Ratna
Ratna
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
KESEHATAN KELUARGA
DEMAM TIFOID
OLEH :
Ratna Budiaty Paisal
(10542 0422 12)
Pembimbing :
dr. Hj. Hatase Nurna
PENDAHULUAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama :F
Usia : 4 tahun 9 bulan
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Jl. Andi mangerangi 1 LR 1 NO 2 RT 001 RW
004 Kel.Bongaya Kec Tamalate
Tanggal Masuk : 3 Desember 2017
B. ANAMNESIS
Pasien datang ke UGD Puskesmas Jongaya dengan keluhan demam yang
dirasakan sejak kurang lebih 4 hari yang lalu (tanggal 30 november 2017)
namun semakin memberat sejak 2 hari terakhir. Demam dirasakan memberat
mulai sore hari dan semakin tinggi pada malam hari, kemudian demam turun
pada pagi hari. Selain itu pasien mengeluhkan nyeri perut bagian bawah (+),
mual (+) dan muntah (+) sejak tadi pagi, dengan frekuensi 8x.. Keluhan batuk
pilek (+) sejak 4 hari yang lalu. Nafsu makan pasien menurun. BAK frekuensi
sekitar 4-5 kali per hari, warna kuning jernih, dan tidak terasa sakit. Pasien
mengeluhkan BAB 1x dengan konsitensi encer.
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama dan memiliki riwayat
batuk dan flu sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut keterangan ibunya, salah satu teman bermain pasien pernah demam
1 minggu yang lalu.
C. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum : Lemah
Tek. Darah :- mmHg
Frek. Nadi :90 x/menit
Frek Pernapasan :24 x/menit
Suhu : 37,6 C
Berat Badan : 13 kg
Tinggi Badan : 120 cm
D. PEMERIKSAAN STATUS GENERALIS :
Kepala :
- Ekspresi wajah : Normal
- Bentuk dan ukuran : normal
- Rambut : normal
- Edema : (-)
Mata :
- Simetris
- Alis : normal
- Exophtalmus : (-)
- Ptosis : (-)
- Strabismus : (-)
- Edema palpebra : (-)
- Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-), hiperemis (-/-), pterygium (-/-)
- Pupil : isokor, bulat, refleks (+/+)
- Kornea : normal
Telinga :
- Bentuk : normal
- Lubang telinga : normal, secret (-/-)
- Nyeri tekan : (-)
- Pendengaran : normal
Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-)
- Perdarahan (-), secret (-)
Mulut :
- Simetris
- Bibir : sianosis (-) kering (+)
- Gusi : hiperemis (-), perdarahan (-)
- Lidah : glositis (-), atrofi papil lidah (-) kotor (+)
- Mukosa : kering
Leher :
- JVP : normal
Thoraks :
Cor
- Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : iktus cordis teraba di ICS 5 midklavikula sinistra
- Perkusi : redup
- Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
- Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan dinding dada simetris,
penggunaan otot bantu nafas (-), pelebaran sela iga (-), frekuensi
pernapasan 24 x/menit.
- Palpasi : pergerakan dinding dada simetris, fremitus raba
dan vocal simetris, provokasi nyeri (-).
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
- Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen :
- Inspeksi : distensi (-), skar (-).
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan regio umbilicus, pembesaran organ (-)
- Perkusi : timpani
Inguinal-genital-anus : tidak diperiksa
Ekstremitas atas :
- Akral hangat : (+/+)
- Kulit : normal
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : dalam batas normal
- Edema : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Kekuatan : normal
Ektremitas bawah :
- Akral hangat : (+/+)
- Kulit : normal
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : dalam batas normal
- Edema : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Kekuatan : normal
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIPERLUKAN, DITULIS
DENGAN LENGKAP
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosis
yakni:
1. Pemeriksaan Darah Rutin
2. Pemeriksaan Uji Widal
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG YANG DIDAPATKAN
Hasil pemeriksaan Lab. tanggal Senin 4 desember 2017
Hasil Pemeriksaan Darah Rutin
Trombosit : 208.000/m3
Hasil Pemeriksaan Serologi
Widal Slide : S. typhi O = 1/320 S. typhi H = 1/160
G. DIAGNOSIS KERJA
- Demam Tifoid
- Demam Dengue
H. DIAGNOSIS KELUAR
Demam Thyfoid
I. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
a. Pola hidup yang sehat
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktifitas
c. Diet rendah serat, cukup vitamin dan mineral
d. Istirahat dan minum air putih yang cukup
e. Makan buah dan Sayuran
Farmakologi
a. IVFD RL 16 tpm macro
b. Domperidon syr 3x1/2 cth
c. Pararcetamol syr 3x1 cth
d. Thiamex puyer 4x1
J. PROGNOSIS
Quo ad vitam dan fungsional : dubia ad bonam
K. PERKEMBANGAN PENYAKIT
Home Visit I (tanggal 7 desember 2017)
- Dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, diperoleh suhu : 36,5
derajat celcius: pasien sudah tidak demam lagi
- Melakukan pemeriksaan di regio abdomen: nyeri tekan (-)
- Melakukan pemeriksaan gigi dan mulut: lidah kotor (+)
- Memantau kepatuhan pasien meminum obatnya. pasien masih
meminum obatnya.
