Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud
1.1.1 Menggambarkan posisi suatu lapisan batuan di dalam bumi.
1.1.2 Mengetahui ketebalan dan kedalaman suatu lapisan batuan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Mampu menggambarkan diagram balok, penampang tampak atas dan
tampak samping suatu lapisan batuan.
1.2.2 Mampu mengukur dan menentukan ketebalan dan kedalaman suatu
lapisan batuan

1.3 Waktu Penelitian


Hari dan Tanggal : Minggu, 21Oktober 2012
Waktu Penelitian : 1 Jam (11.00-12.00)
Tempat Penelitian : Sungai Banyumeneng, Mranggen, Demak

1.4 Kesampaian Daerah


Perjalanan menuju tempat penelitian menggunakan sepeda motor yang
ditempuh kurang lebih 1 jam dari pukul 09.30-10.30. cuaca pada saat itu
cerah berawan.

1
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Definisi
Ketebalan tegak lurus antara dua bidang sejajar yang merupakan batas
lapisan batuan.
Kedalaman merupakan jarak vertikal dan ketinggian tertentu (umumnya
permukaan bumi) kearah bawah, terhadap suatu titik garis, atau bidang.

2.2 Ketebalan Lapisan


Ketebalan lapisan dapat ditentukan dengan beberapa cara, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Bila secara langsung dapat dilakukan pada
suatu keadaan tertentu, misalnya lapisan horizontal yang tersingkap pada
tebing vertikal, lapisan vertikal yang tersingkap pada topografi datar,
sedangkan pada topografi miring dapat digunakan alat “ Jacob’s staff” yaitu
tongkat yang dilengkapi dengan “handlevel”, klinometer atau kompas pada
bagian atasanya.
Pengukuran tidak langsung yang paling sederhana adalah pada lapisan
miring, tersingkap pada permukaan horizontal, dimana lebar singkapan
diukur tegak lurus jurus, yaitu W . Dengan mengetahui kemiringan lapisan

2.3 Pengukuran Ketebalan Lapisan Batuan


1) Lapisan Miring pada Medan Datar

Gambar 2.1 Lapisan Miring pada Medan Datar


Keterangan :
w : panjang lintasan yang tegak lurus strike (m)
i : panjang lintasan yang tidak tegak lurus strike (m)

2
t : ketebalan sebenarnya (m)
δ : kemiringan lapisan (dip), satuan ; (º)
ɣ : sudut terkecil antara lintasan dan jurus lapisan (strike), satuan ; (º)
a) Lintasan tegak lurus terhadap jurus lapisan
t = w sin δ
b) Lintasan menyudut terhadap jurus lapisan
w = i sin ɣ
t = w sin δ
2) Lapisan Horizontal, Vertikal, dan Miring pada Medan Berlereng (Sloping)
a) Lapisan horizontal

Gambar 2.2 Lapisan Horizontal


t = w sin σ
Keterangan :
σ : kemiringan lereng (slope), satuan ; (º)
b) Lapisan vertikal
t = w cos σ
c) Kemiringan lapisan (dip) searah kemiringan lereng (slope)
(1) Dip > Slope
t = w sin (δ – σ)
(2) Dip < Slope

3
t = w sin (σ – δ)
d) Kemiringan lapisan (dip) berlawanan arah kemiringan lereng (slope)
(1) Dip + Slope > 90°
t = w cos (90° – δ – σ)
(2) Dip + Slope < 90°
t = w sin (σ + δ)

2.4 Kedalaman
Menghitung kedalaman lapisan ada beberapa cara, diantaranya :
 Perhitungan secara geometri dengan “Alignent nomorograph”
 Dengan kurva
Dengan cara perhitungan geometri, yang perlu diperhatikan ialah :
kemiringan lereng, kemiringan lapisan, dan jarak jurus dari singkapan ke titik
tertentu.
2.5 Pengukuran Kedalaman Lapisan Batuan
1) Pengukuran tegak lurus jurus lapisan pada topografi datar

