Anda di halaman 1dari 13

PRESENTASI KASUS

TINNITUS
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok – Kepala Leher
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan Kepada Yth:


dr. Asti Widuri, Sp. THT-KL, M.Kes

Disusun Oleh:
Risdi Dwi Pambudi
20174011061

BAGIAN ILMU TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROK


RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
BAB I

LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
- Nama : Tn. A
- Usia : 34 tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Alamat : Tamantirto, Kasihan, Bantul
- Agama : Islam

B. ANAMNESIS
- Keluhan Utama :
Telinga kanan berdenging
- Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang pasien datang ke poliklinik THT RS PKU Muhammadiyah Yogya dengan
keluhan suara berdenging di telinga kanan sejak ± 1 minggu SMRS. Pasien
merasakan bunyi yang didengarnya tersebut terutama pada telinga kanan. Bunyi
yang didengarnya itu seperti bunyi mendenging. Riwayat sebelumnya pernah
mendengar suara keras disangkal oleh pasien. Keluhan nyeri di telinga maupun
demam, batuk dan pilek disangkal pasien. Pasien juga mengatakan pendengaran
pada telinga kanan dan kirinya tidak berkurang. Pasien tidak memiliki riwayat
alergi makanan dan tidak alergi obat.
- Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa.
Pasien memiliki riwayat kolesterol tinggi.
Pasien tidak memiliki riwayat vertigo, diabetes dan hipertensi.
- Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat hipertensi maupun DM dalam keluarga.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign : Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Suhu : 36.5 0C
Nadi : 80x/menit
Frekuensi Napas : 20x/menit
Anamnesis sistem
Kepala : dbn
Leher : dbn
Thorax : dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas : dbn

Status Lokalis THT


Telinga
Kanan Kiri
Daun telinga Normal Normal
CAE Serumen (-), edema (-), Serumen (-), edema (-
hiperemis (-) ), hiperemis (-)
Sekret (-) (-)
Membran Cone of light (+), Cone of light (+),
timpani perforasi (-), hiperemis perforasi (-), hiperemis
(-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
tragus
Tes Rinne (+) (+)
Tes Weber Tak ada lateralisasi Taka da lateralisasi
Tes Swabach Sesuai pemeriksa Sesuai pemeriksa

Kesimpulan : telinga kanan kiri tidak ada kelainan


Hidung
Kanan Kiri

Deformitas (-) (-)

Nyeri tekan
- Pangkal hidung
- Pipi (-) (-)
- Dahi (-) (-)
(-) (-)

Vestibulum - Rambut (+) - Rambut (+)


- Mukosa hiperemis (-) - Mukosa hiperemis (-)
- Sekret kental (-) - Sekret kental (-)
- Massa (-) - Massa (-)
Konka Edem dan Hiperemis (-) Edem dan hiperemis (-)

Septum deviasi (-) (-)

Kesimpulan : hidung kanan kiri tidak ada kelainan

Tenggorok
Arkus Simetris, massa (-)
faring
Pilar Simetris
anterior
Uvula Ukuran dan bentuk normal, letak lurus di tengah

Dinding Granula (-), cobble stone appearance (-)


faring
Tonsil hiperemis (-/-), kripta normal, detritus (-/-)

Gigi geligi Caries gigi (-) , tambalan (-)

Palatum Simetris, massa (-)


