Anda di halaman 1dari 18

Nama : Muhammad Lazuardi Nuriman

NIM : 1606893260

Ringkasan Buku Ajar 3

BAB 1
1. Pengertian Bangsa dan Suku Bangsa

Bangsa adalah sekelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa,
dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri. Pengertian konsep suku bangsa menurut
Koentjaraningrat adalah tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat
berwujud sebagai komunitas desa, kota, kelompok kekerabatan, atau kelompok adat lainnya,
menampilkan corak khas tertentu yang terutama dilihat oleh orang luar yang bukan warga
masyarakat yang bersangkutan.

2. Indonesia Bangsa yang Majemuk

Menurut Haviland, masyarakat majemuk adalah masyarakat yang memiliki


keberagaman pola-pola kebudayaan. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa suatu masyarakat
yang majemuk akan melahirkan kebudayaan majemuk, yang merupakan interaksi sosial dan
politik dari orang-orang yang cara hidup dan cara berpikirnya berbeda dalam suatu
masyarakat.

a. Kemajemukan Bangsa Indonesia sebagai realitas

Indonesia dikatakan sebagai masyarakat majemuk karena mengenal tiga sistem yang
digunakan sebagai acuan atau pedoman di dalam kehidupan warga masyarakatnya. Sistem-
sistem itu adalah 1) sistem nasional, 2) sistem suku bangsa, dan 3) sistem tempat-tempat
umum.

b. Masalah-masalah Terkait Pluralitas Bangsa Indonesia

Konsekuensi dari pluralitas atau heterogenitas masyarakat Indonesia adalah potensi


terjadinya konflik atau integrasi. Konflik berpotensi terjadi apabila terdapat cara pandang
tertentu seperti sikap etnosentrisme atau primordialisme, yang diwujudkan antara lain dalam
bentuk stereotip etnik pada suku bangsa lain. Stereotip adalah interpretasi dari pengalaman
pelaku yang terbatas jumlah dan ruang lingkupnya tetapi kemudian digeneralisasi sebagai
ciri-ciri dari suatu suku bangsa.

3. Faktor-faktor Pemersatu Bangsa Indonesia

Ada beberapa faktor yang dapat dijadikan perekat atau pemersatu bangsa yang mana
saling terkait satu sama lain sebagai landasan bagi tumbuhnya jati diri bangsa. Di samping
itu, faktor-faktor itu perlu dijaga untuk dapat tetap mempertahankan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

a. Latar Belakang Sejarah Bangsa Indonesia

Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia secara garis besar diawali dengan
timbulnya kesadaran rakyat untuk menjadi bangsa. Bangsa Indonesia yang terbentuk itu
berusaha dengan kuat, berjuang membentuk negara Indonesia merdeka. Setelah merdeka,
seluruh rakyat Indonesia yang berada di dalam negara Indonesia berjuang untuk mengisi
kemerdekaannya dengan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan rakyatnya.

b. Pancasila dan UUD 1945

Pancasila adalah dasar dan ideologi negara Indonesia yang disahkan pada tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI. Dengan demikian Pancasila merupakan kaidah-kaidah penuntun
dalam kehidupan sosial, politik, dan hukum. UUD 1945, yang mencantumkan Pancasila
dalam bagian pembukaannya, merupakan hukum dasar yang mengatur prinsip-prinsip dan
mekanisme ketatanegaraan untuk menjamin demokrasi, dan juga memasang rambu-rambu
untuk menjaga keutuhan bangsa.

c. Simbol-simbol/Lambang Persatuan Bangsa

Dalam bernegara, rasa keterikatan, solidaritas dan identitas anggota masyarakatnya


dijaga sebagai satu kesatuan bangsa dan negara dengan menggunakan simbol-simbol atau
lambang-lambang persatuan. Beberapa lambang persatuan itu adalah bendera merah putih,
bahasa nasional, lambang negara, dan lagu kebangsaan “Indonesia Raya”.

d. Kebudayaan Nasional

Pluralitas bangsa Indonesia melahirkan kebudayaan yang beragam pula. Untuk


menjaga keutuhan persatuan bangsa dalam Negara Republik Indonesia, kebudayaan nasional
mempunyai arti penting sebagai perekat rasa persatuan sebagai satu bangsa dan negara.
(1) Konsep Kebudayaan

Sir Edward Burnett Tylor mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleks yang


mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan lain kemampuan-
kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat atau dipelajari manusia sebagai anggota
masyarakat. Kebudayaan terdiri atas segala sesuatu yang dipelajari oleh pola-pola perilaku yang
normatif, artinya mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan bertindak.

(2) Gagasan Kebudayaan Nasional

Mengenai Kebudayaan Nasional, beberapa cendekiawan mempunyai gagasan


berbeda, yang dapat dikelompokkan dalam dua golongan. Golongan yang pertama
menyatakan bahwa suatu pengembangan kebudayaan nasional Indonesia berlandaskan pada
unsur-unsur kebudayaan suku-suku bangsa di daerah. Golongan yang kedua menyarankan
suatu pengembangan kebudayaan nasional Indonesia baru, yang lepas dari kebudayaan suku-
suku bangsa di daerah dan berorientasi ke peradaban dunia masa kini. Secara teoretis, suatu
kebudayaan nasional mempunyai dua fungsi, yaitu 1) memperkuat rasa identitas nasional
warga suatu bangsa atau negara dan 2) memperluas rasa solidaritas nasional warga suatu
bangsa atau negara.

