Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 3

BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 8


BAB I
PENDAHULUAN

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


mendefinisikan desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur urusan pemerintahan, prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa desa
merupakan suatu wilayah yang masih memegang nilai-nilai tradisional ke dalam
lingkungannya. Menurut Adisasmita dalam Andini (2017) mendefinisikan pembangunan desa
merupakan kegiatan pembangunan yang berlansung di desa dan dalam hal ini dilakukan secra
terpadu dan memiliki ciri khas gotong royong. Dari definisi tersebut dapat dikatakan di dalam
desa masyarakat memiliki nilai-nilai sosial yang tinggi seperti adanya kerjasama dalam hal
gotong royong. Namun potensi desa yang kaya akan nilai-nilai budaya tersebut tidak
membuat desa menjadi kaya secara ekonomi. Kemiskinan menjadi salah satu permasalaahn
yang ada di desa, data dari BPS pada tahun 2015 mengungkapkan bahwa 62.65% persentase
penduduk miskin di Indonesia ada di desa (Zamroni, 2015) . Pada tahun 2016, Menteri PPN,
Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa tercatat dari 74.954 desa di Indonesia bahwa
26% merupakan daerah yang tertinggal, yang mana penduduknya mayoritas masyarakat
miskin dan belum mandiri secara perekonomian (nusantara.rmol.co, 2016). Oleh karena itu,
desa merupakan wilayah yang perlu direncanakan pembangunannya karena masih banyak
desa yang belum memadai dalam hal sarana-prasarana maupun sumber daya manusianya.

Banyaknya permasalahan di desa membuat pemerintah merencanakan sejumlah


program demi mendukung pembangunan desa seperti program nawakerja yang salah satunya
adalah desa mandiri. Desa mandiri ini merupakan cita-cita negara terhadap desa-desa di masa
depan agar mampu mengelola sumber daya yang ada dengan maksimal sehingga tidak
tergantung dengan daerah lainnya. Program lainnya dalam nawacita yaitu dapat
menyelamatkan desa terutama yang berada di daerah perbatasan (Zamroni, 2015). Dalam
pembangunan tersebut diperlukan untuk melihat hal-hal yang dapat mendukung
pembangunan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan pembangunan
menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004) dalam Kartikawanto (2013) ialah lingkungan,
sumber daya manusia, sistem, ilmu pengetahuan, dan pendanaan. Lebih rinci lagi Midgley
dalam mengemukakan bahwa dalam membangun suatu desa diperlukan proses dan

Page 1 of 11
intervensi. Untuk dapat memajukan masyarakat harus dapat berorientasi pada proses dalam
pembangunan tersebut, dan tidak mementingkan hasil yang hanya dipersembahkan pada
masyarakat. Selain itu, intervensi dimaksudkan sebagai perlunya campur tangan dari banyak
pihak terutama pemerintah untuk dapat mengembangkan sumber daya. Dari penjelasan
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dalam perencanaan pembangunan suatu desa,
diperlukan bantuan dari stakeholder terkait, selain itu orientasi dalam pembangunan tidak
hanya terpusat pada hasil melainkan pada proses yang dapat membentuk masyarakat desa
tersebut, selain itu dalam pembangunan tentunya diperlukan pembiayaan agar pembangunan
dapat terlaksana dengan baik. Arsyadalam Kartikawanto (2013) menyebutkan bahwa dalam
membangun suatu daerah salah satu strategi pembangunan daerah didasarkan kekhasan
daerah tersebut, yang mana menggunakan sumber daya manusia dan lokalnya, serta
kelembagaan yang ada. Oleh karena itu, salah satu strategi yang tepat di desa adalah dengan
membangun sesuai dengan potensi daerah yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebelum melakukan pembangunan, diperlukan adanya pengkajian terhadap
permasalahan yang ada di desa. Hal ini dilakukan agar pembangunan lebih terarah dan tepat
sasaran. Menurut Abe dalam Kartikawanto (2013) dalam perencanaan pembangunan
diperlukan tahapan yaitu, penyelidikan, perumusan masalah, identifikasi daya dukung,
perumusan tujuan dan target, merumuskan langkah-langkah, dan menentukan anggaran.
Dalam mengidentifikasikan permasalahan pembangunan yang ada di desa diperlukan
partisipasi dari masyarakat (Purwaningsih, 2008,). Strategi ini mempunyai sifat yang penting,
yang mana partisipatif masyarakat menjadi alat untuk pemerintah mengetahui informasi
mengenai kondisi nyata yang ada di desa, baik dari sifat masyarakat maupun kebutuhannya.
Selain itu, masyarakat dapat mempercayai program yang sedang dilakukan pemerintah untuk
perencanaan pada masyarakat setempat, dan perencanaan berbasis partisipatif masyarakat
pada dasarnya merupakan hak masyarakat itu sendiri untuk dapat dilibatkan dalam setiap
proses perencanaan. Menurut Samonte dalam Purwaningsih (2008) partisipasi masyarakat
secara lansung dalam proses pembangunan merupakan konsep pembangunan desa yang ideal.
Oleh sebab itu, peran masyarakat dalam pembangunan desa sangat diperlukan terlebih untuk
mengetahui permasalahan yang ada di desa.