Durum
Palatum Simetris
Mole

Kesimpulan : tenggorok tidak ada kelainan

D. DIAGNOSIS
Tinnitus Auricular dextra
E. PENATALAKSANAAN
1. Edukasi pasien dengan melakukan gaya hidup yang sehat, dan anjuran untuk
memeriksa ulang kadar kolestrol dan menghindari suara keras selama beberapa bulan
kedepan karena dapat memperparah gejala.
2. Medikamentosa
R/ Tebokan mg 40 no.X
∫ 2 dd tab 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tinnitus adalah suatu gangguan pendengaran dengan keluhan perasaan
mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari luar. Keluhannya bisa berupa bunyi
mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai macam bunyi lainnya. Sumber bunyi
tersebut berasal daritubuh penderita itu sendiri, meski demikian tinnitus hanya
merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus diketahui penyebabnya.
B. ETIOLOGI
Pendekatan untuk mempelajari etiologi tinnitus dapat dilakukan dengan
membedakan tinnitus menjadi 2 kelompok besar yaitu tinnitus obyektif dan tinnitus
subyektif. Tinnitus obyektif adalah jika suara yang didengar oleh penderita dapat
didengar pula oleh pemeriksa, sedangkan pada tinnitus subyektif suara hanya terdengar
oleh penderita saja. Tinnitus subyektif bisa disebabkan oleh karena berasal dari
gangguan telinga (otologic), karena efek dari medikasi ataupun obat-obatan (Ototoxic),
gangguan neurologist, gangguan metabolisme, ataupun dikarenakan oleh depresi
psikogenik. Sedangkan tinnitus obyektif dapat disebabkan oleh karena adanya
gangguan vaskularisasi, gangguan neurologist ataupun gangguan pada tuba auditiva
atau Eustachian tube.
Pada tinnitus subyektif sebagian besar disebabkan oleh hilangnya kemampuan
pendengaran (hearing loss), baik sensorineural (high tone : berdenging) ataupun
konduktif (low tone : bergemuruh). Gangguan pendengaran yang paling sering
menyebabkan tinnitus subyektif adalah NIHL (noise induced hearing loss) karena
adanya sumber suara eksternal yang terlalu kuat impedansinya. Sumber suara yang
terlalu keras dapat menyebabkan tinnitus subyektif dikarenakan oleh impedansi yang
terlalu kuat. Trauma bising atau pajanan bising berulang mempengaruhi organ Corti di
koklea terutama sel-sel rambut.
C. PATOFISIOLOGI
Dalam sistem pendengaran yang sehat, ada pemetaan frekuensi tonotopik yang
teratur dari sistem pendengaran perifer (koklea), melalui otak tengah, ke korteks
pendengaran. Ketika daerah koklea rusak, proyeksi subkortikal dan kortikal
menyesuaikan diri dengan kurangnya output (plastisitas) dan pengaturan tonotopik
diubah. Di korteks pendengaran, daerah yang sesuai dengan daerah kerusakan koklea
disebut zona proyeksi lesi (LPZ). Setelah kerusakan koklea, neuron di LPZ
menunjukkan 2 perubahan penting: peningkatan spontan firing rate tingkat
penembakan spontan dan peningkatan representasi frekuensi neuron yang membatasi
daerah kerusakan (yang disebut edge frequency). Hubungan antara gejala tinnitus dan
aktivitas korteks prefrontal dan sistem limbik telah ditekankan. Sistem limbik
memediasi emosi. Ini bisa menjadi sangat penting dalam memahami mengapa sensasi
tinnitus dalam banyak kasus begitu menyusahkan bagi pasien. Hal ini juga
menunjukkan mengapa, ketika gejala parah, tinitus dapat dikaitkan dengan depresi,
kegelisahan dan gangguan psikosomatik dan / atau psikologis lainnya, yang
menyebabkan kemerosotan kualitas hidup yang progresif.

D. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis tinitus diperlukan anamnesis yang akurat meliputi riwayat
pengobatan, riwayat penyakit dan dilakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan di bidang
psikologi juga diperlukan karena ada kasus tinnitus yang juga berkaitan dengan keadaan
depresi dan cemas.
 Anamnesis
Tujuan utama adalah untuk menemukan penyebab tinitus. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam anamnesis adalah: lama serangan tinitus, bila
berlangsung dalam waktu 1 menit biasanya akan hilang sendiri, hal ini bukan
keadaan patologik. Bila berlangsung dalam 5 menit merupakan keadaan
patologik. Tinitus subjektif unilateral disertai gangguan pendengaran perlu
dicurigai kemungkinan tumor neuroma akustik atau trauma kepala. Bila tinitus
bilateral kemungkinan terjadi pada intoksikasi obat yang bersifat ototoksik seperti
aspirin, kinine, streptomisin dan lain-lain, trauma bising, dan penyakit sistemik
lain. Apabila pasien sulit mengidentifikasi kanan atau kiri kemungkinannya
disaraf pusat. Kualitas tinitus, bila tinitus bernada tinggi biasanya kelainannya
pada daerah basal koklea, saraf pendengar perifer dan sentral. Tinitus bernada
rendah seperti gemuruh ombak khas untuk kelainan koklea seperti hidrops
endolimfa.
 Pemeriksaan fisik dan laboratorium
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu mulai dari melihat keadaan rongga
mulutnya, telinga luar, membran timpani, cranial nerve V, VII dan VII,
temporalnya, dll. Kemudian dilakukan otoskopi untuk melihat ada atau tidaknya
penyakit di telinga luar dan tengah, mengetahui ada tidaknya infeksi cerumen,
serta melihat kondisinya normal atau abnormal. Selain itu pemeriksaan audiologi
yang wajib dilakukan, diantaranya PTA (Pure Tone Audiometry), BERA, Speech
Test, Tone Decay Audiometry, dan Tone Decay Refleks. Pemeriksaan vestibuler
juga dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan sistem vestibulernya. Saat ini,
sudah diciptakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengatasi tinitus, yang
diistilahkan dengan tinnitus treatment, dan nama alat tersebut adalah neuromonic.

