Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi

kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan

masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping

memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di

wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Puskesmas merupakan unit

pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja (Effendi, 2009).

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan

yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif

(pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan

kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan

tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan

dalam kandungan sampai tutup usia (Effendi, 2009).

Puskesmas merupakan unit pelaksana tingkat pertama dan ujung

tombak pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan di tingkat kecamatan. Visi puskesmas

mewujudkan kecamatan sehat dan misi mendukung tercapainya

pembangunan kesehatan nasional dapat dilihat keberhasilannya lewat 4

indikator, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, pelayanan kesehatan


bermutu serta derajat kesehatan penduduk kecamatan Oleh karena itu

puskesmas harus menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan

upaya kesehatan masyarakat yang ditunjang oleh pelayanan kefarmasian

(pharmaceutical care) yang bermutu sesuai dengan UU No 36 tahun 2009

pasal 54 ayat 1.

Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan

sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan

pelayanan kefarmasian. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan

langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan

Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes RI, No. 74 tahun 2016).

Didalam Permenkes RI, No. 74 tahun 2016 tentang standar pelayanan

kefarmasian di puskesmas, didalamnya telah terdapat standar opersional

prosedur tentang pelayanan farmasi pada pasien. Prosedur yang benar dalam

memberikan obat pada pasien yaitu memberikan informasi kepada pasien

berdasarkan resep atau catatan pengobatan pasien (patient medication record)

atau kondisi kesehatan pasien baik lisan maupun tertulis, menjawab

pertanyaan pasien dengan jelas dan mudah dimengerti, tidak bias, etis dan

bijaksana baik secara lisan maupun tertulis. Hal-hal yang perlu disampaikan

kepada pasien jumlah, jenis dan kegunaan masing-masing obat, cara

pemakaian, peringatan atau efek samping obat, cara mengatasi jika terjadi

masalah efek samping obat, tata cara penyimpanan obat, pentingnya

kepatuhan penggunaan obat. Kegiatan penyerahan (Dispensing) dan


pemberian informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari

tahap menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, menyerahan

sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai pendokumentasian.

Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus

dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab,

yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan.

Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio

kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan

pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di

Puskesmas bila memungkinkan diupayakan 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima

puluh) pasien perhari. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

ditetapkan sebagai acuan pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

Untuk keberhasilan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di

Puskesmas ini diperlukan komitmen dan kerja sama semua pemangku

kepentingan terkait. Hal tersebut akan menjadikan Pelayanan Kefarmasian di

Puskesmas semakin optimal dan dapat dirasakan manfaatnya oleh pasien dan

masyarakat yang pada akhirnya dapat meningkatkan citra Puskesmas dan

kepuasan pasien atau masyarakat (Permenkes RI, No. 74 tahun 2016).

Penerapan standar ini untuk melindungi pasien, menjaga mutu dan

meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian. Mutu pelayanan

kefarmasian adalah pelayanan kefarmasian yang menunjukkan tingkat

kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan kepuasan pasien sesuai

dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat (Pohan, 2010).


Menurut Kotler & Keller (2012) yang dikutip kembali oleh Fandy

Tjiptono jasa dapat didefinisikan sebagai "setiap tindakan atau perbuatan

yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya

bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan

sesuatu. Menurut Wyckof dalam Lovelock yang dikutip oleh Fandy Tjiptono

(2014) ada lima faktor dominan atau penentu kualitas pelayanan yaitu

berwujud (tangible), empati (emphaty), daya tanggap (responsiveness),

keandalan (reliability), jaminan (assurance).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Harianto

(2005), pada 100 responden menunjukkan bahwa harapan responden terhadap

pelayanan resep di apotek Kopkar Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta 72%

dengan kategori tinggi. Sedangkan kenyataannya pelayanan resep yang

diterima responden adalah 10%. Hasil ini menunjukkan pasien di apotek

Kopkar Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta pelayanan resepnya masih rendah,

maka penelitian terhadap pelayanan resep khususnya dalam hal waktu tunggu

obat perlu ditingkatkan karena sebagian pasien mengharapkan pelayanan

resep yang cepat dan tepat.

