Anda di halaman 1dari 16

Isu Terkini Penyakit Menular

“Hepatitis A”

Disusun Oleh :
Astrid Ayu U 25010113130254
Merry Putri 25010113140257
Atikah 25010113140269
Ronna Atika S 25010113130280
Annisa Retno Arum 25010113140291
Julli Purdianingrum 25010113140301
Inna Maullina 25010113130314
Pitoyo Mumpuni 25010115183026

Kelompok 9
Kelas D 2013

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Diponegoro
2015
A. Definisi Hepatitis A
Hepatitis A adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis A.
Virus ini menyebar terutama melalui ingests makanan atau air yang
terkontaminasi dengan tinja orang yang terinfeksi. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kurangnya penggunaan air bersih, sanitasi yang tidak
memadai dan kebersihan pribadi yang buruk.Tidak seperti hepatitis B dan C,
infeksi hepatitis A tidak menyebabkan penyakit hati kronis dan jarang
berakibat fatal, tetapi dapat menyebabkan gejala yang melemahkan tubuh dan
dapat menjadi hepatitis fulminan (gagal hati akut), yang berhubungan dengan
kematian yang tinggi (WHO 2012).
Hepatitis A terjadi secara sporadis dan dalam epidemi di seluruh dunia,
dengan kecenderungan untuk kambuh siklik. Setiap tahun ada sekitar 1,4 juta
diperkirakan kasus hepatitis A di seluruh dunia (WHO 2012).
Virus hepatitis A merupakan salah satu penyebab yang paling sering
infeksi bawaan makanan. Wabah terkait dengan makanan atau air yang
terkontaminasi dapat meletus eksplosif, seperti epidemi di Shanghai pada
tahun 1988 yang mempengaruhi sekitar 300 000 orang. Di Indonesia
berdasarkan data yang berasal dari Departemen Kesehatan, hepatitis A masih
merupakan bagian terbesar dari kasus – kasus hepatitis akut yang dirawat
yaitu berkisar dari 39,8 – 68,3 %.1di beberapa daerah seperti Jakarta,
Bandung, dan Makassar berkisar antara 35%-45% pada usia 5 tahun (Puspa
R, 2011).
Penyakit ini dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi dan sosial yang
signifikan dalam masyarakat, karena , diperlukan beberapa minggu atau bulan
untuk orang sembuh dari penyakit untuk kembali ke pekerjaan, sekolah atau
kehidupan sehari-hari. (WHO 2012).

B. Penyebab
Hepatitis A disebabkan oleh Hepatitis-A Virus (HAV). Umumnya tidak
sampai menyebabkan kerusakan jaringan hati. Mereka yang terinfeksi oleh
virus ini, 99% dapat pulih sepenuhnya. Virus HAV ini menular dengan cara
fecal-oral (fecal: kotoran,/feses, oral: mulut). Artinya penyebaran dan
penularan virus ini terjadi melalui kontaminasi makanan atau air oleh virus
HAV yang terdapat pada kotoran/feses penderita Hepatitis A. Beberapa faktor
risiko yang dapat meningkatkan penyebaran virus ini meliputi:

 Sanitasi yang buruk.


 Kontak langsung dengan pengidap.
 Berbagi jarum suntik.
 Berhubungan seks dengan pengidap, terutama seks anal.
 Pria yang berhubungan seks dengan sesama pria.
 Bekerja di area yang berhubungan dengan kotoran, misalnya selokan.
(Sari, 2008)

