Bersurih Bagai Sipasin. Maksudnya diketemukan jejak , apabila jejak tersebut ditelusuri
maka akan ketemu dengan orang nya.
Berjejak-Berbekas. Maksudnya pergi meninggalkan jejak atau bekas seperti telapak kaki,
sidik jari dll
Ranting Jatuh Enggang Terbang. Maksudnya adalah ada seseorang yang menghilang atau
terlihat cemas dan takut di saat yang sama terjadi peristiwa kejahatan.
Kecondong Mato Orang Banyak. Maksudnya adalah timbul kecurigaan orang melihat
keadaan seseeorang yang tiba-tiba berubah atau mendadak lain dari biasanya
Terbayak-Tertaur. Maksudnya adalah tercecer dimana-mana dan tersiar kemana-mana
sehingga khalayak ramai mengetahuinya.
Berjalan Tergesa. Maksudnya adalah terburu-buru seperti di kejar orang. Seingga
masyarakat yang mengejar kehilangan jejak maka orang tersebut dapat diduga sebagai
tersangka. Ungkapan ini biasanya disambung dengan Menjual Bermurah-Murah artinya
seseorang menjual secara tergesa-gesa suatu barang dengan harga murah dan ada kesan
asal cepat laku.
Tetapi ada kalanya tertuduh dapat diadili berdasarkan “cimo” yaitu sekedar syak wasangka
yang tidak merupakan bukti yang jelas tentang terjadinya perbuatan jahat si tertuduh , misalnya
karena ada jejak , secara kebetulan ia barada di tempat itu atau ia dikenal runcing tanduk,
bengkak kening (suka berselisih dan bertengkar dengan korban).
Bagi masyarakat kerinci undang “cimo” diketahui melalui ungkapan petitih adat “biduk berlalu
kiambang berlaut, angau-angau kadapatan budi, belum enggang terbang belum ranting
patah, belum gajah lalu belum rumput layu, belum kerbau mati belum air keruh, berjalan
bergegas-gegas, pergi malam balik malam”
Hukum pidana tidak membedakan jenis pelanggaran, semua akan diadili oleh hakim adat dan
pertimbangan serta keputusannya bersifat menyeluruh berdasarkan segala factor yang
mempengaruhinya.
Hukum pidana adat tidak mementingkan pembagian kekuasaan hukum sebagaimana hukum
pidana berat, sehingga hukum untuk peristiwa kejahatan tidak dapat dihukum dengan penjara
karena sistem hukum adat tidak mengenal adanya penjara
Ketentuan hukum adat tidak bersifat pasti, sifat ketentuannya terbuka untuk segala
peristiwa. Yang dijadikan ukuran dasar hukum adat adalah rasa keadilan menurut hukum
masyarakat sesuai dengan perkembangan , keadaan, waktu dan tempat.
Dalam pemecahan suatu masalah selalu di dasarkan pada mufakatbersama karena yang
diharapkan oleh hukum adat adalah membawa kerukunan, tidak terjadi kesenjangan antara
keharusan dan kepatutan.