Anda di halaman 1dari 32

KETOASIDOSIS DIABETIK

DISUSUN OLEH:

AI ROSIDAH

DYAH AYU

LINDAYATI

METTY YUNIARTI

NURUL HUSNA

WINDA HARIYANA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat


RahmatNya kami diberi kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan
tulisan ini. Tidak lupa sholawat serta salam kami hanturkan kepada idola
kami, perantara penunjuk jalan kebenaran yang telah memperjuangkan
kehidupan umat manusia menghantarkan manusia kezaman yang penuh
dengan kemenangan Nabi Muhammad SAW. Semua ini tidak akan terjadi
kecuali dengan kehendak Allah.
Dalam kesempatan ini izinkanlah kami untuk mengucapkan rasa
Terima Kasih kepada:
1. Ibu Tien Gartinah selaku KaProdi Ilmu Keperawatan UIN Syarif
Hidayatullah.
2. Ibu Ita Yuanita selaku dosen penanggung jawab mata kuliah
Kegawatdaruratan dan Kritis.
3. Ibu Ernawati selaku dosen dalam mata kuliah Kegawatdaruratan
dan Kritis.
Semoga yang kami hormati diatas tidak akan pernah bosan dan
lelah untuk mengabdikan dirinya dalam membagi ilmunya kepada
mahasiswa, dan pahala kebaikan akan terus mengalir hingga kehidupan
dunia ini berganti menjadi kehidupan yang kekal.
Terakhir terimakasih untuk teman-teman kelompok
Kegawatdaruratan dan Kritis yang telah bekerja keras berusaha
megerjakan makalah ini. Semoga ilmu yang kita dapatkan dapat
bermanfaat untuk proses pembelajaran kita

Ciputat, 15 Oktober 2010

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang


ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa
secara normal bersikulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Insulin, yaitu suatu
hormone yang diproduksi pancreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah
dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.

Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat


menurun, atau pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Hal ini
menimbulkan hiperglikemia dapat mengakibatkan komplikasi metabolic akut
seperti diabetes ketoasidomsis dan sindrom hiperglikemia hiperosmoler
nonketotik (HHNK). Hipergllikemia jangka panjang menyebabkan komplikasi
mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan mata) dan komplikasi neuropati
(penyakit pada saraf

Diabetes tidak bisa disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan. Perubahan gaya


hidup dan pola makan menjadi kunci utama. Data menunjukkan lebih dari 80 juta
diabetesi (orang dengan diabetes) berada di wilayah Pasifik Barat dan Asia
Tenggara. Di seluruh dunia, diabetes melitus (DM) membunuh lebih banyak
manusia dibanding HIV/AIDS.

Sedemikian besarnya angka kejadian dan kematian akibat penyakit terkait


kadar gula darah itu. Sejak 2007, badan dunia PBB menjadikan 14 November
sebagai Hari PBB untuk Diabetes (UN World Diabetes Day). Di Indonesia, Hari
Diabetes Nasional diperingati 12 Juli.

Angka penyandang penyakit yang populer dengan sebutan kencing manis


itu memang cukup fantastis, menempati urutan keempat terbesar di dunia. Pada
2006 ditemukan 14 juta diabetesi. Dari 50% yang sadar mengidapnya,hanya 30%
yang rutin berobat. WHO memperkirakan, pada 2030 nanti sekitar 21,3 juta orang
Indonesia terkena diabetes.
Ada empat kala atau tipe diabetes,yaitu tipe 1,tipe 2,tipe lain (disebabkan
adanya penyakit atau faktor lain),dan DM pada kehamilan (gestasional). Diabetes
tipe 1 bisa dialami sejak kanak-kanak atau remaja dan harus mendapat asupan
insulin rutin seumur .Sementara itu,diabetes tipe 2 umumnya dialami orang
dewasa dan tidak terkait insulin.
BAB II
PEMBAHASAN

I. Pengertian
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan berkembangnya
komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long,
1996)
Diabetes mellitus adalah penyakit karena kekurangan hormone insulin
sehingga glukosa tidak dapat diolah tubuh dan kadar glukosa dalam darah
meningkat lalu dikeluarkan kemih yang menjadi merasa manis (Ahmad Ramali,
2000)
Diabetes mellitus adalah masalah yang mengancam hidup atau kasus
darurat yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolute (Mariyinn E.
Donges, 2000)
Diabetes mellitus adalah kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smletzer C. Suzanne, 2001).