C. Faktor Risiko Hepatitis A


Penularan hepatitis A sering terjadi dari orang ke orang,. Virus ini
menyebar melalui makanan atau air yang terkontaminasi dengan tinja orang
yang terinfeksi. Selain itu hepatitis A dapat terjadi pada masyarakat yang :
1. Hygine dan sanitasi Lingkungan
Rendahnya kualitas sanitasi lingkungan dan adanya pencemaran
terhadap sumber air atau makanan yang dikonsumsi banyak orang
mempermudah terjadinya penularan dan kejadian luar biasa hepatitis A.
Kebiasaan masyarakat yang kurang memerhatikan kebersihan lingkungan
seperti BAB di sungai dapat meningkatkan penularah hepatitis A. Tinja
yang terkontaminasi hepatitis A akan mencemari lingkungan lain. Seperti
air, tanah dan lain-lain.
2. Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi masyarakat akan mempengaruhi
ketersediaan air bersih dan perilaku hidup sehat serta kemampuan untuk
menyediakan atau memberikan vaksinasi hepatitis A. Masyarakat dengan
ekonomi sosial yang rendah pada umumnya jarang memperhatikan
kualitas air yang di pakai dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Air
dengan kualitas yang buruk bisa saja terkontaminasi virus hepatitis A.
Selain itu keluarga yang memiliki ekonomi sosial yang rendah pada
umumnya memiliki tingkat pengetahuan rendah pula sehingga mereka
tidak terlalu memikirkan betapa pentingnya pemberian vaksinasi hepatitis
A. Sehingga hepatitis a dapat menular dengan cepat dari 1 orang ke orang
lain.
3. Pola Hidup Bersih dan Sehat
Pola hidup bersih dan sehat merupakan masyarakat merupakan hal
yang sangat mempengaruhi penularan hepatitis A. Polah hidup bersih dan
sehat yang rendah akan meningkatkan terjadinya penularan virus hepatitis
tipe A tersebut. Hepatitis A dapat dengan cepat menular di tempat
penitipan bayi, virus ini akan menular dengan cepat ketika si pengasuh
bayi tidak mencuci tangan setelah mengganti popok bayi. Kesadaran
mencuci tangan juga sangat penting dalam menangani penularan virus
hepatitis. Kebiasaan buruk seperti berbagi makanan dan peralatan makan
dengan penderita hepatitis A juga sebagai salah satu media penularan
penyakit hepatitis A ini.
4. Gaya hidup
Gaya hidup di masyarakat juga merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya penyakit hepatitis. Kebiasaan memakan sayur mentah, seperti
lalapan akan meningkatnya kemungkinan penularan penyakit hepatitis A.
Bahan makanan seperti sayur yang terkontaminasi virus hepatitis A jika di
konsumsi virus tersebut akan berpindah kepada manusia. Virus tersebut
akan menginfeksi manusia sehingga terjadi penyakit hepatitis. (Aryana,
2015)

D. Etiologi
Hepatitis A virus akut merupakan infeksi virus yang ditularkan melalui
transmisi enteral virus RNA yang mempunyai diameter 27 nm. Virus ini
bersifat self-limiting dan biasanya sembuh sendiri, lebih sering menyerang
individu yang tidak memiliki antibodi virus hepatitis A seperti pada anak-
anak, namun infeksi juga dapat terjadi pada orang dewasa. Jarang terjadi
fulminan (0.01%) dan transmisi menjadi hepatitis kronis tidak perlu ditakuti,
tidak ada hubungan korelasi akan terjadinya karsinoma sel hati primer. Karier
HAV sehat tidak diketahui. Infeksi penyakit ini menyebabkan pasien
mempunyai kekebalan seumur hidup.
HAV terdiri dari asam nukleat yang dikelilingi oleh satu atau lebih protein,
beberapa virus juga memiliki outer-membran envelop. Virus ini bersifat
parasite obligat intraseluler, hanya dapat bereplikasi didalam sel karena asam
nukleatnya tidak menyandikan banyak enzim yang diperlukan untuk
metabolisme protein, karbohidrat atau lipid untuk menghasilkan fosfat energi
tinggi. Biasanya asam nukleat virus menyandi protein yang diperlukan untuk
replikasi dan membungkus asam nukleatnya pada bahan kimia sel inang.
Replikasi HAV terbatas di hati, tetapi virus ini terdapat didalam empedu, hati,
tinja dan darah selama masa inkubasi dan fase akhir penyakit.
HAV digolongkan dalam picornavirus, subklasifikasi sebagai hepatovirus,
diameter 27 – 28 nm dengan bentuk kubus simetrik, untai tunggal (single
stranded), molekul RNA linier 7,5 kb, pada manusia terdiri dari satu serotipe,
tiga atau lebih genotipe, mengandung lokasi netralisasi imunodominan
tunggal, mengandung tiga atau empat polipeptida virion di kapsomer,
replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti adanya
repliksai di usus, menyebar pada galur primata non manusia dan galur sel
manusia (IPD UI, 2009).

