BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Terdapat beberapa definisi dari Acute Limb Ischaemia atau Iskmia Anggota
Gerak Akut, antara lain:1,2
- Akut Limb Iskemik merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan
perfusi ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada
kemampuan pergerakan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam
jangka waktu dua minggu (Vaskuler Disease A Handbook)
- Menurut IA- Khaffaf (2005) Acute Limb Ischemia merupakan suatu
kondisi dimana terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas secara tiba-
tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pergerakkan, rasa
nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua minggu
dan umumnya iskemia akut tungkai disebabkan oleh proses oklusi akut
atau adanya aterosklerosis.
- Sedangkan menurut (TASC II) Akut limb iskemik (ALI) adalah adanya
penurunan tiba-tiba perfusi ekstremitas menyebabkan potensi ancaman
terhadap kelangsungan hidup ekstremitas. Presentasi ini biasanya sampai
2 minggu setelah akut.
2.2 Etiologi
a. Thrombosis
Iskemia anggota gerak akut dapat disebabkan oleh metode akses arterial
melalui arteri femoralis dan injuri pembuluh darah di lokasi akses, baik
dengan terbebasnya alat penutup vaskular ataupun dengan adanya injuri
langsung pada arteri femoralis major maupun arteri iliaca major. Demikian
juga, thrombosis yang terjadi terkait kateter dan emboli pada arteri popliteal
dapat terjadi.2,2
d. Sebab Lain
2.3 Patofisiologi
2.4 Diagnosis
Anamnesis
Kemunculan penyakit
Gejala pada kaki pada ALI berhubungan secara primer terhadap nyeri atau
fungsi. Onset serangan dan waktu nyeri yang tiba-tiba, lokasi dan
intensitasnya, bagaimana perubahan keparahan sepanjang waktu kesemuanya
harus digali. Durasi dan intensitas nyeri adalah penting dalam membuat
keputusan medis. Onset tiba-tiba dapat memiliki implikasi etiologi (seperti,
emboli arteri cenderung muncul lebih mendadak daripada arterial thrombosis),
sedangkan kondisi dan lokasi nyeri dapat membantu menegakkan diagnosis
banding.5
Gejala klasik dan temuan yang didapat pada pemeriksaan fisik pada
penderita iskemia anggota gerak akut sering dikenal dengan sebutan 6 P :
Pulselessness, pallor, pain, poikilothermia, paralysis, dan paresthesia. Nyeri
merupakan gejala yang paling umum ditemukan dan makin meningkat seiring
keparahan iskemia. Pallor (pucat) merupakan temuan awal pada ekstremitas
yang mengalami iskemik dan hal ini disebabkan oleh pengosongan pdan
vasospasme arteri komplit. Stagnasi sirkulasi mikrovaskular yang terjadi
berikutnya akan menyebabkan kerusakan kulit, yang mana kulit akan
berwarna pucat ketika ditekan. Ketika kondisi iskemik terus berlanjut, akan
muncul paresthesia, dan kemudian rasa kebas/numbness menggantikan rasa
nyeri, yang mana hal ini menyebabkan pasien dan dokter mendapatkan
kepastian yang salah. Pada stadium akhir injuri iskemik, akan terjadi paralisis,
pengelupasan kulit akan terjadi, tanpa kulit menjadi pucat. Kehilangan fungsi
motorik dan kulit mengkilat seperti marmer memperkuat dugaan telah terjadi
injuri iskemik ireversibel.1
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan seksama dapat menentukan level
oklusi dengan mendeteksi gradient temperature di sepanjang ekstremitas dan
deficit nadi baik secara palpasi maupun dengan pemeriksaan arteri dengan
Doppler. Perubahan kulit menjadi pucat dan perubahan suhu kulit terdeteksi
