Anda di halaman 1dari 10

ISBN 978-979-95845-9-5

SEMINAR NASIONAL KIMIA


Surabaya, 28 Juli 2009
Diselenggarakan oleh Jurusan Kimia FMIPA-ITS

Efek Polietilen Glikol (PEG) Terhadap Kapasitas


Adsorpsi dan Tetapan Laju Thomas dalam Proses
Adsorpsi Ion Cu(II) dari Larutan Pada Komposit
Selulosa-Khitosan Terikatsilang dengan
Menggunakan Kolom Secara Kontinu

Eko Santoso dan Hendro Juwono


Laboratorium Kimia Fisika dan Polimer, Jurusan kimia FMIPA ITS, Surabaya 60111

Abstrak
Pada penelitian telah diteliti pengaruh penambahan polietilen glikol (PEG) pada gel
khitosan sebagai bahan untuk pembuatan film komposit selulosa-khitosan terikatsilang.
Komposit digunakan sebagai biosorben ion Cu(II) dalam larutan dengan menggunakan
kolom katil tetap (fixed bed column) secara kontinu. Data penelitian dinyatakan dalam
bentuk kurva “breaktrough” yang dianalisa dengan model kinetika Thomas. Hasil analisa
kurva “breakthrough” dengan model kinetika Thomas menunjukkan bahwa kapasitas
adsorpsi komposit meningkat dan tetapan laju Thomas menurun dengan adanya PEG,
dimana PEG dengan massa molekul 4000 memberikan efek peningkatan dan penurunan
tetapan laju Thomas yang lebih besar dibandingkan dengan PEG massa molekul 1000.

Kata Kunci : adsorpsi, model Thomas, polietilen glikol, khitosan, selulosa, dan ion Cu(II)

1. Pendahuluan
Logam berat terlarut dalam air limbah merupakan persoaan lingkungan di seluruh
dunia. Logam berat sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika konsentrasinya melebihi
ambang batas. Logam berat mempunyai sifat akumulatif dalam akumulatif dalam sistem
biologis. Oleh karena itu, meskipun kosensentrasinya belum mencapai ambang batas,
keberadaan logam berat dalam air limbah tetap memliki potensi yang berbahaya. Saat ini,
lembaga-lembaga pemerintahan memberikan perhatian yang serius dan membuat aturan
yang ketat terhadap pengolahan air limbah industri sebelum dibuang ke perairan terbuka
[Quek et al., 1998].
Dan Berbagai metoda telah dikembangkan untuk memisahkan logam berat dari air
limbah, antara lain meliputi metoda pengendapan kimia, filtrasi mekanik, penukar ion,
elektrodeposisi, oksidasi-reduksi, sistem membrane, dan adsorpsi fisik. Namun, masing-
masing metoda tersebut secara inheren mempunyai kelebihan dan keterbatasan. Beberapa
tahun terakhir telah banyak dilakukan penelitian seputar polimer alam (biopolimer) yang
mampu mengikat logam berat melalui pembentukan senyawa komplek sehingga biopolimer
dapat berfungsi sebagai biosorben untuk memisahkan logam berat dari air limbah meskipun
konsentrasinya sangat rendah [Schmul et al, 2001].
Salah satu biopolimer yang saat ini banyak diteliti sebagai biosorben bagi logam
berat adalah khitosan, yaitu biopolimer yang diperoleh dari proses deasetilasi khitin.
Khitosan sebagai biosorben bagi logam berat telah banyak dikaji, baik dalam keadaan murni
[Jonsson-Charrier dkk., 1996; Bassi dkk., 2000; Verbych dkk, 2005; Lima and Airoldi, 2000;
Ng, Cheung, and McKay1, 2002; Wan Ngah dkk., 2002; Paiseh da Silva and Pais Silva,
2004; Karthikeyan et al., 2004], termodifikasi [Huang dkk., Becker dkk., 2000; Cao dkk.,
2001; Burke dkk., 2002; Wan Ngah dkk., 2002; Justi dkk., 2004; Rojas dkk., 2005;, maupun
dipadukan dengan bahan-bahan lain [Boddu and Smith, 2002].

AF-47
Pada penelitian ini telah dikaji penggunaan komposit selulosa-khitosan terikatsilang
sebagai biosorben bagi ion logam Cu(II) dari larutan. Komposit selulosa-khitosan
terikatsilang dibuat dengan cara melapiskan film tipis khitosan terikatsilang di permukaan
kertas saring, dimana glutaraldehid digunakan sebagai agen ikatsilang khitosan. Selulosa
dan khitosan memiliki struktur kimiawi yang sangat mirip dan hanya berbeda gugus pada C-
2 dalam cincin glukosa [Kumar, 2000]. Kemiripan struktur kimiawi tersebut memudahkan
pelapisan filim khitosan di permukaan selulosa. Efek polietilen glikol (PEG) sebagai zat
porogen dalam pembentukan film khitosan telah dikaji, dimana PEG dalam gel khitosan
akan larut dan meninggalkan lubang pori saat film khitosan direndam dalam larutan
koagulan NaOH, sehingga penambahan PEG dapat meningkatkan porositas film khitosan
[Santoso dan Herwanto, 2006; Santoso dkk, 2007; Santoso dkk, 2008]. Peningkatan
porositas film khitosan akan berpengaruh pada proses adsorpsi ion Cu (II). Tujuan
penelitian ini adalah mengkaji efek PEG terhadap kapasitas dan laju adsorpsi komposit
selulosa-khitosan terikatsilang pada ion logam Cu(II) dengan menggunakan sistem kontinu
pada kolom katil tetap (fixed bed column) dengan pendekatan model kinetika Thomas.

