PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari laporan ini adalah untuk menyatukan segala penjelasan
yang telah diutarakan baik di DKK I dan DKK II oleh seluruh peserta
DKK kelompok 3 yang memiliki pendapat berbeda-beda.
1.3 Manfaat
Berdasarkan skenario yang diberikan pada modul 4 ini, kami telah
mengidentifikasikan beberapa manfaat yang akan kami dapat dari
pembelajaran pada modul ini, sebagai berikut:
1.3.1 Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, penegakkan diagnosis dan tatalaksana dari
keratitis
1
1.3.2 Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, penegakkan diagnosis dan tatalaksana dari
uveitis
1.3.3 Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, penegakkan diagnosis dan tatalaksana dari
glaukoma
1.3.4 Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patogenesis,
manifestasi klinis, penegakkan diagnosis dan tatalaksana dari
pterigium stadium 4
2
BAB II
ISI
2.1. Skenario
Ada Apa dengan Mata Eva?
3
3. Kenapa gangguan hanya terjadi pada mata kanan?
4. Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan tersebut?
5. Apa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis?
6. Apa kemungkinan diagnosis pada scenario?
7. Apa tatalaksana awal yang dapat diberikan?
4
c. Edema palpebra: adanya riwayat blefaritis, karena tekanan
intraokuler yang meningkat menyebabkan penumpukkan cairan.
d. Injeksi konjungktiva: dilatasi a. Konjungtiva Posterior
e. Injeksi siliar: dilatasi a. Siliaris Anterior
f. Pupil midriasis: sering ditempat gelap, pemakaian obat-obatan,
gangguan emosional
g. Lensa keruh: usia, merokok, riwayat DM
5. Pemeriksaan
a. Anamnesis: riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, merokok, pemakaian obat, faktor-
faktor resiko
b. Pemeriksaan fisik: pemeriksaan mata luar (inspeksi dan palpasi)
c. Pemeriksaan penunjang: tonometry, funduskopi, visus
6. Keratitis, glaukoma, uveitis
7. Tatalaksana:
a. Edukasi: kebersihan mata
b. Tetes mata
c. Kompres air hangat
d. Analgetik
e. Antibiotic
f. Beta blocker
5
2.5. Step 4: Strukturisasi Konsep
6
2.7. Step 6: Belajar Mandiri
Pada step ini mahasiswa diharapkan mempelajari materi-materi
berkaitan dengan learning objective yang telah ditentukan dan akan
dibahas di DKK 2.
7
2.8.1.3 Etiologi
Patogen yang dapat menyebabkan keratitis meliputi virus, bakteri,
akantamoba, jamur.
2.8.1.4 Pathogenesis
Ketika pathogen memasuki jaringan braditropik dari lesi superficial
pada kornea, akan terjadi rantai kejadian berikut ini:
a Lesi kornea
b Pathogen masuk dan berkoloni di stroma kornea (mata merah)
c Infiltrasi antibody
d Iritasi kamar kamera anterior dengan hipopion (pus biasanya akan
terkumpul pada dasar ruang kamera anterior)
e Pathogen menyebar ke seluruh kornea
f Sroma dapat melunak sampai ke membrane Descement yang cukup
kuat. Hal ini dikenal dengan descementokel; hanya membrane ini
masih intak. Membrane ini akanterlihat menonjol dengan slit lamp.
g Kebocoran aquos humor jika membrane descemnt ditembus. Hal ini
dikenal dengan perforasi ulser kornea dan merupakan kegawat
daruratan mata untuk segera operasi. Pasien akan merasa kehilangan
penglihatan dan matanya akan melunak
h Prolaps dari iris (masuk ke dalam defek baru yang terbentuk). Proses
ini dapat berbeda kecepatan dan keparahannya. Hal ini tergantung
pada keganasan pathogen dan keadaan imun penderita, infiltrate dapat
terbentuk dalam hitungan beberapa jam atau hari dan dengan cepat
berubah menjadi ulser, perlunakkan stroma, bahkan descementokel.
Jika terjadi dengan cepat dan segera mengakibatkan keterlibatan
inflamasi organ intraokuler lain hal ini disebut dengan serpiginus
ulser.
Manajemen yang tepat dapat mengurangi insidensi kehilangan
penglihatan dan membatasi kerusakan kornea. Keterlambatan diagnosis
infeksi adalah salah satu faktor yang berperan terhadap terapi awal yang
tidak tepat. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun
8
hanya bila di diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati
secara memadai.
2.8.1.5 Klasifikasi
2.8.1.5.1 Klasifikasi berdasarkan letaknya, yaitu :
2.8.1.5.1.1 Keratitis Pungtata
Keratitis jenis ini terdapat pada bagian kapsul bowman dengan
infiltrate dan bercak halus. Etiologinya berdasarkan penyakit yang
berkaitan. Seperti moluskum kontangiosum, akne rosasea, herpes
simplek, herpes zoster, blefaritis neuroparalitik, infeksi virus, vaksin,
trakoma dan trauma radiasi, mata kering, lagoftalmus, keracunan
neomisin, tobramisin, dan pengawet lain. Keratitis pungtata terbagi
menjadi 3 jenis :
a Keratitis pungtata epitel
b Keratitis pungtata pada konjungtivitis verna dan konjungtivitis
atopic yang biasanya ditemukan bersama giant papil
c Keratitis pungtata pada trakoma, pemfigoid, sindrom steven
Johnson, dan pasca pengobatan radiasi
9
B. Keratitis pungtata subepitel
Terdapat pada membrane bowman. Biasanya bilateral dan
kronis tanpa gejala konjungtiva, dan gejala akut pada dewasa
muda.
