Anda di halaman 1dari 5

 Multiple trauma

Multiple trauma dapat didefinisikan sebagai cedera pada minimal dua sistem
organ yang menyebabkan kondisi yang mengancam jiwa. Secara lebih khusus, multiple
trauma adalah suatu sindrom dari cedera multipel dengan derajat keparahan yang cukup
tinggi (ISS >16) yang disertai dengan reaksi sistemik akibat trauma yang kemudian akan
menimbulkan terjadinya disfungsi atau kegagalan dari organ yang letaknya jauh dan
sistem organ yang vital yang tidak mengalami cedera akibat trauma secara langsung
(Trentz O L, 2000).

Kecelakaan lalu lintas pada kasus mengakibatkan trauma dan memungkinkan


terjadinya multiple trauma akibat dari fraktur dan trauma di beberapa bagian yaitu,
cervical, klavikula, pelvis dan ankle. Kemungkinan trauma cervical terjadi pada saat
dipindahkannya ke rumah sakit karena pada saat itu kondisinya memburuk dan
sebelumnya pasien sadar serta tanda vital normal pada evaluasi awal. Pada kasus seperti
ini kemungkinan mengalami kesalahan cara pemindahan dengan tidak memperhatikan
posisi leher pada saat dipindahkan. Pada trauma klavikula dan trauma ankle
ditemukannya ekimosis di atas klavikula kiri dan di sendi pergelangan kaki kanan yang
menandakan adanya trauma pada daerah tersebut. Kemudian untuk trauma pelvis pada
inspeksi terlihat ekskoriasi kulit dekat panggul dan menunjukkan gross hematuria setelah
pemasangan kateter foley.

● Patofisiologi Trauma
Trauma menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan serta infeksi pada tubuh
penderita. Adanya kerusakan jaringan dan infeksi tersebut menyebabkan timbulnya
respon inflamasi yang merupakan respon adaptif tubuh untuk mengeliminasi jaringan
yang rusak serta untuk mengeliminasi jaringan yang terinfeksi (Gerard M D, 2006)
Respon inflamasi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1.
Pada lokasi jaringan yang rusak, sel endotel dan leukosit akan saling
berkoordinasi untuk melepaskan mediator-mediator inflamasi, yaitu sitokin (tumor
necrosis faktor-α), interleukins, interferons, leukotrienes, prostaglandins, nitric oxide,
reactive oxgen species, serta produk dari classic inflammatory pathway (complement,
histamine, bradykin). Ketika mediator-mediator tersebut berkumpul di jaringan yang
rusak maka mediator-mediator tersebut akan melakukan rekrutmen sel-sel sistem imun
innate dan adaptive untuk menghancurkan mikroorganisme yang menginvasi serta untuk
melakukan proses perbaikan di jaringan yang terluka. Bila derajat infeksi serta trauma
melampaui kemampuan tubuh untuk beradaptasi maka respon inflamasi yang awalnya
bersifat lokal menjadi sistemik yang kemudian disebut dengan Systemic Inflammatory
Response Syndrome atau SIRS (Craig S R et., 2005).

SIRS berhubungan dengan kebocoran kapiler dan kebutuhan energi yang tinggi
sehingga memerlukan keadaan hemodinamik yang hiperdinamik dan meningkatkan
kebutuhan akan oksigen. Keadaan hemodinamik yang hiperdinamik akan menyebabkan
peningkatan beban metabolik yang disertai dengan muscle wasting, kehilangan nitrogen,
dan pemecahan protein. Keadaan hipermetabolik ini akan disertai dengan peningkatan
suhu tubuh inti dan disregulasi suhu tubuh. Bila kondisi tersebut tidak diikuti dengan
resusitasi yang adekuat maka konsumsi energi yang tinggi akan menyebabkan terjadinya
burn out (Gerard M D, 2006).