pada satu level di bawah level terjadinya oklusi. Pemeriksaan fisik harus
melibatkan pencarian sumber iskemik yang potensial. Temuan berupa atrial
fibrillation, murmur jantung pada penyakit katub jantung, atau adanya gejala
CHF dapat berimplikasi pada sebab cardioemboli. Gejala sistemik seperti
demam, keringat malam, dan menggigil dapat mengacu pada endocarditis
sebagai etiologi emboli jantung. Stigmata adanya PAD di ekstremitas
kontralateral atau tanda-tanda pernah mendapatkan terapi revaskularisasi
berupa pembedahan mengacu pada kondisi thrombosis arterial in situ,
sedangkan nyeri dada, hipertensi, dan denyut arteri yang asimetris pada
ekstremitas atas mungkin memerlukan pemeriksaan radiologi tambahan untuk
mengeksklusi kemungkinan diseksi aorta.6
Lebih penting lagi, pemeriksaan fisik merupakan cara untuk menentukan
klasifikasi keparahan iskemia, urgensi untuk dilakukan revaskularisasi, dan
prognosis setelah dilakukan revaskularisasi (Tabel 2.1), Klasifikasi klinis ini
juga berguna untuk menentukan strategi intervensi yang terbaik. Secara
umum, Rutherford class I merepresentasikan ekstremitas yang viable dan tidak
terancam, seperti pada pasien dengan iskemia kronik dan nonkritis. Rutherford
class II menampilakn gejala-gejala sebagaimana ekstremitas yang terganggu.
Ekstremitas klas IIA ditunjukkan dengan kondisi sensoris dan motoris yang
intak meskipun tidak didapatkan sinyal arterial pada Doppler. Klass IIB
meliputi pasien dengan ekstremitas yang terancam, kehilangan fungsi sensori,
gangguan fungsi motoris ringan, dan tidak ada sinyal arteri Doppler.
Ekstremitas pada tingkat klasifikasi ini masih dapat diselamatkan jika
mendapatkan penatalaksanaan segera. Iskemia ekstremitas yang ireversibel
ditunjukkan pada kalsifikasi Rutherford class III, dengan kerusakan saraf
permanen, hilangnya fungsi sensoris dan paralisis motoris, dan hilangnya
sinyal arteri dan vena pada Doppler. Revaskularisasi pada ekstremitas yang
mengalami hal tersebut sangat berbahaya, sehingga dibutuhkan amputasi.3
Adanya penyakit sumbatan arteri yang mendasari dapat mnimbulkan
“precondition” pada ekstremitas dengan mengembangkan aliran darah
kolateral untuk mengurangi keparahan malperfusi jaringan ketika terjadi
oklusi akut. Sehingga, pasien dengan thrombosis in situ pada pembuluh adarh
atherosclerosis dan pasien dengan kegagalan graft/cangkok dapat mentoleransi
iskemia akut lebih baik dibanding pasien-pasien tanpa penyakit arterial yang
mengalami iskemia anggota gerak akut akibat cardioemboli atau sebab
iatrogenic. Beberapa karakteristik klinis dapat digunakan untuk membedakan
kejadian emboli dan thrombosis in situ. Pasien dengan onset nyeri yang
mendadak dan batas demarkasi perubahan suhu kulit dan pengelupasan kulit
yang jelas. Pasien-pasien ini biasanya memiliki tanda dan gejala sesuai
Rutherford class IIb dan III. Pasien dengan thrombosis arterial in situ biasanya
memiliki tanda PAD dan onset gejalanya lebih samar. Temuan dari
pemeriksaan fisik tidak terlalu mencolok, dengan batas demarkasi perubahan
iskemik yang kurang tampak dan lebih cenderung mengalami cyanosis
dibanding pucat. Pasien ini jatuh pada kategori Rutherford class I dan IIa.3
Gambar 2.1. Gambaran Klinis Pasie dengan Acute Limb Ischemia
Angiografi
B-mode
- Untuk melihat dan menilai seluruh arteri dan vena pada ekstremitas
bawah digunakan B-mode untuk mengetahui apakah terdapat oklusi
yang disebabkan oleh adanya plaque atau trombus pada arteri.
