Anda di halaman 1dari 19

PRESENTASI KASUS

Karsinoma Tonsil

Disusun untuk memenuhi syarat kelulusan kepanitraan klinik


Bagian THT RS PKU Muhammadiyah Gamping

Dokter Pembimbing:
dr. Hj. Asti Widuri, Sp.THT-KL, M.Kes.

Oleh:
Rijal Mahdiy Pradana
20174012014

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN THT


RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Bp. SS
Usia : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Bangunjiwo Kasihan Bantul
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Tanggal pemeriksaan : 23 Januari 2018

B. ANAMNESIS
- Keluhan Utama :
Nyeri saat menelan

- Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang pasien datang ke poliklinik THT RS PKU Muhammadiyah Gamping
dengan keluhan nyeri saat menelan. Keluhan dirasakan sejak 2 bulan yang lalu.
Sakit menelan ini semakin lama semakin mengganggu pasien sampai membuat
nafsu makan menurun dan bila tidur pasien suka mengorok. Selain itu, pasien juga
mengeluh terdapat benjolan pada leher sebelah kanan, kenyal, mobile. Riwayat
darah tinggi disangkal, riwayat kencing manis disangkal, riwayat asma disangkal,
tidak ada riwayat alergi terhadap obat.

- Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien belum pernah menderita penyakit ini sebelumnya.

- Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluarga tidak mengeluhkan hal yang serupa. Tidak ada riwayat hipertensi
maupun DM.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Berat Badan : 76 kg
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : Tekanan Darah : 124/73 mmHg
Suhu : 36.5 0C
Nadi : 82x/menit
Frekuensi Napas : 20x/menit
Anamnesis sistem
Kepala : dbn
Leher : dbn
Thorax : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas : dbn

Status Lokalis THT


Hidung
Kanan Kiri
Deformitas (-) (-)
Nyeri tekan
- Pangkal hidung (-) (-)
- Pipi (-) (-)
- Dahi (-) (-)
Vestibulum - Rambut (+) - Rambut (+)
- Mukosa hiperemis (-) - Mukosa hiperemis (-)
- Sekret kental (-) - Sekret kental (-)
- Massa (-) - Massa (-)
Konka Edem dan Hiperemis (-) Edem dan hiperemis (-)
Septum deviasi (-) (-)

Tenggorokan
Faring Hiperemis (+), nyeri telan (+)
Uvula Ukuran dan bentuk normal, letak lurus ditengah, hiperemis (+)
Tonsil Hiperemis (+), T1/T3
Gigi Plak gigi (+), Caries gigi (-), tambalan (-)
Telinga
Kanan Kiri
Daun telinga Normal Normal
CAE Serumen (-), edema (-), Serumen (-), edema (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
Sekret (-) (-)
Membran timpani Cone of light (+), perforasi (-), Cone of light (+), perforasi (-),
hiperemis (-) hiperemis (-)
Nyeri tekan tragus (-) (-)
D. DIAGNOSIS
Suspek Karsinoma Tonsil

E. PENATALAKSANAAN
Dilakukan Biopsi (AJH)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Karsinoma Tonsil

 Definisi
Karsinoma yang mengenai daerah tonsil. Karsinoma tonsil adalah keganasan
kepala dan leher kedua yang sering dijumpai setelah karsinoma laring di Amerika
Serikat.

 Epidemiologi
Kanker kepala dan leher ditemukan hanya 4% dari seluruh keganasan yang
ditemukan. Diperkirakan hampir 13.000 orang dari 41.000 penderita kanker
kepala dan leher di Amerika Serikat meninggal setiap tahunnya. Sedangkan di
berbagai negara lainnya, angka kematian akibat kanker kepala dan leher hampir
sama disetiap negara. Perbandingan angka penderita di negara barat adalah pria:
wanita = 4:1 sedangkan di Indonesia pria : wanita hampir sama.
Beberapa penelitian telah menilai perubahan angka kejadian kanker tonsil dari
waktu ke waktu. Frisch menggunakan program SEER untuk menilai adanya
perubahan dalam angka kejadian kanker tonsil antara tahun 1973-1995 dan
menemukan angka kejadian tiap tahun meningkat pada pria (2,7% pada kulit
hitam dan 1,9% pada kulit putih ), sementara tidak ada kenaikan serupa terlihat
pada kanker oral lainnya. Di Finlandia dilakukan juga penelitian secara nasional
yang mencakup seluruh penduduk dan ditemukan peningkatan 2 kali lipat pada
kanker tonsil dalam 40 tahun terakhir pada laki-laki dan perempuan.