4. Jati Diri Bangsa

Telaah terhadap jati diri bangsa tidak terlepas dari kondisi bangsa Indonesia yang
berasal dari ikatan-ikatan primordial. Bentuk dari jati diri bangsa Indonesia dapat dikenali
dengan mengacu kepada kebudayaan nasional, mengingat bangsa Indonesia terdiri dari
ikatan-ikatan primordial atau dari berbagai suku bangsa. Dalam perjalanan bangsa Indonesia
selanjutnya, kesadaran akan jati diri bangsa haruslah terus diperjuangkan, mengingat
keberadaan bangsa Indonesia bukanlah di ruang hampa. Dalam pembentukan jati diri bangsa
diperlukan teladan yang baik dari pemimpin-pemimpin bangsa yang tangguh, baik yang
sudah tiada maupun yang sekarang berkuasa atau menduduki jabatan.

5. Nilai Kebangsaan

Nilai kebangsaan yang tertanam dalam sanubari seluruh rakyat Indonesia dalam
naungan NKRI menjadi faktor penting dan menentukan bagi keberlangsungan keberadaan
bangsa dan Negara Republik Indonesia.
a. Arti Nilai Kebangsaan

Nilai Kebangsaan dapat diartikan sebagai suatu kesadaran dari warga negara yang
dianggap penting atau berharga bahwa dirinya merupakan bagian dari suatu negara yang
mempunyai ciri-ciri tertentu yang menandainya.

b. Sumber Nilai Kebangsaan

Sumber Nilai Kebangsaan Indonesia dapat dilihat dari: 1) aspek sejarahnya; dan 2)
aspek kondisi sosial/masyarakatnya. Dilihat dari aspek sejarahnya, nilai kebangsaan
merupakan nilai-nilai yang ada sebelum dan sesudah Negara Indonesia terbentuk. Setelah
kemerdekaan Indonesia, Nilai Kebangsaan yang ditanamkan berasal dari kesepakatan dan
cita-cita bangsa Indonesia yang dituangkan dalam UUD 1945, berisikan 4 sumber acuan nilai.

c. Nilai Kebangsaan dan Pembentukan Karakter

Karakter suatu bangsa tergantung pada nilai-nilai lokal yang hidup pada
masyarakatnya. Nilai-nilai kebangsaan yang hidup dan berkembang itu menjadi bagian dalam
pembentukan karakter bangsa yang kuat. Karakter yang berkaitan dengan status seseorang
sebagai warga negara, menyadarinya sebagai bagian dari suatu negara dan terus menjaga
keberlangsungan keberadaan negaranya itu.

BAB 2
1. Hakikat Negara

Setelah membangsa orang menyatakan tempat tinggalnya sebagai negara. Untuk


melindungi wilayah bangsa, dibentuk organisasi yang kemudian disebut negara. Dalam
pengertian ini, negara meliputi: 1) penduduk; 2) wilayah atau lingkungan kekuasaan
pemerintah; 3) penguasa yang berdaulat; dan 4) pengakuan kedaulatan dari negara lain.

1.1. Negara Berdasarkan Geografi

Pengertian negara berdasarkan bentuk geografi antara lain negara daratan, yaitu
negara yang tidak memiliki akses ke laut, dengan kata lain akses ke laut harus melalui satu
atau dua negara tetangga. Negara yang berbatasan dengan laut meliputi negara pantai, negara
pulau, dan negara kepulauan.
1.2. Negara Berdasarkan Institusi

Setelah mendeklarasikan wilayah sebagai tempat tinggalnya, bangsa harus


membentuk organisasi guna melindungi milik maupun dirinya. Organisasi itu dinamakan
negara. Untuk menentukan status suatu negara, ada empat syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1) rakyat; 2) wilayah; 3) pemerintah yang berdaulat; dan 4) pengakuan kedaulatan dari negara
lain. Di samping keempat syarat tersebut dapat ditambahkan pula adanya konstitusi dan
tujuan negara yang tersirat/tersurat dalam konstitusi negara.

1.2.1. Rakyat

Rakyat adalah penduduk⸺semua orang yang bertujuan menetap dalam wilayah


tertentu untuk jangka waktu lama⸻dapat diklasifikasikan sebagai: 1) penghuni tetap maupun
berpindah-pindah dalam wilayah tersebut; 2) warga negara dan warga negara asing.

1.2.2. Wilayah

Wilayah atau lingkungan kekuasaan pemerintah, meliputi: 1) wilayah darat; 2)


wilayah laut; 3) wilayah udara; dan 4) wilayah ekstrateritorial. Wilayah darat ditandai dengan
batas-batas alamiah/geografi maupun buatan. Batas wilayah darat ditentukan oleh
pemerintah.