- Pada kasus ALI, jika diambil gambaran short axis, maka pembuluh
darah ateri tidak terlihat, karena adanya oklusi.
Color Doppler ( Warna )
2.7 Klasifikasi4,5,6
Ad hoc committee of the Society for Vascular Surgery and the North
American Chapter of the International Society for Cardiovasculer Surgery
menciptakan suatu klasifikasi untuk oklusi arterial akut. Dikenal tiga kelas
yaitu:
Kelas I: Non-threatened extremity; revaskularisasi elektif dapat
diperlukan atau tidak diperlukan.
Kelas II: Threatened extremity; revaskularisasi diindikasikan untuk
melindungi jaringan dari kerusakan.
Kelas III: Iskemia telah berkembang menjadi infark dan penyelamatan
ekstremitas tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan.
Berdasarkan Rutherfort klasifikasi akut limb iskemik dapat dikategorikan
sebagai berikut:
a) Kelas I: perfusi jaringan masih cukup, walaupun terdapat penyempitan
arteri, tidak ada kehilangan sensasi motorik dan sensorik, masih bias
dengan obat-obatan pada pemeriksaan Doppler signal audible
b) Kelas IIa: perfusi jaringan tidak memadai pada aktivitas tertentu. Timbul
klaudikasio intermiten yaitu nyeri pada otot ektremitas bawah ketika
berjalan dan memaksakan berhenti berjalan, nyeri hilang jika pasien
istirahat dan sudah mulai ada kehilangan sensorik. Harus dilakukan
pemeriksaan angiography segera untuk mengetahui lokasi oklusi dan
penyebab oklusi
c) Kelas IIb: perfusi jaringan tidak memadai, ada kelemahan otot ekstremitas
dan kehilangan sensasi pada ekstremitas. Harus dilakukan intervensi
selanjutnya seperti revaskularisasi ataupun embolektomy
Onset
Severity
Tabel 2.2. Pembagian ALI menurut Society for Vascular Surgery / International Society
for Cardiac Vascular Surgery (SVS/ISCVC)
2.8 Penatalaksanaan
peralatan ini sudah menjadi bagian terapi ajuvan yang penting dalam
mempercepat proses reperfusi dan menurunkan jumlah obat trombolitik yang
digunakan.
Efek positif berupa pengurangan lama waktu prosedur dan dosis trombolitik,
cenderung diimbangi dengan efek buruk berupa efek traumatik yang lebih besar
dibanding efek farmakoterapi yang akan didapat. Obat-obat trombolitik juga
berperan untuk menciptakan patensi pada cabang-cabang pembuluh darah dan
pembuluh kolateral yang terlalu kecil untuk mendapat terapi dengan peralatan ini.6
Suction Embolectomy
EKOS EndoWave (EKOS Corp., Bothell, Wash.) telah diujikan pada 25 pasien
dengan oklusi arteri di ekstremitas bawah. Resolusi thrombus komplit didapatkan
pada 88% pasien setelah mendapat waktu terapi rata-rata hanya sekitar 16,9 +
10,9
jam. Suatu studi lain membandingkan antara penggunaan ultrasound accelerated
thrombolysis dengan trombektomi mekanik yang menggunakan Rotarex pada 20
pasien yang mengalami oklusi pembuluh darah cangkokan femoropopliteal akut.
