Oleh :
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt, karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas final mata kuliah Pembangunan Sektor ini sebagaimana
mestinya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW, yang telah mengajarkan ilmu dan kebenaran bagi seluruh ummatnya.
Selanjutnya penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak – pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Karena dengan bantuan yang telah
diberikan, volume keterbatasan wawasan, pengetahuan, pengalaman dan kemampuan yang
penyusun miliki dapat ternetralisirkan. Oleh karena itu, apabila banyak kesalahan dan
kekurangan dalam pembuatan makalah ini, penulis dengan lapangnya menerima saran dan
kritik dari pembaca. Namun sebelumnya, penulis memohon maaf yang sebesar – besarnya
atas semua kesalahan dan kekurangan yang mutlak hadir. Semoga makalah ini bermanfaat
dan berguna bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ................................................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui permasalahan perempuan dan anak di Indonesia.
b. Untuk mengetahui langkah-langkah kebijakan dan Hasil-hasil yang dicapai.
c. Untuk mengetahui bagaimana tindak lanjut yang diperlukan.
d. Untuk mengetahui Program Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan
Perempuan Badan Kordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
(BKKBN) Pemerintah Kabupaten Toraja Utara.
BAB II
PEMBAHASAN
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004 menunjukkan bahwa
penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang tidak/belum pernah sekolah
jumlahnya dua kali lipat penduduk laki-laki (10,90 persen berbanding 4,92 persen).
Penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang buta aksara 11,71 persen, sedangkan
penduduk laki-laki yang buta aksara 5,34 persen. Penduduk perempuan usia 10 tahun
ke atas yang buta aksara di daerah perdesaan jauh lebih besar daripada perkotaan
(15,42 persen berbanding 6,99 persen).
Angka partisipasi sekolah (APS) perempuan usia 7–12 tahun, 13–15 tahun, dan 16–18
tahun di daerah perdesaan lebih rendah daripada perkotaan. Selanjutnya, angka
kematian ibu melahirkan masih tertinggi di ASEAN, yaitu 307 per 100.000 kelahiran
hidup (SDKI tahun 2002–2003). Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional
(Sakernas) tahun 2004, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan masih
relatif rendah, yaitu 49,23 persen, jika dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 86,03
persen. Di bidang politik, data Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2004
menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan di lembaga legislatif masih rendah.
Keterwakilan perempuan di DPR RI sekitar 11,6 persen dan di DPD sekitar 19,8
persen. Keterlibatan perempuan dalam jabatan publik, yang dapat dilihat dari
persentase perempuan pegawai negeri sipil (PNS) yang menjabat sebagai Eselon I, II,
dan III juga masih rendah, yaitu 12 persen (data BKN tahun 2003). Sementara itu,
peran perempuan pada lembaga judikatif juga masih rendah, masing-masing sebesar
20 persen sebagai hakim, dan 18 persen sebagai hakim agung pada tahun 2004.
2. Tingginya Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
Tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan salah satu bentuk
pelanggaran hak asasi manusia. Meskipun banyak upaya telah dilakukan oleh
pemerintah, antara lain penyusunan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Kekerasan
terhadap Perempuan (RAN-PKTP), pembangunan pusat-pusat krisis terpadu di rumah
sakit, pembangunan ruang pelayanan khusus (RPK) di Polda, Polres, dan di pusat
pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan (P2TP2) di daerah, serta penyebaran
informasi dan kampanye antikekerasan terhadap perempuan dan anak, semua upaya
tersebut belum cukup untuk menekan tingginya tindak kekerasan dan eksploitasi
terhadap perempuan dan anak.
Data yang akurat belum tersedia karena banyak kasus kekerasan dan eksploitasi
terhadap perempuan dan anak yang tidak dilaporkan, dengan anggapan bahwa
masalah tersebut adalah masalah domestik keluarga yang tidak perlu diketahui orang
lain. Data Pusat Krisis Terpadu (PKT) RS Cipto Mangunkusumo yang didirikan pada
tahun 2000 menunjukkan bahwa jumlah kasus kekerasan terus meningkat dari 226
kasus pada tahun 2000 menjadi 655 kasus pada tahun 2003. Dari jumlah kasus
tersebut, hampir 50 persen adalah korban kekerasan seksual, sekitar 47 persen korban
adalah anak-anak (di bawah usia 18 tahun), dan sekitar 74 persen korban
berpendidikan SD hingga SLTA.