 Etiologi
o Perokok
Aktivasi Glutation S-transferase (GST) menjadi rusak sehingga
mengurangi kapasitas detoksikasi karsinogen tembakau. Merokok, panas
yang ditimbulkan, kandungan bahan, dan pupa merupakan faktor yang
mengiritasi. Semakin tinggi kandungan tar maka resikonya menjadi
meningkat.
o Peminum alkohol
Alkohol mengandung karsinogen atau prokarsinogen, termasuk
kontaminan dari nitrosamin dan uretan selain etanol. Etanol dimetabolisme
oleh alkohol-dehidrogenase dan oleh sitokrom P450 menjadi asetaldehid
yang bersifat karsinogen. Enzim metabolisme karsinogen berperan pada
individu tertentu. Alkohol dehidrogenase mengoksidasi etanol menjadi
asetaldehid yang sitotoksik dan menghasikan radikal bebas serta basa
DNA hidroksilasi.
o Pemakan sirih
Menyebabkan iritasi dari kontak langsung bahan karsinogen dengan
membran mukosa.
o Iritasi lokal
Iritasi yang berulang pada daerah tonsil dapat meningkatkan resiko terkena
karsinoma tonsil dikarenakan infeksi yang terus menerus didaerah
tersebut.
o Suka minum panas
Menyebabkan iritasi dengan membran mukosa.
o Infeksi
Kebanyakan disebabkan oleh Candida albicans dan virus.
o Higienis mulut yang kurang dijaga
Dengan minimnya higiene mulut maka akan menyebabkan resiko infeksi
yang lebih tinggi karena kuman atau bakteri yang ada disana, keadaan gigi
geligi yang rusak juga dapat menyebabkan faktor resiko karena gigi geligi
yang rusak dapat menjadi sumber infeksi.
o Defisiensi nutrisi atau besi
Kurangnya diet buah dan sayuran dapat menyebabkan karsinoma tonsil
karena pada buah dan sayuran didapatkan antioksidan yang mengikat
molekul berbahaya penyebab mutasi gen sehingga mencegah terjadinya
kanker.
o Paparan radiasi
Dengan adanya paparan radiasi dapat menyebabkan mutasi gen sehingga
lebih meningkatkan resiko terkena karsinoma tonsil.
o Yang terbaru adalah adanya pengaruh virus Epstein-Barr (EBV) dan
HPV (Human Papilloma Virus ).
 Patogenesis
Unsur-unsur penyebab kanker (onkogen) dapat digolongkan ke dalam tiga
kelompok besar yaitu energi radiasi, senyawa kimia dan virus.
o Energi Radiasi
Sinar ultraviolet, sinar X dan sinar gamma merupakan unsur mutagenik
dan karsinogenik. Radiasi dari ultraviolet dapat menyebabkan
terbentuknya dimmer pirimidin. Kerusakan pada DNA diperkirakan
menjadi mekanisme dasar timbulnya karsinogenitas akibat energi radiasi.
Selain itu, sinar radiasi menyebabkan terbentuknya radikal bebas didalam
jaringan. Radikal bebas yang terbentuk dapat berinteraksi dengan DNA
dan makromolekul lainnya sehingga terjadi kerusakan molekular.
o Senyawa Kimia
Sejumlah besar senyawa kimia bersifat karsinogenik. Kontak dengan
senyawa kimia dapat terjadi akibat pekerjaan seseorang, makanan, atau
gaya hidup. Adanya interaksi senyawa kimia karsinogen dengan DNA
dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA. Kerusakan ini ada yang masih
dapat diperbaiki dan ada yang tidak. Kerusakan pada DNA yang tidak
dapat diperbaiki dianggap sebagai penyebab timbulnya proses
karsinogenesis.
o Virus
Virus onkogenik mengandung DNA atau RNA sebagai genomnya. Adanya
infeksi virus pada suatu sel dapat mengakibatkan transformasi maligna,
hanya saja bagaimana protein virus dapat menyebabkan transformasi
masih belum diketahui secara pasti.
 Histopatologi
Asal dari struktur epithelial dan struktur limfoid. Kebanyakan berupa karsinoma
sel skuamosa. Karsinoma sel skuamosa timbul sebagai lesi ulseratif dengan ujung
yang nekrotik, biasanya dikelilingi oleh reaksi radang. Jika tumor tetap sebagai
lesi ulseratif, seringkali dikelilingi oleh daerah leukoplakia jenis pra maligna. Pada
awalnya tumor menyebar sepanjang permukaan mukosa, akhirnya meluas ke
dalam jaringan lunak di bawahnya. Secara patologi, tumor-tumor ini digolongkan
berdasarkan gambaran histologi yang dihubungkan dengan perjalanan klinis.
Secara sederhana, semua klasifikasi berkisar dari berdiferensiasi baik (tingkat
keganasan rendah) sampai berdiferensiasi buruk (tingkat keganasan tinggi).
Gambar. Karsinoma Sel Skuamosa Tonsil