Dalam analisis kepuasan pasien, erat hubungannya dengan suatu

kinerja, yaitu proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu

organisasi dalam menyediakan produk dalam bentuk jasa pelayanan atau

barang kepada pelanggan. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang

dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau status dan

memungkinkan dilakukan pengukuran terhadap perubahan yang terjadi


dari waktu ke waktu atau tolak ukur prestasi kuantitatif/kualitatif yang

digunakan untuk mengukur terjadinya perubahan terhadap besaran target

atau standar yang telah ditetapkan sebelumnya, atau yang disebut

indikator kinerja (DepKes, 2008).

Pasien/masyarakat menilai pelayanan yang bermutu sebagai

layanan yang dapat memenuhi harapan dan kebutuhan yang dirasakannya.

Mutu pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan kepuasan pasien

dapat mempengaruhi derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,

karena pasien yang merasa puas akan mematuhi pengobatan dan mau

datang berobat kembali (Pohan, 2010).

Selain itu kepuasan pasien bisa dilihat dari fasilitas pelayanan

kesehatan yaitu suatu alat dan atau tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,

kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah

daerah dan/atau masyarakat (DepKes,2010).

Apabila harapan pelanggan lebih besar dari kualitas pelayanan yang

diterima maka konsumen tidak puas. Demikian pula sebaliknya, apabila

harapan sama atau lebih kecil dari kualitas pelayanan yang diterima, maka

pasien akan puas. Penilaian kualitas jasa sebagaimana umumnya akan

meliputi lima dimensi kualitas yaitu keandalan, ketanggapan, keyakinan,

empati, dan berwujud (Parasuraman, 1985 dalam Poham 2010).

Berdasarhan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti

dengan melakukan kunjungan ke Puskesmas Kedungreja berdasarkan


survai awal peneliti rata-rata 60 sampai 90 pasien per hari dengan jumlah

petugas farmasi yaitu 1 orang Apoteker . Saat melakukan wawancara

kepada beberapa pasien yang sedang menunggu obat dari instalasi farmasi

puskesmas sebagian ada yang puas dengan pelayanan puskesmas dan

sebagian ada yang tidak terlalu puas dengan pelayanan di puskesmas.

Data tersebut menjadi dasar untuk melakukan penelitian di Puskesmas

Kedungreja, karena jumlah pengunjung yang banyak dengan petugas yang

terbatas akankah petugas bisa melayani secara konsisten sesuai standar

pelayanan kefarmasian sehingga semua pengunjung mendapatkan pelayan

yang memuaskan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut maka masalah penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana harapan pasien terhadap layanan kefarmasian yang diberikan

oleh Puskesmas Kedungreja ?

2. Apakah layanan kefarmasian yang selama ini diberikan oleh Puskesmas

Kedungreja sudah sesuai dengan harapan pasien ?

C. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan

pasien terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kedungreja.


D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi peneliti

Mengetahui tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian di

Puskesmas dan masukan untuk perbaikan kinerja pelayanan

kefarmasian.

2. Bagi petugas kesehatan

Sebagai bahan pertimbangan dan pandangan serta upaya- upaya dalam

memberikan layann kefarmasian yang lebih baik untuk meningkatkan

kepuasan pasien terhadap pelayanan kefarmasian

3. Bagi masyarakat

Mendapatkan pelayanan kefarmasian yang lebih baik sesuai yang

diharapkan

4. Bagi Institusi pendidikan

Sebagai referensi bahan bacaan dalam proses pembelajaran di bidang

farmasi komunitas di perpustakaan STIKES Al-Irsyad Al-islamiyyah

Cilacap

Anda mungkin juga menyukai