Upaya pemerintah yang telah dilakukan selama ini belum sepenuhnya mampu
meningkatkan kesejahteraan dan pelindungan anak. Di bidang pendidikan (Susenas
tahun 2004), angka partisipasi sekolah (APS) anak usia 7–12 tahun, 13–15 tahun, dan
16–18 tahun masing-masing 96,77 persen, 83,49 persen, dan 53,48 persen. Pada tahun
2003, anak usia 3–4 tahun dan 5–6 tahun yang mengikuti pendidikan anak usia dini
masing-masing hanya sekitar 12,78 persen dan 32,39 persen. Di samping itu, fasilitas
dan layanan pendidikan khusus bagi anak-anak yang mempunyai kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa belum
tersedia secara memadai.
Di bidang kesehatan, angka kematian bayi, angka kematian balita, prevalensi gizi
kurang pada anak balita, dan prevalensi gangguan akibat kekurangan yodium
(GAKY) pada anak SD masih tinggi. Hasil Survei Konsumsi Garam Yodium Rumah
Tangga tahun 2003, menyebutkan bahwa status gizi balita buruk di daerah perdesaan
sebesar 9,46 persen, lebih tinggi daripada daerah perkotaan (7,16 persen).
Berdasarkan Susenas tahun 2004, persentase penolong persalinan bayi oleh tenaga
kesehatan di daerah perdesaan, yaitu 50,8 persen, jauh lebih rendah daripada di daerah
perkotaan, yaitu 82,7 persen.
Masalah lain adalah masalah pelindungan anak, yang antara lain dapat dilihat dari
masih banyaknya pekerja anak. Meskipun selama tahun 2001–2003 jumlah pekerja
anak mengalami penurunan dari sekitar 949 ribu jiwa menjadi 567 ribu jiwa, tetapi
angka tersebut masih tinggi. Penurunan jumlah pekerja anak terjadi di daerah
perkotaan dan perdesaan, baik pada anak laki-laki maupun pada anak perempuan
(Sakernas tahun 2001–2003). Berdasarkan Sakernas tahun 2003, persentase anak yang
bekerja sekitar 5,6 persen dari jumlah anak umur 10–14 tahun; sebagian terbesar dari
mereka (73,1 persen) bekerja lebih dari 35 jam/minggu, dan bekerja di sektor
pertanian (72,0 persen). Masalah lain adalah masih terdapat sekitar 58 persen anak
yang tidak memiliki akta kelahiran (Susenas tahun 2004).
Peraturan perundang-undangan yang ada saat ini masih banyak yang bias gender
dan/atau diskriminatif terhadap perempuan. Perangkat hukum pidana yang ada belum
cukup lengkap dalam melindungi setiap individu, terutama dari tindak kekerasan
dalam rumah tangga.
Di bidang kesehatan, hasil-hasil yang telah dicapai, antara lain, ialah (1)
revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) di tingkat kecamatan melalui pemberian
bantuan dana stimulan untuk pembentukan model kecamatan GSI di beberapa
kabupaten, seperti Tanah Datar, Gorontalo, Bangka, Bontang, dan Muaro; (2)
pelaksanaan Peringatan Hari AIDS Sedunia Tahun 2004 dan Pekan ASI Sedunia
Tahun 2004; dan (3) fasilitasi penanganan permasalahan gizi buruk (busung lapar),
yang dialami oleh anak-anak Indonesia di beberapa provinsi.