10
neovaskularisasi dalam, yang terlihat pada usia 5 – 20 tahun. Keratitis
ini dapat terjadi karena alergi atau infeksi Spirochaeta ke dalam
stroma kornea dan akibat tuberculosis.
Merupakan keratitis non supuratif profunda dengan
neovaskularisasi. Disebut juga keratitis parenkimatosa. Keluhan yang
timbul biasanya fotofobia, lakrimasi, dan penurunan visus. Pada
keratitis ini keluhan bisa bertahan seumur hidup. Seluruh korneanya
keruh sehingga sukar melihat iris. Permukaan kornea seperti kaca,
terdapat injeksi siliar dengan sebukan pembuluh darah dengan warna
merah kusam yang disebut salmon patch dari Hutchinson. Kelainan ini
biasanya bilateral terutama jika disebabkan oleh tuberculosis. Jika
disebabkan sifilis congenital biasanya disertai sadlenose dan trias
Hutchinson, serta pemeriksaan serologis yang positif. Pengobatan
yang diberikan tergantung pada penyebabnya. Pada keratitis diberikan
sulfas atropine tetes untuk mencegah sinekia karena uveitis dan tetes
mata kortikosteroid.
11
disebabkan oleh virus, chlamydial Achantamoeba, fuungal, dan
keratitis non-infectif.
Penatalaksanaan
a. Ciprofloxacin 3x500 mg untuk gram positif seperti
staphylococcus atau streptococcus
b. Gentamicin 0,3% 6x1 tetes untuk gram negative seperti
pseudomonas atau moraxella
c. Asam mefenamat 3x 500 mg
2.8.1.5.2.2 Keratitis Virus
2.8.1.5.2.2.1 Keratitis Herpetik
Disebabkan oleh herpes simplek dan herpes zoster. Yang
disebabkan oleh herpes simplek terbagi dalam dua kelompok
epithelial dan stromal. Hal yang murni epithelial adalah dendritik
dan stromal adalah diskiformis. Biasanya berupa campuran epitel
dan stroma. Perbedaan ini karena mekanisme kerusakannya
berbeda. Pada epitel kerusakannya akibat pembelahan virus di
dalam sel epitel, yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan
membentuk ulkus kornea superficial. Stroma diakibatkan reaksi
imunologik pasien terhadap virus. Antigen dan antibody bereaksi
dalam stroma dan menarik leukosit dan sel radang. Sel ini juga
mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak antigen dan stroma
sekitarnya. Hal ini berkaitan dengan pengobatan dimana epithelial
karena replikasi virus sedangkan stromal pengobatan yang
diberikan terhadap virus.
Tatalaksana. IDU merupakan obat antiviral yang murah, bersifat
tidak stabil. Bekerja dengan menghambat sintesis DNA virus dan
manusia, sehingga bersifat toksik untuk epitel normal dan tidak
boleh diperbolehkan dipergunakan lebih dari 2 minggu. Terdapat
dalam larutan 1 % dan diberikan setiap jam. Salep 0,5 % diberikan
setiap 4 jam. Vibrabin sama dengan IDU, akan tetapi hanya
terdapat dalam bentuk salep. Trifluorotimidin (TFT) sama dengan
IDU, diberikan 1 % setiap 4 jam. Acyclovir bersifat selektif
12
terhadap sintesis DNA virus. Dalam bentuk salep 3 % yang
diberikan setiap 4 jam. Sama efektifnya dengan antivirus lain akan
tetapi dengan efek samping yang kurang.
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion
Gaseri saraf trigeminus. Bila yang terkena ganglion cabang
oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata.
Gejala ini tidak akan melampaui garis median kepala. Biasanya
herpes zoster akan mengenal orang dengan usia lanjut. Keratitis
vesicular dapat terjadi akibat herpes zoster.
Gejala yang terlihat pada mata adalah rasa sakit pada daerah
yang terkena dan badan berasa hangat. Penglihatan berkurang dan
merah. Pada kelopak akan terlihat vesikel dan infiltrate pada
kornea. Vesikel tersebar sesuai dengan dermatom yang dipersarafi
saraf trigeminus yang dapat progresif dengan terbentuknya jaringan
parut. Daerah yang terkena tidak melewati garis meridian.
Pengobatan biasanya tidak spesifik dan hanya simptomatik.
