Anda di halaman 1dari 3

AIR

Air menjadi salah satu komponen llingkungan yang harus diperhatikan,karena perannya sangat
penting dalam kehidupan sehari-hari. Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat
penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat aktivitas manusia.Walaupun fenomena
alam seperti gunung berapi, badai, gempa bumi dan lain-lain, juga mengakibatkan perubahan yang besar
terhadap kualitas air, hal ini tidak dianggap sebagai pencemaran.

Sungai merupakan salah satu komponen lingkungan yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan
dan perikehidupan manusia. Salah satu fungsi sungai yang utama saat ini asalah fungsinya sebagai sumber
air untuk pengairan lahan pertanian dan untuk memenuhi kebutuhan air bersih, baik untuk kebutuhan rumah
tangga maupun untuk kegiatan sektor perindustrian. Kelestarian fungsi lingkungan sungai dapat terancam
oleh penurunan kualitas airnya.

Gejala penurunan kualitas air sungai sekarang ini telah diamati secara mudah terutama gejala
pencemaran yang terindera seperti : kebusukan air, kehitaman air, kekeruhan, warna air yang non alami,
bau dan efek iritasinya pada kulit manusia dan hewan.Berdasarkan himpunan data pemantauan kualitas air
sungai Citarum dan anak sungainya yang berada di kabupaten Bandung, beberapa sungai masih
menunjukkan gejala penurunan kualitas air, yang pada umumnya disebabkan oleh masukan limbah. Salah
satunya adalah sungai Cikapundung.

PERMASALAHAN

Sungai Cikapundung adalah sungai yang melintas di daerah Bandung. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Cikapundung adalah salah satu bagian sub dari DAS Citarum dan merupakan sungai yang berfungsi sebagai
drainase utama di pusat kota Bandung. Sungai Cikapundung melintasi kota Bandung sepanjang 15,50 km
dengan 10,57 km dari panjang total merupakan daerah pemukiman padat penduduk.

Saat ini kondisi sungai Cikapundung sangat memprihatinkan. Terlihat dari warna airnya yang
keruh. Menunjukan adanya pencemaran. Harus diakui bahwa tercemarnya Sungai Cikapundung
merupakan dosa kita bersama. Sebenarnya aturan hukum yang mengatur masalah persampahan di Kota
Bandung sudah ada berupa Peraturan Daerah Kota Bandung No. 27 Tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kebersihan Di Kota Bandung. Dalam perda ini diatur bahwa pengelolaan sampah di Kota Bandung menjadi
tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Begitu pula dalam Perda K3 No. 11 tahun
2005 pasal 49 ayat 1 n mengatur sanksi terhadap masyarakat yang membuang sampah sembarangan.

Namun di satu sisi sosialisasi peraturan ini masih dirasa kurang, mengingat masih banyak
masyarakat yang belum mengetahui peraturan ini. Sarana untuk pembuangan sampah pun masih dirasakan
jauh dari cukup. Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri masih banyak pula masyarakat yang kurang sadar untuk
membuang sampah pada tempatnya. Masyarakat belum memiliki budaya takut dan malu dalam membuang
sampah. Selain itu, pemerintah pun masih kurang tegas dalam menerapkan sanksi terhadap pelanggar
peraturan. Sehingga implementasi peraturan-peraturan yang ada tidak dapat berjalan sebagaimana
mestinya.

Sampai dengan saat ini pengelolaan persampahan oleh pemerintah masih menitikberatkan pada
pengelolaan ketika sampah telah dihasilkan. Kegiatan pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan
sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah menjadi hal yang menonjol dilakukan oleh
pemerintah. Meskipun dalam Perda No. 27 tahun 2001 disinggung pula bentuk pengelolaan sampah berupa
pengurangan sampah sejak dari sumbernya, pemanfaatan atau penggunaan kembali, daur ulang dan
pengomposan sampah secara maksimal.

Ternyata tidak hanya sampah yang mengotori Cikapundung. Dari Sekolah Lapangan (SL) yang
diadakan oleh ESP di Desa Suntenjaya Kabupaten Bandung sejak Januari 2007, terungkap bahwa kotoran
ternak juga salah satu penyebabnya. Suntenjaya adalah desa di Kecamatan Lembang yang letaknya paling
hulu di Sub-DAS Cikapundung. Sekitar 30% penduduknya hidup dari peternakan, dan selebihnya memiliki
pekerjaan utama sebagai petani sayuran. Data podes 2006 menyebutkan, sapi yang ada di Desa Suntenjaya
1467 ekor. Salah satu peserta SL, Amar Cuarna (56), menceritakan bahwa setiap hari para peternak
membuang kotoran sapi ke saluran-saluran yang bermuara ke Sungai Cikapundung.

Peneliti ekologi perairan Citra Eco Center (CEC) Bandung, Drs. Hilmi Salim, M.Si.
mengemukakan, hasil penelitian mereka tentang tercemarnya air di sungai Kota Bandung. Terutama Sungai
Cikapundung, hampir 80% nya adalah limbah domestik. Sementara, sisanya adalah industri yang
menyumbang bahan-bahan berbahaya seperti logam berat, berbahaya, dan beracun ke aliran sungai.

Dari beberapa sungai yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, Sungai Cikapundung
menduduki peringat pertama yang memiliki tingkat pencemaran paling tinggi. Kemudian disusul oleh
Sungai Cirasea, Cisangkuy, Citarik, Cikeruh, dan Ciwidey. Parameter yang digunakan adalah pengukuran
Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), dan parameter unsur hara seperti
senyawa nitrogen dan fosfor.

SOLUSI

Melirik negara lain seperti Perancis misalnya,tentunya kita merasa iri dengan keindahan sungai
yang melintasi kota-kota di negara tersebut. Sungai Seine yang melintas di kota Paris Nampak bersih dan
indah. Kita juga dapat merujuk ke Negara tersebut untuk menjaga kebersihan sungai. Upaya yang mungkin
untuk mengurangi pencemaran di sungai Cikapundung adalah dengan menggalakkan kembali “Gerakan
Cikapundung Bersih” yang telah dicanangkan beberapa tahun lalu. Gerakan ini akan berhasil bila dilakukan
secra kontinu dan kesadaran masyarakat yang tinggi. Gerakan air bersih ini salah satunya adalah tidak
membuang sampah ke dalam sungai. Selain itu juga diperlukan dukungan dari pemerintah. Beberapa upaya
yang dapat disokong pemerintah diantarnya:

 Gerakan pembinaan,penyuluhan,dan pengarahan terhadap warga sekitar sungai agar tidak


membuang sampah rumah tangga,sampah sungai,sampah ernak,serta penggunaan pupuk hama
berlebih pada sungai.
 Gerakan pembersihan sampah fisik dan pengerukan sungai.
 Gerakan pengujian kualitas air sungai serta realisasi usaha-usaha yang mungkin dapat diterapkan
sesuai masalah dan teknologi yang ada.
 Gerakan pengontrolan atau supevisi berkala dari pemerintah kota untuk memantau aliran sungai.
 Gerakan pemeliharaan daerah aliran sungai.

Anda mungkin juga menyukai