Anda di halaman 1dari 16

I.

DAUR ULANG

Daur-ulang limbah pada dasarnya telah dimulai sejak lama. Di


Indonesiapun, khususnya di daerah pertanian, masyarakat sudah mengenal daur
ulang limbah, khususnya limbah yang bersifat hayati,seperti sisa makanan, daun-
daunan dsb.Daur ulang merupakan proses pengolahan kembali barang-barang
yang dianggap sudah tidak mempunyai nilai ekonomis lagi melalui proses fisik
maupun kimiawi atau kedua-duanya sehingga diperoleh produk yang dapat
dimanfaatkan atau diperjualbelikan lagi.(Iswanto, 2016 : 180)
Salah satu yang dapat didaur ulang adalah sampah plastik. Sampah plastik
ini sering kita abaikan karna keberadaannya yang kita anggap sudah wajar.
Akibatnya, jika kita lihat secara kasat mata saja plastik-plastik tersebut sudah
berserakan hampir di setiap inci lingkungan kita. Jika hal ini dibiarkan terus
menerus maka akan menjadi masalah dalam sanitasi lingkungan.

Plastik mudah terbakar,sehingga mengakibatkan ancaman terjadinya


kebakaran pun semakin meningkat. Asap hasil pembakaran bahan plastik sangat
berbahaya karena mengandung gas-gas beracun seperti hidrogen sianida (HCN)
dan karbon monoksida (CO). Hidrogen sianida berasal dari polimer berbahan
dasar akrilonitril, sedangkan karbon monoksida sebagai hasil pembakaran tidak
sempurna. Hal inilah yang menyebabkan sampah plastik sebagai salah satu
penyebab pencemaran udara dan mengakibatkan efek jangka panjang berupa
pemanasan secara global pada atmosfer bumi.(Anggraeni, 2012 : 53)

Sudah umum dipahami plastik hampir mustahil diurai secara alami,


sekalipun itu plastik tipis yang ringan sekali. Untuk bisa diurai mengandalkan
bantuan alam, diperlukan waktu hampir 1.000 tahun agar molekul dan partikel
plastik itu bisa menyatu dengan tanah atau air walaupun plastik itu berasal dari
polimerasi. Jika dibakar, sampah plastik akan menghasilkan asap beracun yang
berbahaya bagi kesehatan yaitu jika proses pembakaranya tidak sempurna,sampah
plastik akan menghasilkan asap beracun berupa senyawa dioksin yang justru
berbahaya bagi kesehatan. (Kumar, 2011 : 895).
Daur ulang (recycle) sampah plastik dapat dibedakan menjadi empat cara
yaitu daur ulang primer,daur ulang sekunder, daur ulang tersier dan daur ulang
quarter. Daur ulang primer adalah daur ulang limbah plastik menjadi produk yang
memiliki kualitas yang hampir setara dengan produk aslinya. Daur ulang cara ini
dapat dilakukanpada sampah plastik yang bersih, tidak terkontaminasi dengan
material lain dan terdiri dari satu jenis plastik saja.Daur ulang sekunder adalah
daur ulang yang menghasilkan produk yang sejenis dengan produk aslinya tetapi
dengan kualitas dibawahnya. Daur ulang tersier adalah daur ulang ampah plastik
menjadi bahan kimia atau menjadi bahan bakar. Daur ulang quarter adalah proses
untuk mendapatkan energi yang terkandung di dalam sampah plastic. (Kumar,
2011 : 895).
Secara sederhana, daur-ulang adalah upaya untuk mendapatkan sesuatu
yang berharga dari sampah, seperti kertas koran diproses agar tinta-nya
disingkirkan (deink), atau repulping yang akan dihasilkan bahan kertas baru.
Dikenal terminologi lain, seperti reuse, direct recycling, indirect recycling:
a. Reuse: contoh botol minuman, dipakai ber-ulang dari produsen minuman
ke konsumen setelah melalui proses pencucian dan pengisian minuman.
Reuse adalah opsi yang paling diinginkan, karena enersi dan biaya yang
dibutuhkan paling sedikit.(Dhamanhuri, 2010 : 27).
b. Direct recycling: contoh botol minuman, suatu ketika botol tersebut
setelah tiba di produsen minuman dianggap kurang layak untuk diteruskan,
lalu botol tersebut dikirim ke pabrik pembuat botol untuk dilebur untuk
dijadikan bahan pembuat botol baru. Biaya yang dibutuhkan akan lebih
tinggi dibandingkan reuse. Bila bahan cullet (bahan kaca) ini ternyata
lebih mahal dibandingkan biaya dari bahan baku murni, misalnya karena
adanya biaya pengangkutan, maka opsi ini jelas kurang menguntungkan
untuk diteruskan. Bahan yang diproses dengan cara ini kemungkinan
mengalami degradasi dari segi kualitas, misalnya kertas atau plastik. Serat
kertas yang diproses berulang-ulang akan mengalami penurunan kualitas,
ukurannya akan tambah lama tambah memendek. Jadi aspek biaya dan
kualitas perlu menjadi perhatian utama pada saat memutuskan apakah
perlu dilakukan direct recycling.(Dhamanhuri, 2010 : 27).
c. Indirect recycling: misalnya botol minuman di atas, ternyata dari sudut
kualitas bahan kurang baik, sudah pecah dan bercampur dengan gelas
warna lain yang, serta pengotor lain. Untuk memisahkan dibutuhkan upaya
yang mengakibatkan biayanya menjadi mahal. Maka pemanfaatan lanjut
adalah, bahan ini digunakan sebagai campuran bahan pelapais dasar
pembuatan jalan. Plastik yang ternyata tidak dapat digunakan sebagai
bahan baku pembuatan wadah yang baik, akan mengalami penurunan
derajat, misalnya digunakan untuk bahan baku barang yang tidak
membutuhkan persyaratan estetika (warna, dsb) atau sifat-sifat lain. Atau
dimanfaatkan sebagai sumber enersi, memproduksi gas bahan bakar dalam
prirolisis atau bahan bakar langsung dalam pabrik semen dalam eco-
cement. Proses indirect recycling ini dinilai mempunyai level yang
terendah, Biasanya, bila sebuah bahan telah mengalami proses indirect
recycling, akan sulit dan mahal biayanya bila hendak didaur-ulang
kembali, apalagi bila hendak dikembalikan pada posisi sebagai raw-
material aslinya. Penanganan akhir dari bahan yang demikian adalah
biasanya landfilling atau insinerasi. Jadi sebetulnya landfilling atau
insinerasi adalah digunakan sebagai upaya menangani limbah yang telah
tidak mempunyai nilai lagi untuk didaur-ulang.(Dhamanhuri, 2010 : 27).