 Patofisiologi
Pada tahap awal terjadi inisiasi karena ada inisiator yang memulai
pertumbuhan sel yang abnormal. Inisiator ini dibawa oleh zat karsinogenik,
bersamaan dengan atau setelah inisiasi, terjadi proses promosi yang dipicu oleh
promotor sehingga terbentuk sel yang polimorfis dan anaplastik. Selanjutnya
terjadi progesi yang ditandai dengan invasi sel-sel ganas ke membran basalis.
Faktor utama yang menyebabkan inisiasi keganasan adalah akibat
ketidakmampuan DNA untuk memperbaiki sistem yang mendeteksi adanya
transformasi sel akibat paparan onkogen . kerusakan pada DNA meliputi
hilangnya atau bertambahnya kromosom, penyusunan ulang kromosom dan
penghapusan kode kromosom. Penghapusan atau penggandaan bagian kromosom
memungkinkan untuk ditempati oleh onkogen atau gen supresor tumor sedangkan
penyusunan ulang kromosom dapat berubah menjadi aktivasi karsinogenik.
Karsinoma biasanya mengenai daerah tonsil. Daerah ini meluas dari trigonum
retromolar termasuk arkus tonsila posterior dan anterior demikian juga dengan
fosa tonsilarnya sendiri. Tumor yang meluas ke inferior ke dasar lidah dan ke
superior pada palatum mole.
 Diagnosa
Anamnesa
o Awal
 Gangguan menelan yaitu rasa tidak enak/sakit/perasaan menusuk
 Kadang ada darah pada saliva
 Nyeri menjalar pada telinga ( otalgia ) karena nyeri alih (referred
pain)
 Unilateral tetapi bisa juga bilateral
 Merasa seperti ada benda asing
 Rasa nyeri dilidah dan gangguan gerakan lidah
o Lanjut
 Trismus
 Hipersalivasi
 Foetor ex ore

Gambar. Karsinoma Tonsil

Berdasarkan Head and Neck Guide (2017), tanda dan gejala karsinoma tonsil berupa

 Gejala kanker tonsil, seperti kanker oropharynx lainnya, bergantung pada tempat
tumor dan seberapa besar itu. Anda mungkin melihat atau merasakan pertumbuhan di
mulut pada salah satu amandel, atau dokter Anda akan melihat satu amandel lebih
besar dari yang lain (pada saat ukurannya sama di masa lalu). Namun, tidak jarang
gejala pertama kanker pada amandel menjadi benjolan di leher.
 Nyeri atau kesulitan menelan tenggorokan: Hal ini bisa terjadi karena tumor
menghalangi , dan karena itu menjadi sulit atau nyeri untuk menelan. Juga, bisa
terjadi ulserasi dan pendarahan saat tumor tumbuh, menyebabkan rasa sakit.
 Benjolan di leher: Ini akan menjadi gejala kanker oropharyngeal jika telah menyebar
ke kelenjar getah bening di leher. Ini bisa menjadi gejala pertama yang membawa
pasien ke dokter.
 Sakit telinga (terutama di satu sisi, tanpa masalah telinga lainnya): Sakit telinga, juga
dikenal sebagai otalgia, terjadi karena saraf tenggorokan mencapai otak melalui jalur
yang sama dengan salah satu saraf di telinga. Karena itu, otak bisa menafsirkan rasa
sakit di tenggorokan saat datang dari telinga. Akibatnya, nyeri telinga yang tidak
dapat dijelaskan .
 Gejala lainnya mungkin termasuk:
Kesulitan membuka mulut secara luas (trismus)
Merasakan benjolan di tenggorokan
Perdarahan dari mulut
Perubahan cara Anda berbicara
Penurunan berat badan