- Melihat kuku tangan dan kuku kaki pasien tampak panjang dan
kotor.
- Menggali informasi mengenai penyakit yang diderita oleh pasien,
riwayat berobat dan kebiasaan sehari-hari. Saat itu keluhan mual
dan muntah sudah tidak ada tapi pasien malas makan.
- Mengumpulkan data tentang jumlah keluarga, lingkungan tempat
tinggal.
- Saat itu pasien sedang bermain didepan rumah, sehingga diberikan
edukasi untuk, lebih banyak istirahat dan minum air putih yang
banyak.
Home Visit II (tanggal 11 Desember 2017)
- 4 hari setelah pasien berobat di Puskesmas
- Pasien tidak mengonsumsi obat yang diberikan dari puskesmas,
sehingga kembali di edukasi tentang pentingnya pengobatan untuk
demam tyfoid.
- Pasien sudah lebih banyak istirahat dan tidak bermain diluar
rumah.
- Keluhan nyeri perut sudah tidak ada, nafsu makan mulai membaik.
- Kuku tangan dan kuku pasien sudah bersih, memberikan edukasi
tentang cuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah
buang air besar.
- Pemeriksaan gigi dan mulut tampak lidah pasien masih kotor.
- Memberikan edukasi kepada ibu dan juga pasien untuk menjaga
kesehatan gigi dan mulut dengan cara rutin menggosok gigi pagi
dan sebelum tidur.
Home visit III (tanggal 14 desember 2017)
- Pasien sudah menghabiskan obatnya.
- Pemerikssaan gigi dan mulut,lidah kotor (-).
- Menurut keterangan ibunya, pasien sudah mulai rajin menggosok
giginya.
- Mengedukasi pasien dan keluarganya mengenai pola hidup bersih
dan sehat dalam keluarga.
-
L. KELUARGA
ANGGOTA KELUARGA
M. DIAGNOSA HOLISTIK
1. Aspek personal
Alasan berobat : Tubuh pasien demam dialami 3 hari, dirasakan
demam timbul pada sore dan malam hari. Disertai adanya nyeri
perut, rasa mual, dan muntah.
Harapan : Berobat dengan harapan keluhan anaknya teratasi,
dan dapat pulih kembali.
2. Aspek Klinis
Diagnosa kerja : Demam Thyfoid
Diagnosa Banding : Demam Dengue
3. Aspek Faktor Intrinsik
(merupakan faktor-faktor internal yang mempengaruhi masalah
kesehatan pasien)
- Pola makan pasien, pasien suka mengkonsumsi makanan yang dijual
di depan lorong dekat rumahnya, makanan instant dan berpengawet
seperti mie. Namun, makanan tiap hari di rumah dimasak oleh ibu
pasien sendiri.
- Gaya hidup pasien ; pasien jarang mencuci tangan sebelum makan
dan sesudah buang air besar. Kebiasaan membersihkan peralatan
Makan dan Minum pada Rumah Tangga, Ibu Pasien selama ini
selalu mencuci peralatan makannya dengan sabun. Kebiasaan
menyimpan makanan pada rumah pasien, makanan siap saji yang
telah dimasak hanya diletakkan diatas meja tanpa ditutup
menggunakan tudung saji ataupun penutup lainnya.
- Akitivitas bermain di luar rumah sangat sering dilakukan oleh
pasien, sehingga pasien kurang beristirahat.
4. Aspek Psikososial Keluarga
(merupakan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi masalah
kesehatan pasien)
- Peran keluarga dalam mendukung pasien seperti Ibu mengantar
pasien berobat ke puskesmas dan menjaga pasien ketika pasien di
rawat inap di Puskesmas.