Mengingat kandungan energi yang tinggi dari bahan plastik, maka potensi
pemanfaatannya sebagai salah satu sumber energi memiliki prospek yang cukup
bagus di masa mendatang. Hal ini apat diperoleh dua keuntungan sekaligus yaitu
mengurangi masalah sampah plastik dan juga menghasilkan energi yang bisa
digunakan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi konvensional.
Beberapa teknologi bisa digunakan untuk engkonversi sampah plastik menjadi
bahan bakar diantaranya yaitu konversi ke bahan bakar padat, konversi ke bahan
bakar cair dan konversi ke bahan bakar gas.(Surono, 2013 : 37 )
Berikut bebepa daur ulang yang dapat dilakukan terhadap sampah plastik
1.1 Mengkonversi sampah plastik menjadi bahan bakar minyak termasuk daur
ulang tersier. Merubah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak dapat
dilakukan dengan proses cracking (perekahan).Cracking adalah proses
memecah rantai polimer menjadi senyawa dengan berat molekul yang lebih
rendah. Hasil dari proses cracking plastik ini dapat digunakan sebagai bahan
kimia atau bahan bakar. Terdapat 3 macam proses cracking yaitu hidro
cracking,thermal cracking dan catalytic cracking.(Surono, 2013 : 37 ).

a. Hidro cracking, Hidro cracking adalah proses cracking dengan


mereaksikan plastik dengan hidrogen di dalam wadah tertutup yang
dilengkapi dengan pengaduk pada temperatur antara 423–673 K dan
tekanan hidrogen 3 –10 MPa. Dalam proses hydrocracking ini dibantu
dengan katalis. Untuk membantu pencapuran dan reaksi biasanya
digunakan bahan pelarut 1-methyl naphtalene, tetralin dan decalin.
Beberapa katalis yang sudah diteliti antara lain alumina, amorphous silica
alumina, zeolite dan sulphate zirconia.(Surono, 2013 : 37 ).
b. Thermal cracking Thermal crackingadalah termasuk proses pyrolisis,
yaitu dengan cara memanaskan bahan polimer tanpa oksigen. Proses ini
biasanya dilakukan pada temperatur antara 350 °C sampai 900 °C. Dari
proses ini akan dihasilkan arang, minyak dari kondensasi gas seperti
parafin, isoparafin, olefin, naphthene dan aromatik, serta gas yang
memang tidak bisa terkondensasi.(Surono, 2013 : 37 ).
c. Catalytic cracking, Cracking cara ini menggunakan katalis untuk
melakukan reaksi perekahan.Dengan adanya katalis, maka dapat
mengurangi suhu dan waktu reaksi.(Surono, 2013 : 37 ).