Pemeriksaan Fisik Status Lokalis


a. Inspeksi ( Tonsil )
 Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar, menjulurkan
lidahnya dan bernafas perlahan-lahan melalui mulutnya. Kadang-
kadang membiarkan lidah tetap berada didasar mulut akan
membuatnya dapat dilihat dengan lebih baik.
 Pemeriksa memegang spatula lidah dengan tangan kanannya dan
sumber cahaya ditangan kirinya atau dapat melalui head lamp.
 Spatula lidah harus diletakkan pada sepertiga tengah lidah. Lidah
ditekan dan dibawa kedepan.
 Kemudian kita mulai menilai adanya pembesaran unilateral,
bagaimana keadaan permukaannya umumnya tidak rata dan adanya
ulserasi atau tidak.
b. Palpasi ( leher )
o Posisi pasien duduk dan kepala pasien sedikit fleksi, kemudian lakukan
palpasi dengan jari tangan kiri dan kanan kita dari anterior maupun
posterior .
o Nilailah apa teraba massa tumor ( letak, besar, konsistensi, fiksasi pada
kulit dan jaringan sekitarnya ) dan pembesaran kelenjar regional ( lokasi,
ukuran dan jumlah ).
c. Laringoskopi Indirek
o Kita siapkan head lamp , cermin laring dan kasa.
o Pakailah head lamp. Pasien posisi duduk dan disuruh membuka mulut.
Cermin laring dipanaskan dengan menggunakan korek api ( sumber panas
) kemudian kita tekankan pada kulit tangan kita agar memastikan tidak
terlalu panas saat akan dimasukan kedalam mulut, suhu yang diharapkan
adalah hangat. Tujuan dipanaskan adalah agar tidak berembun sewaktu
pasien bernafas.
o Evaluasi dan umumnya ditemukan perluasan ke pangkal lidah, arkus
anterior-posterior.
d. Pemeriksaan dengan jari telunjuk
Ada atau tidaknya fiksasi palatum atau lidah.
e. Pemeriksaan Rhinoskopi posterior
o Menempatkan kaca kecil dalam orofaring dan permukaan kaca langsung
menghadap ke nasofaring.
o Sumber cahaya koaksial kembali diperlukan disini untuk mendapat
iluminasi dan visualisasi yang baik.
o Biasanya ditemukan adanya ekstensi ke nasofaring, permukaan atas
palatum mole.
Pemeriksaan Penunjang
 Biopsi ( diagnosis pasti )
Keganasan tonsil perlu diagnostik pasti dari patologi anatomi untuk
memastikan hal tersebut. Biopsi dilakukan pada massa tumor ( insisional ).
 Laboratorium
Disini kita lebih melihat pada fungsi hepar agar kita dapat mengetahui
kemungkinan riwayat minum alkohol.
 Radiologi
o CT scan leher dengan atau tanpa kontras untuk menilai metastasis luas
tumor.
o CT scan thorax untuk menilai metastasis khususnya kedaerah paru-paru.
o MRI untuk menilai ukuran tumor dan invasi jaringan lunak.
 Panendoskopi
Panendoskopi merupakan tindakan operatif endoskopi untuk memastikan
diagnosa dan staging dan mengetahui adanya synchronous primary tumor,
meliputi laringoskopi direk, esofagoskopi dan trakeo-bronkoskopi.
 Test Human Papilloma Virus ( HPV )
NCCN guidline merekomendasikan test HPV untuk menilai prognosis.
Pemeriksaan dilakukan menggunakan metode quantitative reverse
transcriptase PCR ( QRT-PCR ).
 Test Epstein-Barr Virus (EBV)
Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid
antigen) untuk infeksi virus E-B.