Gambar 2.3 Pengukuran tegak lurus jurus lapisan pada topografi datar
d = i tan δ
2) Pengukuran tegak lurus jurus lapisan pada topografi miring
a) Dip searah slope
(1) Dip searah slope, dip > slope

Gambar 2.4 Dip searah slope, dip > slope


d = d2 – d1

4
d1 = i sin σ
d2 = i cos σ. tan δ
maka :
d = i cos σ. tan δ – i sin σ
= i (cos σ. tan δ – sin σ)

(2) Dip searah slope, dip < slope

Gambar 2.5 Dip searah slope, dip < slope


d = d2 – d1
d1 = i cos σ. tan δ
d2 = i sin σ
maka :
d = i cos σ. tan δ – i sin σ
= i (cos σ. tan δ – sin σ)
b) Dip berlawanan arah slope
d = d2 + d1
d1 = i cos σ. tan δ
d2 = i sin σ
maka :
d = i cos σ. tan δ + i sin σ
= i (cos σ. tan δ + sin σ)
3) Pengukuran tidak tegak lurus jurus lapisan pada topografi miring
a) Dip searah slope

5
(1) Dip searah slope, dip > slope atau
dip < slope
d = d2 – d1
d1 = i sin ɣ. sin σ
d2 = i sin ɣ. cos σ. tan δ
maka :
d = i sin ɣ. cos σ. tan δ – i sin ɣ. sin σ
= i sin ɣ (cos σ. tan δ – sin σ)

b) Dip berlawanan arah slope


d = d2 + d1
d1 = i sin ɣ. cos σ. tan δ
d2 = i sin ɣ. sin σ
maka :
d = i sin ɣ. cos σ. tan δ + i sin ɣ. sin σ
= i sin ɣ (cos σ. tan δ + sin σ)

6
BAB III
GEOLOGI REGIONAL

3.1 Geomorfologi Regional


Zona Kendeng meliputi deretan pegunungan dengan arah memanjang
barat-timur yang terletak langsung di sebelah utara sub zona Ngawi.
Pegunungan ini tersusun oleh batuan sedimen laut dalam yang telah
mengalami deformasi secara intensif membentuk suatu antiklinorium.
Pegunungan ini mempunyai panjang 250 km dan lebar maksimum 40 km (de
Genevraye & Samuel, 1972) membentang dari gunungapi Ungaran di bagian
barat ke timur melalui Ngawi hingga daerah Mojokerto. Di bawah
permukaan, kelanjutan zona ini masih dapat diikuti hingga di bawah selatan
Madura.
Ciri morfologi Zona Kendeng berupa jajaran perbukitan rendah dengan
morfologi bergelombang, dengan ketinggian berkisar antara 50 hingga 200
meter. Proses eksogenik yang berupa pelapukan dan erosi pada daerah ini
berjalan sangat intensif, selain karena iklim tropis juga karena sebagian besar
litologi penyusun Mandala Kendeng adalah batulempung-napal-batupasir
yang mempunyai kompaksitas rendah, misalnya pada formasi Pelang,
Formasi Kerek dan Napal Kalibeng yang total ketebalan ketiganya mencapai
lebih dari 2000 meter.

3.2 Stratigrafi Regional


Stratigrafi penyusun Zona Kendeng merupakan endapan laut dalam di
bagian bawah yang semakin ke atas berubah menjadi endapan laut dangkal
dan akhirnya menjadi endapan non laut. Endapan di Zona Kendeng
merupakan endapan turbidit klastik, karbonat dan vulkaniklastik. Stratigrafi
Zona Kendeng terdiri atas 7 formasi batuan, urut dari tua ke muda sebagai
berikut (Harsono, 1983 dalam Rahardjo 2004) :