II. Etiologi
Etiologi dari diabetes mellitus tergantung pada tipenya, tipe I yaitu
Diabetes mellitus yang tergantung insulin (IDDM) Insulin dan Tipe II yaitu
diabetes mellitus yang tidak tergantung oleh insulin (non IDDM).
1. Diabetes mellitus tipe I (IDDM) yaitu disebabkan oleh genetik, faktor
imunologi, lingkungan dan virus
2. Diabetes mellitus tipe II (NIDDM) penyebabnya belum diketahui dengan
pasti namun ada beberapa faktor risiko : yaitu usia, obesitas, herediter,
kurang gerak badan dan diit tinggi lemak rendah karbohidrat

III. Klasifikasi diabetes mellitus


Diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi 4 yaitu :
1. Diabetes mellitus tipe I yang tergantung pada insulin / Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM) 5% - 10% dari seluruh penderita diabetes
mellitus Pada diabetes mellitus tipe I ciri-ciri klinisnya antara lain : awitan
terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda (< 20 tahun), biasanya
bertubuh kurus pada saaat diagnosis dengan penurunan berat badan yang
baru saja terjadi. Etiologi mencakup faktor genetik, imunologik,
lingkungan atau virus, sering memiliki antibodi sel pulau langerhans
terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi insulin,
sedikit / tidak memiliki insulin endogen, memerlukan insulin untuk
mempertahankan hidup, cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki
insulin serta komplikasi akut hiperglikemia ketosis diabetic
2. Diabetes mellitus tipe II yaitu diabetes mellitus yang tidak tergantung oleh
insulin / Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM) 90% - 95%
dari seluruh penderita diabetes mellitus, obesitas 80% dan non obesitas
20%. Pada tipe II ciri-ciri klinisnya antara lain awitan terjadi disegala usia,
biasanya diatas 30 tahun, bertubuh gemuk pada saat diagnostik. Etiologi
mencakup faktor obesitas, herediter, usia, diet tinggi lemak rendah
karbohidart dan kurang gerak badan. Tidak ada antibodi di pulau
Langerhans, penurunan produksi insulin endogen / peningkatan resistensi
insulin, mayoritas penderita obesitas dapat mengendalikan kadar gula
dalam darah melalui penurunan berat badan agens hipoglikemia oral dapat
memperbaiki kadar glukosa darah bila memodifikasi diet dan latihan, bila
tidak berhasil mungkin akan memerlukan insulin dalam waktu yang
pendekj / panjang untuk mencegah hiperglikemia, ketosis jarang terjadi,
kecuali bila dalam keadaan stress / menderita infeksi serta komplikasi akut
sindrom hiperosmalor non ketotik.
3. Diabetes mellitus dengan Malnutrisi (DMTM) Diabetes mellitus jenis ini
biasanya ditemukan didaerah tropis yang disebabkan oleh adanya
malnutrisi dan disertai kekurangan protein. DMTM ini dimasa mendatang
masih akan banyak terjadi, mengingat jumlah penduduk yang masih
berada di bawah garis kemiskinan yang masih tinggi.
4. Diabetes Gestasional
Diabetes mellitus jenis ini adalah diabetes mellitus yang timbul selama
kehamilan. Hal ini sangat penting untuk diketahui karena dampaknya pada
janin kurang baik bila tidak ditangani dengan tepat.