Staging

Staging karsinoma tonsil menurut America Joint Comimitee on Cancer (AJCC)


edisi ke-6. Klasifikasi meliputi ukuran tumor primer (T), kejadian, ukuran,
jumlah, dan lokasi metastase regional (N), kejadian metastase jauh atau tidak (M).
[1,2,5,6,8]

Staging ukuran tumor karsinoma tonsil

Tx : tumor primer tidak dapat dinilai

T0 : tidak ada kejadian tumor primer

Tis : Karsinoma insitu

T1 : Diameter tumor ≤ 2 cm

T2 : Diameter tumor 2-4 cm

T3 : Diameter tumor > 4cm

T4a : Tumor meluas ke laring, otot-otot lidah yang lebih dalam atau
ekstrinsik, otot pterygoid medial, palatum durum atau mandibula.

T4b : Tumor meluas ke otot pterygoid lateral, lempeng pterygoid,


nasofaring lateral, basis crania atau arteri karotis.
Kejadian, ukuran, jumlah dan lokasi metastase regional

Nx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai

N0 : Tidak ada metastase ke kelenjar limfe regional

N1 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter ≤ 3


cm

N2 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6


cm; ke kelenjar limfe regional multiple diameter < 6 cm, kelenjar limfe
bilateral atau kontralateral, diameter < 6cm

N2a : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6


cm

N2b : Metastase ke kelenjar limfe regional multiple, diameter < 6 cm

N2c : Metastase ke kelenjar limfe bilateral atau kontralateral, diameter < 6


cm

N3 : Metastase ke kelenjar limfe, diameter > 6 cm

Metastase jauh

Mx : Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0 : Tidak ada metastase jauh

M1 : Terdapat metastase jauh

Tabel . TNM dan klasifikasi staging karsinoma tonsil

Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1 N0 M0
Stage II T2 N0 M0
Stage III T1,T2 N1 M0
T3 N0,N1 M0
Stage IVa T1,T2,T3 N2 M0
T4a N0,N1,N2 M0
Stage IVb T4b Any N M0
Any T N3 M0
Stage IVc Any T Any N M1

 Penatalaksanaan
Prinsip terapi adalah pembedahan , radioterapi ataupun kombinasi keduanya
maupun kemoterapi. Pada dasarnya terapi didasarkan pada stadium tumor yaitu
berdasarkan ukuran tumor, ada atau tidaknya metastase ke kelenjar limfe,
ketersediaan fasilitas radioterapi atau bedah, keadaan umum pasien dan
persetujuan pasien.
1. Stadium I dan II
Dilakukan operasi ekstirpasi tumor dan diteruskan dengan radiasi.
2. Stadium III dan IV
Jika masih operable dilakukan operasi yang diikuti dengan kemoterapi dan
radiasi.

Operasi yang dilakukan berupa reseksi tumor dan jika perlu dapat dikombinasi
dengan diseksi leher radikal.

 Prognosis
Prognosis tergantung pada stadium tumor saat didiagnosis. Semakin lanjut
stadiumnya maka semakin jelek prognosisnya. Jika tumor sudah masuk ke dalam
jaringan, prognosis menjadi lebih jelek dan pada terapi sering harus diikuti dengan
diseksi leher. Survival rate selama 5 tahun pada pengobatan karsinoma tonsil
berdasarkan stadium tumor :

o Stadium I : 80 %
o Stadium II : 70 %
o Stadium III : 40 %
o Stadium IV : 30%
Diagnosa Banding
Abses Peritonsil ( Quinsy )

 Definisi
Abses peritonsil adalah penimbunan nanah didaerah sekitar tonsil.