Penilaian Status sosial dan kesejahteraan hidup
Lingkungan tempat tinggal
Status kepemilikan rumah : rumah sendiri
Daerah tempat tinggal : padat penduduk
Luas rumah 20x15m
Bertingkat bertingkat
Jumlah penghuni rumah 12 orang
Luas halaman -
Lantai rumah terbuat dari Semen (tegel)
Dinding rumah terbuat dari Tembok dan triplek
Kondisi dalam rumah Sedang
Penerangan listrik Ada
Jamban Ada ( wc umum)
Ketersediaan air bersih Ada (sumur) dan air PDAM untuk
masak
LAMPIRAN
TINJAUAN PUSTAKA
1) Tirah baring
Seperti kebanyakan penyakit sistemik, istirahat sangat membantu. Pasien
harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai
pemulihan.2,3,8,11
2) Nutrisi
Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat
adalah yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun
tidak memperburuk kondisi usus. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat)
untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam
tifoid, basanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi
biasa.2.3.8.11
3) Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus
mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Kebutuhan kalori anak
pada infus setara dengan kebutuhan cairan rumatannya. 2.3.8.11
4) Kompres air hangat
Mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya menurunkan
suhu tubuh yaitu dengan pemberian kompres hangat55 pada daerah tubuh
akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang.
Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang,
sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan
vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat
vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh
hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya
vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan/ kehilangan energi/ panas
melalui kulit meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan
suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali 2.3.8.11
Medika Mentosa
1) Simptomatik
Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberi antipiretik.
Bila mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini
adalah Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin
untuk menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai efek
mengiritasi saluran cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan
kemungkinan untuk diperberat keadaannya sangatlah mungkin. Bila tidak
mampu intake peroral dapat diberikan via parenteral, obat yang masih
dianjurkan adalah yang mengandung Methamizole Na yaitu antrain atau
Novalgin. 11, 12, 15
2) Antibiotik
Antibiotik yang sering diberikan adalah : 11, 12, 15
- Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi
tifoid fever terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak-
anak 50-100 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis untuk pemberian
intravena biasanya cukup 50 mg/kg/hari. Diberikan selama 10-14 hari
atau sampai 7 hari setelah demam turun. Pemberian Intra Muskuler
tidak dianjurkan oleh karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan
dan tempat suntikan terasa nyeri. Pada kasus malnutrisi atau
didapatkan infeksi sekunder pengobatan diperpanjang sampai 21 hari.
Kelemahan dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau
kambuh, dan carier.
- Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika
trimetoprim dan sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dosis
Trimetoprim 10 mg/kg/hari dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari
dibagi dalam 2 dosis. Untuk pemberian secara syrup dosis yang
diberikan untuk anak 4-5 mg/kg/kali minum sehari diberi 2 kali selama
2 minggu. Efek samping dari pemberian antibiotika golongan ini
adalah terjadinya gangguan sistem hematologi seperti Anemia
megaloblastik, Leukopenia, dan granulositopenia. Dan pada beberapa
Negara antibiotika golongan ini sudah dilaporkan resisten.
- Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih rendah
dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun
untuk anak-anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup
efektif. Dosis yang diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi
menjadi 4 dosis selama 2 minggu. Penurunan demam biasanya lebih
lama dibandingkan dengan terapi chloramphenicol.
- Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime),
merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan
lebih dari Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive
terhadap Salmonella typhi. Ceftriaxone merupakan prototipnya dengan
dosis 50-100 mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4
gram/hari) selama 5-7 hari. Atau dapat diberikan cefotaxim 150-200
mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan Per oral
dapat diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari selama 10 hari.
Pada demam tifoid berat kasus berat seperti delirium, stupor, koma
sampai syok dapat diberikan kortikosteroid IV (dexametasone) 3
mg/kg dalam 30 menit untuk dosis awal, dilanjutkan 1 mg/kg tiap 6
jam sampai 48 jam.
Untuk demam tifoid dengan penyulit perdarahan usus kadang- kadang
diperlukan tranfusi darah. Sedangkan yang sudah terjadi perforasi
harus segera dilakukan laparotomi disertai penambahan antibiotika
metronidazol.
H. Pencegahan Demam Tifoid
Pencegahan primer merupakan upaya untuk mempertahankan
orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi
sakit. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan cara imunisasi dengan
vaksin yang dibuat dari strain Salmonella typhi yang dilemahkan. Di
Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yaitu : 12.13.14
1. Vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna. Vaksin ini tersedia dalam kapsul
yang diminum selang sehari dalam 1 minggu satu jam sebelum makan.