IV . Proses Penyakit Diabetes Mellitus


Diabetes mellitus tipe I (IDDM) disebabkan oleh genetik, faktor
imunologi, lingkungan, virus. Pada diabetes mellitus tipe I terdapat pankreas
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa dari makan tidak dapat disimpan dalam
hati meskipun tidak tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia
post prandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
keluar dalam urine (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke
dalam urine, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan (diuresis osmotik). Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan (polidipsi). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein
dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (poligfagia) akibat menurunannya simpanan kalori.
Gejala lain dari tipe diabetes mellitus mencakup kelelahan dan kelemahan.
Diabetes mellitus tipe II (NDDM) belum diketahui penyebabnya dengan pasti
namun ada beberapa faktor risiko yaitu usia, obesitas, herediter, diit tinggi lemak
rendah karbohidrat dan kurang gerak badan. Diabetes mellitus tipe II terdapat dua
masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe II disertai penurunan reaksi intrasel.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Pada orang yang terkena diabetes mellitus tipe II dimana
produksi insulin tidak sesuai dengan kebutuhan, maka selalu mengalami
kekurangan glukosa dan glukosa tersebut menumpuk di pembuluh darah sehingga
ginjal tidak mampu menyerap glukosa yang harusnya di saring oleh ginjal, keluar
melalui urine atau disebut glukosaria sehingga mengakibatkan diuresis osmotik
(pengeluaran cairan dan elektrolit). Jika tidak ditangani segera akan menyebabkan
dehidrasi dimana dari dehidrasi akan mengakibatkan syok hipovolemik.

V. Manifestasi klinik
Adapun manifestasi klinik pada penyakit diabetes mellitus yaitu :
1. Diabetes mellitus tipe I yaitu : hiperglikemia post prandial (peningkatan
kadar glukosa dalam darah sesudah makan, glukosuria (glukosa muncul
dalam urine), diuretik osmosis (pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan), poliuria (peningkatan rasa haus), penurunan berat badan,
kelelahan dan kelemahan, nafas bau keton serta hiperventilasi, nyeri
abdomen, mual, muntah, perubahan kesadaran, koma.
2. Diabetes mellitus tipe II yaitu : kelelahan, iritabilitas, poliuria
(peningkatan dalam berkemih), polidipsi (peningkatan rasa haus), bila
terjadi luka pada kulit, lama sembuhnya

VI. Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi tiga kategori yaitu :
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut antara lain hipoglikemia (kadar glukosa darah yang
abnormal rendah), ketoasidosis diabetik, dan sindrom HHNK
(hiperosmolar non ketotik)
a. Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga
60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/1) akibatnya karena pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau
karena aktivitas fisik yang berlebihan.
b. Ketoasidosis diabetik terjadi oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata, mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak.
c. Sindrom hiperglikemia hiperosmoler non ketosis (HHNK) yaitu keadaan
yang dideminasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia dan disertai
perubahan tingkat kesadaran.
2. Komplikasi jangka panjang
a. Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit arteri koroner / jantung
koroner yang disebabkan perubahan arterosklrerotik dalam pembuluh
arteri koroner, pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus
ditempat lain dalam sistem pembuluh darah dan penyakit vaskuler perifer
disebabkan perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada
ekstremitas bawah.
b. Komplikasi mikrovaskuler seperti retingpati diabetic disebabkan oleh
perubahan pembuluh-pembuluh darah pada retina mata, dan juga terdapat
3 stadium utama neuropati yaitu Retinopati non proliferatif dan retinopati
praproliferatif dan retinopati proliferatif.
3. Komplikasi oftalmologi
Komplikasi oftalmologi antara lain : katarak dikarenakan opasitas
lensa mata, perubahan lensa dikarenakan kadar glukosa darah meningkat
sehingga meningkat, hipoglikemia dikarenakan kadar glukosa darah yang
abnormal rendah dibawah 50 – 60 mg/dl (2,7 – 3,3 mmol/L). Glukoma terjadi
dengan frekuensi yang agak lebih tinggi pada populer diabetik. Kelumpuhan
ekstra okuler jadi akibat neuropati diabetik, neuropati dikarenakan kadar
glukosa darah meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stres
terjadi kebocoran protein darah ke dalam urine dan neropati dabetik
menyerang semua tipe saraf termasuk saraf perifer (sensori motor) otonom
dan spinal.
BAB III