1.2.3. Pemerintah yang Berdaulat

Pemerintah adalah pemegang dan penentu kebijakan yang berkaitan dengan


pembelaan negara. Pemerintah yang berdaulat mempunyai kekuasaan ke
dalam⸻merumuskan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk⸺di
wilayahnya dan ke luar⸺mempertahankan kemerdekaan dari serangan negara lain dan
hubungan diplomatik⸺berdasarkan perjanjian internasional.

1.2.4. Pengakuan Kedaulatan

Pengakuan kedaulatan dari negara lain sifatnya hanya menerangkan saja tentang
adanya negara (deklaratif). Pengakuan kedaulatan dibedakan dengan status de facto,
berdasarkan fakta yang ada dan de jure, berdasarkan hukum.

1.2.5. Konstitusi

Konstitusi diartikan sebagai pengaturan dasar pembentukan suatu negara. Yang


dimaksud dengan aturan dasar adalah sejumlah ketentuan yang dibentuk untuk mengatur
fungsi dan struktur lembaga negara dan lembaga pemerintah. Ciri-ciri konstitusi berisikan: 1)
Organisasi negara, pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif; 2) Hak Asasi
Manusia⸺biasanya disebut bill of rights⸺dan biasanya ditulis tersendiri; 3) Prosedur
mengubah konstitusi (amandemen); 4) Ada kalanya ada larangan sifat tertentu dalam
konstitusi untuk diubah; 5) Merupakan aturan hukum yang tertinggi.

1.2.6. Tujuan Negara

Tujuan negara sebaiknya tersurat, paling tidak tersirat dalam konstitusi. Rumusan
tujuan nasional dalam konstitusi merupakan pedoman untuk mencapai tujuan nasional dalam
bernegara. Sedangkan tujuan nasional pada dasarnya sejalan dengan tujuan hidup manusia
pada umumnya.

2.1. Geopolitik

Geopolitik merupakan konsep tentang pandangan dan wawasan seorang pemimpin


dalam mempertahankan wilayah negaranya agar sesuai dengan tujuan bangsa. Awal
pemikiran geopolitik hanya berfokus pada pembahasan elemen fisik geografi, yaitu berkaitan
dengan masalah ruang hidup, bentuk wilayah, cuaca, dan sumber daya alam. Konsep
wawasan nasional harus ditindaklanjuti melalui pembuatan konsep geostrategi. Upaya
mencapai tujuan nasional bangsa perlu dilakukan melalui strategi-strategi yang tidak dapat
dilakukan secara singkat, namun harus dilakukan sepanjang hayat.

2.2. Geopolitik dan Implementasi Hukum Kewilayahan

Konsep geopolitik dan geostrategi berkembang seiring kesadaran manusia untuk


berbangsa dan bernegara. Gagasan awal geopolitik ditulis oleh Friedrich Ratzel yang
mengatakan bahwa terbentuknya negara ibarat pertumbuhan makhluk hidup yang
membutuhkan ruang untuk pertumbuhannya.

2.2.1. Wawasan Maritim

Manusia mulai mempelajari sifat-sifat khusus laut, apalagi setelah seorang perwira
angkatan laut Amerika Serikat Alfred T. Mahan banyak menulis perlunya memiliki kekuatan
nyata dari matra laut. Mereka juga menyadari bahwa laut tidak dapat dibagi-bagi. Muncul
konsep-konsep: 1) rezim hukum tradisional; dan 2) rezim hukum internasional.
2.2.2. Wawasan Benua

Wawasan Benua dikembangkan oleh Sir Halford Mackinder, bahwa kekayaan di


bumi terdapat “Pulau Dunia” yang meliputi benua Eropa, Asia, dan Afrika. Wilayah dunia
yang lain disebut kepulauan dan samudera. Pada Pulau Dunia wilayah dibagi atas daerah
Jantung dan daerah Bulan Sabit. Nicholas Spykman memperbaiki teori tersebut dengan teori
Daerah Batas. Menurutnya, wilayah dunia terdiri atas: 1) Pivot Area; 2) Offshore Area; 3)
Oceanic Belt; dan 4) The New World.

2.2.3. Wawasan Dirgantara

Seiring dengan kemajuan teknologi dirgantara, manusia mulai membangun kekuatan


udara yang terpisah dari Angkatan Laut dan Angkatan Darat. Konvensi Hukum Udara Paris
1919 memutuskan bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan penuh dan eksklusif atas
Ruang Udara yang terdapat di atas wilayahnya.

2.3. Geostrategi

Pada konsep geostrategi, yang merupakan pelaksanaan dari geopolitik, perlu


dilakukan pengkajian mengenai siapa “mitra strategi” dan “apa lingkungan strategi” yang
akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik. Karenanya sebagai seorang
pemimpin sebelum menentukan geostrategi harus tahu betul wilayah sendiri. Untuk dapat
mengenal lingkungan strategis dan mitra strategis para ilmuwan⸻militer maupun
politik⸻mulai memilah apa saja yang tergolong dalam elemen kekuatan bangsa, agar dapat
diberikan prioritas pembangunannya.