Di bidang ekonomi, hasil-hasil yang telah dicapai, antara lain, ialah (1)
penyusunan kebijakan peningkatan produktivitas ekonomi perempuan (PPEP),
sebagai hasil konsolidasi dengan tujuh belas instansi terkait, termasuk lembaga
keuangan dan LSM; kebijakan PPEP disepakati menjadi landasan pelaksanaan
koordinasi dan sinergi program dan kegiatan pembangunan dari instansi terkait, yang
memiliki aktivitas pemberdayaan ekonomi perempuan dan penanggulangan
kemiskinan; (2) pembentukan Forum PPEP, yang merupakan wadah kegiatan untuk
berkoordinasi, bersinergi dan menghimpun berbagai masukan untuk mempercepat
upaya penanggulangan kemiskinan melalui berbagai kegiatan ekonomi produktif bagi
perempuan; (3) pengembangan Model Desa Prima (Perempuan Indonesia Maju
Mandiri) dan penyusunan Pedoman Umum Model Desa Prima; Model Desa Prima
merupakan penjabaran kebijakan PPEP dalam menyinergikan program-program
sektor dalam satu wilayah; dan (4) revitalisasi program Peningkatan Peranan Wanita
menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), melalui pengaktifan kembali
kegiatan-kegiatan pemberdayaan perempuan di tingkat lokal di berbagai bidang
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Di bidang hukum, hasil-hasil yang telah dicapai, antara lain, ialah (1) penyiapan
RUU tentang Antipornografi dan Antipornoaksi; (2) penandatanganan Kesepakatan
Bersama oleh empat menteri, yaitu Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan,
Menteri Agama, Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga, serta Menteri Komunikasi
dan Informasi, untuk mengimplementasikan Gerakan Nasional Bersih Pornografi dan
Pornoaksi (GN-BPP) di tingkat nasional dan daerah, yang telah dicanangkan oleh
Presiden RI pada tanggal 24 Juni 2005; dan (3) penyusunan RUU tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Di bidang sosial dan politik, hasil-hasil yang telah dicapai, antara lain, ialah (1)
penanganan masalah perempuan dan anak di daerah bencana pascatsunami di Provinsi
NAD dan Sumatra Utara; (2) penyiapan program pendidikan politik perempuan; (3)
penyusunan modul-modul kepemimpinan perempuan; (4) peningkatan kerja sama
dengan perguruan tinggi, organisasi perempuan, dan institusi terkait dalam hal
pendidikan politik bagi perempuan; (5) pelaksanaan Program Nasional bagi Anak
Indonesia (PNBAI) 2015, antara lain berupa pembentukan Forum Indonesia yang
Layak bagi Anak, pendistribusian Panduan PNBAI ke seluruh provinsi dan
kabupaten/kota, dan penyusunan modul dan pelatihan bagi pelatih (TOT) PNBAI;
serta (6) implementasi Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan
dan Anak (RAN-P3A), antara lain berupa penetapan Gugus Tugas Rencana Aksi
Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Gugus Tugas RAN-P3A)
yang terdiri dari berbagai kementerian/lembaga terkait. Kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan, antara lain, ialah (a) penyusunan Pedoman Pemulangan Korban
Perdagangan Orang; (b) penyusunan modul pelatihan bagi Pengelola Program di
Debarkasi/ Pusat Transit dan Modul Pelatihan bagi Pengelola Program Embarkasi;
dan (c) peluncuran produk kampanye dan iklan layanan masyarakat tentang
penghapusan perdagangan perempuan dan anak.
Hasil-hasil yang telah dicapai, antara lain, adalah (1) penyusunan Buku Panduan
Pola Pengasuhan Anak yang berlandaskan UU No. 23 Tahun 2002 tentang
Pelindungan Anak, dan pendistribusiannya ke daerah; (2) pelaksanaan kampanye
pemberian akta kelahiran gratis bagi anak Indonesia sebagai pelaksanaan UU No. 23
Tahun 2002 di tingkat nasional dan daerah; (3) pelaksanaan Konsultasi Anak di empat
belas provinsi dan Konsultasi Anak Nasional, dalam rangka penyusunan Rencana
Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Kekerasan terhadap Anak; (4) pembentukan Pusat
Advokasi dan Fasilitasi Kesejahteraan dan Pelindungan Anak di dua puluh provinsi;
(5) penyusunan prosedur operasional standar (standard operational procedure/SOP)
pemulangan korban perdagangan perempuan dan anak; (6) penyusunan Profil Anak di
dua puluh provinsi; dan (7) pembentukan jejaring kerja penegak hukum dalam
penanganan anak yang berhadapan dengan hukum.