PEMBAHASAN KETOASIDOSIS DIABETIK

I. Definisi

Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi yang potensial yang dapat


mengancam nyawa pada pasien yang menderita diabetes mellitus.ini terjadi
terutama pada mereka dengan DM tipe 1, tetapi bisa juga mereka yang menderita
DM tipe dalam keadaan tertentu. Kejadian KAD (Ketoasidosis Diabetik) ini
sering terjadi pada usia dewasa dan lansia dengan DM tipe 1. KAD ini di
sebabkan karena kekurangan insulin, dimana yang dapat mengancam kehidupan
metabolism. Dikarenakan sel beta dalam pancreas tidak mampu menghasilkan
insulin, selain itu hiperglikemi yang disebabkan karena hiperosmolaritas.

Gangguan metabolism glukosa mempunyai tanda-tanda:

 Hiperglikemia (KGD sewaktu > 300 mg/dL),


 Hiperketonemia/ ketonuria dan asidosis metabolik (pH darah
< 7,3 dan bikarbonat darah < 15 mEq/ L)

Hasil dari hiperosmolaritas adalah perpindahan cairan dari dalam sel ke


serum, hal ini menyebabkan hilangnya cairan dalam urin sehingga terjadi
perubahan elektrolit dan dehidrasi total pada tubuh. Gangguan metabolic lainnya
terjadi karena insulin tidak memungkin glukosa untuk masuk kedalam sel
sehingga sel memecah lemak dan protein yang digunakan sebagai bahan bakar.
Proses ini menyebabkan pembentukan keton. Keton menurunkan pH darah dan
konsentrasi bikarbonat dikarenakan ketoasidosis.

Berat ringannya KAD dibagi berdasarkan tingkat asidosisnya:

 RINGAN : pH darah < 7,3 , bikarbonat plasma < 15 mEq/L


 SEDANG: pH darah < 7,2 , bikarbonat plasma < 10 mEq/L
 BERAT : pH darah < 7,1 , bikarbonat plasma < 5 mEq/L
II. Patogenesis Diabetik Ketoasidosis

Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan Diabetic


Ketoacidosis (DKA) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun
kehilangan insulin. Semua gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada
DKA (diabetic ketoacidosis) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak
langsung dari kekurangan insulin.

Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan


menimbulkan hyperglycaemia yang meningkatkan glycosuria. Meningkatnya
lipolysis akan menyebabkan over-produksi asam asam lemak, yang sebagian
diantaranya akan dikonversi (dirubah) menjadi ketone, menimbulkan
ketonnaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glycosuria akan menyebabkan
diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolite-seperti
sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi, bila terjadi
secara hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan shock
hypofolemik. Asidosis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh
peningkatan derajat ventilasi (peranfasan Kussmaul). Muntah-muntah juga
biasanya sering terjadi dan akan mempercepat kehilangan air dan elektrolite.
Sehingga, perkembangan DKA adalah merupakan rangkaian dari iklus
interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu
pemulihan metabolisme karbohidrat dan lipid normal.