Vaksin ini kontraindikasi pada wanita hamil, ibu menyusui, demam,
sedang mengkonsumsi antibiotik . Lama proteksi 5 tahun.
2. Vaksin parenteral sel utuh : Typa Bio Farma. Dikenal 2 jenis vaksin
yakni, K vaccine (Acetone in activated) dan L vaccine (Heat in
activated-Phenol preserved). Dosis untuk dewasa 0,5 ml, anak 6 –12
tahun 0,25 ml dan anak 1 –5 tahun 0,1 ml yang diberikan 2 dosis
dengan interval 4 minggu. Efek samping adalah demam, nyeri kepala,
lesu, bengkak dan nyeri pada tempat suntikan. Kontraindikasi
demam,hamil dan riwayat demam pada pemberian pertama.
3. Vaksin polisakarida Typhim Vi Aventis Pasteur Merrieux. Vaksin
diberikan secara intramuscular dan booster setiap 3 tahun.
Kontraindikasi pada hipersensitif, hamil, menyusui, sedang demam dan
anak umur 2 tahun. Indikasi vaksinasi adalah bila hendak mengunjungi
daerah endemik, orang yang terpapar dengan penderita karier tifoid dan
petugas laboratorium/mikrobiologi kesehatan.
Mengkonsumsi makanan sehat agar meningkatkan daya tahan tubuh,
memberikan pendidikan kesehatan untuk menerapkan prilaku hidup bersih
dan sehat dengan cara budaya cuci tangan yang benar dengan memakai
sabun, peningkatan higiene makanan dan minuman berupa menggunakan
cara-cara yang cermat dan bersih dalam pengolahan dan penyajian
makanan, sejak awal pengolahan, pendinginan sampai penyajian untuk
dimakan, dan perbaikan sanitasi lingkungan.
Pencegahan sekunder dapat berupa :
1. Penemuan penderita maupun carrier secara dini melalui penigkatan
usaha surveilans demam tifoid.
2. Perawatan umum dan nutrisi
Penderita demam tifoid, dengan gambaran klinis jelas sebaiknya dirawat di
rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang ada fasilitas
perawatan.Penderita yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna
untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila
klinis berat, penderita harus istirahat total. Bila penyakit membaik, maka
dilakukan mobilisasi secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan
penderita.
Nutrisi pada penderita demam tifoid dengan pemberian cairan dan diet.
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada
komplikasi penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus
mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Sedangkan diet harus
mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah serat untuk
mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita tifoid biasanya
diklasifikasikan atas : diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.
3. Pemberian anti mikroba (antibiotik)
Anti mikroba (antibiotik) segera diberikan bila diagnosa telah dibuat.
Kloramfenikol masih menjadi pilihan pertama, berdasarkan efikasi dan
harga. Kekurangannya adalah jangka waktu pemberiannya yang lama,
serta cukup sering menimbulkan karier dan relaps. Kloramfenikol tidak
boleh diberikan pada wanita hamil, terutama pada trimester III karena
dapat menyebabkan partus prematur, serta janin mati dalam kandungan.
Oleh karena itu obat yang paling aman diberikan pada wanita hamil adalah
ampisilin atau amoksilin.
I. Komplikasi Demam Tifoid
Demam typhoid dapat menjadi penyakit yang semakin berat dan
mengancam nyawa, terggantung dari faktor inang ( terapi imunosupresi, terapi
antasida, riwayat vaksinasi), virulensi dari bakteri dan pemilihan terapi
antibiotik. Pendarahan gastrointestinal *10-20%) dan perforasi intestinal (1-
3%), hal ini biasa terjadi minggu ke-3 dan minggu ke-4. Pendarahan
gastrointestinal dan perforasi intestinal terjadi akibat hiperplasia, ulsersi dan
nekrosis dari plak peyeri ileocecal. Keuda komplikasi ini dapat mengancam
nyawa dan membutuhkan resusistasi cairan segera dan intervensi bedah
dengan pemberian antibiotik spektrum luas untu periotinits polimikrobial.
Manifestasi neurologikal dapat ditemukan pada 2 -40% berupa, meningitis,
guillain-barre syndrome, neuritits dan gejala neuropsikiatrik.
Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa disseminated intravascular
coagulation, hematophagotic syndrome, pankreatitis, hepatitis, miokarditis,
orkitis, glomerulonefritis, pieloneftitis, pneumonia berat, arthritis,
osteomielitis. Namun komplikasi ini sudah jarnag terjadi akibat pemberian
antibiotik yang tepat.
J. Prognosis