3. Negara Kesatuan Republik Indonesia

3.1. Ciri Khas Wilayah Negara Indonesia

Ada empat ciri khas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ditinjau dari segi
bentuk dan letak geografis. Ciri khas pertama, wilayah NKRI merupakan entitas berada di
posisi silang antara Lautan India di sebelah Barat dengan Lautan Pasifik di sebelah Timur.
Ciri khas kedua merupakan negara kepulauan terbesar, seluas 1.904.569 km2 dengan jumlah
17.504 pulau. Ciri khas ketiga bahwa Indonesia merupakan salah satu dari delapan negara
yang di bawah lintasan Geo Stationary Orbit (GSO). Ciri khas keempat dilintasi 3 dari 7 selat
teramai/tersibuk di dunia.
3.2. Negara Indonesia Ditinjau dari Segi Institusi

Secara formal Indonesia menjadi negara sejak Proklamasi kemerdekaan.

3.2.1. Penduduk

Penduduk/rakyat Indonesia terdiri dari berbagai etnik, agama dan golongan kaula
Belanda maupun orang asing. Orang asing dibedakan antara turunan Eropa⸻Jepang
digolongkan sebagai orang Eropa⸻dan Timur asing, yaitu Cina, Arab, India.

3.2.2. Wilayah

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditentukan oleh BPUPKI adalah
wilayah Eks Hindia Belanda.

3.2.3. Pemerintah Indonesia

Pemerintah Indonesia ada sejak 18 Agustus 1945, yaitu hasil sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

3.2.4. Pengakuan Kedaulatan dari Negara Lain

Mesir adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik
Indonesia. Negara kedua adalah India setelah merdeka dari Inggris pada 15 Agustus 1947.
Vatikan sebagai negara Tahta Suci mengakui eksistensi bangsa Indonesia sebagai bangsa
yang merdeka pada tanggal 6 Juli 1947.

3.2.5. Konstitusi

Konstitusi berarti perjanjian antar masyarakat dalam bernegara, dan merupakan


kontrak sosial. Pengertian konstitusi secara terminologi adalah sejumlah aturan dasar dan
ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan
termasuk hubungan kerja sama antar negara dan masyarakat dalam hal kehidupan berbangsa
dan bernegara.

3.2.6. Tujuan Negara

Tujuan nasional suatu negara sebenarnya merupakan jabaran dari tujuan hidup
manusia terutama setelah membentuk bangsa. Oleh karena itu, tujuan negara dimasukkan ke
dalam konstitusi negara. Isi Tujuan Nasional dapat ditulis singkat sebagai berikut: 1)
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2) untuk
memajukan kesejahteraan umum; 3) mencerdaskan kehidupan bangsa; 4) dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia.

3.2.7 Bentuk Negara

Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Indonesia bukan
suatu negara federasi, di mana ada negara dalam negara, melainkan negara kesatuan yang
kekuasaan utamanya berada di tangan Pemerintah Pusat.

3.3. Geopolitik Indonesia

Geopolitik Indonesia merupakan kesatuan pandang bangsa tentang diri dan


lingkungannya. Geopolitik Indonesia disebut Wawasan Nusantara, didefinisikan sebagai cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia tentang dirinya yang bhineka, dan lingkungan
geografinya yang berwujud negara kepulauan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

3.3.1. Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Kewilayahan

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi dan setiap
provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang masing-masing mempunyai pemerintah daerah.
Urusan pemerintahan yang tidak diturunkan kewenangannya kepada daerah meliputi politik
luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, dan agama. Urusan
pemerintahan provinsi bersifat pilihan sesuai dengan kondisi dan kekhasan provinsi. Untuk
mendukung jalannya pemerintahan di daerah diperlukan dana, tetapi tidak semua daerah
mampu mendanai sendiri jalannya roda pemerintahan. Falsafah yang harus diperhatikan oleh
seorang pimpinan daerah otonom adalah bahwa “Pemerintah Daerah ada karena ada rakyat
yang harus dilayani dan bahwa rakyat adalah pemberi legitimasi”. Pimpinan daerah, politisi,
maupun para pejabat di tingkat pusat, hendaknya menyadari dan mendalami makna falsafah
otonomi daerah sehingga wilayah yang terpencil tidak rusak dan terisolasi dari akses nyata
maupun maya pada era globalisasi. Secara politis pengaruh efektif dari pemerintah tidak lagi
mencakup seluruh wilayah kedaulatan tetapi dikurangi luas wilayah sampai dengan batas
beranda depan yang sudah dipengaruhi kekuasaan asing dari seberang perbatasan. Meskipun
urusan luar negeri menjadi urusan pemerintah pusat, pemerintah daerah harus ikut
mewaspadai manuver negara lain yang berkepentingan atas wilayah kita.
3.4. Geostrategi Indonesia

Untuk melaksanakan konsep Wawasan Nusantara, disusunlah konsep geostrategi


yang disebut ketahanan nasional. Ketahanan nasional diartikan sebagai kondisi dinamik suatu
bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan, serta kemampuan untuk mengembangkan
kekuatan nasional dalam menghadapi segala ancaman, baik yang datang dari luar maupun
dari dalam, yang langsung atau tidak langsung membahayakan kelangsungan hidup negara
dan bangsa Indonesia.