7
1. Formasi Pelang
Merupakan formasi tertua di Mandala Kendeng tersingkap di Desa Pelang,
Selatan Juwangi. Tidak jelas keberadaan bagian atas maupun bawah dari
formasi ini karena singkapannya pada daerah upthrust, berbatasan
langsung dengan formasi Kerek yang lebih muda. Dari bagian yang
tersingkap tebal terukurnya berkisar antara 85 meter hingga 125 meter (de
Genevraye & Samuel, 1972 dalam Rahardjo, 2004). Litologi utama
penyusunnya adalah napal, napal lempungan dengan lensa kalkarenit
bioklastik yang banyak mengandung fosil foraminifera besar.
2. Formasi Kerek
Formasi Kerek memiliki kekhasan berupa perulangan perselang-selingan
antara lempung, napal, batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan yang
menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan bersusun
(graded bedding). Lokasinya berada di Desa Kerek, tepi sungai Bengawan
Solo, ± 8 km ke utara Ngawi. Di daerah sekitar lokasi tipe formasi ini
terbagi menjadi tiga anggota (de Genevraye & Samuel, 1972 dalam
Rahardjo, 2004), dari tua ke muda masing-masing :
a. Anggota Banyuurip
Anggota Banyuurip tersusun oleh perselingan antara napal lempungan,
lempung dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan
total ketebalan 270 meter. Di bagian tengahnya dijumpai sisipan
batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian
atasnya ditandai dengan adanya perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5
meter dengan sisipan tuf halus. Anggota ini berumur Miosen tengah
bagian tengah atas.
b. Anggota Sentul
Anggota Sentul tersusun atas perulangan yang hampir sama dengan
anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang bertuf menjadi lebih tebal.
Ketebalan anggota Sentul mencapai 500 meter. Anggota Sentul
berumur Miosen atas bagian bawa.

8
c. Anggota Batugamping Kerek
Merupakan anggota teratas dari formasi Kerek, tersusun oleh
perselingan antara batugamping tufaan dengan perlapisan lempung dan
tuf. Ketebalan anggota ini mencapai 150 meter. Umur batugamping
kerek ini adalah N17 (Miosen atas bagian tengah).
3. Formasi Kalibeng
Formasi ini terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian bawah dan bagian
atas. Bagian bawah formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis
setebal 600 meter, berwarna putih kekuning-kuningan sampai abu-abu
kebiru-biruan, kaya akan kanndungan foraminifera plantonik.
a. Formasi Kalibeng bagian bawah
Formasi Kalibeng bagian bawah ini terdapat beberapa perlapisan tipis
batupasir yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi
suatu endapan aliran rombakan, yang disebut sebagai Formasi Banyak
(Harsono, 1983 dalam Rahardjo, 2004) atau anggota Banyak dari
formasi Kalibeng (Nahrowi dan Suratman, 1990 dalam Rahardjo,
2004), ke arah Jawa Timur, yaitu di sekitar Gunung Pandan, Gunung
Antasangin dan Gunung Soko, bagian atas formasi ini berkembang
sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit.
Fasies tersebut disebut sebagai anggota Antasangin (Harsono, 1983
dalam Rahardjo, 2004).
b. Formasi Kaliben bagian atas
Bagian atas dari formasi ini oleh Harsono (1983) disebut sebagai
Formasi Sonde, yang tersusun mula-mula oleh anggota Klitik yaitu
kalkarenit putih kekuning-kuningan, lunak, mengandung foraminifera
plangtonik maupun besar, moluska, koral, algae dan bersifat napalan
atau pasiran dengan berlapis baik. Bagian paling atas tersusun atas
breksi dengan fragmen gamping berukuran kerikil dan semen karbonat.
Kemudian disusul endapan napal pasiran, semakin keatas napalnya
bersifat semakin bersifat lempungan. Bagian teratas ditempati oleh