E. PENATALAKSANAAN
Pengobatan tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena
psikoakustik murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahinya penyebab tinitus
agar dapat diobati sesuai dengan penyebabnya. Kadang-kadang penyebabnya itu sukar
diketahui. Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam cara yaitu :
1. Edukasi dan Konseling : strong recommendation
Tinnitus adalah kompleks, dan disebabkan oleh masalah yang multifaktorial
sehingga dokter perlu membantu menentukan terapi yang bisa membantu
pasien mengatasi kondisinya. Dokter harus memberitahu bahwa tidak ada
obat pasti untuk tinnitus, tapi mereka juga harus menghindari membuat
pernyataan yang mungkin memperburuk reaksi negatif pasien terhadap
tinnitus. Jangan gunakan pernyataan seperti, "Tidak ada yang bias di lakukan
untuk tinnitus" " Anda hanya harus belajar untuk hidup dengan tinitus" atau
"Ini bisa disebabkan oleh tumor otak." Edukasi ke pasien harusnya
menekankan bahwa tinnitus itu sendiri adalah gejala dan bukan penyakit
berbahaya, dan pemeriksaan yang komprehensif dapat mengecualikan
kondisi medis terkait yang membutuhkan perawatan segera.
Konseling pasien harus mencakup informasi tentang hubungan antara
tinnitus dan gangguan pendengaran dan juga harus membahas faktor gaya
hidup yang dapat memiliki efek positif dan negative pada manajemen
tinnitus. Konseling harus disertakan informasi tentang melindungi
pendengaran dari kebisingan, mengetahui hubungan antara gangguan
pendengaran yang diinduksi suara dan tinitus. Pasien harus diminta untuk
kembali menjalani tindak lanjut dan follow up jika tinnitus mereka tetap ada
dan mengganggu atau jika memburuk dari waktu ke waktu.
2. Terapi suara : option
Disarankan pada tinitus yang persistent (durasi > 6 bulan) dan bothersome
(mengganggu kualitas hidup pasien). Terapi suara tinitus didenisikan sebagai
penggunaan suara dimaksudkan untuk mengubah persepsi tinnitus dan / atau
reaksi terhadap tinnitus untuk manfaat klinis. Dua tipe umum terapi suara
untuk manajemen tinnitus : parsial dan total masking. Keduanya
menggunakan broadband noise sound generator, alat bantu dengar, atau
perangkat kombinasi (sound generator dan alat bantu dengar). Penerapan
klinis dari terapi suara pada umumnya berfokus pada pengelolaan
reaksi untuk tinnitus dan menekan persepsi dari tinnitus. Saat ini kurang
bukti bahwa tinnitus dapat ditekan menggunakan stimulasi akustik.
Sedangkan terapi suara dianggap memberikan kelegaan dari tinnitus dan
mengurangi konsekuensi emosional akibat tinnitus. Terapi suara dapat
meningkatkan habituasi ke tinnitus dengan mengurangi kontras antara
tinnitus dan suara dari lingkungan, memberikan suara yang menenangkan,
menginduksi rasa lega karena stres atau ketegangan yang disebabkan oleh
tinnitus, atau memberikan suara yang menarik dengan tujuan
mengalihkan perhatian pasien dari tinnitus (pengalihan perhatian aktif).
Parameter spesifik dari penilaian terapi suara yang optimal memberikan
manfaat pada tinnitus belum ada.
3. Cognitive Behavioral Therapy : recommendation
Direkomendasikan pada tinitus yang persistent (durasi > 6 bulan) dan
bothersome (mengganggu kualitas hidup pasien).
Terapi perilaku kognitif mengajarkan keterampilan untuk mengidentifikasi
tindakan-pikiran negative yang mengakibatkan kesusahan dan
merestrukturisasi pikiran mereka sehingga menjadi positif dan membantu
penyembuhan dilakukan selama 8 minggu. Misalnya, pasien tinnitus
mungkin memiliki pemikiran, “Saya tidak akan menikmati makan malam
karena saya tidak akan bisa mendengar karena tinnitus saya”. Dengan terapi
perilaku kognitif, pemikiran alternatif bisa jadi, “Saya mungkin tidak bisa
mendengar karena tinnitus saya, tapi saya masih bisa menikmati makanan
dan suasana”. Pengobatannya juga mencakup perilaku- Intervensi perilaku
seperti belajar teknik relaksasi, paparan rangsangan yang ditakuti, instruksi
tentang kebersihan tidur, dan pengayaan pendengaran.
4. Medication Therapy : reccomendation (againts)
Tujuan dari pernyataan ini adalah untuk menghindari penggunaan rutin
obat untuk tinitus, karena belum ada obat ditunjukkan
untuk mengurangi tinnitus dan mungkin memiliki efek samping. Dalam
waktu sekarang, tidak ada obat yang disetujui oleh US Food dan
Drug Administration (FDA) untuk pengobatan tinnitus. Tidak
ada obat-obatan telah terbukti dapat diandalkan untuk menghilangkan atau
mengurangi persepsi tinnitus. Manfaat rekomendasi ini terhadap
penggunaan obat dalam pengobatan rutin tinnitus termasuk
menghindari terapi yang belum terbukti, menghindari efek samping
(termasuk produksi atau perburukan tinnitus), menghindari harapan palsu,
menghindari penggunaan obat-obatan yang mungkin berbahaya pada
populasi pasien tertentu (seperti orang tua), menghindari
potensi gangguan penggunaan zat, dan menghindari biaya pengobatan yang
tidak perlu.
 Antidepressant
Antidepresan tidak dianjurkan untuk mengobati tinnitus
berdasarkan hasil dari 7 RCTs dan 1 Cochrane review
gagal untuk menunjukkan kelebihan manfaat dari kerugian.
Antidepresan telah diteliti sebagai pengobatan untuk tinitus, karena
korteks pendengaran kaya akan reseptor serotonin, dan
ada korelasi kuat antara gangguan dari tinnitus
dan adanya gangguan depresi dan / atau kecemasan. Review Cochrane
terbaru termasuk 4percobaan antidepresan trisiklik, satu percobaan
trazodone, dan satu percobaan
dari inhibitor reuptake serotonin selektif (paroxetine).
 Anticonvulsant
Antikonvulsan tidak direkomendasikan untuk mengobati tinitus
berdasarkan hasil dari 8 RCT dan ulasan Cochrane yang gagal
untuk menunjukkan kelebihan manfaat dari kerugian.
Antikonvulsan berpotensi menekan hiperaktif pendengaran sentral yang
mungkin terkait dengan tinitus. Antikonvulsan
diyakini mengurangi tinitus dengan menambah aksi atau tingkatan
neurotransmiter (asam gamma-aminobutyric [GABA], glutamat) atau
melalui penghambatan depolarisasi sel dengan menghalangi
tegangan saluran natrium terjaga. Uji coba terkontrol plasebo secara
acak terhadap pengobatan 8 minggu -
dengan gabapentin dalam skala dosis meningkat menunjukan tidak ada
perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelompok uji dilihat dari
tinnitus severity index dan loudness score.
 Antixiolytics
Anxiolytics, seperti benzodiazepin, tidak boleh digunakan untuk
mengobati tinnitus, karena uji klinis tidak menunjukkan secara konsisten
manfaat. Obat-obat ini dapat memiliki efek buruk,
pada orang tua, kecuali dosis dipantau dengan hati-hati. Sebuah double
blind, plasebo-controlling study dengan alprazolam menunjukkan
penurunan tinnitus loudness berdasarkan tinnitus matching dan juga
dengan visual skala analog.
 Intratympanic medication
Suntikan steroid intratympanic tidak disarankan untuk
mengobati tinnitus berdasarkan hasil dari 3 calon
RCT. Injeksi dexamethasone intratympanic dan metilprednisolon
intratympanic tidak menghasilkan manfaat diukur dengan
skor keparahan tinnitus.
5. Dietary supplement : reccomendation (againts)
 Ginko Biloba
Ginkgo biloba adalah suplemen herbal yang paling umum digunakan
untuk tinnitus, 2 bahan aktif yang paling penting, flavonoid dan
terpenoid, dikaitkan dengan antiplatelet, antioksidan, antihypoxic,
pemulung bebas radikal, dan antiedema. Mekanisme tindakan seperti itu
mungkin konon membantu mengurangi tinnitus melalui penurunan
kerusakan radikal bebas ke koklea atau meningkatkan aliran darah dan
kesehatan bagian dalam telinga.
 Melatonin
Melatonin adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar pineal terlibat
dengan regulasi siklus tidur-bangun. Mekanisme tindakan yang dapat
menjelaskan potensi efek terapeutiknya terhadap tinnitus termasuk
antioksidan, pemulung bebas radikal, dan sifat vasoregulasi. Telah
didalilkan bahwa melatonin dapat memodulasi sistem saraf pusat,
memperbaiki hemodinamika dengan perfusi labirin, dan mengurangi
muscular tone yang mempengaruhi kontraksi tensor tympani
 Zinc
Seng adalah elemen penting yang ditemukan dalam jumlah kecil di sel
hidup dan cairan di seluruh tubuh. Yang diklaim mempengaruhi tinnitus
melibatkan (1) distribusi luas pada sistem saraf pusat, termasuk jalur
pendengaran pada sinapsis saraf kranial kedelapan dan dicochlea, (2)
peran penting dengan proteksi terhadap reaktif O2 melalui tembaga-seng
superoksida dismutase,dan (3) efek yang masuk akal pada depresi.
Tingkat prevalensi defisiensi seng pada individu dengan tinnitus berkisar
antara 2% sampai 69%, dengan orang tua lebih sering terkena dampak.