III. Manifestasi Klinis KAD

¤ Dehydration  dehidarsi
¤ Rapid, deep, sighing (Kussmaul respiration)  nafas cepat dan dalam
(pernapasan kussmaul)

¤ Nausea, vomiting, and abdominal pain mimicking  mual, muntah, nyeri


abdomen

¤ Progressive obtundation and loss of consciousness  penurunan kesadaran

¤ Increased leukocyte count with left shift perubahan peningkatan leukosit

¤ Non-specific elevation of serum amylase  tidak spesifik tingginya serum


amilase

¤ Fever only when infection is present  demam ketika infeksi terjadi

Penyebab ketoasidosis diabetic:

1. Pasien baru DM tipe 1


2. Menurunnya atau menghilangnya dosis insulin
3. Stress
4. Penyakit atau keadaan yang meningkatkan kenaikan metabolism sehingga
kebutuhan insulin meningkat (infeksi, trauma)
5. Kehamilan
6. Peningkatan kadar hormone anti insulin (glucagon, epinefrin, kortisol)

Obat-obatan yang menggangu sekresi insulin:

a. Glukokortikoid (hydrocortisone, prednisone, dexamethasone)


b. Penitoin (dilantin)
c. Thiazide diuretic (hydroclorothiazide)
d. Sympathomimetics (albuterol, dobutamine, dopamine, epinephrine,
norephinephrine, phenylephrine).

Nilai-nilai laboratorium ketoasidosis diabetic:

a. Serum glukosa (250 mg/dl)


b. Tingginya nilai BUN
c. Glukosuria
d. Meningkatnya serum osmolaritas ( > 300 mOsm/L )
e. Arterial pH < 7,35
f. Hiperkalemia (sering pada awal): > 5,4 mEq/L
g. Anion gap : > 20 mEq/L

IV. Intervensi dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien KAD

1. Memonitor peningkatan serum glukosa setiap 2 jam. Peningkatan serum


glukosa harus di monitor setiap 1 atau 2 jam ketika pasien menerima
infuse insulin secara terus-menerus
2. Mengganti apabila kekeurangan cairan dan elektrolit yang dapat
mengancam jiwa. Cairan yang digunakan biasanya normal salin 0,9%.
Yang baik digunakan untuk mengganti kekurangan voleme cairan
ekstraselular. Menggunakan normal saline biasanya diguyur, tetapi ketika
tekanan darah pasien sudah normal maka hypotonic saline (0,45% NS)
dapat digunakan.
3. Memonitor asidosis dengan menilai ABC. Memeriksa ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit akan memungkinkan ginjal untuk mempermudah
bikarbonat dalam mengembalikan keseimbangan acied – base. Penderita
asidosis biasanya diberikan bikarbonat ketika pH serumnya 7,10 atau
lebih. Dalam pengaturan bikarbonat dapat ditambahkan hipotonik NS dan
diganti secara perlahan.
4. Mengatur insulin secara cepat dan tanggap. Pengaturan insulin intravena
harus rutin pada tingkat 0,1 sampai 0,2 u/kg/jam disarankan melalui infuse
terus-menerus untuk mencapai penurunan bertahap dalam serum glukosa.
5. Memonitor jantung, paru-paru dan status neuro
6. Memonitor keseimbangan elektrolit. IV sebagai pengganti kalium, fosfat,
klorida, dan magnesium mungkin diperlukan. Dieresis osmotic dapat
mengakibatkan deficit kalium. Jika tidak ada kontrindikasi seperti adanya
penyakit ginjal amaka penggantian kalium dimulai dengan terapi cairan
yang berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium serum dan urin.
7. Memeriksa timbulnya gejala biasanya terjadi infeksi
8. Memeberi dukungan dan pendidikan kepada pasien dan juga keluarganya.
Pendidikan ini sangat penting dalam pencegahan terjadinya kembali krisis
penderita diabetic. Lebih diperhatikan pemantauan glukosa dan peraturan
jadwal makan, diet, olahraga, dan istirahat.
9. Menghindari komplikasi terapi.
BAB IV

PENATALAKSANAAN

Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:


a) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
b) Penggantian cairan dan garam yang hilang
c) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan
pemberian insulin.
d) Mengatasi stress sebagai pencetus KAD
e) Mencegah komplikasi dan mengembalikan keadaan fisiologis normal serta
menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.

Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :

 Penilaian Klinik Awal

1. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda


asidosis (hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat
dehidrasi.

2. Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran


lekositosis), kadar glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa
gas darah.

 Resusitasi
a. Pertahankan jalan napas.

b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.

c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB


bolus.

d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube


untuk menghindari aspirasi lambung.

 Observasi Klinik

Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :

a. Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam.

b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.

c. Pengukuran balans cairan setiap jam.

d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.

e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :

f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda


hipo/hiperkalemia.

g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
 Rehidrasi

Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat


meningkatkan resiko terjadinya edema serebri.

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:

a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.


b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.

c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected


Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.

e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.


 Penggantian Natrium

a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.


b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.

c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi


hiperglikemia yang terjadi.

d. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6


mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100
mg/dL.
e. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.

f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi
dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.

g. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan


risiko edema serebri.

 Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun
konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya
Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera
turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.

a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan


resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg
BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda,
pemberian kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.

 Penggantian Bikarbonat

a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.Pemberian


bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat.
b. Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:

 Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas


bikarbonat.

 Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan

 Hipertonis dan kelebihan natrium

 Meningkatkan insidens hipokalemia

 Gangguan fungsi serebral

 Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.

c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7,1
dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal,
dan pada syok yang persistent. walaupun demikian komplikasi asidosis
laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan indikasi
pemberian bikarbonat.
c. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran
dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB).
Cukup diberikan ¼ dari kebutuhan.

 Pemberian Insulin

a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan


resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).

c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah
walaupun insulin belum diberikan.

d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam
pada anak < 2 tahun.

e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1


unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan
microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan
rumatan/hidrasi.

f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100


mg/dL/jam.

g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½


Salin.

h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).

i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan
dengan D10 ½ Salin.

j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.

k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg


BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.

m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian


ulang kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab
kegagalan respon pemberian insulin.

n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler
atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi
insulin.

 Tatalaksana edema serebri

Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri
dibuat, meliputi:

a. Kurangi kecepatan infus.


b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit
(keterlambatan pemberian akan kurang efektif).

c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.

d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.

e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.

 Fase Pemulihan

Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1)


Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.

a. Memulai diet per-oral.


1. Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD
< 250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak
mual/muntah.

2. Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x


sampai 30 menit sesudah snack berakhir.

3. Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan


utama.

4. Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi


2x sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.

b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.

1. Insulin iv bisa dihentikan bila keadaan umum anak baik,


metabolisme stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama.

2. Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama dan


insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan
diberikan.

3. Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual


tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih
1 unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.

c. Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7 sebelum
makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack
menjelang tidur.
TERAPI KAD

Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan


ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang
ada.Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU
Fase I/Gawat :
1. REHIDRASI
NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80 tpm selama 4
jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam)
2. INSULIN
4-8 U/jam sampai GDR 250 mg/dl atau reduksi minimal
3. Infus K (TIDAK BOLEH BOLUS)
o Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L
o Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
o Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
o Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam

4. Infus Bicarbonat
o Bila pH<7,0 atau bicarbonat < 12mEq/L
o Berikan 44-132 mEq dalam 500cc NaCl 0.9%, 30-80 tpm
Pemberian Bicnat = [ 25 - HCO3 TERUKUR ] x BB x 0.4
5. Antibiotik dosis tinggi

Batas fase I dan fase II s ekitar GDR 250 mg/dl atau reduksi
Fase II/maintenance:
1. Cairan maintenance
o Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
o Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4U

2. Kalium
o Perenteral bila K+ <4mEq
o Peroral (air tomat/kaldu 1-2 gelas, 12 jam
3. Insulin reguler 4-6U/4-6jam sc
4. Makanan lunak karbohidrat komlek perasü