9
lempung berwarna hijau kebiru-biruan. Formasi Sonde ini ditemukan
sepanjang sayap lipatan bagian selatan antiklinorium Kendeng dengan
ketebalan berkisar 27 – 589 meter dan berumur Pliosen (N19 – N21).
4. Formasi Pucangan
Di Kendeng bagian barat satuan ini tersingkap luas antara Trinil dan
Ngawi. Di Mandala Kendeng yaitu daerah Sangiran, Formasi Pucangan
berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung hitam. Fasies
vulkaniknya berkembang sebagai endapan lahar yang menumpang diatas
formasi Kalibeng. Fasies lempung hitamnya berkembang dari fasies laut,
air payau hingga air tawar. Di bagian bawah dari lempung hitam ini sering
dijumpai adanya fosil diatomae dengan sisipan lapisan tipis yang
mengandung foraminifera bentonik penciri laut dangkal. Semakin ke atas
akan menunjukkan kondisi pengendapan air tawar yang dicirikan dengan
adanya fosil moluska penciri air tawar.
5. Formasi Kabuh
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Kabuh, Kec. Kabuh, Jombang.
Formasi ini tersusun oleh batupasir dengan material non vulkanik antara
lain kuarsa, berstruktur silang siur dengan sisipan konglomerat,
mengandung moluska air tawar dan fosil-fosil vertebrata. Formasi ini
mempunyai penyebaran geografis yang luas. Di daerah Kendeng barat
formasi ini tersingkap di kubah Sangiran sebagai batupasir silang siur
dengan sisipan konglomerat dan tuf setebal 100 meter. Batuan ini
diendapkan fluvial dimana terdapat struktur silang siur, maupun
merupakan endapan danau karena terdpaat moluska air tawar seperti yang
dijumpai di Trinil.
6. Formasi Notopuro
Formasi ini mempunyai lokasi tipe di desa Notopuro, Timur Laut Saradan,
Madiun yang saat ini telah dijadikan waduk. Formasi ini terdiri atas batuan
tuf berselingan dengan batupasir tufaan, breksi lahar dan konglomerat
vulkanik. Makin keatas sisipan batupasir tufaan semakin banyak. Sisipan
atau lensa-lensa breksi volkanik dengan fragmen kerakal terdiri dari

10
andesit dan batuapung juga ditemukan yang merupakan cirri formasi
Notopuro. Formasi ini terendapkan secara selaras diatas formasi Kabuh,
tersebar sepanjang Pegunungan Kendeng dengan ketebalan lebih dari 240
meter. Umur dari formasi ini adalah Plistosen akhir dan merupakan
endapan lahar di daratan.
7. Endapan undak Bengawan Solo
Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen napal dan
andesit disamping endapan batupasir yang mengandung fosil-fosil
vertebrata. di daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap
baik sebagai konglomerat dan batupasir andesit yang agak terkonsolidasi
dan menumpang di atas bidang erosi pada Formasi Kabuh maupun
Notopuro.

Gambar 3.1 kolom stratigrafi di zona kendeng

3.3 Struktur Geologi Regional


Deformasi pertama pada Zona Kendeng terjadi pada akhir Pliosen (Plio –
Plistosen), deformasi merupakan manifestasi dari zona konvergen pada
konsep tektonik lempeng yang diakibatkan oleh gaya kompresi berarah relatif
utara – selatan dengan tipe formasi berupa ductile yang pada fase terakhirnya
berubah menjadi deformasi brittle berupa pergeseran blok – blok dasar

11
cekungan Zona Kendeng. Deformasi Plio – Plistosen dapat dibagi menjadi
tiga fase/ stadia, yaitu; fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan
terbentuknya Geantiklin Kendeng yang memiliki arah umum barat – timur dan
menunjam di bagian Kendeng Timur, fase kedua berupa pensesaran yang
dapat dibagi menjadi dua, yaitu pensesaran akibat perlipatan dan pensesaran
akibat telah berubahnya deformasi ductile menjadi deformasi brittle karena
batuan telah melampaui batas kedalaman plastisnya. Kedua sesar tersebut
secara umum merupakan sesar naik bahkan ada yang merupakan sesar
sungkup. Fase ketiga berupa pergeseran blok – blok dasar cekungan Zona
Kendeng yang mengakibatkan terjadinya sesar – sesar geser berarah relatif
utara – selatan. Deformasi kedua terjadi selama kuarter yang berlangsung
secara lambat dan mengakibatkan terbentuknya struktur kubah di Sangiran.
Deformasi ini masih berlangsung hingga saat ini dengan intensitas yang relatif
kecil dengan bukti berupa terbentuknya sedimen termuda di Zona Kendeng
yaitu Endapan Undak.
Secara umum struktur – struktur yang ada di Zona Kendeng berupa :
1. Lipatan Lipatan yang ada pada daerah Kendeng sebagian besar berupa
lipatan asimetri bahkan beberapa ada yang berupa lipatan overturned.
Lipatan – lipatan di daerah ini ada yang memiliki pola en echelon fold dan
ada yang berupa lipatan – lipatan menunjam. Secara umum lipatan di
daerah Kendeng berarah barat – timur.
2. Sesar Naik Sesar naik ini biasa terjadi pada lipatan yang banyak dijumpai
di Zona Kendeng, dan biasanya merupakan kontak antar formasi atau
anggota formasi.
3. Sesar Geser Sesar geser pada Zona Kendeng biasanya berarah timur laut-
barat daya dan tenggara -barat laut.
4. Struktur Kubah Struktur Kubah yang ada di Zona Kendeng biasanya
terdapat di daerah Sangiran pada satuan batuan berumur Kuarter. Bukti
tersebut menunjukkan bahwa struktur kubah pada daerah ini dihasilkan
oleh deformasi yang kedua, yaitu pada Kala Plistosen.