Pada desa yang tertinggal, menurut BAPPENAS dalam Murni (2014) salah satu
indikatornya adalah karena sulit dijangkau, yang mana letaknya jauh dari pusat kota. Selain
itu, aksesibiltas sulit untuk ditempuh karena faktor geografis jalan yang terjal, atau pun
merupakan daerah pegunungan, serta desa yang berada di pulau-pulau terpencil. Dari segi
jaringan transportasi maupun media komunikasi susah untuk terjangkau. Dari sisi sumber
daya alam, desa biasanya memiliki sumber daya alam yang besar, seperti hasil perkebunan
maupun pertaniannya. Kemudian sumber daya manusia yang ada di desa dari segi
pengetahuan maupun keterampilan masih terbatas. Hal ini dikarenakan kurangnya tingkat
pendidikan yang ada di masyarakat. Keterbatasan saranadan prasarana yang memadai juga
menjadi salah satu unsur dimana tidak bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang
ada di desa. Selain sarana pendidikan, sarana prasarana kesehatan, irigasi, air bersih,
transportasi dan komunikasi juga menjadi permasalahan. Hal-hal tersebut merupakan
permasalahan umum yang seringkali ada di desa-desa di Indonesia.

Salah satu unsur utama untuk dapat memajukan perekonomian serta kesejahteraan
masyarakat adalah melalui pemberdayaan sumber daya manusia. Sumber daya manusia
Page 3 of 11
didefiniskan dalam Murni (2014) sebagai potensi yang terkandung dalam diri tiap individu
untuk dapat mewujudkan peran sebagai makhluk sosial yang adaptif, yang memiliki
kemampuan untuk dapat mengelola alam demi mencapai kesejahteraan dalam tatanan
kehidupan. Masyarakat perdesaan sebenarnya memiliki potensi yang besar terlebih dari segi
sumber daya alam dan sumber daya sosial, namun belum dapat dioptimalkan dengan baik.
Rasa gotong royong antar masyarakat dapat menjadi kekuatan utama dalam membangun
perekonomian. Di Indonesia saat ini pemerintah berupaya untuk dapat mensejahterakan
masyarakat dengan konsep pembangunan yang berbasis ekonomi kreatif.