BAB 3
1. Sejarah, Tumbuh dari Ibu Pertiwi

Soekarno mengatakan bahwa penggalian terhadap Pancasila telah melalui eksplorasi


tahapan perkembangan bangsa, dimulai dari masa pra-Hindu, masa Hindu, sampai masa
penjajahan. Meinarno (2010) mengungkapkan bahwa dari cerita rakyat di masyarakat
Indonesia khususnya Sumatra dan Jawa mengandung nilai-nilai yang terkandung Pancasila.
Dengan demikian, kekonsistenan nilai Pancasila yang ada memang terlahir dari nilai-nilai
yang ada dalam masyarakatnya.

2. Lahir di Saat Genting: Rapat BPUPKI di Penghujung Perang Dunia II

Dikarenakan ikatan-ikatan primordial seperti etnis dan agama tidak dapat dikenakan
pada Indonesia, dibutuhkan ikatan lain yang dianggap umum sekaligus berbeda dengan
bangsa lain. Akhirnya, para pendiri bangsa khususnya Soekarno mencetuskan bahwa nilailah
yang dapat menimbulkan rasa kesatuan itu. Berdasar hal itu, nilai yang sama harus diadakan
sebagai konsekuensi logis persekutuan dari banyak masyarakat.

3. Tumbuh dalam Situasi Sosial yang Dinamis

Sejak masa awal kemerdekaan, perubahan bentuk negara dan konflik politik tetap
memosisikan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, mulai dari perubahan
bentuk negara, dan pergantian bentuk pemerintahan. Pancasila juga telah bertahan dan terus
tumbuh dari lingkungan dunia yang berubah.
4. Menjadi Mitos

Keberhasilan rezim baru mengalahkan lawannya perlahan menempatkan Pancasila


sebagai ideologi ampuh melawan ideologi lain. Pancasila digunakan sebagai alat kekuasaan,
bukan menjadi pengarah kekuasaan. Agar masyarakat tunduk pada rezim Orde Baru,
Pancasila tidak semata menjadi ideologi negara, tapi malah menjadi alat untuk mengatur
gerak-gerik warga. Pancasila sempat diajarkan dengan cara-cara yang justru membuat
masyarakat tidak nyaman, bahkan untuk menyampaikannya digunakan cara-cara yang
bernuansa indoktrinasi.

5. Kembali Menjadi Milik Bangsa

Memasuki era Reformasi, Pancasila seakan kembali pada pemiliknya, yakni rakyat
Indonesia. Pancasila mulai dilihat kembali sebagai buah pikir yang baik bagi bangsa
Indonesia.

6. Merasa Menjadi Bangsa Indonesia

Menjadi Indonesia adalah suatu yang khas. Hal ini tidak terlepas dari sejarah
Indonesia yang bukan merupakan bagian dari perpanjangan sejarah sebuah kelompok etnis
atau satu golongan agama tertentu. Nilai Pancasila sering dikaitkan dengan identitas nasional.
Penelitian menunjukkan adanya pola hubungan yang positif antara identitas nasional dan nilai
Pancasila.

7. Kesamaan Nilai

Dalam konteks bangsa, masing-masing bangsa mempunyai nilai-nilai yang dianggap


paling utama sebagai pandangan hidup bangsa. Sebagai contoh, nilai utama bangsa Amerika
Serikat tidak sama dengan nilai utama India dan nilai utama dari kedua bangsa tadi tidak
sama dengan bangsa Indonesia.

8. Keselarasan Perilaku sebagai Bangsa: Fondasi Berperilaku sebagai Bangsa

Nilai pertama dari Pancasila adalah ketuhanan. Nilai kedua pada Pancasila pada
prinsipnya mengakui persamaan hak dan kewajiban, sayang pada sesama, menjalin hubungan
dengan bangsa lain berdasar sikap saling menghormati. Dalam kehidupan sehari-hari nilai ini
dapat mewujud dalam keberanian untuk menyatakan sesuatu hal yang benar di tengah situasi
yang kurang selaras. Nilai ketiga Pancasila berupaya untuk mengutamakan kepentingan
bangsa, cinta tanah air dan bangsa dan mengembangkan rasa persatuan bagi bangsa. Nilai
keempat dari Pancasila mengetengahkan tema demokrasi. Upaya untuk mengejawantahkan
nilai kelima Pancasila salah satunya berupa gotong-royong, sebuah aktivitas bantuan kepada
pihak lain yang meminta secara santun untuk menyelesaikan satu tugas agar tercapai tujuan
bersama.

9. Karakter Manusia Indonesia

Bagi masyarakat Indonesia Pancasila sebagai nilai merupakan fondasi dari


pembentukan karakter. Secara khusus dalam konteks bermasyarakat dan bernegara di
Indonesia nilai yang menjadi rujukan adalah nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Penelitian yang dilakukan oleh Juneman, Putra, dan Meinarno (2012) terhadap 1.000
mahasiswa Universitas Indonesia yang telah menjalani pendidikan karakter menunjukkan
bahwa terdapat pola hubungan positif antara Pancasila dan karakter yang diajukan oleh
Peterson dan Seligman (2004).