12
BAB IV
PERHITUNGAN

4.1 Koreksi Slope


 = ketebalan x cos slope
Slope = 2o
Tabel 4.1 Koreki Slope
LAPISAN KETEBALAN (cm) HASIL KOREKSI
Lapisan 1 (batupasir) 65 64,35
Lapisan 2 (lanau) 115 113,85
Lapisan 3 (batupasir) 91 90,09
Lapisan 4 (lanau) 266 263,34
Lapisan 5 (batupasir) 131 129,69
Lapisan 6 (lanau) 96 95,04
Lapisan 7 (batupasir) 650 643,5
Lapisan 8 (lanau) 540 534,6
Lapisan 9 (batupasir) 900 891
Lapisan 10 (lanau) 820 811,8

4.2 Koreksi Jarak / Azimuth


Koreksi Azimuth = koreksi slope x sin sudut (azimuth- strike)
Dimana Sudut Azimuth = 200
Tabel 4.2 Koreki Jarak/Azimuth
LAPISAN Sudut A (0) HASIL KOREKSI
Lapisan 1 (batupasir) 61 56,28
Lapisan 3 (batupasir) 59 77,22
Lapisan 5 (batupasir) 69 121,07
Lapisan 7 (batulanau) 54 520,60
Lapisan 9 (batupasir) 57 747,25

13
4.3 Koreksi Ketebalan
Koreksi ketebalan = hasil koreksi azimuth x sin dip lapisan
Tabel 4.3 Koreki Ketebalan
HASIL
DIP HASIL
LAPISAN KOREKSI
LAPISAN (o) KOREKSI
AZIMUTH
Lapisan 1 (batupasir) 41 56,28 36,92
Lapisan 3 (batupasir) 62 77,22 68,18
Lapisan 5 (batupasir) 53 121,07 96,69
Lapisan 7 (batulanau) 53 520,602 415,77
Lapisan 9 (batupasir) 58 747,25 633,70

14
BAB VI
PEMBAHASAN

Lokasi pengamatan lapangan pada pratikum ini dilaksanakan


disanakan di Kali Mranggen, daerah perbatasan Demak dan Semarang.Pada
daerah ini terdapat adanya sungai yang sudah mengering dengan endapan
material berukuran kecil di pinggir sungainya atau biasa disebut dengan point
bar dan juga terdpat material batuan di tengah sungainya yang berukuran
cukup besar atau sering disebut sebagi channel bar.Selain itu sungai ini sudah
memliki cukup banyak meander (kelokan sungai).jadi dari interpretasi
didapat bahwasanya sungai ini memiliki stadia sungai yaitu stadia dewasa.
Kondisi alam pada stop side didaerah kali mranggen ini terbentuk
akibat adanya tenaga endogen yang mempengaruhi daripada perlapisan
ini.Secara umum morfogenesanya terbentuk awalnya oleh adanya suatu gaya
endogen dari dalam bumi yang bersifat mengangkat perlapisan sehingga
perlapisan tersebut menjadi miring karena terdeformasi akibat gaya tersebut,
dari batuan yang sebelumnya horizontal bisa menjadi miring. Dalam ilmu
stratigrafinya bisa diinterpretasikan bahwasanya lapisan pertama yang diukur
pada awalnya horizontal tadi sebelum terdeformasi oleh gaya adalah
merupakan lapisan dasar (basement) yang bisa dikatakan lapisan tersebut
adalah lapisan paling tua, sedangkan lapisan terakhir yang diukur adalah
lapisan paling atas (top side).Secara teoritisnya adalah seperti dijelaskan
dibawah ini :