Kementerian Perdagangan mengungkapkan ekonomi kreatif ialah industri yang


berasal dari pemanfaatan kreativitas , serta keterampilan dan bakat individu yang dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan keuntungan (Fauzan, 2016). Di Indonesia, ekonomi kreatif
menyumbangkan 4,11% untuk PDB dan 3,75% untuk menyerap tenaga kerja. Bahkan
ekonomi kreatif menjadi program nasional yang mana diperkuat dengan adanya intruksi
Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang pengembangan Ekonomi Kreatif sebagai Program
Nasional. Sekretaris Jenderal Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengungkapkan beberapa sub
sektor ekonomi kreatif yaitu arsitektur, desain, film, video, dan fotografi, kuliner, kerajinan,
mode, musik, penerbitan dan percetakan, permainan interaktif, periklanan, riset dan
pengembangan, seni rupa, seni pertunjukan, teknologi informasi, dan televisi atau radio
(Kemenpar.go.id, 2014). Dalam hal ini desa-desa di Indonesia tentunya memiliki potensi
lokal seperti desa di kawasan perbukitan atau dataran tinggi yang memiliki kekayaan hasil
perkebunan, atau desa yang berada di pesisir memiliki potensi terhadap sumber daya laut
yang melimpah. Khususnya desa di Indonesia juga memiliki nilai-nilai budaya serta kearifan
lokal yang dapat digunakan untuk meningkatkan perekonomian. Potensi yang ada tersebut
dapat menjadi industry/ekonomi kreatif apabila dikembangkan dan dioptimalkan dengan
baik. Ekonomi kreatif tidak hanya berbicara tentang menambah nilai secara ekonomi tetapi,
menjadi nilai tambah secara sosial, budaya, dan lingkungan, dalam hal ini ekonomi kreatif
mampu untuk meningkatkan citra bangsa apabila produknya memiliki ciri-ciri kebudayaan
yang khas (Nandini, 2016). Namun untuk dapat mengembangkan ekonomi kreatif diperlukan
pemberdayaan masyarakat terlebih dahulu, hal ini dikarenakan ekonomi kreatif berbicara
tentang kemampuan untuk dapat mengelola suatu produk menjadi barang yang berbeda dan
dapat dikonsumsi secara umum. Ekonomi kreatif sangat perlu dikembangkan terlebih untuk
menghadapi tantangan ke depannya hingga 10 tahun ke depan, dikarenakan kebutuhan
manusia sangat ini sangat variatif dan apabila tidak adanya inovasi maka akan mudah untuk
tenggelam pada zaman ini. Hal-hal yang dapat mempengaruhi usaha ekonomi kreatif menurut
William Dumm dalam Nandini (2016) yaitu output dan dampak. Keluaran atau output
merupakan sebuah program atau kebijakan, atau barang yang diberikan kepada kelompok
tertentu. Sedangkan dampak ialah seberapa terrjadinya perubahan dari produk yang
dikeluarkan tersebut.

Untuk dapat mengimplementasikan ekonomi kreatif maka diperlukan sejumlah unsur


yang harus diatur yaitu antara lain menurut Krinet dan kinicki dalam Nandini (2016) yaitu,
metode pelaksanaan, pengaturan pada rencanan tujuan, pengaturan pengorganisasian, kondisi
masyarakat, dan faktor sosial. Konsep ekonomi kreatif sudah banyak diimplementasikan pada
desa-desa di Indonesia. Salah satunya ada di Desa Blawe, Kecamatan Purwoasri, Kabupaten
Kediri. Dalam hal ini Desa Blawe mengembangkan ekonomi kreatif dalam kerajinan korden.
Keberhasilan program ini ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi. Damapk
yang didapatkan dari ekonomi kreatif tersebut ialah terciptanya lapangan kerja dan
meningkatnya jumlah ekspor. Desa Blawe menjadi salah satu desa yang secara perekonomian
lebih maju dibandingkan desa-desa di sekitarnya yang tidak mengembangkan ekonomi
kreatif. Masyarakat Desa Blawe dulunya hanya bermata pencaharian sebagai petani maupun
pedagang. Selain itu secara sosial, peningkatan toleransi secara sosial, dan mengurangi
kesenjangan sosial antar masyarakat (Nandini, 2016). Selain itu, dalam daerah yang lain,
yaitu Desa Harjomulyo, tepatnya di Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, mengembangkan
ekonomi kreatif dengan sumber daya dari kopi. Desa Harjomulyo merupakan desa yang
memiliki potensi pertanian dan perkebunan khususnya tanaman kopi. Namun, keadaan
tersebut tidak membuat kehidupan masyarakat menjadi naik dikarenakan sebesar 6.144 jiwa
merupakan masyarakat yang dikatergorikan penduduk miskin. Selain itu, tingkat pendidikan
masyarakatnya juga rendah. Namun dengan adanya implementasi terhadap konsep ekonomi
kreatif yaitu berupa hiasan dari limbah pohon kopi, membuat kehidupan masyarakat di desa
tersebut naik dengan meningkatnya keterampilan masyarakat. Selain itu, hasil dari
pemberdayaan masyarakat tersebut dapat memandirikan masyarakat miskin di desa tersebut
dan menjadi alternative sumber pendapatan untuk masyarakat (As’ari, 2015).