Pengobatan dengan memberikan acyclovir dan pada usia lanjut
dapat diberikan steroid. Penyulit yang dapat terjadi pada herpes
zoster oftalmik adalah uveitis, paresis otot pergerakan mata,
glaucoma, dan neuritis optic. Pada mata dapat disertai dengan
konjungtivitis, keratitis pungtata, neurotrofik keratitis, uveitis,
skleritis, glaucoma dan neuritis.
a. Keratitis Dendritik
Merupakan keratitis superficial yang membentuk garis infiltrate pada
permukaan kornea yang kemudian membentuk cabang. Disebabkan oleh
virus herpes simpleks yang biasanya bermanifestasi dalam bentuk keratitis
dengan gejala ringan seperti fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan
menurun, konjungtiva hyperemia disertai dengan sensibilitas kornea yang
hipestesia. Bentuk dendrite terjadi akibat pengrusakan aktif sel epitel kornea
oleh virus herpes simpleks disertai dengan terlepasnya sel sel di atas
kelainan. Bentuk dendrite dapat berlanjut ke bentuk geografik yang tidak
13
mengenai stroma kornea. Pengobatan kadang tidak diperlukan atau dengan
debridement dan penggunaan antivirus dan sikloplegik, antibiotika dengan
bebat tekan. Antivirus seperti IDU 0,1 % diberikan setiap 1 jam atau
asiklovir. Jika menjadi indolen akan terjadi ulkus kornea.
b. Keratitis Disiformis
Keratitis membentuk kekeruhan infiltrate yang bulat atau lonjong di
dalam jaringan kornea. Biasanya merupakan keratitis profunda superficial,
yang terjadi akibat infeksi virus herpes simpleks. Sering diduga keratitis
disiformis merupakan reaksi alergi ataupun imunologik terhadap infeksi
virus herpes simpleks pada permukaan kornea.
14
2.8.1.5.2.2.3 Keratitis Dimer atau Numularis
Pada keratitis jenis ini ditemukan infiltrate berbentuk koin
dengan tepi berbatas tegas sehingga memberi gambaran halo.
Terjadi unilateral dan lambat serta sering terjadi pada petani.
Kelainan yang ditemukan pada keratitis Dimmer sama dengan pada
keratitis nummular.
15
infeksi jamur bertambah dengan pesat dan dianggap sebagai efek
samping pemakaian antibiotic dan kortikosteroid yang cukup lama.
Keluhan baru timbul setelah 5 hari dari terjadinya trauma hingga 3
minggu kemudian. Pasien mengeluh sakit mata yang hebat, berair dan
fotofobia. Pada mata akan terlihat infiltrate berhifa dan satelit bila
terletak di dalam stroma. Biasanya disertai dengan cincin endotel
dengan plaque tampak bercabang-cabang, dengan endothelium plaque,
gambaran satelit pada kornea, dan lipatan Descement.
Sebaiknya diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan mikroskopik
dengan KOH 10 % terhadap kerokan kornea yang menunjukkan
adanya hifa. Sebaiknya pasien dengan infeksi jamur dirawat dan diberi
pengobatan natamisin 5 % setiap 1 – 2 jam saat bangun. Antijamur
yang bisa diberikan adalah miconazole, amfoterisin, nistatin.
Diberikan sikloplegik disertai obat antiglaukoma akibat timbul
peningkatan tekanan intraokuler. Bila tidak berhasil dilakukan
keratoplasti. Komplikasi yang bisa terjadi adalah endoftalmitis.
2.8.1.6 Tatalaksana
Antibiotik, anti jamur dan anti virus dapat digunakan tergantung
organisme penyebab. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan
secepatnya, tapi bila hasil laboratorium sudah menentukan organisme
penyebab, pengobatan dapat diganti. Terkadang, diperlukan lebih dari satu
macam pengobatan. Terapi bedah laser terkadang dilakukan untuk
menghancurkan sel yang tidak sehat, dan infeksi berat membutuhkan
transplantasi kornea.
Obat tetes mata atau salep mata antibiotik, anti jamur dan antivirus
biasanya diberikan untuk menyembuhkan keratitis, tapi obat-obat ini
hanya boleh diberikan dengan resep dokter. Pengobatan yang tidak baik
atau salah dapat menyebabkan perburukan gejala. Obat kortikosteroid
topikal dapat menyebabkan perburukan kornea pada pasien dengan
keratitis akibat virus herpes simplex.
16
Pasien dengan keratitis dapat menggunakan tutup mata untuk
melindungi mata dari cahaya terang, benda asing dan bahan iritatif
lainnya. Kontrol yang baik ke dokter mata dapat membantu mengetahui
perbaikan dari mata.
2.8.2. Uveitis
Radang uvea dapat mengenai hanya bagian depan jaringan uvea atau
selaput pelangi (iris) dan keadaan ini disebut sebagai iritis. Bila mengenai
bagian tengah uvea maka keadaan ini disebut sebagai siklitis. Biasanya
iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut sebagai uveitis anterior.
Bila mengenai selaput hitam bagian belakang mata maka disebut
koroiditis.
17
Granulamatosa akut tidak nyeri, fotofobia ringan, buram,keratik
presipitat besar (muttan fat) benjolan Koeppe (penimbunan sel pada tepi
pupil atau benjolan Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris), terjadi
akibat sarkoiditis, sifilis, tuberculosis, virus, jamur (histoplasmosis), atau
parasit (toksoplasmosis).
