MANAJEMEN KESEHATAN
BLOK 21 MODUL 5
Tutor :
DR. Dr. Swandari Paramita, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayah-Nyalah laporan "Manajemen Kesehatan Kerja" ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Laporan ini disusun dari berbagai sumber ilmiah sebagai hasil dari diskusi
kelompok kecil (DKK) kami. Laporan ini secara menyeluruh membahas mengenai
kedokteran keluarga, konsep pelayanan kesehatan, sistem rujukan, dan sistem pembiayaan
kesehatan secara detail.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga
terselesaikannya laporan ini. Pertama-tama kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. dr. Swandari Paramita, M.Kes, selaku tutor kelompok 8 yang telah membimbing
kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil (DKK) dalam skenario modul 5 blok
21 ini.
2. Teman-teman kelompok 8 yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya sehingga
diskusi kelompok kecil (DKK) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan dapat
menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) kelompok 8.
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman angkatan 2015
segala fasilitas yang telah kami gunakan untuk menambah pengetahuan tentang modul
kali ini, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Akhirnya, tiada gading yang tak retak, tentunya laporan ini sangat jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran serta kritik yang membangun sangat kami harapkan demi tercapainya
kesempurnaan dari isi laporan hasil diskusi kelompok kecil (DKK) ini.
Kelompok 8
ii
DAFTAR ISI
1.2 Manfaat........................................................................................................................ 1
2.1 Skenario……………………………..………………………………………………….........2
2.4 AnalisaMasalah………………………………………………………………………………4
2.5 Strukturisasi................................................................................................................. 4
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 26
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Manfaat
Dalam modul ini diharapkan mahasiswa mampu memahami konsep dan
prinsip dasar dari Manajemen Kesehatan, khususnya mengenai Manajemen Kesehatan
di tempat kerja khususnya pada sektor informal. Diharapkan mahasiswa dapat
memahami bagaimana penerapan Manajemen Kesehatan Kerja yang mampu
memujudkan tempat kerja yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif,
sehingga akan meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan.
1
BAB II
ISI
1.1. Skenario
1. Sektor informal adalah lingkugan usaha tidak resmi, diciptakan pekerja itu sendiri
(swasta) atau sektor yang tidak terorganisasi, pekerjaan tidak tetap, penghasilan tidak
tetap
2. Upaya Kesehatan kerja adalah upaya pemeliharaan kesehatan kerja dari, oleh, untuk
masyarakat pekerja, besifat teratur dan berkesinambungan.
2
1.4. Step 3 Brainstorming
1. Bahaya dan faktor resiko bagi pekerja:
a. Faktor Fisik
Suara tinggi atau bising
Temperature atau suhu tinggi
Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak
b. Faktor Biologi
c. Faktor Kimia
d. Faktor Ergonomi
e. Faktor Psikologis
3. BPJS Ketenagakerjaan
a. Status
Pekerja upah
Pekerja nonupah
Konstruksi
b. Jaminan
Jaminan Kecelakaan kerja
Jaminan pensiun
Jaminan masa tua
Jaminan kematian
c. Pendaftaran dengan datang pribadi atau kelompok
3
d. Iuran tergantung nominal pendapatan
4. Pembentukan UKK
a. Pertemuan tingkat desa
b. Survei mawas diri
c. Musyawarah desa
d. Pelatihan pos kader UKK
6. Pelayanan:
a. Promotif
b. Preventif
c. Kuratif
Sektor Informal
UKK BPJS
Ketenagakerjaan
4
1.6. Step 5 Learning Objective
Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan mengenai:
1. Penyakit Akibat Kerja
a. Definisi
b. Penyebab
c. Alur diagnosis
d. Pencegahan
5
2.2 Sintesis
Learning Objektif I
A. Definisi
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan
atau lingkungan kerja termasuk penyakit terkait kerja. Penyakit terkait kerja adalah
penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab dengan faktor pekerjaan dan atau
lingkungan kerja memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya.
1. Aspek medik: dasar tata laksana medis dan tata laksana penyakit akibat kerja
serta membatasi kecacatan dan keparahan penyakit.
2. Aspek komunitas: untuk melindungi pekerja lain
6
3. Aspek legal: untuk memenuhi hak pekerja Diagnosis penyakit akibat kerja
dilakukan dengan pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan dalam melakukan interpretasi secara tepat. Pendekatan tersebut
dilakukan melalui 7 (tujuh) langkah diagnosis penyakit akibat kerja dilakukan
sebagai berikut :
Keterangan:
1. anamnesa;
2. pemeriksaan fisik;
3. bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan khusus.