Gambar 6.1 Sketsa Horizontality of Strata

15
δ =
o
0
Prinsip Superposisi (Nicolas Steno, 1669)
1. Horizontalitas (Horizontality)
“Pada awalnya sedimen akan diendapakan sebagai lapisan-lapisan yang
mendatar”(Steno, 1669).. Sedimen yang baru terbentuk cenderung
mengikuti bentuk dasarnya dan cenderung untuk menghorizontal, kecuali
cross bedding atau pada tepi cekungan memiliki sudut kemiringan asli
(initial-dip) karena dasar cekungannya yang memang menyudut. Hal ini
karena pengaruh sedimen dikontrol oleh hukum gravitasi dan hidrolika
cairan, Apabila dijumpai lapisan yang miring, berarti sudah mengalami
deformasi.
2. Superposisi (Superposition)
“Dalam urutan pengendapan batuan yang belum mengalami perubahan
(dalam keadaan normal), batuan yang tua ada di bawah dan yang muda
ada di atas”(Steno, 1669). Dalam keadaan yang tidak terganggu, lapisan
paling tua akan berada dibawah lapisan yang lebih muda. Hal ini secara
logis dapat dijelaskan bahwa proses pengendapan mulai dari terbebtuknya
lapisan awal yang terletak di dasar cekungan, selanjutnya ditutup oleh
lapisan yang terendapkan kemudian, yang tentu lebih muda dari
ditutupinya.
3. Kesinambungan Lateral (Lateral Continuity)
“Pengendapan lapisan batuan sedimen akan menyebar secara mendatar,
sampai menipis atau menghilang pada batas cekungan dimana ia
diendapkan” (Steno, 1669). Lapisan yang diendapakna oleh air terbentuk
terus-menerus secara lateral dan hanya membaji pada tepian pengendapan
pada masa cekungan itu terbentuk. Dengan kata lain bahwa apabila
pelamparan suatu lapisan batuan sepanjang jurus perlapisannya berbeda
litologinya maka dikatakan bahwa perlapisan batuan tersebut berubah
facies. Dengan demikian, konsep perubahan facies terjadi apabila dalam
satu lapis batuan terdapat sifat, fisika, kimia, dan biologi yang berbeda
satu dengan lainnya.

16
Dilihat dari analisis deformasinya, dimana deformasi batuan adalah
perubahan bentuk dan ukuran pada batuan sebagai akibat dari gaya yang
bekerja di dalam bumi.Adapun penyebab deformasi itu sendiri adalah karena
adanya stress dan strain.Stress adalah gaya yang bekerja pada satuan luas.
muda
Dimana pada stop site di kali mranggen ini stress atau gaya yang dominan
berpengaruh adalah “Shear Stress” yang menyebabkan pergeseran dan
puntiran.

Sedangkan Strain adalah perubahan ukuran, bentuk atau volume dari


material, terjadi akibat batuan mengalami deformasi.