Uveitis terjadi mendadak atau akut berupa mata merah dan sakit,
ataupun datang perlahan dengan mata merah dan sakit ringan dengan
penglihatan menurun perlahan-lahan. Iridosiklitis kronis merupakan
episode rekuren dengan gejala akut yang ringan atau sedikit.
Keluhan pasien denga uveitis anterior akut mata sakit, merah,
fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair dan mata merah.
Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis akibat ikut meradangnya
otot-otot akomodasi.
Pupil kecil akibat rangsangan proses peradangan pada otot sfinghter
pupil dan terdapatnya edem iris. Pada proses radang akut dapat terjadi
miopisasi akibat rangsangan badan siliar dan edema lensa, fler atau efek
tyndal di dalam bilik mata depan, jika peradangan akut maka akan terlihat
hifema/hipopion sedang pada yang kronis terlihat edema macula dan
kadang katarak.
Terbentuknya sinekia posterior, miosis pupil, tekanan bola mata yang
turun akibat hipofungsi bdab silar, tekanan bola mata dapat meningkat hal
ini menunjukkan terjadinya gangguan pengaliran keluar cairan mata oleh
sel radang atau perlengketan yang terjadi pada sudut bilik mata.
Perjalanan penyakit uveitis adalah sangat khas yaitu penyakit
berlangsung hanya antara 2-4 minggu. Kadang-kadang penyakit ini
memperlihatkan gejala-gejala kekambuhan atau menjadi menahun.
Diperlukan pengobatan segera untuk mencegah kebutaan, Pengobatan
pada uveitis anterior adalah steroid yang diberikan pada siang hari bentuk
tetes dan malam hari bentuk salep. Steroid sistemik bila perlu diberikan
dalam dosis tunggal seling sehari yang tinggi dan kemudian diturunkan
sampai dosis efektif. Steroid dapat juga diberikan subkonjungtiva dan
peribulbar. Pemberian steroid jangka lama dibagi dapat mengakibatkan
18
timbulnya katarak, glaucoma dan midriasis pada pupil. Siklopegik
diberikan untuk mengurangi rasa sakit, melepas sinekia yang terjadi,
memberi istirahat pada iris yang meradang. Pengobatan spesifik diberikan
bila kuman penyebabnya diketahui.
Penyulit uveitis anterior adalah terbentuknya sinekia posterior dan
sinekia anterior perifer yang akan mengakibatkan glaucoma sekunder.
Glaucoma sekunder sering terjadi pada uveitis akibat tertutupnya
trabekulum oleh sel radang atau sisa sel radang. Kelainan sudut dapat
dilihat dengan pemeriksaan gonioskopi. Bila terdapat glaucoma sekunder
diberi asetazolamida. Radang pada satu mata dapat meyebabkan
peradangan berat pada mata sebelahnya atau terjadi suatu keadaan yang
disebut sebagai uveitis simpatis.
19
penyebab terbanyak menurunnya penglihatan. Pada kasus kasus yang berat
bisa terjadi pelepasan membran siklitis dan ablation retinae.
Glaukoma sekunder jarang ditemukan. Kortikosteroid terutama
digunakan untuk mengatasi edema macula kistoid atau neovaskularisasi
retina. Kortikosteroid topical perlu dicoba selama 3 – 4 minggu untuk
mengidentifikasi pasien dengan predisposes hipertensi ocular terinduksi
steroid. Jika tak terlihat adanya perbaikan dan tanda tanda hipertensi
ocular, penyuntikan intraocular atau sub Tenon posterior triamcinolon
acetonide, 40 mg/mL, mungkin memberi hasil yang efektif. Pasien dengan
uveitis intermediate umumnya membaik dengan operasi katarak
20
Diagnosis Banding Uveitis
a. Konjungtivitis
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal,
terdapat sekret dan umumnya tidak disertai rasa sakit, fotofobia atau
injeksi silier
b. Keratitis/ keratokonjungtivitis
Penglihatan dapat kabur pada keratitis, ada rasa sakit serta
fotofobia.
c. Glaukoma akut
Terdapat pupil yang melebar, tidak ada sinekia posterior dan
korneanya beruap/ keruh.
d. Neoplasma
Large-cell lymphoma, retinoblastoma, leukemia dan melanoma
maligna bisa terdiagnosa sebagai uveitis.
2.8.3. Glaukoma
2.8.3.1 Definisi
Glaukoma adalah kerusakan penglihatan yang biasanya disebabkan
oleh meningkatnya tekanan bola mata. Meningkatnya tekanan di dalam
bola mata ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi dan
pembuangan cairan dalam bola mata, sehingga terjadi kerusakan pada
saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan.
Glaukoma merupakan salah satu jenis penyakit mata dengan gejala
yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan
pandangan mata semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya
mata akan menjadi buta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang
keluar dari bola mata terhambat sehingga bola mata akan membesar dan
bola mata akan menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata
yang akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf
mata akan mati.