Konsep ekonomi kreatif apabila diterapkan di banyak desa di Indonesia akan mampu
mewujudkan cita-cita negara yaitu dengan adanya Desa Mandiri. Hal ini dikarenakan
tantangan ke depannya di Indonesia pada tahun 2025 akan mendapatkan bonus demografi.
Bonus demografi akan menjadi suatu ancaman apabila masyarakat tidak dapat mandiri secara
finansial, atau masih tergantung dengan daerah di sekitarnya. Menurut Menteri Desa,
Pembangunan Daerah tertinggal, dan Transmigrasi, Marwan Jafar, di Indonesia ke depannya
akan mengahadapi tantangan seperti desa tidak menjadi daya tarik penduduk, tingginya
urbanisasi dikarenakan sedikitnya lapangan pekerjaan di desa, serta masih tingginya jumlah
keluarga miskin (news.detik.com, 2015). Keadaan tersebut harus ditekan dengan cara
mendukung program ekonomi kreatif serta mengimplementasikannya. Dari hal tersebut maka
banyak hal yang perlu dipersiapkan antara lain: pengembangan dan pemanfaatan media
(goodnewfromIndonesia.id, 2017). Masyarakat desa harus dikembangkan untuk belajar
memanfaatkan teknologi terutama teknologi komunikasi demi memasarkan produk dari
ekonomi kreatif tersebut. Hal ini membutuhkan peran dari pemerintah daerah dikarenakan
saat ini masyarakat desa masih banyak yang sulit dalam mengakses dunia luar akibat dari
keterbatasan jaringan dan prasarana telekomukasi. Pemerintah Desa harus menyediakan
jaringan secara online serta membangun sistem aplikasi e-Government guna meningkatkan
kualitas pelayanan dan pengambilan keputusan (Hartono,2010) . Selain itu diperlukan juga
manajemen yang baik dalam pengelolaan ekonomi kreatif tersebut. Masyarakat desa
khususnya harus dibina untuk dapat memanajemen dari skala produksi hingga pembiayaan
dan pemasaran. Keberhasilan dari ekonomi kreatif ini tergantung dari kader-kader
pemberdayaan masyarakat desa (KPMD). KPMD dalam hal ini mempunyai fungsi untuk
dapat memfasilitasi masyarakat dalam penulisan usulan maupun pelaksanaan kegiatan (Hadi,
2013). Konsep pemberdayaan masyarakat desa dengan berbasis ekonomi kreatif merupakan
solusi terbaik untuk menghadapi tantangan masyarakat global ke depannya, bahkan untuk 10
tahun kemudian.

.
BAB III
PENUTUP

Tantangan Indonesia ke depannya akan semakin banyak. Salah satu permasalahan


yang cukup menjadi sorotan ialah masalah kemiskinan. Banyak penduduk miskin di
Indonesia berasal dari desa. Oleh karena itu diperlukan cara khusus untuk mengatasi
tantangan dan permasalahan di desa. Pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi kreatif
merupakan salah satu konsep agar kehidupan perdesaan semakin maju. Ekonomi kreatif dapat
berkembang apabila semua unsur dapat berperan seperti masyarakat maupun pemerintah.
Selain itu, diperlukan juga penyediaan sarana dan prasarana pendukung guna merealisasikan
ekonomi kreatif. Banyak desa di Indonesia sudah mengeimplementasikan konsep ini dan
membawa dampak yang positif seperti bertambahnya pendapatan masyarakat serta naiknya
rasa toleransi antar masyarakat. Konsep tersebut tentunya tidak akan menghilangkan nilai-
nilai yang ada di dalam masyarakat seperti gotong royong, terlebih ekonomi kreatif
menekankan pada pengembangan potensi yang dapat mencirikan kekhasan lokal sehingga
masyarakat desa juga tidak akan kehilangan indentitas dirinya yang masih menganut nilai-
nilai tradisional. Konsep Pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi lokal akan mampu
membawa desa menjadi suatu daerah yang memiliki daya tarik bagi masyarakat dan
permasalahan minimnya lapangan pekerjaan di desa dapat teratasi sehingga, dapat
mengurangi angka urbanisasi ke kota.