SIRS kemudian akan menyebabkan gangguan terhadap metabolisme sel dan


microcirculatory perfusion. Bila respon inflamasi yang terjadi cukup berat maka akan
menyebabkan perburukan klinis pada pasien dengan manifestasi berupa disfungsi
beberapa organ tubuh, yaitu :
1. Disfungsi otak : delirium
2. Disfungsi paru-paru : hipoksia
3. Disfungsi jantung dan pembuluh darah : syok dan edema
4. Disfungsi ginjal : oligouria
5. Disfungsi saluran pencernaan : ileus
6. Disfungsi liver : hiperbilirubinemia
7. Disfungsi hematologi : koagulopati dan anemia (Gerard M D, 2006)

Selain disfungsi beberapa organ tubuh, juga terjadi gangguan terhadap sistem
imunitas tubuh pasien berupa supresi imun. Sindrom tersebut dikenal dengan multiple
organ dysfunction syndrome (MODS). MODS kemudian akan menyebabkan terjadinya
multiple organ failure (MOF) yang kemudian berakhir dengan kematian (Gerard M D,
2006).
Selain MODS, respon inflamasi yang berlebihan juga dapat meyebabkan
terjadinya acute respiratory distress syndrome (ARDS). Hal tersebut disebabkan oleh
karena pada respon inflamasi yang berlebihan akan terjadi kerusakan pada permukaan
alveolar-capillary sehingga menyebabkan kebocoran cairan kaya protein ke rongga
alveoli yang akan menimbulkan manifestasi klinis ARDS (Gerard M D, 2006).

● Aspek Molekuler pada Trauma

Pasca trauma, dalam tubuh pasien akan terjadi perubahan yang dinamis pada
respon hemodinamik, metabolik, dan imun yang dipengaruhi oleh mediator endogen atau
yang disebut dengan sitokin. Proses inflamasi tersebut merupakan bagian dari respon
fisiologis tubuh terhadap suatu trauma. Respon tubuh tersebut akan menimbulkan SIRS
yang kemudian akan diikuti dengan compensatory anti-inflammatory response syndrome
(CARS). Pada proses inflamasi, terjadi keseimbangan antara efek positif dari inflamasi
dengan potensi dari proses tersebut untuk menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan.
Bila proses inflamasi tersebut berlebihan maka pasien akan memasuki malignant systemic
inflammation (moderate atau severe SIRS) yang kemudian dapat menyebabkan terjadinya
ARDS dan MODS (Gerard M D, 2006).

Terdapat beberapa teori mengenai mekanisme terjadinya MODS, antara lain


adalah sebagai berikut :
1. Macrophage theory: adanya peningkatan produksi sitokin dan mediator lain
oleh activated macrophage.
2. Microcirculatory theory: adanya syok hipovolemik yang berkepanjangan dapat
menyebabkan gangguan suplai oksigen ke jaringan dan fenomena reperfusi yang
kemudian dapat menyebabkan MODS.

3. One and two hit theories: cedera awal yang berat dan syok dikatakan sebagai
first hit, yang akan menyebabkan terjadinya SIRS yang cukup berat yang kemudian
mengaktivasi sistem imun innate, termasuk makrofag, leukosit, natural killer cell, serta
migrasi sel inflamasi yang diperkuat oleh interleukin-8 (IL-8) dan komponen komplemen
(C5a dan C3a). Ketika stimulus menjadi berkurang dan pasien seharusnya mengalami
resolusi, adanya secondary insult atau second hit akan menyebabkan reaktivasi SIRS yang
kemudian akan menimbulkan late MODS. Secondary insult yang dimaksud misalnya
adalah pembedahan dan sepsis (Craig S R et al., 2005).

● Penatalaksanaan pada Pasien Multiple Trauma

Tujuan utama dari penanganan awal pasien multiple trauma adalah untuk
membuat pasien bertahan hidup. Prioritas awal adalah resusitasi untuk memastikan
perfusi dan oksigenasi yang adekuat ke semua organ vital. Hal tersebut dapat dicapai
dengan cara konservatif seperti intubasi, ventilasi, dan volume replacement sesuai dengan
protokol Advanced Trauma and Life Support / ATLS. Bila dengan cara konservatif tidak
bisa memberikan respon yang positif maka dapat dilakukan immediate life-saving surgery
(Solomon, 2001; Rockwood, 2006).

Untuk penanganan awal digunakan konsep damage control, yaitu kontrol


terhadap perdarahan dan kontaminasi, irigasi, packing, serta penutupan luka atau rongga
abdomen. Selanjutnya dilakukan stabilisasi fungsi fisiologis pasien di ICU, yang
kemudian diikuti dengan pembedahan definitif bila kondisi pasien memungkinkan
(Trentz O L, 2000).

Anda mungkin juga menyukai