E. Gejala Hepatitis A
Masa inkubasi hepatitis A bervariasi antara 14-28 hari dengan gejala klinis
yang juga bervariasi mulai dari asimtomatik hingga simtomatik, tergantung
pada usia. Pada anak berusia <6 tahun, sekitar 70% kasus tidak menunjukkan
gejala spesifik, sedangkan pada kasus dewasa sekitar 85% memperlihatkan
gejala dan membutuhkan rawat inap. Gejala yang terjadi dapat berupa
demam, tidak nafsu makan, diare, mual, rasa tidak nyaman di perut, kemih
berwarna gelap, dan warna kuning pada kulit serta mata. Pada umumnya,
gejala bertahan sekitar 2 bulan, tetapi pada kasus tertentu dapat melanjut
hingga 6 bulan.

F. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi
asimptomatik tanpa ikterus sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminant
yang dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari. Gejala
hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu fase inkubasi, fase prodromal (pra
ikterik), fase ikterus, dan fase konvalesen (penyembuhan)
1. Fase Inkubasi. Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya
gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus
hepatitis. Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan
dan jalur penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase
inkubasi ini. Pada hepatitis A fase inkubasi dapat berlangsung selama 14-
50 hari, dengan rata-rata 28-30 hari.
2. Fase Prodromal (pra ikterik). Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan
pertama dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau
insidious ditandai dengan malaise umum, nyeri otot, nyeri sendi, mudah
lelah, gejala saluran napas atas dan anorexia. Mual muntah dan anoreksia
berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Demam derajat
rendah umunya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri abdomen biasanya
ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang
diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolesistitis.
Gejala ini seperti “febrile influenza infection”. Pada anak-anak dan remaja
gejala gangguan pencernaan lebih dominan, sedangkan pada orang dewasa
lebih sering menunjukkan gejala ikterik disertai mialgia
3. Fase Ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak
terdeteksi. Akhir dari prodromal dan awal dari fase klinis di tandai dengan
urin yang berwarna coklat, urobilinogenuria persisten, proteinuria ringan
dan microhaematuria dapat berkembang. Feses biasanya acholic, dengan
terjadinya ikteric (60-70% pada anak-anak, 80-90% pada dewasa).
Sebagian gejala mereda, namun demam bisa tetap terjadi. Hepatomegali,
nyeri tekan hepar splenomegali, dapat ditemukan. Akhir masa inkubasi
LDL dapat meningkat sebagai espresi duplikasi virocyte, peningkatan
SGOP, SGPT, GDH. Niali Transaminase biasanya tidak terlalu diperlukan
untuk menentukan derajat keparahan. Peningkatan serum iron selalu
merupakan ekspresi dari kerusakan sel hati. AP dan LAP meningkat
sedikit. HAV RNA terdeteksi sekitar 17 hari sebelum SHPT meningkat
dan beberapa hari sbelum HAV IgM muncul. Viremia bertahan selama
rata-rata 79 hari setelah peningkatan GPT , durasinya sekitar 95 hari (IPD
UI, 2009).
4. Fase konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan menghilangnya ikterus
dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap
ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan.
Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A
perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu. Pada 5-
10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1%
yang menjadi fulminant. (Wicaksono, 2014)
Normalisasi dari serum asam empedu juga dianggap sebagai perameter
dari penyembuhan gejala kilnis :

 Hepatitis A Klasik : timbul secara mendadak didahului gejala


prodromal sekitar 1 minggu sebelum jaundice
 Hepatitis A relaps : Timbul 6-10 minggu setelah sebelumnya
dinyatakan sembuh secara klinis. Kebanyakan terjadi pada umur
20-40 tahun. Gejala relaps lebih ringan daripada bentuk pertama.