2.1. Menjadikan sampah plastik sebagai Bahan Pembuat Karbon Aktif,

Pemanfaatan limbah plastic terutama dari jenis polyethylene sebagai bahan


pembuat karbon aktif. Salah satu cara pengolahan limbah adalah dengan proses
adsorpsi menggunakan karbon aktif Karbon aktif tersebut nantinya diharapkan
dapat mereduksi kandungan phosphat didalam limbah cair.
Sampah plastik yang akan digunakan untuk membuat karbon aktif, berasal
dari jenis polyethylene. Sampah plastik tersebut didapatkan dari tempat
pengolahan sampah plastik di daerah Simongan Semarang.Tahap pertama untuk
persiapan pembuatan karbon aktif yaitu dengan membersihkan plastik dari
kotoran yang menempel pada permukaan dengan cara mencuci dengan air.
Kemudian plastic dipotong-potong menjadi kecil, hal ini bertujuan untuk
memudahkan pengoperasian saat dimasukkan ke dalam muffle furnace pada
proses karbonasi. Plastik yang telah dipotong-potong, dijemur di bawah terik
matahari sehingga menjadi kering.Tahap berikutnya adalah proses karbonasi,
dimana potongan-potongan plastic tersebut dimasukkan ke dalam cawan-cawan
porselen untuk kemudian dipanaskan dalam alat muffle furnace pada suhu 450 0C
selama 2 jam.(Wardhana, 2013 : 36)
Di dalam muffle furnace tersebut akan terjadi degradasi thermal terhadap
plastic polyethylene dengan suhu tinggi tanpa oksigen Karbon yang terbentuk
kemudian diayak dengan menggunakan ayakan mekanis.Ayakan yang digunakan
adalah ayakan No 30 (0,50mm), ayakan No 60 (0,25mm), ayakan No 100
(0,15mm), dan ayakan No 200 (0,08mm). Ayakan-ayakan ini kemudian disusun
dari atas ke bawah adalah ayakan No 30, No 60, No 100, No 200, kemudian
diayak mengunakan mesin. Karbon yang lolos ayakan No 30 dan tertahan pada
ayakan No 60 merupakan variasi ukuran adsorben 30-60 mesh. Sedangkan karbon
yang lolos dari ayakan No 100 dan tertahan pada ayakan No 200 merupakan
variasi ukuran adsorben 100-200mesh.(Wardhana, 2013 : 36)
Setelah menjadi karbon, selanjutnya karbon tersebut diaktivasi dengan
cara direndam menggunakan larutan acetone selama 24 jam. Kemudian setelah
dikeringkan di udara terbuka, karbon kembali dipanaskan dalam muffle furnace
pada suhu 7000C selama 1 jam, karbon direndam dengan larutan HCl 1M selama
2 jam, lalu karbon aktif dikeringkan dengan oven pada suhu 110oC.(Wardhana,
2013 : 37)
Selain cara-cara tersebut sampah plastik juga dapat didaur ulang dengan
mengkreasikan sampah tersebut menjadi karya kerajinan yang bernilai tanpa
melakukan peleburan terlebih dahulu, daur ulang ini dapat dilakukan dengan
menggabungkan lembaran-lembaran plastik sebagai bahan dasar baik dengan
menjahitnya atau menempelkannya pada material lain, berikut ini beberapa cohtoh
produk hasil daur ulang sampah plastik :

Gambar 2.1. kreasi dari limbah plastik


(sumber : Putra, 2010 : 30)