Page 7 of 11
DAFTAR PUSTAKA

Andini, Ully Hikmah, dkk. 2017. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Dari Desa Tertinggal
Menuju Desa Tidak Tertinggal (Studi Di Desa Muktiharjo Kecamatan Margorejo
Kabupaten Pati). Jurnal administrasi Publik (JAP) 2(12):7-11

As’ari, Ahmad Hisyam, dkk. 2015. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Ekonomi Kreatif
Melalui Pelatihan Pembuatan Produk Hiasan Dari Limbah Pohon Kopi (Studi Kasus
Pada Masyarakat Miskin Perkebunan Kopi Di Desa Harjomulyo Kecamatan Silo
Kabupaten Jember). Artikel Ilmiah Mahasiswa.

Fauzan, Angga. 2016. Pengembangan Ekonomi Kreatif Lokal Desa Tuman dengan
Pendekatan Komunikasi Visual untuk Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean.
Prosiding Seminar Nasional INDOCOMPAC.

Hadi, Andika Rismayanti, dkk. 2013. Peranan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa
(Kpmd) Dan Partisipasi Masyarakat Pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Mandiri Perdesaan (Pnpm-Mp) Di Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus. JIIA
1(1): 66-72

Hartono, dkk. Electronic Government Pemberdayaan Pemerintahan Dan Potensi Desa


Berbasis Web. Jurnal Teknologi Informasi 6(1):9-21

Kartikawanto, Iwan. 2013. Perencanaan Pembangunan Partsipatif di Kelurahan dan Desa.


Jurnal Ilmiah Administrasi Publik 14(1):464-480

Murni, Ruaida. 2014. Sumber Daya Dan Permasalahan Sosial Di Daerah Tertinggal: Kasus
Desa Patoameme, Kabupaten Boalemo. Sosio Konsepsia 4(1):260-273

Nandini, Rensi Mei. 2016. Dampak Usaha Ekonomi Kreatif Terhadap Masyarakat Desa
Blawe Kecamatan Purwoasri kabupaten Kediri. Jurnal Kebijakan dan Manajemen
Publik 4(1):1-11

Purwaningsih, Ernawati. 2008. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Desa. Jurnal


Sejarah dan Budaya 3(6):443-452

Puskompublik. 2014. Siaran Pers : Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif 2015-2019.


http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2617. 25 Maret 2018 (21:51)

Page 8 of 11
Ratya, Mega Putra. 2015. Ini Tiga Tantangan dalam Program Desa Membangun Indonesia.
https://news.detik.com/berita/3050182/ini-tiga-tantangan-dalam-program-desa-
membangun-indonesia. 26 Maret 2018 (00:56)

Tama, Dantika Ovi Era, dan Yanuardi. 2014. Dampak Badan Usaha Milik Desa (Bumdes)
Bagi Kesejahteraan Masyarakat Di Desa Karangrejek Kecamatan Wonosari
Kabupaten Gunungkidul. S1 thesis, UNY

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Yulianti, Rizkia. 2017. Tantangan Indonesia Wujudkan Ekonomi Kreatif.


https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/10/25/indonesia-mewujudkan-ekonomi-
kreatif. 25 Maret 2018 (23:54)

Zamroni, Sunaji. 2015. Desa Mengembangkan Penghidupan berkelanjutan. Yogyakarta:


Institute for Research and Epowerment (IRE)

Zul. 2016. 26 Persen Desa Di Indonesia Masuk Kategori Tertinggal.


http://nusantara.rmol.co/read/2016/10/19/265009/26-Persen-Desa-Di-Indonesia-
Masuk-Kategori-Tertinggal-. 25 Maret 2018 (21:28)

Anda mungkin juga menyukai