10. Wujud Perilaku Sehari-hari: Mengapa Nilai Pancasila sebagai Fondasi Bertingkah Laku?

Nilai Pancasila saling berhubungan positif sehingga kecenderungan masing-masing


nilai saling menguatkan dapat dipahami. Menurut Soemantri, nilai di dalam Pancasila tidak
terpisahkan satu sama lain. Upaya menyelaraskan perilaku dengan nilai-nilai Pancasila dalam
konteks global ada dalam kehidupan sehari-hari.

11. Menghadapi Tantangan Nasional dan Warga Negara Global

Secara konseptual ideologi atau pandangan hidup sudah seharusnya Pancasila


berhubungan dengan hal-hal yang terkait dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Puragabaya (2012) menemukan bahwa kewarganegaraan berhubungan positif terhadap
variabel sosial lainnya yakni patriotisme dan nasionalisme. Dalam hal kewarganegaraan,
Pancasila secara konseptual juga berhubungan. UUD 1945 yang didasari Pancasila telah
berupaya mewujudkan hak dan kewajiban.

12. Berlaku sebagai Warga Global

Sebagai warga dunia, masyarakat Indonesia juga ikut dalam dinamika dunia.
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia mengupayakan kehidupan beragama yang
toleran.
13. Gaya Hidup

Pancasila diharapkan menjadi acuan berperilaku masyarakat termasuk memilih gaya


hidup. Nilai dijunjung oleh masyarakat karena memberikan arahan dalam pengambilan
keputusan dan bentuk kegiatannya. Pada kenyataannya terdapat banyak hal yang tidak
menunjukkan keselarasan antara nilai, karakter dan tingkah laku individu atau masyarakat di
masyarakat itu sendiri. Harapan bahwa nilai menjadi dasar tingkah laku tidak terlepas dari
adanya kekuatan sosial di sekitar individu.

14. Kesenjangan

Kesenjangan antara nilai dalam Pancasila dengan perilaku dan kenyataan membawa
dampak bagi sebagian individu. Bagi sebagian orang, hal itu memacu untuk semakin
mewujudkan Pancasila, sebagian lain mungkin tidak peduli. Ada sebagian yang
mengupayakan perlawanan fisik dan ideologis terhadap Pancasila. Salah satu bentuknya
adalah bentuk perlawanan tidak membayar pajak padahal pajak merupakan salah satu cara
untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan.

15. Terorisme

Bentuk tantangan lain yang muncul di dalam negeri adalah aksi terorisme. Salah
satunya adalah munculnya terorisme dengan latar agama tertentu.

BAB IV
1. Apa yang Dimaksud dengan Kewarganegaraan?

Secara umum kewarganegaraan dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang


menyangkut warga negara. Pada masa kerajaan Romawi, kewarganegaraan pada awalnya
dimaknai sebagai pemilikan atau status istimewa bagi para tuan rumah dan orang-orang kaya.
Perubahan penting mengenai pengertian kewarganegaraan terjadi di abad XVII dan XIX.

2. Siapakah Warga Negara Indonesia?

a. Status Rakyat Indonesia pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda

Sebelum bangsa Belanda menguasai Indonesia, khususnya Pulau Jawa, situasi


masyarakat saat itu sudah tersusun secara hierarkis. Puncak hierarki terletak pada raja dan
keluarganya. Anak tangga di bawahnya diduduki oleh para pejabat tinggi yang mengabdi
raja, anak tangga di bawahnya lagi diduduki kaum ulama, militer, dan elit politik lain yang
memiliki kekuasaan legal. Rakyat biasa adalah abdi raja yang tidak memiliki kebebasan
individu, apalagi otonomi politik. Jadi, konsep kewarganegaraan belum dikenal.

b. Status Rakyat Indonesia Pasca Kemerdekaan

Yang ditetapkan sebagai bangsa Indonesia adalah bangsa Indonesia asli atau bangsa
lain yang disahkan dengan UU sebagai warga negara. Menurut UUD 1945 warga negara
memiliki status legal yang sama, dengan segala hak dan kewajiban yang melekat di
dalamnya.

c. Menjadi Warga Negara Indonesia

Secara prosedural, kewarganegaraan Indonesia diatur dalam undang-undang tentang


kewarganegaraan. Selain UU juga terdapat peraturan-peraturan lain berupa Keputusan
Presiden, Instruksi Presiden, Peraturan Pemerintah maupun Surat Keputusan Bersama
Menteri Kehakiman dan Menteri Dalam Negeri. Dalam UU Nomor 12 Tahun 2006
disebutkan empat asas yang digunakan untuk menentukan kewarganegaraan yakni ius
sanguinis, ius solii, kewarganegaraan tunggal, dan kewarganegaraan ganda.
Kewarganegaraan Indonesia dapat diperoleh atas dasar: 1) kelahiran, 2) pemberian status, 3)
pengangkatan, 4) permohonan, 5) naturalisasi, 6) perkawinan, dan 7) kehormatan. Untuk
menghindari kasus tanpa kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda, negara dapat
memberikan status warga negara bagi anak yang dilahirkan di luar negeri dengan salah satu
orang tua (ayah atau ibu) adalah WNI, sedangkan yang satu lagi bukan WNI.

d. Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia

WNI dapat kehilangan kewarganegaraannya karena hal-hal berikut ini: a) atas


kemauan sendiri menjadi WNA; b) melanggar asas kewarganegaraan tunggal (ketentuan ini
berlaku bagi WNI yang memiliki kewarganegaraan asing dan tidak mau melepaskan status
WNA-nya); c) masuk dinas tentara asing tanpa seizin Presiden; d) tinggal di luar wilayah
negara Indonesia, tidak dalam rangka dinas negara selama 5 tahun berturut-turut dan,
sebelum jangka 5 tahun berakhir, dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk
mempertahankan kewarganegaraannya, serta setiap 5 tahun berikutnya yang bersangkutan
tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI; dan e) perkawinan dengan WNA
(ketentuan ini berlaku bagi, WNI, perempuan atau laki-laki yang menikah dengan pasangan
dari negara yang memiliki peraturan bahwa orang asing yang menikah dengan warga
negaranya harus menjadi warga negaranya pula).

3. Prinsip-prinsip dalam Hubungan Timbal-Balik: Negara dan Warga Negara

Untuk mencapai tujuan negara Indonesia, sebagaimana yang tertuang dalam alinea
keempat Pembukaan UUD 1945, UUD telah menetapkan prinsip-prinsip dasar yang menjadi
pedoman berbangsa dan bernegara bagi pemerintahan maupun rakyat. Prinsip-prinsip itu
meliputi sila-sila Pancasila, prinsip negara kesatuan yang berbentuk republik, prinsip
kedaulatan rakyat, dan prinsip negara hukum.

4. Hak dan Kewajiban Warga Negara

Secara umum, hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang atau kelompok yang satu
terhadap yang lain atau terhadap masyarakat. Ada beberapa jenis hak yang kita kenal, yaitu a)
hak legal dan moral, b) hak khusus dan umum, c) hak positif dan negatif, d) hak individual
dan sosial (Bertens, 2000: 179-187)

a. Hak Asasi Manusia

Dari perspektif sejarah, kesadaran atas HAM dalam diri manusia dan pada bangsa-
bangsa dapat dikelompokkan ke dalam tiga generasi (Budiardjo, 2008: 212). Generasi
pertama lahir di negara-negara Barat, yaitu generasi yang melahirkan kesadaran akan hak-hak
sipil dan politik. Generasi kedua merupakan generasi dengan kesadaran akan hak ekonomi,
sosial, dan budaya, yang diperjuangkan oleh negara-negara sosialis pada masa Perang Dingin
(tahun 1945—1970-an). Pemikiran tentang HAM pada generasi kedua ini didukung oleh
banyak pemikir Barat serta negara-negara yang baru merdeka di Asia-Afrika. Generasi ketiga
ialah generasi yang memiliki kesadaran untuk memperjuangkan hak atas perdamaian dan hak
atas pembangunan di negara-negara Dunia Ketiga.

b. HAM dan UUD 1945

Terdapat perbedaan yang cukup signifikan, khususnya menyangkut pasal-pasal berisi


HAM, dalam UUD 1945 sebelum amandemen dan yang sesudah amandemen. Dalam UUD
1945 sebelum amandemen, pasal tentang HAM tidak dicantumkan secara khusus sehingga
timbul pertanyaan, apa yang melatarbelakangi para perumus UUD 1945 sehingga mereka
tidak memasukkan pasal-pasal tersebut. Pasal-pasal tentang hak warga negara tetap tak
berubah hingga terjadinya amandemen UUD 1945. Perubahan terjadi setelah bangsa
Indonesia menempuh jalan gelap pada masa Orde Baru.

c. Hak Konstitusional Warga Negara

Dalam praktik kehidupan bernegara, UU dapat menimbulkan kerugian bagi pihak-


pihak tertentu. Oleh karena itu, pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan
konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan oleh berlakunya UU tersebut dapat
mengajukan permohonan pemberhentian terhadap UU NRI 1945.

d. Implementasi Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Kehidupan Sehari-hari

(1) Keamanan

Perlindungan dan jaminan pemerintah atas keamanan ini diperlukan oleh setiap orang
karena ancaman terhadap penduduk bisa datang dari luar yaitu serangan bangsa lain, dan
secara internal berupa tindakan kriminal. Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang juga
dijamin keamanannya terhadap tindakan negara yang tidak adil, misalnya tindakan
penangkapan tanpa alasan yang mencukupi.

(2) Kesetaraan

Seluruh warga negara tanpa memandang suku, agama, budaya, aliran politik, profesi
dan status sosial-ekonomi diperlakukan setara. Kesetaraan ini menempatkan setiap warga
negara mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian yang adil, dan perlakuan yang
sama di hadapan hukum.