 Hepatitis A kolestatik : Terjadi pada 10% penderita simtomatis.


Ditandai dengan pemanjangan gejala hepatitis dalam beberapa
bulan disertai panas, gatal-gatal dan jaundice.

 Hepatitis A protracted : Pada biopsi hepar ditemukan adanya


inflamasi portal dengan piecemeal necrosis, periportal fibrosis, dan
lobular hepatitis

 Hepatitis A fulminan : paling berat dan dapat menyebabkan


kematian, ditandai dengan memberatnya ikterus, ensefalopati, dan
pemanjangan waktu protrombin.

G. Patogenesis
Diawali dengan masuk nya virus kedalam saluran pencernaan,kemudian
masuk kealiran darah menuju hati(vena porta), lalu menginvasi ke sel
parenkim hati. Di sel parenkim hativirus mengalami replikasi yang
menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah itu virus akan keluar
dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk kedalam ductus
biliarisyang akan dieksresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah rusak
akan merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya agregasi
makrofag, pembesaran sel kupfer yang akan menekan ductus biliaris sehingga
aliran bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi penurunan eksresi bilirubin
ke usus. Keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan
ekskresi bilirubin dari sel hati sehingga bilirubin yang telah mengalami
proses konjugasi (direk) akan terus menumpuk dalam sel hati yang akan
menyebabkan reflux (aliran kembali keatas) ke pembuluh darah sehingga
akan bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada sklera kadang
disertai rasa gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin
direk berukuran kecil sehingga dapat masuk ke ginjal dan di
eksresikan melalui urin.
Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus mengakibatkan gangguan
dalam produksi asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses pencernaan
lemak terganggu (lemak bertahan dalam lambung dengan waktu yang cukup
lama) yang menyebabkan regangan pada lambung sehingga merangsang saraf
simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan teraktifasi nya pusat muntah
yang berada di medula oblongata yang menyebabkan timbulnya gejala mual,
muntah dan menurun nya nafsu makan. (Kumar,2007)
Menurut IPD (2009), patogenesis hepatitis A yaitu HAV masuk ke hati
dari saluran pencernaan melalui aliran darah, menuju hepatosit, dan
melakukan replikasi di hepatosit yang melibatkan RNA-dependent
polymerase. Dari hepar HAV dieliminasi melalui sinusoid, kanalikuli, masuk
ke dalam usus sebelum timbulnya gejala klinis maupun laboratoris.

H. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan serologi :
 IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan setelahnya
 Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan infeksi
lampau
I. Upaya Pencegahan
Untuk mencegah penularan dari virus HAV, hal yang dapat dilakukan
adalah menjaga kebersihan asupan makanan yang kita makan. Beberapa
kebiasaan baik yang bisa dilakukan untuk tujuan ini diantaranya adalah
dengan membiasakan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan,
menjaga sanitasi makanan, serta menghindari memakan makanan yang belum
diketahui kebersihan pengolahannya (makanan yang dijual dipinggir jalan,
dll). Selain itu, pencegahan penyakit Hepatitis A ini juga dapat dilakukan
dengan pemberian vaksin Hepatitis A. (Sari, 2008)
Menurut WHO, cara terbaik dalam mencegah penularan Hepatitis A
adalah dengan memperbaiki sanitasi lingkungan dan vaksinasi. Aspek sanitasi
lingkungan merupakan hal yang penting agar penularan tidak cepat terjadi
sedangkan vaksinasi dimaksudkan sebagai perlindungan. Di Indonesia sendiri
terdapat undang undang yang memperkuat pentingnya melakukan vaksinasi
untuk mencegah terjangkitnya Hepatitis A. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Imunisasi, terdapat 3 jenis imunisasi yang diberikan kepada
masyarakat khususnya pada bayi (untuk membentuk antibodi) yaitu imunisasi
wajib, imunisasi tambahan dan imunisasi pilihan.
Seperti yang tercantum pada Pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa “jenis
imunisasi pillihan dapat berupa imunisasi Haemophillus influenza tipe b
(Hib), Pneumokokus, Rotavirus, Influenza Varisela, Measles Mumps Rubelle,
Demam Tifoid, Hepatitis A, Human Papiloma Virus (HPV) dan Japanese
Encephalitis”. Walaupun kedudukan Hepatitis A dalam pelaksanaan
vaksinasi hanyalah sebagai imunisasi tambahan, akan tetapi Hepatitis A
merupakan salah satu penyakit yang masuk ke dalam daftar penyakit yang
dapat dicegah melalui imunisasi dengan cara pemberian vaksin. Seperti yang
tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1611/Menkes/SK/XI/2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi
yaitu “Jenis jenis penyakit yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi
meliputi penyakit menular tertentu : a) jenis jenis penyakit menular tertentu
sebagaimana dimaksud meliputi antara lain penyakit Tuberculosis, Difteri,
Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B, Hepatitis A,....”
Vaksinasi Hepatitis A sebaiknya diberikan kepada beberapa jenis
kondisi seperti :
a. Semua anak yang berusia dua tahun atau lebih
b. Anak dan remaja berusia 2-18 tahun yang tinggal di daerah dimana
program vaksinasi rutin dilakukan karena tingginya kejadian penyakit
c. Penderita penyakit hati kronik
Pemberian vaksin untuk Hepatitis A diharapkan dapat mengurangi
kejadian Hepatitis A, karena Hepatitis A merupakan jenis penyakit yang
penularannya sangat cepat. Selain itu, perbaikan sanitasi lingkungan sangat
diperlukan agar meminimalisir kejadian Hepatitis A.
Penyakit hepatitis dapat menghinggap siapa saja tidak memandang segi
usia atau faktor ekonomi. Hepatitis dapat menyerang mulai dari balita, anak-
anak hingga orang dewasa. Untuk hepatitis A bila menyerang anak-anak
mulai dari 1-18 tahun dapat dilakukan vaksinasi dengan pemberian dosis
vaksin 2 atau 3 tetes dosis vaksin sesuai dengan standar pengobatan.
Sedangkan untuk orang dewasa dengan pemberian vaksinasi yang lebih
besar dengan jangka waktu pemberian vaksin 6-12 bulan setelah dosis
pertama vaksin. Dengan pemberian vaksinasi ini merupakan upaya
pencegahan yang efektif dapat bertahan 15-20 tahun atau lebih. Pemberian
vaksin bertujuan mencegah sebelum terjadinya infeksi dari virus hepatitis A
dan memberikan perlindungan terhadap virus sedini mungkin 2-4 minggu
setelah vaksinasi. (Price , 2005)
Pemberian vaksinasi untuk hepatitis A, diberikan kepada :
1. Mereka yang menggunakan obat-obat terlarang (psikotropika/narkoba)
dengan menggunakan jarum suntik
2. Mereka yang bekerja sebagai pramusaji, terutama mereka yang memiliki
makanan yang kurang mendapatkan perhatian akan keamanan dan
kebersihan dari makanan itu sendiri.
3. Orang yang tinggal dalam satu pondok atau asrama yang setiap harinya
berkontak langsung. Mungkin diantara penghuni pondok asrama memiliki
riwayat penyakit hepatitis A.
4. Balita dan anak-anak yang mungkin tinggal dalam lingkungan yang
memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi akan hepatitis.
5. Seseorang yang suka melakukan oral seks/anal.
6. Seseorang yang teridentifikasi penyakit hati kronis.