Motarjeme menggunakan ultrasound-accelerated thrombolysis untuk menterapi 24
kasus oklusi arteri subakut, dengan angka keberhasilan teknik sebesar 100% dan
lisis thrombus komplit pada 96% kasus setelah pemberian terapi dengan durasi
rata-rata 16,4 jam (rentang 3-25 jam). Rata-rata durasi pemberian infuse
trombolitik pada kelompok yang menggunakan teknik ultrasound adalah 15 jam,
dengan angka kesuksesan sebesar 90%. Suatu studi prospektif lainnya
menggunakan 21 pasien yang diterapi dengan menggunakan ultrasound-
accelerated thrombolysis menunjukkan bahwa sebanyak 20 pasien mendapatkan
hasil lisis thrombus komplit, tanpa komplikasi perdarahan patensi pembuluh darah
baik native maupun cagkokan sebesar 18%. Studi Dutch DUET akan
membandingkan efikasi dari pemberian terapi catheter-directed thrombolysis
dengan ultrasound-assisted thrombolysis pada suatu penelitian acak pada kasus
thrombosis akut dan kronik pembuluh darah native maupun pembuluh darah
infrainguinal postbypass dengan gejala kategori I dan IIa.6
Pelarutan thrombus secara bertahap dapat memicu terjadinya embolisasi
distal dari fragmen-fragmen yang lebih kecil yang masuk ke sirkulasi distal.
Komplikasi ini dapat terjadi pada 5% prosedur dan bermanifestasi sebagai
keluhan berupa rasa nyeri yang memberat mendadak atau hilangnya pulsasi distal.
Komplikasi ini membutuhkan peningkatan dosis trombolitik secara temporer dan,
jika gejala tidak membaik dalam waktu 1-2 jam berikutnya, maka perlu dilakukan
angiografi ulang.6
Pada praktek modern, perbedaan antara teknik pembedahan dan
endovascular seringkali tidak jelas, dan pasien dengan gejala iskemik akut sering
diterapi dengan catheter-directed thrombolysis yang diikuti dengan terapi
endovascular, gabungan, atau prosedur pembedahan. Pada seri penelitian terbaru
yang melibatkan 119 pasien dengan iskemia ekstremitas akut, 54% kasus
diberikan terapi teknik endovascular tunggal, 13% mendapat terapi pembedahan,
dan 25% teknik gabungan. Trombosis femoropopliteal dan tibial cenderung
memiliki prognosis yang kurang baik dibandingkan pasien yang menderita oklusi
pada segmen aortoiliaka. Setelah 30 hari, 82% pasien yang dilibatkan dalam
penelitian ini dapat bertahan hidup tanpa harus mengalami amputasi.
Komplikasi yang dapat terjadi berupa hematoma di lokasi akses terjadi pada 11%
pasien, perdarahan yang membutuhkan tranfusi pada 8% pasien, dan sindroma
kompartemen pada 4% pasien. Angka kematian dalam 30 hari ditemukan pada 6%
pasien, kebanyakan dari mereka telah mendapatkan terapi pembedahan amputasi,
sedangkan angka keselamatan ekstremitas dalam waktu 1 tahun adalah sebesar
74,6% dan angka keselamatan dalam waktu 1 tahun sebasar 85,7%.6
2.9 Prognosis
Pasien dengan iskemik lengan dan tungkai akut biasanya memiliki faktor
pencetus berupa gangguan kardiovaskuler, yang dapat memungkinkan
timbulnya suatu iskemik. Populasi ini memiliki prognosis jangka panjang
yang buruk. Angka kelangsungan hidup rata-rata dalam lima tahun pada
iskemik lengan dan tungkai akut yang disebabkan oleh thrombosis adalah
sekitar 45%, dan jika disertai dengan emboli, akan berkurang menjadi sekitar
20%. Angka kelangsungan hidup rata-rata pada 1 bulan penderita yang
berusia diatas 75 tahun dengan iskemik tungkai dan lengan akut adalah
sekitar 40%. Resiko untuk kehilangan anggota gerak tergantung kepada
beratnya iskemik dan lamanya waktu yang telah lewat sebelum tindakan
revaskularisasi dilakukan.
1. Akut Limb Iskemik merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan perfusi
ke ekstremitas secara tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada kemampuan
pergerakan, rasa nyeri atau tanda-tanda iskemik berat dalam jangka waktu dua
minggu.
2. Penyebab terjadinya Akut limb iskemik yaitu trombhosis, emboli, iatrogenic
dan ada sebab lain
DAFTAR PUSTAKA