(3) Kemerdekaan (independensi)

Kemerdekaan menempatkan individu sebagai “persona” atau pribadi yang


bermartabat di dalam negara. Ada beberapa hak kemerdekaan yang dimiliki warga negara,
antara lain: 1) hak untuk mengeluarkan pendapat dan mendapatkan informasi, 2) hak
berserikat, 3) hak untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya
masing-masing, 4) hak untuk memilih dalam pemilu, 5) hak untuk berpartisipasi dalam
pemerintahan.

e. Batasan-batasan terhadap Hak dan Kebebasan Warga Negara

Pasal 73 dan 74 UU Nomor 39 Tahun 1999, dan Pasal 28 UUD 1945 tentang HAM
telah mengatur batasan-batasan tentang hak dan kebebasan warga negara. Hal itu dilakukan
untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan
orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa.

f. Kewajiban Warga Negara

Kewajiban warga negara menuntutnya melakukan sesuatu dan jika dia tidak
melakukannya maka dia dapat dikenai denda atau, dalam kasus tertentu, bahkan dapat
dipenjara. Beberapa kewajiban yang harus dijalankan setiap warga negara, antara lain ialah 1)
menjunjung/mematuhi hukum dan pemerintahan, 2) membela negara, 3) membayar pajak, 4)
mengikuti pendidikan dasar (wajib sekolah), dan 5) menghormati hak asasi orang lain.

5. Kewajiban dan Hak Negara

Kewajiban negara secara implisit termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 yakni pada
alinea keempat yang berisi tujuan negara yang harus dilaksanakan setiap pemerintahan.
Negara harus membuat kebijakan-kebijakan untuk dapat memenuhi hak-hak warga negara,
yaitu hak atas kehidupan, hak beragama, hak mengemukakan pendapat, hak untuk mendapat
pekerjaan yang layak, pendidikan, dan seterusnya. Pemenuhan kewajiban negara tentu
memiliki konsekuensi bagi warga negara—yang pada gilirannya menjadi hak negara.

6. Evaluasi Kritis terhadap Hubungan Timbal-balik antara Negara dan Warga Negara

Adapun pemenuhan hak-hak politik ternyata tidak diimbangi dengan pemenuhan hak
warga negara di bidang sosial-ekonomi dan budaya. Dapat dikatakan bahwa masalah
keamanan, kesetaraan, dan kebebasan tetap menjadi masalah penting dalam hidup berbangsa
dan bernegara. Melalui hubungan kerja sama atau hubungan timbal-balik antara negara dan
warga negaralah penyelenggaraan negara dapat terarah pada cita-cita bersama sebagaimana
tertuang dalam pembukaan UUD 1945.

BAB V
1. Hubungan Antarbangsa

Hubungan antarbangsa tidak selamanya serasi karena menyangkut kepentingan


nasional masing-masing. Kepentingan nasional antara dua bangsa/negara dapat berbeda,
malah saling berbenturan. Perbedaan kepentingan yang menimbulkan pertentangan biasanya
disebut konflik. Dalam perkembangannya konflik dapat meruncing dan berlanjut dengan
penggunaan senjata. Keadaan terakhir itu disebut perang.
2. Peran Indonesia dalam Hubungan Antarbangsa

Kebijakan politik bebas aktif dilakukan untuk menghadapi kenyataan adanya dua blok
negara pemenang Perang Dunia II. Pada abad 20, Indonesia bersama India, Pakistan, Sri
Lanka dan Myanmar berupaya agar negara baru tidak terseret ke dalam salah satu kubu dari
Blok Barat dan Blok Timur, dengan maksud agar dapat meredakan ketegangan dunia.
Gerakan Nonblok berperan penting dalam meredam konflik atau perang dingin.

3. Berbagi Kecenderungan di Era Globalisasi

Konflik fisik masih terjadi baik dalam rangka perebutan wilayah secara fisik maupun
melalui maya, yaitu melalui pengaruh budaya, ekonomi dan sebagainya, yang berawal dari
perebutan sumber daya alam. Kecenderungan politik sebenarnya menjadi penyebab awal
kebangkitan demokrasi, terutama di negara-negara blok Timur dan di negara-negara sedang
berkembang. Kecenderungan ekonomi terjadi karena pergeseran pusat perekonomian dunia
ke arah kawasan negara-negara Pasifik. Kecenderungan sosial budaya juga diakibatkan oleh
kemajuan teknologi telekomunikasi dengan makin berkembangnya teknik informatika.
Kecenderungan bentuk pertahanan keamanan dipengaruhi oleh runtuhnya blok Timur yang
merupakan isyarat perubahan pada visi, misi, strategi, dan konsep politik nasional.

4. Indonesia dan Globalisasi

Indonesia pada awal era ini juga dilanda bencana nasional, yang berawal dari krisis
ekonomi dan moneter dan kemudian berkembang menjadi krisis budaya yang menyentuh
segenap sendi kehidupan bangsa. Masyarakat kita berpikir dan bertindak cepat atas dasar
intuisi tanpa memperhitungkan akibat perilakunya. Salah satu akibatnya adalah budaya ke-
kerasan menjadi menonjol. Penggunaan kekerasan yang menonjol ini juga merupakan salah
satu cerminan dari kebangkitan demokrasi (Wright, 1942: 4—7). Untuk menghadapi
globalisasi, kerja sama bilateral saja tidak cukup sehingga harus dikembangkan kerja sama
regional dan internasional. Kerja sama regional merupakan strategi untuk menghadapi negara
yang lebih kuat sehingga negara-negara anggota mempunyai posisi tawar yang lebih kuat
pada era perdagangan global.

Anda mungkin juga menyukai