F. KESIMPULAN
Tinitus bukanlah penyakit tapi hanya merupakan gejala yang mungkin berasal
dari satu atau sejumlah kelainan dan belum tentu bersifat kelainan atau patologis.
Tinitus baru menjadi gejala jika suara organ tubuh intensitasnya melebihi bunyi
masking lingkungan tadi. Tinitus kerap diderita terutama orang pada kelompok usia
pertengahan dan usia tua. Munculnya gejala pada hampir kebanyakan orang sangat
mengganggu dan sering mempengaruhi kualitas hidup dan pekerjaannya
REFERENSI

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala Dan Leher Ke-7, Cetakan Keempat,
Tahun 2015. Penerbit: badan penerbit FKUI

Dewi, P. Mengenali Gejala Tinitus dan Penatalaksanaannya. ISM VOL. 6 NO.1, MEI-AGUSTUS,
HAL 34-40. 2016

Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. 2014
Von Boetticher, Alexander. “Ginkgo Biloba Extract in the Treatment of Tinnitus: A Systematic
Review.” Neuropsychiatric Disease and Treatment 7 (2011): 441–447. PMC. Web. 26 Dec.
2017
http://emedicine.medscape.com/article/856916-overview diakses 20 Januari 2018

Anda mungkin juga menyukai