7
semua pajanan yang dialami dan pernah dialami oleh pekerja. Untuk memperoleh informasi
tersebut, dilakukan anamnesis pekerjaan yang lengkap, mencakup:
1. kualitatif :
a. pengamatan cara, proses dan lingkungan kerja dengan
memperhitungkan lama kerja dan masa kerja.
b. Pemakaian alat pelindung secara benar dan konsisten untuk
mengurangi besar pajanan.
2. kuantitatif :
a. data pengukuran lingkungan kerja yang dilakukan secara periodik.
b. data monitoring biologis.
8
Langkah 5. Menentukan faktor individu yang berperan Faktor individu yang berperan
terhadap timbulnya penyakit antara lain:
1. jenis kelamin
2. usia
3. kebiasaan
4. riwayat penyakit keluarga (genetik)
5. riwayat atopi
6. penyakit penyerta.
Langkah 6. Menentukan pajanan di luar tempat kerja Penyakit yang timbul mungkin
disebabkan oleh pajanan yang sama di luar tempat kerja sehingga perlu informasi tentang
kegiatan yang dilakukan di luar tempat kerja seperti hobi, pekerjaan rumah dan pekerjaan
sampingan.
9
Alur Diagnosis
10
Langkah selanjutnya melakukan penatalaksanaan kasus yaitu penatalaksaan medis
dan penatalaksanaan okupasi. Dalam melakukan penatalaksaan medis, apabila terdapat
keraguan, maka dokter merujuk ke dokter spesialis terkait sedangkan, apabila terdapat
keraguan dalam penatalaksanaan okupasi, dokter berkonsultasi ke spesialis kedokteran
okupasi.
Pencegahan terjadinya penyakit akibat kerja dapat dilakukan dalam tiga cara :
A. Pencegahan primer
Pencegahan primer yaitu usaha atau tindakan para pekerja agar tidak terpajan zat-zat
beresiko. Usaha itu diantaranya :
11
b. Percegahan sekunder
Pencegahan sekunder diperlukan untuk mendeteksi dini penyakit karena kerja. Pencegahan
sekunder diantaranya dapat dilakukan seperti :
1. Penyuluhan
2. Identifikasi zat berbahaya
3. Pemerikasaan kesehatan berkala
4. Surveilans penyakit karena kerja
c. Pencegahan tersier
Yakni menghindar terjadi kecacatan pada pekerja yang telah terkena penyakit karena kerja.
Hal semacam ini dapat dilakukan diantaranya sebagai berikut :
1. Mengistrahatkan pekerja
2. Melakukan perpindahan pekerja dari tempat yang terpajan
3. Melakukan kontrol berkala untuk evaluasi penyakit.
12
Learning Objective II
Jaminan Kesehatan Ketenagakerjaan
Peserta dan kepesertaan Jaminan Kesehatan diatur dalam Bab II, mulai dari Pasal
2 sampai dengan Pasal 9 Perpres Nomor 12 Tahun 2013.
a Penerima Bantuan Iuran (PBI), yang meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu.
c Bukan PBI Jaminan Kesehatan,yaitu orang yang tidak tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu yang terdiri atas:
Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tidak membatasi jumlah anggota keluarga yang menjadi
Peserta Jaminan Kesehatan.
Ketentuan tersebut diatas berbeda dengan Pasal 20 ayat (1) UU SJSN yang menentukan
”Peserta jaminan kesehatan adalah setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh pemerintah.” Kemudian pada ayat (2) ditentukan ”Anggota keluarga peserta
berhak menerima manfaat jaminan kesehatan.”
Pada ayat (3) ditentukan ”Setiap peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang
lain yang menjadi tanggungannya dengan penambahan iuran. Dari Penjelasan ayat (3)
dapat disimpulkan bahwa UU SJSN membatasi anggota keluarga peserta yang berhak
menerima manfaat jaminan kesehatan paling banyak 5(lima)orang yaitu suami/istri dan
paling banyak 3 (tiga) orang anak sah, karena anak ke empat dan seterusnya, ayah, ibu
dan mertua dapat diikutsertakan dengan menambah iuran.
Perlu ditambahkan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat(6) Perpres, warga
Negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam bulan) termasuk dalam
kelompok Pekerja Penerima Upah dan Pekerja Bukan Penerima Upah.Sedangkan
13
Jaminan kesehatan bagi warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri, menurut
Pasal 4 ayat (7) Perpres diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri.
b Anggota TNI;
c Anggota Polri;
d Pejabat Negara;
g Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima
Upah.