21
2.8.3.2 Faktor Resiko
Glaukoma bisa menyerang siapa saja. Deteksi dan penanganan dini
adalah jalan satu-satunya untuk menghindari kerusakan penglihatan serius
akibat glaukoma. Bagi orang yang beresiko tinggi disarankan untuk
memeriksakan mata secara teratur sejak usia 35 tahun. Faktor resiko
glaukoma antara lain:
a Usia lebih dari 45 tahun
b Riwayat glaukoma di dalam keluarga. Untuk glaukoma jenis tertentu,
anggota keluarga penderita glaukoma mempunyai resiko 6 kali lebih
besar untuk terkena glaukoma.Resiko terbesar adalah kakak-beradik
kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
c Tekanan bola mata tinggi. Tekanan bola mata diatas 21 mmHg
berisiko tinggi terkena glaucoma.Meskipun untuk sebagian individu,
tekanan bola mata yang lebih rendah sudah dapat merusak saraf
optik.Untuk mengukur tekanan bola mata dapat dilakukan dirumah
sakit mata dan/atau dokter spesialis mata.
d Miopia (rabun jauh)
e Diabetes (kencing manis)
f Hipertensi (tekanan darah tinggi)
g Migrain atau penyempitan pembuluh darah otak (sirkulasi buruk)
h Kecelakaan/operasi pada mata sebelumnya
i Menggunakan steroid (cortisone) dalam jangka waktu lama
2.8.3.3 Etiologi
Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler ini
disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
dan berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau
di celah pupil.
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang
disebut humor aqueus.Dalam keadaan normal, cairan ini dihasilkan di
dalam bilik posterior, melewati pupil masuk ke dalam bilik anterior lalu
mengalir dari mata melalui suatu saluran.Jika aliran cairan ini terganggu
22
(biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari
bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan.
Peningkatan tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara
saraf optikus dan retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah
ke saraf optikus berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf
optikus mengalami kemunduran, maka akan terbentuk bintik butapada
lapang pandang mata. Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi,
lalu diikuti oleh lapang pandang sentral.Jika tidak diobati, glaukoma pada
akhirnya bisa menyebabkan kebutaan.
2.8.3.4 Patofisiologi
Bilik anterior dan bilik posterior mata terisi oleh cairan encer yang
disebut humor aqueus.Dalam keadaan normal, cairan ini dihasilkan di
dalam bilik posterior, melewati pupil masuk ke dalam bilik anterior lalu
mengalir dari mata melalui suatu saluran. Jika aliran cairan ini terganggu
(biasanya karena penyumbatan yang menghalangi keluarnya cairan dari
bilik anterior), maka akan terjadi peningkatan tekanan. Peningkatan
tekanan intraokuler akan mendorong perbatasan antara saraf optikus dan
retina di bagian belakang mata. Akibatnya pasokan darah ke saraf optikus
berkurang sehingga sel-sel sarafnya mati. Karena saraf optikus mengalami
kemunduran, maka akan terbentuk bintik buta pada lapang pandang mata.
Yang pertama terkena adalah lapang pandang tepi, lalu diikuti oleh lapang
pandang sentral.Jika tidak diobati, glaukoma pada akhirnya bisa
menyebabkan kebutaan.
2.8.3.5 Klasifikasi
Terdapat 4 jenis glaukoma, yaitu:
A. Primary Open-Angle Glaucoma (Glaukoma Sudut-Terbuka Primer)
Glaukoma sudut-terbuka primer adalah tipe yang yang paling
umum dijumpai (90%).Glaukoma jenis ini bersifat turunan, sehingga
resiko tinggi bila ada riwayat dalam keluarga. Biasanya terjadi pada
usia dewasa dan berkembang perlahan-lahan selama berbulan-bulan
23
atau bertahun-tahun. Seringkali tidak ada gejala sampai terjadi
kerusakan berat dari syaraf optik dan penglihatan terpengaruh secara
permanen.Pemeriksaan mata teratur sangatlah penting untuk deteksi
dan penanganan dini. Glaukoma sudut-terbuka primer biasanya
membutuhkan pengobatan seumur hidup untuk menurunkan tekanan
dalam mata dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
24
pembesaran mata bayi, bagian depan mata berair dan berkabut dan
peka terhadap cahaya.
Keempat jenis glaukoma diatas ditandai dengan peningkatan tekanan di dalam
bola mata dan karenanya semuanya bisa menyebabkan kerusakan saraf optikus
yang progresif.
25
Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat
timbulnya reaksi radang uvea.
Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan
media penglihatan.
Tekanan bola mata sangat tinggi.
Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan
tekanan. Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema
kornea menghilang.
Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan
intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan
operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60
tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan
hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.
B. Glaukoma Kronik
Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan
tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata
yang permanen.
Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis,
pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit
berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti
normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada
stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena
26
pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan
permanen.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri
menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan
dianggap patologik diatas 25 mmHg. Pada funduskopi ditemukan cekungan
papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna
memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang
menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga
Ronne, atau skotoma busur.
Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata
dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun
hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi
ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.
Klasifikasi lain
1. Glaukoma primer
A. Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang
meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang
secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor
aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran
dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran
schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat
terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan
peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan
tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
B. Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis
menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan
trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran
27
schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan
vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang
mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang
tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat,
penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan
dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan
nyeri yang hebat.
2. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan
trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada
penyebab. Perubahan lensa, kelainan uvea, trauma, bedah
3. Glaukoma kongenital
A. Primer atau infantil
B. Menyertai kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah
terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan
fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti
batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat
timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta
pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola
mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
28
2.8.3.6 Manifestasi Klinis
Secara umum, gejala yang dirasakan pertama kali pada penderita
glaukoma antara lain bila memandang lampu neon/sumber cahaya maka
akan timbul warna pelangi di sekitar neon tersebut, mata terasa sakit
karena posisi mata dalam keadaan membengkak, namun penglihatan yang
tadinya kabur lama kelamaan akan kembali normal. Hal inilah yang
membuat para penderita glaukoma tidak menyadari bahwa ia sudah
menderita penyakit mata yang kronis
Pada glaukoma sudut terbuka, saluran tempat mengalirnya humor
aqueus terbuka, tetapi cairan dari bilik anterior mengalir terlalu lambat.
Secara bertahap tekanan akan meningkat (hampir selalu pada kedua mata)
dan menyebabkan kerusakan saraf optikus serta penurunan fungsi
penglihatan yang progresif. Hilangnya fungsi penglihatan dimulai pada
tepi lapang pandang dan jika tidak diobati pada akhirnya akan menjalar ke
seluruh bagian lapang pandang, menyebabkan kebutaan. Glaukoma sudut
terbuka sering terjadi setelah usia 35 tahun, tetapi kadang terjadi pada
anak-anak. Penyakit ini cenderung diturunkan dan paling sering ditemukan
pada penderita diabetes atau miopia.Glaukoma sudut terbuka lebih sering
terjadi dan biasanya penyakit ini lebih berat jika diderita oleh orang kulit
hitam
Pada awalnya, peningkatan tekanan di dalam mata tidak menimbulkan
gejala.Lama-lama timbul gejala berupa penyempitan lapang pandang tepi,
sakit kepala ringan, gangguan penglihatan yang tidak jelas (misalnya
melihat lingkaran di sekeliling cahaya lampu atau sulit beradaptasi pada
kegelapan). Pada akhirnya akan terjadi penyempitan lapang pandang yang
menyebabkan penderita sulit melihat benda-benda yang terletak di sisi lain
ketika penderita melihat lurus ke depan (disebut penglihatan terowongan).
Glaukoma sudut terbuka mungkin baru menimbulkan gejala setelah
terjadinya kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.
Glaukoma sudut tertutup terjadi jika saluran tempat mengalirnya
humor aqueus terhalang oleh iris.Setiap hal yang menyebabkan pelebaran
pupil (misalnya cahaya redup, tetes mata pelebar pupil yang digunakan
29
untuk pemeriksaan mata atau obat tertentu) bisa menyebabkan
penyumbatan aliran cairan karena terhalang oleh iris. Iris bisa menggeser
ke depan dan secara tiba-tiba menutup saluran humor aqueus sehingga
terjadi peningkatan tekanan di dalam mata secara mendadak. Serangan
bisa dipicu oleh pemakaian tetes mata yang melebarkan pupil atau bisa
juga timbul tanpa adanya pemicu. Glaukoma akut lebih sering terjadi pada
malam hari karena pupil secara alami akan melebar di bawah cahaya yang
redup. Episode akut dari glaukoma sudut tertutup menyebabkan penurunan
fungsi penglihatan yang ringan, terbentuknya lingkaran berwarna di
sekeliling cahaya, nyeri pada mata dan kepala.
Gejala tersebut berlangsung hanya beberapa jam sebelum terjadinya
serangan lebih lanjut. Serangan lanjutan menyebabkan hilangnya fungsi
penglihatan secara mendadak dan nyeri mata yang berdenyut, penderita
juga mengalami mual dan muntah, kelopak mata membengkak, mata
berair dan merah, pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang
terang. Sebagian besar gejala akan menghilang setelah pengobatan, tetapi
serangan tersebut bisa berulang. Setiap serangan susulan akan semakin
mengurangi lapang pandang penderita.
30
c. Pengukuran lapang pandang
Pemeriksaan lapang penglihatan atau perimetry bertujuan untuk
melihat luasnya kerusakan syaraf mata. Selama pemeriksaan ini
penderita akan diminta untuk melihat suatu titik di tengah layar dan
menekan tombol ketika ia melihat munculnya titik-titik cahaya di
sekitar layar.
d. Ketajaman penglihatan
e. Tes refraksi
f. Respon refleks pupil
g. Pemeriksan slit lamp
h. Pemeriksaan gonioskopi (lensa khusus untuk mengamati saluran
humor aqueus)
i. Foto syaraf optik
Dapat membantu melihat hal-hal detil pada syaraf optik dan
sekaligus mendokumentasikan perubahan/perkembangan pada syaraf
optic dari waktu ke waktu.
2.8.3.8 Tatalaksana
Meskipun belum ada cara untuk memperbaiki kerusakan penglihatan
yang terjadi akibat glaukoma, pada kebanyakan kasus glaukoma dapat
dikendalikan.