Gambar. Abses Peritonsil


 Etiologi
Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mukus Weber dikutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab
sama dengan penyebab tonsilitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob.
 Patologi
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar,
oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati
daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Hal ini menyebabkan edema
palatum mole pada sisi yang terkena dan pendorongan uvula melewati garis tengah.
Pembengkakan meluas kejaringan lunak sekitarnya menyebabkan rasa nyeri telan dan
trismus. Walaupun sangat jarang,abses peritonsil dapat terbentuk dibagian inferior.
Pada stadium permulaan ( stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak
permukaannya hiperemis. Bila proses berlanjut terjadi supurasi sehingga daerah
tersebut lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvula
kearah kontralateral. Bila proses berlangsung terus peradangan jaringan disekitarnya
akan menyebabkan iritasi pada Musculus pterygoid interna sehingga timbul trismus.
Abses dapat pecah secara spontan sehingga mungkin dapat menyebabkan
aspirasi ke paru.
 Patofisiologi
Pada tonsillitis akut kuman menembus kapsul tonsil sehingga menyebabkan
radang pada jaringan ikat peritonsil sehingga terbentuk infiltrate terjadi supurasi
sehingga menjadi abses peritonsil. Biasanya unilateral dan banyak terdapat pada
pasien dewasa.
 Diagnosis
Anamnesa
o Nyeri tenggorok hebat unilateral, spontan dan gangguan menelan
o Nyeri telinga, rinolalia, minum keluar lewat hidung
o Trismus, ptialismus
o Lidah kotor, foetor ex ore ( mulut berbau )
o Pembesaran kelenjar leher, nyeri tekan kadang-kadang sampai dengan
tortikolis.
Pemeriksaan Fisik
o Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh faring, karena trismus. Palatum mole
tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula
bengkak dan terdorong kesisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis,
mungkin banyak detritus dan terdorong kearah tengah, depan dan bawah.

Pemeriksaan Penunjang

o Laboratorium
Darah lengkap, elektrolit, dan kultur darah. Yang merupakan “gold standar”
untuk mendiagnosa abses peritonsilar adalah dengan mengumpulkan pus dari
abses menggunakan aspirasi jarum.
o Radiologi
Posisi anteroposterior hanya menunjukkan “distorsi” dari jaringan tapi tidak
berguna untuk menentuan pasti lokasi abses.
o CT scan
Pada tonsil dapat terlihat daerah yang hipodens yang menandakan adanya
cairan pada tonsil yang terkena disamping itu juga dapat dilihat pembesaran
yang asimetris pada tonsil. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk rencana
operasi.
o Ultrasonografi
Simple dan noninvasif dan dapat membantu dalam membedakan antara
selulitis dan awal dari abses. Pemeriksaan ini juga bisa menentukan pilihan
yang lebih terarah sebelum melakukan operasi dan drainase secara pasti.

Komplikasi

o Abses pecah spontan dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau


piemia.
o Penjalaran infeksi dan abses kedaerah parafaring sehingga terjadi abses
parafaring. Pada penjalaran selanjutnya masuk ke mediastinum sehingga
terjadi mediastinitis.
o Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial dapat mengakibatkan thrombus
sinus kavernosus, meningitis dan abses otak.

 Penatalaksanaan
o Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika golongan penisilin atau
klindamisin dan obat simptomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan
hangat dan kompres dingin pada leher.
o Jika terbentuk abses memerlukan pembedahan drainase, baik dengan teknik
aspirasi jarum atau dengan teknik insisi dan drainase. Tempat insisi adalah
daerah yang paling menonjol dan lunak atau pada pertengahan garis yang
menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang
sakit.
o Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Pada umumnya
tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang yaitu 2-3 minggu sesudah
drainase abses.
Daftar Pustaka

1. Anil KL. Otolaryngology head and neck surgery in Current Diagnosis & Treatment.
Management of adenotonsillar disease. 2nd edition. New York: McGrawHill; 2007
2. Tonsil and adenoid anatomy. Edisi Juni 2011. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/1899367-overview, 16 Oktober 2011
3. The fauces. Edisi 2009. Diunduh dari
http://education.yahoo.com/reference/gray/subjects/subject/243, 16 Oktober 2011
4. Tonsil cancer : Sign, Symptoms and Treatment. Diunduh dari
www.canceranswer.com/Tongue.Base.Tonsil.htm , 16 Oktober 2011
5. Charles W. Cummings, M.D, john M. Fredrickson, M.D, Lee A. Harker, M.D.
Otolaryngology Head and Neck Surgery. Third Edition. 1993. Mosby
6. P.van den broek, L. Feenstra. Buku saku ilmu kesehatan Tenggorokan, Hidung,
Telinga edisi 12. Editor ; Prof. Dr. Nurbaiti iskandar, SpTHT. EGC
7. Tonsil Cancer. Diunduh dari www.cancerresearhuk.com/tonsilcancer.com , 16
Oktober 2011

Anda mungkin juga menyukai