Penanganan diabetic ketoacidosis secara rinci diperlihatkan pada dibawah


ini, yakni 0.9% akan pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien
semakin baik. Insulin intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan
menggunakan pompa otomatis, dan suplement potasium ditambahkan kedalam
regimen cairan. Bentuk penanganan yang baik atas seorang pasien penderita DKA
(diabetic ketoacidosis) adalah melalui monitoring klinis dan biokimia yang
cermat.
Kepentingan skema cairan yang baik, seperti halnya dalam
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang serius, tidak boleh
terlalu diandalkan. Input saline fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9%
akan pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien semakin
baik. Insulin intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan
menggunakan pompa otomatis, dan supplement potasium ditambahkan
kedalam regimen cairan. Bentuk penanganan yang baik atas seorang
pasien penderita DKA (diabetic ketoacidosis) adalah melalui monitoring
klinis dan biokimia yang cermat.
Perbedaan antara KAD dan HHNK

KAD HHNK

Gejala  Bingung , lesu  Bingung,


 Anoreksia , lesu
mual  Lemah
 Nyeri pada  Terlihat
abdomen kemerah-
 Takikardi merahan
 Nafas berbau pada kulit
aseton  Takikardi
 Pernapasan  Nafas cepat
cepat dan  Napas
dalam berbau
 Merasa haus aseton
 Merasa haus
Nilai
laboratoriu
m

Glukosa Tinggi Tinggi > 1000 mg/dl


darah

Serum Tinggi Tetap


sodium

Serum Tetap Tetap


pottasium

Serum Tinggi (tetapi < 330 Tinggi sampai > 350


osmolarity mOsm/L) mOsm/L

AGD Asidosis metabolic Normal  asidosis


penurunan pH dengan ringan
kompensasi alkalosis
pernafasan

Keton urin Positive Negative

Intervensi Insulin, cairan dan Insulin, cairan dan


penggantian elektrolit penggantian elektrolit
BAB V

KESIMPULAN
Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi yang potensial yang dapat
mengancam nyawa pada pasien yang menderita diabetes mellitus.ini
terjadi terutama pada mereka dengan DM tipe 1, tetapi bisa juga mereka
yang menderita DM tipe dalam keadaan tertentu

Penyebab ketoasidosis diabetic: Pasien baru DM tipe 1, Menurunnya atau


menghilangnya dosis insulin, Stress, Penyakit atau keadaan yang
meningkatkan kenaikan metabolism sehingg kebutuhan insulin meningkat
(infeksi, trauma), Kehamilan, Peningkatan kadar hormone anti insulin
(glucagon, epinefrin, kortisol)

Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan


ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang ada

Fase Gawat :

 Rehidrasi : NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama,


lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-
6L/24jam)

 Insulin: 4-8 U/jam sampai GDR 250 mg/dl atau reduksi minimal

 Infus K (TIDAK BOLEH BOLUS): Bila K+ < 3mEq/L(beri


75mEq/L), Bila K+ 3-3.5mEq/L(beri 50 mEq/L), Bila K+ 3.5
-4mEq/L(beri 25mEq/L), Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam

 Infus Bicarbonat. Bila pH<7,0 atau bicarbonat < 12mEq/L, Berikan


44.132 q dalam 500cc NaCl 0.9%, 30-80 tpm, Pemberian Bicnat =
[ 25 - HCO3 TERUKUR ] x BB x 0.4
 Antibiotik dosis tinggi

DAFTAR PUSTAKA

 Chernecky, Schumacher . 2005. Critical care & emergency nursing. USA.


Elsevier Science
 Boswick, John A. 1998. Kep. Gawat Darurat (Emergency Care). Jakarta:
EGC

 DR. Paul Belchetic & DR. Peter J Hammond. 2005. Diabetes and
Endokrinology. Mosby

 Prof. DR. H. Tabrani. 2008. Agenda Gawat Darurat (critical care).


Bandung. PT Alumni

Anda mungkin juga menyukai