Glaukoma dapat ditangani dengan obat tetes mata, tablet, tindakan
laser atau operasi yang bertujuan untuk menurunkan/menstabilkan tekanan
bola mata dan mencegah kerusakan penglihatan lebih lanjut. Semakin dini
deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan
pencegahan kerusakan penglihatan.
31
Juga diberikan pilocarpine untuk memperkecil pupil dan
meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior. Obat lainnya yang
juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine dan carbacol (untuk
memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi pembentukan cairan).
Jika glaukoma tidak dapat dikontrol dengan obat-obatan atau
efek sampingnya tidak dapat ditolerir oleh penderita, maka dilakukan
pembedahan untuk meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior.
Digunakan sinar laser (Laser Trabeculoplasty/LTP) untuk membuat
lubang di dalam iris atau dilakukan pembedahan untuk memotong
sebagian iris (iridotomi).
32
C. Glaukoma sekunder
Pengobatan glaukoma sekunder tergantung kepada
penyebabnya. Jika penyebabnya adala peradangan, diberikan
corticosteroid dan obat untuk melebarkan pupil. Kadang dilakukan
pembedahan.
D. Glaukoma kongenitalis
Untuk mengatasi glaukoma kongenitalis perlu dilakukan
pembedahan (trabeculectomy) yaitu dengan membuat saluran baru
yang akan memudahkan cairan mata keluar dari mata.
2.8.4.2 Epidemiologi
Pterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah
iklim panas dankering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan
kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat ekuator,
yakni daerah yang terletak kurang 370 Lintang Utara dan Selatan dari
ekuator. Prevalensi tinggi sampai 22% di daerah dekat ekuator dan kurang
dari 2% pada daerah yang terletak di atas 400 Lintang. Insiden pterygium
cukup tinggi di Indonesia yang terletak di daerah ekuator, yaitu 13,1%
(Edward, 2002).
Pasien di bawah umur 15 tahun jarang terjadi pterygium. Prevalensi
pterygium meningkat dengan umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3 dari
kehidupan. Insiden tinggi pada umur antara 20 dan 49. Kejadian berulang
(rekuren) lebih sering pada umur muda daripada umur tua. Laki-laki 4 kali
33
lebih resiko dari perempuan dan berhubungan dengan merokok,
pendidikan rendah, riwayat terpapar lingkungan di luar rumah (Stephen,
2004; Edward, 2002).
2.8.4.4 Patogenesis
Etiologi pterygium tidak diketahui dengan jelas. Tetapi penyakit
ini lebih sering pada orang yang tinggal di daerah iklim panas. Oleh
34
karena itu gambaran yang paling diterima tentang hal tersebut adalah
respon terhadap faktor-faktor lingkungan seperti paparan terhadap
matahari (ultraviolet), daerah kering, inflamasi, daerah angin kencang dan
debu atau faktor iritan lainnya. Pengeringan lokal dari kornea dan
konjungtiva yang disebabkan kelainan tear film menimbulkan
pertumbuhan fibroplastik baru merupakan salah satu teori. Tingginya
insiden pterygium pada daerah dingin, iklim kering mendukung teori ini
(American Academy of Ophtalmology, 2007-2008).
Ultraviolet adalah mutagen untuk p53 tumor supresor gene pada
limbal basal stemcell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta
diproduksi dalam jumlah berlebihandan menimbulkan proses kolagenase
meningkat. Sel-sel bermigrasi dan angiogenesis. Akibatnya terjadi
perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial
fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva terjadi degenerasi elastoik
proliferasi jaringan vaskular bawah epithelium dan kemudian menembus
kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran bowman
oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, sering disertai dengan inflamasi
ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia
(American Academy of Ophtalmology, 2007-2008).
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada
keadaan defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan
konjungtiva pada permukaan kornea. Gejaladari defisiensi limbal adalah
pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis,
kerusakan membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda
ini juga ditemukan pada pterygium dan karena itu banyak penelitian
menunjukkan bahwa pterygium merupakan manifestasi dari defisiensi atau
disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi
kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra (Edward, 2002).
Pemisahan fibroblast dari jaringan pterygium menunjukkan
perubahan phenotype, pertumbuhan banyak lebih baik pada media
mengandung serum dengan konsentrasi rendah dibanding dengan
fibroblast konjungtiva normal. Lapisan fibroblast pada bagian pterygiun
35
menunjukkan proliferasi sel yang berlebihan. Pada fibroblast pterygium
menunjukkan matrix metalloproteinase, dimana matriks ekstraselluler
berfungsi untuk jaringan yang rusak, penyembuhan luka, mengubah
bentuk. Hal ini menjelaskan kenapa pterygium cenderung terus tumbuh,
invasi ke stroma kornea dan terjadi reaksi fibrovaskular dan inflamasi
(Edward, 2002).
36
Pada fase awal pterygium tanpa gejala, hanya keluhan kosmetik.
Gangguan terjadi ketika pterygium mencapai daerah pupil atau
menyebabkan astigatisme karena pertumbuhan fibrosis pada tahap
regresi. Kadang terjadi diplopia sehingga menyebabkan terbatasnya
pergerakan mata (Edward, 2002).