Tidak jelas dalam Perpres apakah “pegawai tidak tetap”yang diangkat pejabat yang
berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat(3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1974 tentang Kepegawaian sebagimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 termasuk Pekerja Penerima Upah atau tidak?
a Investor;
b Pemberi Kerja;
c penerima pensiun;
d Veteran;
e Perintis Kemerdekaan;dan
f Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu
membayar Iuran.
14
g Perpres juga mengatur secara rinci siapa yang dimaksud dengan penerima
pensiun yang dikelompokkan ke dalam kelompok Peserta Bukan Pekerja.
b Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
e Janda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun.
Perpres tidak menyebutkan secara ekplisit penerima pensiun pegawai swasta atau
buruh yang berhenti dengan hak pensiun.
Mungkin mereka dapat dikategorikan pada penerima pensiun selain huruf a, huruf b,
dan huruf c.
Anggota keluarga Peserta Bukan PBI Jaminan Kesehatan dari Pekerja Penerima
Upah, menurut Pasal 5 ayat (1) Perpres meliputi:
b Anak kandung,anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan
criteria:
1 Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;
dan
2 Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh
lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
Perpres tidak mengatur siapa yang dimaksud dengan anggota keluarga dari Peserta
Bukan PBI dari Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja.
Pada ayat (2) ditentukan Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan dapat mengikut
sertakan anggota keluarganya yang lain.
Tidak ada penjelasan siapa yang dimaksud dengan anggota keluarganya yang lain.
Juga tidak ditentukan masalah penambahan iuran bagi Peserta yang ingin mengikut
sertakan anggota keluarganya yang lain,sebagaimana diatur dalam pasal 20 ayat(3)
UU SJSN.
15
Mengenai siapa yang dimaksud dengan “anggota keluarga yang lain” dapat
ditemukan dalam Penjelasan Pasal 20 ayat (3) UU SJSN sebagai berikut: ”Yang
dimaksud dengan” anggota keluarga yang lain ”dalam ketentuan ini adalah anak ke 4
dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua.”
Menurut Pasal 6 ayat (1) Perpres, ditentukan bahwa kepesertaan Jaminan Kesehatan
bersifat wajib dan dilakukan secara bertahap sehingga mencakup seluruh penduduk.
Perpres tidak mencantumkan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Markas Besar TNI
sebagai Peserta Jaminan Kesehatan tahap pertama.
Juga tidak ada penjelasan apakah anggota TNI/Polri dan anggota keluarganya
sebagaimana dimaksud diatas adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2)
huruf b UU BPJS serta Peserta Jamsostek yang dimaksud diatas adalah Peserta yang
dialihkan sesuai dengan ketentuan Pasal 61 huruf a UU BPJS
b Tahap kedua meliputi seluruh penduduk yang belum masuk sebagai Peserta
BPJS Kesehatan paling lambat pada tanggal 1 Januari 2019.
Perpres tidak mengatur rincian kegiatan yang harus dilakukan oleh BPJS Kesehatan
untuk mencapai universal coverage pada tahun 2019.
Selain itu, juga tidak ada pendelegasian untuk penyususunanroad map menuju
universal coverage Jaminan Kesehatan.
16
PESERTA YANG MENGALAMI PHK DAN CACAT TOTAL TETAP
Menurut Pasal 7 ayat(1) Perpres, Peserta yang mengalami PHK tetap memperoleh
hak Manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 (enam) bulan sejak di PHK tanpa
membayar iuran.
Pada ayat (2) ditentukan, Peserta yang terkena PHK dan telah bekerja kembali wajib
memperpanjang status kepesertaannya dengan membayar iuran.
Dalam hal Peserta yang terkena PHK tidak bekerja kembali dan tidak mampu, berhak
menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan, demikian ditentukan pada ayat (3).
Kemudian Pasal 8 ayat (1) Perpres menentukan, Peserta Bukan PBI Jaminan
Kesehatan yang mengalami cacat total tetap dan tidak mampu, berhak menjadi
Peserta PBI Jaminan Kesehatan.
Pada ayat (2) ditentukan, penetapan cacat total tetap dilakukan oleh dokter yang
berwenang.
Tidak jelas siapa yang dimaksud dengan dokter yang berwenang. Apakah dokter yang
merawatnya, atau dokter yang ditunjuk oleh BPJS Kesehatan atau oleh Menteri?