Menjaga kebersihan terhadap diri pribadi dan lingkungan sekitar tempat


tinggal merupakan upaya awal yang sangat penting sebagai proses pencegahan
lebih dini sebelum terjangkit atau mengalami resiko yang lebih tinggi terhadap
serangan penyakit hepatitis. Selalu menjaga kebersihan dengan mengawali
langkah yang mudah salah satunya dengan cara membiasakan diri untuk
mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh sesuatu.

Namun bagi mereka yang suka berpergian ke luar negeri yang mungkin di
negara tersebut memiliki sanitasi yang kurang baik sebagai pencegahan tak
ada salahnya untuk melakukan vaksinasi minimal 2 bulan sebelum melakukan
perjalanan ke luar negeri. Akan tetapi bagi mereka yang sudah teridentifikasi
terkena virus hepatitis A (HAV), globulin imun (IG) harus diberikan sesegera
mungkin dengan pemberian vaksin minimal 2 minggu setelah teridentifikasi
virus hepatitis A.

(Hincliff, 2000)
J. Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk virus hepatitis A (HAV) . Pengobatan
diberikan secara suportif bukan langsung kuratif. Medikasi yang mungkin
dapat diberikan meliputi analgesik, antiemetik, vaksin, dan imunoglobulin.
Pencegahan baik sebelum atau setelah terpapar HAV menjadi lebih
penting.Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk Hepatitis A, sebab
infeksinya sendiri biasanya akan sembuh sendiri. Pemberian farmakoterapi
adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.
Farmakoterapi atau obat-obatan yang biasa digunakan adalah antipiretik
analgesik atau penghilang demam dan rasa sakit, antiemetik atau anti muntah,
vaksin, dan imunoglobulin. Tidak ada terapi spesifik yang tersedia. Para
antienteroviral diteliti obat pleconaril (Disoxaril; ViroPharma) tidak memiliki
aktivitas terhadap virus hepatitis A (HAV).
Rawat Inap diindikasikan untuk pasien dengan dehidrasi yang signifikan
karena muntah atau mereka dengan hepatitis fulminan. Tetapi pada keadaan
lain yang berat dimana terjadi komplikasi kekuarangan cairan akibat muntah
yang berlebihan dan terus menerus sehingga terjadi komplikasi kekuarangan
cairan dan elektrolit disarankan untuk dilakukan perawatan di rumah Sakit.
Konsultasi dengan subspecialis umumnya tidak diperlukan.
Pada penderita Fulminant hepatitis mungkin perlu dikonsultasikan pada
ahli pencernaan anak atau ahli perawatan intensif. Meskipun obat demam
golongan asetaminofen dapat dengan aman digunakan untuk mengobati
beberapa gejala yang berhubungan dengan hepatitis A virus (HAV) infeksi,
sebaiknya dosis harus tidak lebih dari 4 gram sehari atau 8 tablet sehari. Pada
anak usia 12 tahun jangan lebih 2 gram atau 4 tablet sehari. Untuk
mengurangi dampak kerusakan pada hati sekaligus mempercepat proses
penyembuhan dilakukan istirahat yang cukup sehingga memberi kekuatan
bagi sistem kekebalan tubuh dalam memerangi infeksi. Pemberian obat anti
mual dapat diberikan untuk mencegah rasa mual dan muntah yang berlebihan.
Gangguan rasa mual dan muntah itu dapat mengurangi nafsu makan. Hal ini
harus diatasi karena asupan nutrisi sangat penting dalam proses
penyembuhan.
Pada penyakit hepatitis A organ tubuh yang paling terganggu adalah hati
atau lever. Fungsi hati adalah memetabolisme obat-obat yang sudah dipakai
di dalam tubuh. Karena hati sedang mengalami sakit radang, maka obat-
obatan yang tidak perlu serta alkohol dan sejenisnya harus dihindari selama
sakit. Beberapa peneliti percaya bahwa penggunaan kortikosteroid dapat
mempengaruhi pasien untuk mengembangkan kambuh hepatitis A.Meskipun
sangat jarang tetapi dapat terjadi komplikasi yang sering menyertai infeksi
hepatitis A seperti Gagal ginjal akut, nefritis interstisial, pankreatitis, aplasia
sel darah merah, agranulositosis, aplasia sumsum tulang, blok jantung
sementara, sindrom Guillain-Barré, arthritis akut, penyakit Still, sindrom
lupuslike, Hepatitis autoimun dan sindrom Sjögren,
kekambuhan infeksi Hepatiotis A terjadi pada sekitar 3-20% penderita.
Setelah melewati fase infeksi akut, terjadi fase remisi berlangsung 3-6
minggu. Kekambuhan terjadi setelah periode singkat biasanya lebih 3 minggu
dan gejalanya seperti hejala awal meskipun gejalanya lebih ringan
ringan.Terdapat laporan kasus seorang pasien dilakukan transplantasi hari
karena terjadi kekambuhan dan disertai penyakit lainnya yang tidak membaik
dengan pengobatan (Children, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.Suatu Gambaran Umun Hepatitis.2009 Diakses pada tanggal 14