Gambar 9.1 Shear Stress


Dari segi analisis lapisannya dapat kita lihat bahwasanya lapisan-laisan
yang terjadi pada singkapan didominasi oleh batupasir berbagai tekstur mulai
dari yang sedang hingga yang bertekstur kasar dan juga terdapat
batulanau.Pertama kami mengamati perlapisan yang terjadi sepanjang 40
meter diukur dari lapisan pertama, dimana didapat data lapisan pertama
adalah terdiri dari batupasir kasar dengan strike dan dip kontak perlapisan
dengan batulanau N 139o E / 41o dan ketebalan 36,92 cm.Lapisan batuan yang
kedua adalah batulanau dengan strike dan dip kontak dengan batupasir kasar
N 139o E / 41o dan ketebalan 115 cm. Lapisan batuan yang ketiga adalah
batupasir kasar dengan strike dan dip kontak dengan batulanau N 141o E / 62o
dan ketebalan 68,18 cm.
Lapisan batuan yang keempat adalah batulanau dengan strike dan dip
kontak dengan batupasir sangat kasar N 141o E / 62o dan ketebalan 68,18 cm.
Lapisan batuan yang kelima adalah batupasir sangat kasar dengan strike dan
dip kontak dengan batulanau N 131o E / 53o dan ketebalan 96,69 cm. Lapisan
batuan yang keenam adalah batulanau dengan strike dan dip perlapisan N

tua
17
131o E / 53o dan ketebalan 96 cm. Lapisan batuan yang ketujuh adalah
batulanau dengan strike dan dip perlapisan N 146o E / 53o dan ketebalan
415,77 cm. Lapisan batuan yang kedelapan adalah batulanau dengan strike
dan dip kontak dengan perlapisan batupasir halus N 148o E / 53o dan
ketebalan 540 cm. Lapisan batuan yang kesembilan adalah batupasir halus
dengan strike dan dip kontak dengan perlapisan batulanau N 143o E / 58o dan
ketebalan 633,7 cm. Lapisan batuan yang terakhir adalah batulanau dengan
strike dan dip perlapisan N 143o E / 58o dan ketebalan 820 cm.
Jadi dilihat dari batuan penyusun perlapisan pada kali mranggen yang
kami amati ini, dapat disimpulkan dan dihubungkan dengan geologi
regionalnya yang mana singkapan perlapisan ini termasuk kedalam zona
kendeng meliputi deretan pegunungan dengan arah memanjang barat-timur
yang terletak langsung di sebelah utara sub zona Ngawi. Pegunungan ini
tersusun oleh batuan sedimen laut dalam yang telah mengalami deformasi
secara intensif membentuk suatu antiklinorium. Pegunungan ini mempunyai
panjang 250 km dan lebar maksimum 40 km (de Genevraye & Samuel, 1972)
membentang dari gunungapi Ungaran di bagian barat ke timur melalui Ngawi
hingga daerah Mojokerto. Di bawah permukaan, kelanjutan zona ini masih
dapat diikuti hingga di bawah selatan Madura.
Ciri morfologi Zona Kendeng berupa jajaran perbukitan rendah dengan
morfologi bergelombang, dengan ketinggian berkisar antara 50 hingga 200
meter. Proses eksogenik yang berupa pelapukan dan erosi pada daerah ini
berjalan sangat intensif, selain karena iklim tropis juga karena sebagian besar
litologi penyusun Mandala Kendeng adalah batulempung-napal-batupasir
yang mempunyai kompaksitas rendah, misalnya pada formasi Pelang,
Formasi Kerek dan Napal Kalibeng yang total ketebalan ketiganya mencapai
lebih dari 2000 meter.

17
18
BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan
7.1.1 Kondisi alam pada stop side didaerah kali mranggen terbentuk akibat
adanya tenaga endogen yang mempengaruhi daripada perlapisan
batuannya.Secara umum morfogenesanya terbentuk awalnya oleh
adanya suatu gaya endogen dari dalam bumi yang bersifat mengangkat
perlapisan sehingga perlapisan tersebut menjadi miring karena
terdeformasi akibat gaya tersebut, dari batuan yang sebelumnya
horizontal bisa menjadi miring
7.1.2 Dalam ilmu stratigrafinya bisa diinterpretasikan bahwasanya lapisan
pertama yang diukur pada awalnya horizontal tadi sebelum terdeformasi
oleh gaya adalah merupakan lapisan dasar (basement) yang bisa
dikatakan lapisan tersebut adalah lapisan paling tua, sedangkan lapisan
terakhir yang diukur adalah lapisan paling atas (top side)
7.1.3 Dilihat dari batuan penyusun perlapisan pada kali mranggen yang
diamati, dapat disimpulkan bahwasanya dilihat dari geologi regionalnya
singkapan perlapisan kali mranggen termasuk kedalam zona kendeng
7.1.4 Ciri morfologi Zona Kendeng berupa jajaran perbukitan rendah dengan
morfologi bergelombang, dengan ketinggian berkisar antara 50 hingga
200 meter. Proses eksogenik yang berupa pelapukan dan erosi pada
daerah ini berjalan sangat intensif, selain karena iklim tropis juga
karena sebagian besar litologi penyusun Mandala Kendeng adalah
batulempung-napal-batupasir yang mempunyai kompaksitas rendah,
misalnya pada formasi Pelang,
7.2 Saran
7.2.1 Ambillah gambar setiap kenampakan yang akan dideskripsikan
7.2.2 Untuk memahami praktikum lapangan, sebaiknya pelajari terlebih
dahulu materi dan data sekunder sebelum langsung turun kelapangan