Perubahan status kepesertaan dari Peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi bukan
Peserta PBI Jaminan Kesehatan, menurut Pasal 9 ayat (1) Perpres dilakukan melalui
pendaftaran ke BPJS Kesehatan dengan membayar iuran pertama.
Kedua, bagaimana tata cara penilaiannya dan penghapusan namanya dari daftar
kepesertaan sebelumnya?
17
Ketiga, siapa yang melakukan pendaftaran dan membayar iuran pertama, apakah
Peserta yang bersangkutan atau Pemberi Kerja/dan atau Pekerja yang bersangkutan
dalam hal yang bersangkutan Pekerja Penerima Upah?
Perubahan status kepesertaan dari bukan Peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi
Peserta PBI Jaminan Kesehatan, menurut Pasal 9 ayat (3) Perpres dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Untuk Pekerja Penerima Upah, pemberi kerja wajib mendaftarkan diri- nya
dan seluruh pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS Ketenaga- kerjaan. Pemberi
kerja wajib menyerahkan formulir pendaftaran yang telah diisi secara lengkap yang
meliputi data dirinya, data perusahaan, dan data pekerja beserta anggota keluarganya
kepada BPJS Ketenagakerjaan, paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak formulir
pendaftaran diterima dari BPJS Ketenagakerjaan.
Pekerja Bukan Penerima Upah (memiliki usaha atau pekerjaan le- bih dari
satu, wajib mencantumkan uraian kegiatan usaha atau mencantumkan paling banyak
2 (dua) jenis pekerjaan) wajib mendaftarkan dirinya kepada BPJS Ketenagakerjaan
sesuai penahapan kepesertaan. Pendaftaran kepesertaan kepada BPJS
Ketenagakerjaan dapat dilakukan secara sendiri-sendiri atau melalui wadah atau
kelompok tertentu yang dibentuk oleh peserta dengan mengisi formulir pendaftaran.
Paling lama 1 (satu) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan
benar serta iuran pertama dibayar lunas, BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan
18
Nomor Kepesertaan berdasarkan pendaftaran. Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan
mulai berlaku sejak Nomor Kepesertaan dikeluarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Jaminan Hari Tua adalah program jaminan sosial dari BPJS yang diberikan
kepada karyawan yang sudah memasuki masa pensiun, yang dimaksud masa
pensiun, adalah ketika karyawan berusia 56 tahun, cacat total tetap, dan termasuk
karyawan yang berhenti kerja karena mengundurkan diri, terkena PHK, atau
meninggalkan wilayah Indonesia untuk selamanya. Program JHT ini dapat
diberikan berupa uang tunai yang akan dibayarkan sekaligus apabila dalam
kondisi karyawan mencapai usia 56 tahun, meninggal dunia, atau cacat tetap.
Jumlah yang akan dibayarkan adalah nilai akumulasi iuran ditambah hasil
pengembangannya. Besarnya iuran ditetapkan 5,7% dari upah. Perusahaan
menanggung 3,7%, dan sisanya 2% dibayar oleh karyawan melalui pemotongan
gaji.
19
Jaminan Kematian (JKM)
Iuran JKM per bulan sebesar 0,3% dari upah, dan sepenuhnya ditanggung oleh
perusahaan.
Jaminan Pensiun
20
Learning Objektif III
a. Definisi
Menurut UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, upaya kesehatan kerja
adalah sesuatu upaya penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan
kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri
maupun masyarakat disekelilingnya dan agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal
(KEMENKES RI, 2003).
Tujuan umum :
Tujuan khusus :
Permasalahan kesehatan kerja dapat dideteksi secara dini, dan masyarakat pekerja
dapat memperoleh pelayanan kesehatan kerja yang dapat dijangkau.
Bagi puskesmas :
22
6. Melaksanakan kewaspadaan dini terhadap berbagai risiko dan masalah kesehatan
pekerja.
7. Melaksanakan rujukan ke Puskesmas.
8. Pencatatan dan pelaporan.
SYARAT
1. Ada kelompok pekerja yang membutuhkan pelayanan kesehatankerja.
2. Ada keinginan masyarakat pekerja membentuk POS UKK.
3. Ada kesedian masyarakat pekerja menjadi kader POS UKK.
4. Ada tempat yang memadai untuk dijadikan Pos UKK yang dilengkapi dengan
papan nama Pos UKK, untuk melakukan kegiatan.
5. Tersedianya pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) kit dan pertolongan
pertama pada penyakit (P3P) kit.
6. Tersedianya contoh alat pelindung diri (APD) untuk pekerja sesuai dengan
pekerjaannya.