Gambar 2.2 hiasan rumah dari limbah plastik


(sumber : Putra, 2010 : 30)
Di Indonesia terminologi daur ulang sudah cukup lama digunakan, namun
selama ini pengertiannya bukan hanya identik dengan recycle, tapi digunakan juga
untuk menjelaskan aktivitas lain, seperti reuse dsb. Jadi terminologi ’daur-ulang’
di Indonesia biasanya digunakan untuk seluruh upaya pemanfaatan kembali.
sebelum terminologi 3R menjadi acuan umum dalam penanganan sampah dikenal
beragam terminologi yang menggunakan ”R”, seperti recovery, reduce, reuse,
recycle, refurbishment, repair, sampai kepada rethinking dan masih banyak lagi.
a. Reduce: upaya mengurangi terbentuknya limbah, termasuk penghematan
atau pemilihan bahan yang dapat mengurangi kuantitas limbah serta sifat
bahaya dari limbah.(Dhamanhuri, 2010 : 31).
b. Recovery: upaya untuk memberikan nilai kembali limbah yang terbuang,
sehingga bias dimanfaatkan kembali dalam berbagai bentuk, melalui
upaya pengumpulan dan pemisahan yang baik.(Dhamanhuri, 2010 : 31).
c. Reuse: upaya yang dilakukan bila limbah tersebut dimanfaatkan kembali
tanpa mengalami proses atau tanpa transformasi baru, misalnya botol
minuman kembali menjadi botol minuman.(Dhamanhuri, 2010 : 31).
d. Recycle: misalnya botol minuman dilebur namun tetap dijadikan produk
yang berbasis pada gelas.Bisa saja terjadi bahwa kualitas produk yang baru
sudah mengalami penurunan dibanding produk asalnya. Kosa kata inilah
yang paling sering digunakan. Mungkin dalam bahasa Indonesia kosa
katayang sepadan adalah daur-ulang.(Dhamanhuri, 2010 : 31).
e. Reclamation: bila limbah tersebut dikembalikan menjadi bahan baku baru,
seolah-olah sumber daya alam yang baru. Limbah tersebut diproses
terlebih dahulu, sehingga dapat menjadi input baru dari.(Dhamanhuri,
2010 : 31).

Gambar 2.3 konsep daur ulang sampah


Sumber : Dhamanhuri, 2010 : 31
Semua pihak di Indonesia sepakat bahwa program 3R dinilai sangat
bermanfaat, tetapi sampai saat ini upaya-upaya nyata belum terlihat. Perlu
kemauan semua fihak, bukan hanya penghasil sampah, tetapi juga stakeholders
lainnya, termasuk pemerintah untuk secara nyata menerapkan konsep ini .
(Dhamanhuri, 2010 : 31).Manfaat dari upaya tersebut dalam jangka panjang
antara lain adalah:
a. Berkurangnya secara drastis ketergantungan terhadap tempat pemrosesan
akhir.
b. Lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan sarana dan
prasarana persampahan.
c. Terciptanya peluang usaha bagi masyarakat dari pengelolaan sampah
(usaha daur ulang dan pengomposan).
d. Terciptanya jalinan kerjasama antara pemerintah kabupaten/kota dan
antara pemerintah dan
e. masyarakat/swasta dalam rangka menuju terlaksananya pelayanan sampah
yang lebih berkualitas.

f. Adanya pemisahan dan pemilahan sampah baik di sumber timbulan


maupun di tempat pembuangan akhir dan adanya pemusatan kegiatan
pengelolaan akan lebih menjamin terkendalinya dampak lingkungan yang
tidak dikehendaki.
II. TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR
Pembuangan akhir sampah merupakan tahap terakhir dalam pengelolaan
sampah. Menurut Depkes RI (1987:21), bahwa TPA sampah harus direncanakan
dengan baik karena bila tidak dapat mengakibatkan: tempat berkembang dan
sarang dari serangga dan tikus, sumber pengotoran tanah, air permukaan/air tanah
maupun udara dan menjadi sumber dan tempat hidup dari kuman-kuman yang
membahayakan kesehatan.
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) adalah sarana fisik untuk
berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah. TPA merupakan mata rantai
terakhir dari pengolahan sampah perkotaan sebagai sarana lahan untuk menimbun
atau mengolah sampah. Proses sampah itu sendiri mulai dari timbulnya di sumber
- pengumpulan - pemindahan/pengangkutan - pengolahan - pembuangan. Di TPA,
sampah masih mengalami proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu
panjang. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain
lebih lambat sampai puluhan dan ratusan tahun seperti plastik. Hal ini memberi
gambaran bahwa di TPA masih terdapat proses-proses yang menghasilkan
beberapa zat yang dapat mempengaruhi lingkungan. Zat-zat tersebut yang
mempengaruhi lingkungan itulah yang menyebabkan adanya bentuk-bentuk
pencemaran.(Nandi, 2005 : 57)
Menurut Azrul Azwar(1983:58), syarat yang harus dipenuhi dalam
membangun tempat pembuangan sampah adalah tempat tersebut dibangun tidak
dekat dengan sumber air minum atau sumber lainnyayang dipergunakan oleh
manusia, tidak pada tempat yang sering terkena banjir dan jauh daritempat tinggal
manusia, jaraknya sekitar 2 km dari perumahan penduduk
Gambar 2.1. bagan operasional pembuangan sampah
(sumber : Nandi, 2005 : 57)

Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA), ada sampah yang tidak langsung
dibuang dan ada yang langsung dibuang serta ada yang diolah secara fisik, kimia,
dan biologi. Sampah yang tidak langsung dibuang biasanya dilakukan
pemindahan dan pengangkutan. Pemindahan sampah tersebut diangkut pada
Tempat Pembuangan Akhir, sedangkan sampah yang langsung dibuang akan
ditampung pada Tempat Pembuangan Akhir. Untuk pengolahan sampah yang
dibagi secara fisik, kimia, dan biologi, sampah-sampah tersebut diuraikan terlebih
dahulu sesuai bahan sampahnya. .(Nandi, 2005 : 57).
Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terdapat syarat sebagai tempat
tersebut, syarat-syarat tersebut yang menjadi lokasi Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) yaitu :
a. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, rawan longsor, rawan
gempa, dll)
b. Bukan daerah rawan geologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air
c. Tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat
dengan sumber air, dll
d. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan >20%)
e. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan seperti bandara, pusat
perdagangan
f. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi.( Azrul , 1983:58)
TPA yakni Tempat Pembuangan Akhir memiliki fungsi sebagai akhir dari
pembuangan sampah yang telah dikumpulkan oleh petugas kebersihan sehingga
dibawa pada satu tempat sebagai penampungan sampah.Dalam TPA (Tempat
Pembuangan Akhir) memiliki berbagai fasilitas yang berfunsi antara lain :
a. Prasarana jalan yang terdiri dari jalan masuk/akses, jalan penghubung, dan
jalan operasi/kerja. Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin
lancar kegiatan pengangkutan sehingga efisiensi keduanya makin tinggi.
b. Prasarana drainase, berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air
hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan
sampah. Drainase ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona
penimbunan.
c. Fasilitas penerimaan, yaitu tempat pemeriksaan sampah yang datang,
pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Biasanya berupa
pos pengendali di pintu masuk TPA.
d. Lapisan kedap air, berfungsi mencegah rembesan air lindi yang terbentuk
di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya. Biasanya lapisan tanah
lempung setebal 50 cm atau lapisan sintesis lainnya
e. Fasilitas pengamanan gas, yaitu pengendalian gas agar tidak lepas ke
atmosfer. Gas yang dimaksud berupa karbon dioksida atau gas metan
f. Fasilitas pengamanan gas, yaitu pengendalian gas agar tidak lepas ke
atmosfer. Gas yang dimaksud berupa karbon dioksida atau gas metan
g. Alat berat, berupa bulldozer, excavator, dan loader.
h. Penghijauan, dimaksudkan untuk peningkatan estetika, sebagai buffer zone
untuk pencegahan bau dan lalat.
i. Fasilitas penunjang, seperti pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist
blower), kesehatan/keselamatan kerja, toilet, dan lain-lain.
Operasi dan Pemeliharaan TPA
Operasi dan pemeliharaan TPA merupakan hal yang paling sulit
dilaksanakan dari seluruh tahapan pengelolaan TPA. Meskipun fasilitas TPA yang
ada sudah cukup memadai, apabila operasi dan pemeliharaan TPA tidak dilakukan
dengan baik maka tetap akan terjadi pencemaran lingkungan.(Nandi, 2005 : 59)
Untuk menghindari terjadinya dampak negatif yang mungkin timbul ,
maka pengoperasian pembuangan akhir sampah dilakukan dengan
memperhatikan hal-hal sebagai berikut. Penerapan sistem sel memerlukan
pengaturan lokasi pembuangan sampah yang jelas termasuk pemasangan rambu-
rambu lalu lintas truk sampah , kedisiplinan sopir truk untuk membuang sampah
pada sel yang telah ditentukan dan lain-lain :