19
18
DAFTAR PUSTAKA

http://csmres.jmu.edu/geollab/vageol/vahist/mtnmodel.html
(diakses pada tanggal 3 Novemer 2012 pukul 23.05 WIB)
http://ervinabento.blogspot.com/
(diakses pada tanggal 3 Novemer 2012 pukul 23.15 WIB)
http://fandyadam.blogspot.com/2011/12/proses-terjadinya-kali-mranggeng-
litologi.html
(diakses pada tanggal 3 Novemer 2012 pukul 23.22 WIB)

20
LAPORAN PRATIKUM LAPANGAN
GEOLOGI STRUKTUR
ACARA : KETEBALAN DAN KEDALAMAN

Disusun oleh :
Ryando Perdana
21100111130046

LABORATORIUM GEODINAMIK, HIDROGEOLOGI,


DAN PLANOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG
NOVEMBER 2012

21
DAFTAR ISI

Cover
Lembar Pengesahan.........……………………………………………. i
Daftar Isi…………………………………………………………..…. ii
Daftar Gambar………………………………………………………… iii
Daftar Tabel………………………………………………………….. iv
BAB I. Pendahuluan……………………………………………….. 1
1.1 Maksud dan tujuan………………………………….……… 1
1.2 Waktu dan Tempat Penelitian……………………………… 1
1.3 Kesampaian Daerah Penelitian..…………………………… 1
BAB II. Dasar Teori………………………………………………... 2
BAB III. Geologi Regional………………………………………….. 7
BAB IV. Perhitungan…...…………………………………………… 13
BAB V. Kolom Stratigrafi………………………………………….. 15
BAB VI. Pembahasan……………………………………………….. 17
BAB VII. Penutup….………………………………………………… 21
Daftar Pustaka………………………………………………………… 22
Lampiran
Lembar Asistensi

22
19
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lapisan Miring pada Medan Datar........................................ 2


Gambar 2.2 Lapisan Horizontal................................................................ 3
Gambar 2.3 Pengukuran tegak lurus jurus lapisan pada topografi datar... 4
Gambar 2.4 Dip searah slope, dip > slope…............................................. 4
Gambar 2.5 Dip searah slope, dip < slope…............................................. 5
Gambar 3.1 Kolom stratigrafi di zona kendeng...............….……………. 11
Gambar 3.2 Sketsa Horizontality of Strata................................................ 17
Gambar 3.3 Shear Stress…........................................................................ 19

19
23
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Koreksi Slope……………………........................................ 13


Tabel 2.2 Koreki Jarak/Azimuth……………........................................ 13
Tabel 2.3 Koreksi Ketebalan……………….......................................... 14

20
24
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktikum Geologi Struktur, acara : Ketebalan dan Kedalaman ini telah
disahkan pada :
Hari : Selasa
Tanggal : 6 November 2012
Pukul :
Sebagai tugas praktikum Mineralogi mata kuliah Geologi Struktur.

Semarang, 6 November 2012


Asisten Acara Praktikan

Ahmad Alam Faisal Hasibuan Ryando Perdana


21100101120016 21100111130046

21
25

Anda mungkin juga menyukai