7. Timbangan badan dan alatpengukurtinggi badan.
8. Meja, kursi, tempattidur dan lemariobat.
9. Adanyabukupencacatan dan pelaporan.
10. Adanya buku panduan dan media penyuluhan.
11. Alat tulis.
Persyaratan 1 – 6 mutlak untuk dipenuhi sebelum dibentuk Pos UKK dan persyaratan
yang lain dapat dilengkapi secara bertahap sesuai dengan kemampuan masyarakat
pekerja.
Operasional (Pembiayaan)
Pembiayaan kegiatan di pos UKK dapat diperoleh dari :
23
Dan lain-lain
PeranPuskesmas
Sebagai fasilitator dalam pembentukan dan pembinaan Pos UKK di wilayah
kerjanya
Memfasilitasi pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala
Sebagai rujukan pelayanan kesehatan kerja
Menggalang kerjasama dengan berbagai pihak dalam pembinaan dan
pengembangan pos UKK
Membangun komitmen dengan kader, tokoh masyarakat, tokoh agama,
perusahaan dan sektor swasta dalam pembinaan dan pengembangan pos UKK
e. Jenis Pelayanan
Konsultasi
Penyuluhan (materi penyuluhan SOP kerja risiko pekerjaannya dan
pencegahan, hygiene perorangan, jenis-jenis Alat Pelindung Diri/APD,
pemakaian APD, pemilihan APD, Gizi kerja).
Norma Sehat dalam Bekerja (Budaya K3)
Memberikan masukan/pertimbangan kebijakan tentang kesehatan kerja
kepada pimpinan manajemen
Inventarisasi jenis pekerjaan agar dapat mengetahui risiko yang
mungkin timbul.
Peningkatan Promosi kesehatan dalam rangka pencegahan penyakit umum PAK,
(Promotif) PAHK dan KK
Sanitasi industri, good house keeping dan potensi risiko ditempat kerja
SOP kerja dan proses produksi
Pelatihan P3K
Pelatihan kader Pos UKK
Pembinaan Pos UKK dan Ppliklinik Perusahaan
Sosialisasi kegiatan tentang kesehatan kerja bagi tokoh masyarakat,
lintas
program, lintas sektor dan dunia Usaha
Pencatatan dan pelaporan
24
Identifikasi dan pengukuran potensi risiko kesehatan ditempat kerja/
lingkungan kerja
Memfasilitasi/merekomendasikan perbaikan lingkungan kerja sep :
perbaikan ventilasi, pengolahan limbah cair, perbaikan ergonomi
Penyediaan contoh dan penggunaan APD
Pemeriksaan kesehatan :
Sebelum kerja (calon pekerja, pra mutasi dan pra mutasi intern)
Pencegahan Pemeriksaan berkala
(Preventif) Pemeriksaan kesehatan khusus
Prosedur Tanggap Darurat (emergency response procedure) dan mana
jemen disaster.
Pemantauan Kondisi Kerja/tempat kerja
Surveilans PAK, PAHK, KK, dan penyakit umum yang dominan
dikalangan pekerja
Pemeriksaan kualitas air minum dan kebersihan makanan/pekerjakatin
Pencatatan dan pelaporan
Penyakit Umum. PAK, PAHK dan KK
Klinik gawat darurat (Emergency clinic)
Pengobatan
Deteksi dini PAK, PAHK dan KK
(Kuratif)
Melakukan Upaya Rujukan
Pencatatan dan Pelaporan
Melakukan evaluasi tingkat kecacatan pekerja
Rekomendasi terhadap penempatan kembali pekerja sesuai kemampuan
Pemulihan
nya dan pentahapan untuk dapat kembali pada pekerjaan semula
(Rehabilitatif)
setelahsenbuh dari sakit/KK
Pencatatan dan pelaporan
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Upaya Kesehatan kerja merupakan bentuk upaya penyerasian antara kapasitas kerja,
beban kerja, dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat, untuk
mempengaruhi sikap masing – masing pekerja mengenai kesehatannya secara individu,
sehingga dari hari ke hari mereka akan menentukan pilihannya menuju gaya hidup yang sehat
dan lebih positif, memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam
pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat
pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan
sosialnya, dan mencegah timbulnya gangguan kesehatan kerja pada masyarakat pekerja yang
diakibatkan oleh keadaan / kondisi lingkungan kerjanya.
3.2 Saran
26
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan. (2014). Pedoman Pos Upaya Kesehatan Kerja Terintegrasi (Bagi
Petugas Kesehatan).
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pos Upaya Kesehatan Kerja. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
27
28