PENDAHULUAN
a) Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan.
b) Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan
sulit dilokalisasi.
Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-
delta, dan C. Serabut yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non
noksius dikelompokkan sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut
ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi,
merupakan serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal
tanpa adanya mediator inflamasi.
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis
medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron aferen
primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi.
Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya
berhubungan dengan banyak neuron spinal.
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural
signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan
mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu,
kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga
mempunyai jalur desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area
otak lainnya ke otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju
medula spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau
bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.
Jalur Asenden
Jalur Desenden
Salah satu jalur desenden yang telah di identifikasi adalah mencakup 3
komponen yaitu :
a. Bagian pertama adalah substansia grisea periaquaductus (PAG )
dan substansia grisea periventrikel mesenssefalon dan pons bagian atas
yang mengelilingi aquaductus Sylvius.
b. Neuron-neuron di daerah satu mengirim impuls ke nukleus
ravemaknus (NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medula
oblongata bagian atas dan nukleus retikularis paragigantoselularis
(PGL) di medula lateralis.
c. Impuls ditransmisikan ke bawah menuju kolumna dorsalis medula
spinalis ke suatu komplek inhibitorik nyeri yang terletak di kornu
dorsalis medula spinalis (Price A. Sylvia,2006).
Transmisi Nyeri
Terdapat beberapa teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosiseptor
dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang
mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali
nyeri dianggap paling relevan. (Hartwig & Wilson, 2005)
Neuroregulator
Nyeri Neuroregulator atau substansi yang berperan dalam transmisi stimulus saraf
dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu neurotransmitter dan neuromodulator.
Neurotransmitter mengirimkan impuls-impuls elektrik melewati rongga sinaps
antara dua serabut saraf, dan dapat bersifat sebagai penghambat atau dapat pula
mengeksitasi. Sedangkan neuromodulator dipercaya bekerja secra tidak langsung
dengan meningkatkan atau menurunkan efek partokular neurotransmitter. (Anas
Tamsuri, 2006) Beberapa neuroregulator yang berperan dalam penghantaran
impuls nyeri antara lain adalah:
1. Neurotransmiter
a. Substansi P (Peptida)
Ditemukan pada neuron nyeri di kornu dorsalis (peptide eksitator)
berfungsi untuk menstranmisi impuls nyeri dari perifer ke otak dan dapat
menyebabkan vasodilatasi dan edema.
b. Serotonin
Dilepaskan oleh batang otak dan kornu dorsalis untuk menghambat
transmisi nyeri.
c. Prostaglandin
Dibangkitkan dari pemecahan pospolipid di membran sel dipercaya dapat
meningkatkan sensitivitas terhadap sel.
2. Neuromodulator
a. Endorfin (morfin endogen)
Merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh. Diaktivasi
oleh daya stress dan nyeri. Terdapat pada otak, spinal, dan traktus
gastrointestinal. Berfungsi memberi efek analgesik
b. Bradikinin
Dilepaskan dari plasma dan pecah disekitar pembuluh darah pada daerah
yang mengalami cedera. Bekerja pada reseptor saraf perifer, menyebabkan
peningkatan stimulus nyeri. Bekerja pada sel, menyebabkan reaksi
berantai sehingga terjadi pelepasan prostaglandin.
Skala analog visual (Visual analog scale VAS) tidak melebel subdivisi.
VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus
dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan
penuh untuk mengidentifikasikeparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran
keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik
pada rangkaian dari pada dipaksa memilihsatu kata atau satu angka (Potter, 2005)
BAB III
MANAJEMEN TERAPI NYERI AKUT
Opioid Kuat
Nyeri hebat yang berasal dari organ dalam dan struktur viseral
membutuhkan Opioidkuat sebagai analgesianya. Perawatan yang tepat
dimulai dengan pemahaman yang benar tentang obat, rute pemberian dan
modus tindakan. Pemberian awal akan mencapai konsentrasi obat yang
efektif sehingga lebih mudah untuk mempertahankan tingkat
terapeutik obat di dalam darah.
Pemberian melalui rute oral mungkin tidak tersedia segera setelah
pembedahan. Jika fungsi gastrointestinal normal setelah operasi kecil atau
besar,maka analgesia kuat tidak diperlukan. Namun, rute oral mungkin
tersedia pada pasien yang telah sembuh dari pembedahan mayor sehingga
opioid kuat seperti morfin dapat digunakan karena morfinsangat efektif
per oral. Bila pasien tidak dapat mengkonsumsi obat melalui rute oral
cara pemberian lain harus dilakukan. Secara umum, analgesia yang efektif
dapat diberikan melalui suntikan.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi penyerapan obat. Mungkin
ada variasi yang besar dalam darah dan tingkat penyerapan opioid setelah
injeksi intramuskular. Ini mungkin dipengaruhi oleh gangguan hepatik
atau penyakit ginjal, usia yang ekstrim dan adanya terapiobat yang lain.
Kondisi apapun yang mengurangi aliran darah perifer dapat
mengganggu penyerapan obat dan dengan demikian, mengurangi suhu
tubuh, hipovolemia dan hipotensisemua ini akan mengakibatkan
menurunnya penyerapan dari situs injeksi. Hipotermia dan hipotiroidisme
keduanya menyebabkan penurunan metabolisme yang
menyebabkan peningkatan kepekaan terhadap obat-obatan.
2. Strategi kognitif-perilaku
Strategi kognitif-perilaku bermanfaat dalam mengubah persepsi
pasien terhadap nyeri, mengubah perilaku nyeri, dan memberi pasien
perasaan yang lebih mampu untuk mengendalikan nyeri. Strategi-
strategi ini mencakup relaksasi, penciptaan khayalan (imagery),
hipnosis, dan biofeedback. Walaupun sebagian besar metode kognitif-
perilaku menekankan salah satu relaksasi atau pengelihatan, pada praktik
keduanya tidak dapat dipisahkan. Cara lain untuk menginduksi relaksasi
adalah dengan olahraga dan bernafas dalam, meditasi dan
mendengarkan musik-musik yang menenangkan.
Teknik-teknik relaksasi akan mengurangi rasa cemas,
ketegangan otot, dan stress emosi sehingga memutuskan siklus nyeri-
stress- nyeri, saat nyeri dan stress saling memperkuat.
Teknik-teknik pengalihan mengurangi nyeri dengan
memfokuskan perhatian pasien pada stimulus lain dan menjauhi nyeri.
Menonton televisi, membaca buku, mendengar musik, dan melakukan
percakapan.
Penciptaan khayalan dengan tuntutan adalah suatu bentuk
pengalihan fasilator yang mendorong pasien untuk mevisualisasikan atau
memikirkan pemandangan atau sensasi yang menyenangkan untuk
mengalihkan perhatian menjauhi nyeri. Tehnik ini sering dikombinasikan
dengan relaksasi.
Hipnosis adalah suatu metode kognitif yang bergantung pada
bagaimana memfokuskan perhatian pasien menjauhi nyeri; metode ini juga
bergantung pada kemampuan ahli terapi untuk menuntun perhatian pasien
ke bayangan-bayangan yang paling konstruktif.
Umpan-balik hayati adalah suatu teknik yang bergantung
pada kemampuan untuk memberikan ukuran-ukuran terhadap parameter
fisiologik tertentu kepada pasien sehingga pasien dapat belajar
mengendalikan parameter tersebut termasuk suhu kulit, ketegangan otot,
kecepatan denyut jantung, tekanan darah dan gelombang otak.