Hasil-hasil yang telah dicapai, antara lain, adalah (1) penyusunan profil gender
untuk mengidentifikasi faktor-faktor kesenjangan gender di 250 kabupaten/ kota; (2)
pembentukan unit kerja yang menangani pemberdayaan perempuan dan anak di 27
provinsi, yang dikoordinasikan oleh pejabat setingkat eselon II dan III; (3) pemberian
penghargaan Anugerah Parahita Ekapraya kepada tiga provinsi (Jawa Timur,
Lampung, dan Sumatra Utara) dan tiga Kabupaten (Temanggung, Wonosobo, dan
Sidoarjo), yang dinilai berhasil dalam pelaksanaan pengarusutamaan gender; (4)
penyusunan buku panduan dan pengkajian tentang pengembangan kelembagaan anak
di lima provinsi (Banten, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Jawa Tengah, dan NTB);
(5) penyusunan dan penyebarluasan Buku Panduan Standar Pelayanan Minimum
(SPM) Model Kesejahteraan dan Pelindungan Anak (KPA) ke 30 provinsi dan 321
kabupaten/kota; (6) pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan (P2TP2) di tujuh provinsi; (7) penyusunan Indikator Kesetaraan dan
Keadilan Gender (IKKG) dan pemetaan wilayah IKKG; dan (8) partisipasi dalam
berbagai kegiatan (event) tingkat internasional, seperti Sidang ke-49 Commission on
the Status of Women di New York, Amerika Serikat, ESCAP Meeting ke-61 di
Bangkok, dan Asian-African Workshop on Women and Youth di Jakarta.
Selanjutnya, untuk menyerasikan kebijakan peningkatan kualitas anak dan
perempuan, langkah kebijakan yang dilakukan adalah (1) menganalisis dan merevisi
peraturan perundang-undangan yang diskriminatif terhadap perempuan, bias gender,
dan belum peduli anak; (2) menyusun kebijakan dan peraturan perundang-undangan
yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan melindungi
perempuan dan hak-hak anak; (3) melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi
(KIE) kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang perempuan dan anak;
serta (4) melakukan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
kebijakan peraturan perundang-undangan, dan program pembangunan pemberdayaan
perempuan dan kesejahteraan dan pelindungan anak, di tingkat nasional dan daerah.
Hasil-hasil yang telah dicapai, antara lain, ialah (1) pelaksanaan sosialisasi UU
No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah tangga (KDRT)
dan Rencana Aksi Nasional (RAN) Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak
di tingkat nasional dan 11 kabupaten/kota; (2) penyusunan sistem dan mekanisme
kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak, termasuk data gender
dan profil anak; (3) penyusunan Sistem Pelindungan Perempuan terhadap Tindak
Kekerasan; (4) penyusunan materi advokasi UU No. 23 Tahun 2004 dan RPP tentang
Penghapusan KDRT; dan (5) pelaksanaan kampanye publik tentang penghapusan
perdagangan perempuan dan anak, melalui media massa.
Urusan Pemrintahan : 1.11. 1.11 Urusan Wajib Keluarga Bencana dan Keluarga Sejahtera
Organisasi : 1.11. 1.11.01 Badan Koordinasi Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan
Program : Program Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempaun
Kegiatan : Peningkatan Kapasitas dan Jaringan Kelembagaan Pemberdayaan Perempuan dan Anak
Lokasi Kegiatan :
Sumber Dana : 3 Dana Alokasi Umum ( D A U )
RINCIAN DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN BELANJA LANGSUNG PROGRAM DAN PER KEGIATAN SATUAN KERJA
PERANGKAT DAERAH
KODE RINCIAN PERHITUNGAN JUMLAH
URAIAN
REKENING Volume Satuan Harga Satuan (Rp)
1 2 3 4 5 6=3x5
Keterangan:
- Tanggal Pembahasan
- Catatan hasil pembahasan
Pengguna Anggaran
PENUTUP
A. Kesimpulan
Permasalahan perempuan dan anak di Indonesia di tentukan oleh berbagai
factor penyebab, antara lain :
a. Rendahnya Kualitas Hidup dan Peran Perempuan
b. Tingginya Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak
c. Rendahnya Kesejahteraan dan Pelindungan Anak
d. Kesenjangan Pencapaian Hasil Pembangunan antara Perempuan dan Laki-
Laki
e. Banyaknya Hukum dan Peraturan Perundang-undangan yang Bias Gender,
Diskriminatif terhadap Perempuan, dan Belum Peduli Anak
f. Lemahnya Kelembagaan dan Jaringan Pengarusutamaan Gender dan Anak,
Termasuk Ketersediaan Data dan Rendahnya Partisipasi Masyarakat