37
2.8.4.6 Diagnosa Banding
Secara klinis pterygium dapat dibedakan dengan dua keadaan yang
sama yaitu pinguekula dan pseudopterygium. Bentuknya kecil, meninggi,
masa kekuningan berbatasan dengan limbus pada konjungtiva bulbi di
fissura interpalpebra dan kadang-kadang mengalami inflamasi. Tindakan
eksisi tidak diindikasikan. Prevalensi dan insiden meningkat dengan
meningkatnya umur. Pinguekula sering pada iklim sedang dan iklim tropis
dan angka kejadian sama pada laki-laki dan perempuan. Paparan sinar
ultraviolet bukan faktor resiko penyebab pinguekula.
Pertumbuhan yang mirip dengan pterygium, pertumbuhannya
membentuk sudut miring seperti pseudopterygium atau Terrien's marginal
degeneration. Pseudopterygium mirip dengan pterygium, dimana adanya
jaringan parut fibrovaskular yang timbul pada konjungtiva bulbi menuju
kornea. Berbeda dengan pterygium, pseudopterygium adalah akibat
inflamasi permukaan okular sebelumnya seperti trauma, trauma kimia,
konjungtivitis sikatrikal, trauma bedah atau ulkus perifer kornea. Untuk
mengidentifikasi pseudopterygium, cirinya tidak melekat pada limbus
kornea. Probing dengan muscle hook dapat dengan mudah melewati
bagian bawah pseudopterygium pada limbus, dimana hal ini tidak dapat
dilakukan pada pterygium. Pada pseudopterygium tidak dapat dibedakan
antara head, cap dan body dan pseudopterygium cenderung keluar dari
ruang fissura interpalpebra yang berbeda dengan true pterygium (Stephen,
2004; Edward, 2002).
2.8.4.7 Penatalaksanaan
Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering
ditangani dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal
seperti lubrikans, vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk
menghilangkan gejala terutama pada derajat 1 dan derajat 2. Untuk
mencegah progresifitas, beberapa peneliti menganjurkan penggunaan
kacamata pelindung ultraviolet (Stephen, 2004; Nema, 2002; Riordani,
2004; Gazzard, 2002).
38
Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada
kondisi adanya ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan
bila ukuran 3-4 mm dan pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea
atau aksis visual, adanya gangguan pergerakan bola mata (American
Academy of Ophtalmology, 2007).
Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan
mata yang licin. Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat
pterygium dengan menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi
pterygium kearah limbus. Memisahkan pterygium kearah bawah pada
limbus lebih disukai, kadang-kadang dapat timbul perdarahan oleh karena
trauma jaringan sekitar otot. Setelah eksisi, kauter sering digunakan untuk
mengontrol perdarahan. Beberapa tehnik operasi yang dapat menjadi
pilihan yaitu :
a Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable
digunakan untukmelekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi
tendon rektus. Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka.
b Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif
jika hanya defekkonjungtiva sangat kecil).
c Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap
konjungtivadigeser untuk menutupi defek.
d Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk
lidahkonjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.
e Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior,
dieksisi sesuaidengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.
f Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren
pterygium,mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata
dan penelitian baru mengungkapkan menekan TGF-β pada konjungtiva
dan fibroblast pterygium. Pemberian mytomicin C dan beta irradiation
dapat diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.
39
Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan terapi
barudengan menggunakan gabungan angiostatik dan steroid.
40
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan isi laporan diatas, dapat disimpulkan
bahwa keluhan mata merah dengan gangguan penglihatan sangat beragam,
dapat berupa keratitis, uveitis, glaukoma dan pterigium stadium 4.
Keempat macam penyakit tersebut memiliki penyebab, manifestasi klinis,
dan penatalaksanaan yang berbeda-beda.
Keratitis merupakan peradangan pada kornea, penyebabnya sendiri
berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri, virus atau jamur.
Keratitis memberikan manifestasi klinis berbeda-beda sesuai dengan
etiologinya, dan penatalaksanaannya pun sesuai dengan etiologinya.
Uveitis adalah peradangan pada uvea, yang terbagi menjadi uveitis
anterior, intermediate dan posterior, manifestasi klinis dan pengobatannya
juga berbeda pada setiap jenis uveitis.
Glaukoma sedikit berbeda dengan dua penyakit lainnya, dimana
pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan intraokular yang dapat
menyebabkan mata merah dan penglihatan kabur. Glaukoma sendiri
terbagi menjadi beberapa macam klasifikasi seperti yang sudah dipaparkan
pada penjelasan laporan diatas, dan penatalaksanaanya juga berbeda pada
setiap klasifikasi. Pterigium sendiri sudah dibahas pada modul
sebelumnya, dan pada modul ini hanya berfokus pada pterigium stadium 4,
dimana pada pterigium stadium 4 sudah dapat mengganggu penglihatan
3.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik
dari segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar
baik sebagai tutor maupun dosen yang memberikan materi kuliah, dan dari
berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.
41
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidharta dan Sri Rahayu Y. 2017. Ilmu Penyakit Mata. Ed 5. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI
42