november 2015 dari http://www.itokindo.org/?wpfb_dl=305
Aryana I K G, dkk. Faktor Risiko Kejadian Luar Biasa Hepatitis A di Sekolah
Dasar Negeri Selulung dan Blantih, Kintamani. FK Udayana diakses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=348853&val=917&title
=FAKTOR%20RISIKO%20KEJADIAN%20LUAR%20BIASA%20HEPA
TITIS%20A%20%20DI%20SEKOLAH%20DASAR%20NEGERI%20SEL
ULUNG%20DAN%20BLANTIH,%20KINTAMANI pada tangga 14
November 2015
CDC. http://www.cdc.gov/hepatitis/hav/ diakses pada tanggal 12 November pukul
20.35
Children Grow Up.2012.Penanganan Terkini Hepatitis A.
www.childrengrowup.wordpress.com diakses tanggal 14 November 2015
Hincliff, Sue. 2000. Kamus Keperawatan. Jakarta: EGC

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1611/Menkes/SK/XI/2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi
Kumar,Cotran,Robbins.2007.Buku Ajar Patologi.Edisi7.Jakarta:EGC

L.Kasper MD, Dennis dkk. 2005. Harrisons Principle Of Internal Medicine 16th
Edition. United States of America: Mc Graw Hill

L.Kasper MD, Dennis dkk. 2008. Harrisons Principle Of Internal Medicine 17th
Edition. United States of America: Mc Graw Hill

Perhimpunan Dokter Specialis Penyakit Dalam Indonesia. Hepatitis virus akut.


Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2010.

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


Jakarta: EGC

Puspa R. 2011. Pendekatan Diagnostik Dan Hepatitis Akut. Arjawinangun


Sari, Wening. 2008. Care Yourself, Hepatitis. Jakarta : Penebar Plus

Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Pedoman Imunisasi di


Indonesia.

Speer, Kathleen M. 2005. Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Suwitra. 2010. Hepatitis Virus Akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed
IV Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Suwitra. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed IV Jilid I. Jakarta : pusat
penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

WHO. 2012. Hepatitis A.

WHO.http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs328/en/ diakses pada tanggal


12 November 20.40

Wicaksono,Dhaneswara.2014. Angka Kejadian Infeksi Hepatitis A Virus pada


Pasien dengan Leptospirosis.
http://eprints.undip.ac.id/44531/3/Dhaneswara_Adhyatama_W_2201011012
0016_Bab2KTI.pdf. diakses tanggal 13 November 2015

Anda mungkin juga menyukai