a. Pemadatan sampah sedemikian rupa agar dapat mencapai kepadatan 700


kg/m3, yaitu dengan lintasan alat berat 5 x. Untuk proses pemadatan pada
lapis pertama perlu dilakukan secara hati-hati agar alat berat tidak sampai
merusak jaringan pipa leachate yang dapat menyebabkan kebocoran
leachate.
b. Penutupan tanah dilakukan secara harian ( 20 cm), intermediate ( 30 cm)
dan penutupan tanah akhir (50 cm ). Pemilihan jenis tanah penutup perlu
mempertimbangkan tingkat kekedapannya, diusahakan merupakan jenis
yang tidak kedap. Dalam kondisi penutupan tanah tidak dilakukan secara
harian, maka untuk mengurangi populasi lalat dilakukan penyemprotan
insektisida.
c. Pengolahan lindi dikondisikan untuk mengoptimalkan proses pengolahan
baik melalui proses anaerob, aerob, fakultatif, maturasi dan resirkulasi
lindi, sehingga dicapai efluen yang memenuhi standar baku mutu (BOD 30
– 150 ppm)
d. Pipa ventilasi gas berupa pipa berlubang yang dilindungi oleh kerikil dan
casing dipasang secara bertahap sesuai dengan ketinggian lapisan
timbunan sampah
Daftar pustaka

Azrul,A.1983. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan.Jakarta : Mutiara

Iswanto.2016. Timbulan Sampah B3 Rumahtangga Dan Potensi Dampak


Kesehatan Lingkungan Di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Jurnal
Manusia dan Lingkungan.23(2) : 179-188

Anggraeni,N.I., Dahlan, A., dan Kamar, D.S.2012. Sosialisasi Kimia Hijau Daur
Ulang Limbah Organik Dan Anorganik Di Desa Padakembang Dan
Cilampung Hilir Kecamatan Cisayong Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal
Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat. 1(1) : 49 – 56.

Dhamanhuri.2010.Pengelolaan Sampah.Bandung : ITB Press

Kumar S., Panda, A.K., dan Singh, R.K.2011. A Review on Tertiary Recycling of
High-Density Polyethylene to Fuel,Resources Conservation and
Recycling. 1 (55) : 893– 910

Surono,B.U.2013. Berbagai Metode Konversi Sampah Plastik Menjadi Bahan


Bakar Minyak.Jurnal Sains dan Penelitian. 1 (5) : 35 – 40

Wardhana,I.W., Dwi,S.H., dan Dessy,I.R.,. 2013. Penggunaan Karbon Aktif Dari


Sampah Plastik Untuk Menurunkan Kandungan Phosphat Pada Limbah
Cair. Jurnal Presipitasi. 10 (1) : 36 – 47

Putra,H. P., dan Yebi, Y. 2010.Studi Pemanfaatan Sampah Plastik Menjadi Produk
Dan Jasa Kreatif. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan. 2 (1) : 21‐31
Nandi.2005.Kajian Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (Tpa) Leuwigajah
Dalam Konteks Tata-Ruang. Jurnal GEA. 5 (9) : 57-64

Indikator : mengiterpretasikan tindakan yang dapat dilakukan


untukmenyelesaikan permasalahan sanitasi yang terjadi dilingkungan masyarakat.

Soal

1. jika kamu suatu hari ditugas kan untuk mengabdi disuatu tempat
dengan tingkat sampah plastik yang tinggi, hal tersebut dapat
menjadi penyebab munculnya msalah kesehatan akibat sanitasi
lingkungan yang terganggu, interpretasikan tindakan yang dapat
dilakukan pada masyarakat setempat untuk menyelesaikan masalah
tersebut

jawab

1. Saya akan memberikan sosialisasi mengenai dampak yang akan


ditimbulkan dari sampah plastik yang tidak terkondisi kan dengan
baik tersebut, lalu saya akan memberikan cara membuang sampah
yang benar, dan kemudian memeberikan tips untuk melakukan
daur ulang sampah plastik secara sderhana yang dapat dilakukan
secara konvensional tanpa memerlukan peralatan modern, seperti
pembuatan tas dari plastik, keranjang bbelanjaan, membuat pagar
rumah dari botol aqua, bunga rias dari botol aqua, dan banyak jenis
kerajinan lainnya yang dapat diolah. Dengan demikian hal ini tidak
hanya membantu mengatasi masalah sampah namun juga
membantu dalam bidang ekonomi

Anda mungkin juga menyukai