadian
Pemilihan strategi mengatasi masalah yang digunakan individdipengaruhi
oleh karakteristik kepribadian seperti kepribadian optimis dan pesimis. Menurut
Carver dkk (1989) individu yang memiliki kepribadian optimis lebih cenderung
menggunakan strategi mengatasi masalah yang berorientasi pada masalah yang
dihadapi.
Individu yang memiliki rasa optimis yang tinggi lebih mensosiasikan dengan
penggunaan strategi coping yang efektif. Sebaliknya, individu yang pesimis
cenderung bereaksi dengan perasaan negatif terhadap situasi yang menekan dengan
cara menjauhkan diri dari masalah dan cenderung menyalahkan diri sendiri.
4. Faktor Sosial-Budaya
Akulturasi mengacu pada perubahan kebudayaan yang merupakan akibat dari
kontak yang sifatnya terus menerus antara dua kelompok kebudayaan yang berbeda.
Stres alkuturasi adalah konsekuensi negatif dari akulturasi. Anggota kelompok etnis
minoritas sepanjang sejarah telah mengalami sikap permusuhan, prasangka, dan
ketiadaan dukungan yang efektif selama krisis, yang menyebabkan pengucilan, isolasi
sosial, dan meningkatnya stres.
Kemiskinan juga menyebabkan stres yang berat bagi individu dan
keluarganya. Kondisi kehidupan yang kronis, seperti pemukiman yang tidak
memadai, lingkungan yang berbahaya, tanggung jawab yang berat, dan
ketidakpastian keadaan ekonomi merupakan stresor yang kuat dalam kehidupan
warga yang miskin. Kemiskinan terutama dirasakan berat di kalangan individu dari
etnis minoritas dan keluarganya.

ii
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Gangguan neurotik adalah gangguan mental yang tidak mempunyai dasar


organik yang dapat ditentukan. Penderita neurotik jadi sakit karena merasa tertekan
dari luar dan dari dalam serta memperlihatkan simtom-simtom yang melumpuhkan
meskipun tidak begitu berat dengan gangguan-gangguan mental yang lain. Sedangkan
Gangguan Somatisasi mengacu pada perkembangan gejala somatik yang tidak
ditemukan atau disebabkan oleh penyakit medis serta Stres merupakan suatu respon
fisiologis, psikilogis manusia yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik
tekanan internal dan eksternal
3.2 Saran

Kesehatan merupakan harta yang paling berharga bagi manusia. Oleh karena
itu, jagalah kesehatan sebagaimana mestinya. Gangguang neurotic, gangguan
somatoform, dan stres dapat dikatakan sebagai salah satu tes mental bagi jiwa
manusia walaupun tidak dapat dipungkiri stress juga berdampak pada fisik manusia.
Untuk menghindari gangguan neurotic, somatoform, dan stress dapat dilakukan
dengan menjaga kondisi tubuh antara input dan output agar tetap seimbang
(homeostatis). Sebagai manusia terapi psikologis juga diperlukan untuk membangun
spirit hidup, terapi psikologis yang paling sederhana dapat dilakukan dengan cara
selalu berpikir positif. Berpikir positif akan selalu membawa manusia kepada hal-hal
yang menjurus kepada keberhasilan dan sikap optimisme, selain itu berpikir positif
juga dapat mengurangi dampak stress pada diri seseorang.

ii
DAFTAR PUSTAKA

Ardani, Tristriadi. 2011. Psikologi Abnormal. Bandung : CV. Lubuk Agung.

Fausiah, F, Widury, J. 2005. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta : UI Press.

Kuntjojo. 2009. Metodologi Penelitian. Materi Diklat pada Universitas Nusantara


PGRI Kediri : tidak diterbitkan

Maramis. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga.

Semium, Y. 2006. Kesehatan Mental 1 : Pandangan Umum Mengenai Penyesuaian


diri dan Kesehatan Mental serta Teori-Teori yang terkait. Yogyakarta :
Kanisius

ii
ii

Anda mungkin juga menyukai