2. Eksperimen
Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah serbuk khitosan jenis food grade
dan industrial grade yang diperoleh dari LIPI-Yogjakarta, serbuk CuCl2 p.a., larutan asam
asetat 2%, larutan NaOH 1,0 M, larutan glutaraldehid 0,2%, kertas saring Whatman No. 93,
dan polietilen glikol (PEG) 1000 dan 4000, akuades, akuademineralisasi.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan gelas untuk
pembuatan larutan, preparasi komposit dan adsorpsi, kolom panjang 20 cm dengan
diameter 1,5 cm, pompa, mikroskop sapuan elektron (SEM), spektrosfotometer serapan
atom (AAS), dan spektrofotometer inframerah (FTIR).

Percobaan
Preparasi komposit selulosa-khitosan terikatsilang
3,0 gram khitosan dilarutkan dalam 100 ml arutan asam asetat 2% sehingga
terbentuk gel. Kertas saring Whatman dipotong berukuran 14,0 cm x 1,8 cm dicelupkan
dalam gel dan ditarik di antara 2 batang pengaduk kaca sehingga terbentuk lapisan film
khitosan di permukaan kertas saring (lihat Gambar 1), kemudian direndam dalam larutan
NaOH 1,0 M selama 15 menit, kemudian direndam dalam larutan glutaraldehid 0,2% selama
24 jam, kemudian dicuci dengan akuades dan dikeringkan di udara terbuka tanpa sinar
matahari, kemudian dipotong-potong kecil berukuran sekitar 3,0 mm x 3,0 mm, kemudian
dimasukkan ke dalam kolom (lhat Gambar 2). Prosedur ini diulangi tetapi dalam pembuatan
gel khitosan ditambahkan PEG sebanyak 2,0 gram.

Adsorpsi kontinu pada kolom


Potongan komposit selulosa-khitosan terikatsilang sebanyak 5,5 gram dimasukkan
ke dalam kolom sehingga tinggi “bed” biosorben dalam kolom adalah 10,0 cm (lihat Gambar
2). Larutan yang mengandung ion Cu (II) 50 ppm dialirkan secara kontinu ke kolom
menggunakan pompa dengan laju alir 2,0 mL/menit. Efluen yang keluar dari kolom secara
ditampung dalam bak dan dicuplik setiap 4,0 jam, kemudian kadar logam Cu dalam efluen
dianalisa dengan spektrofotometer serapan atom (AAS). Aliran larutan ion Cu (II) ke dalam
kolom dihentikan setelah kadar ion Cu (II) dalam efluen mendekati 50 ppm (sama dengan
kadar ion Cu (II) dalam larutan yang dialirkan ke dalam kolom).

AF-48
Gambar 1. Proses pelapisan film khitosan di permukaan kertas saring.

Gambar 2. Adsorpsi kontinu pada kolom katil tetap (fixed bed column)

AF-49
Analisa data
Data adsorpsi kontinu pada kolom katil tetap (fixed bed column) yang diperoleh
dalam penelitian ini dianalisa menggunakan model kinetika Thomas, yang secara matematik
dapat ditunjukkan pada persamaan (1).
Ct 1
 (1)
Co k
1 exp[ T ( qo w CoVef ]
Q
dimana Ct : konsentrasi logam berat dalam efluen setelah keluar dari kolom (mg/L) pada
waktu t, Co : konsentrasi logam berat dalam larutan awal sebelum masuk kolom (mg/L), Q :
laju alir volumetrik (L/menit), w : massa adsorben dalam kolom (g), k T : tetapan laju Thomas
(L/menit.g), qo : kapasitas adsorpsi total adsorben dalam katil (mg/g), dan Vef : volume
efluen yang keluar dari kolom (L) pada waktu t. Plot antara Ct/Co terhadap Vef akan
menghasil kurva pola adsorpsi, yang biasa disebut sebagai kurva “breakthrough”.

3. Hasil dan Pembahasan


Komposit selulosa-khitosan terikatsilang
Komposit selulosa-khitosan terikatsilang diperoleh dengan prinsip inversi fasa,
dimana larutan asam asetat yang terdapat dalam gel khitosan akan ditarik oleh larutan
koagulan NaOH sehingga khitosan akan terendapkan sebagai film tipis di permukaan kertas
saring. Secara fisik, ketika masih basah film khitosan di permukaan kertas saring tampak
sebagai lapisan jernih (lihat Gambar 3)dan terasa agak licin. Dalam keadaan kering, film
khitosan tak terlihat oleh mata kepala tetapi secara mikro dengan menggunakan mikroskop
sapuan elektron (SEM) terlihat sebagai selaput tipis keputihan yang melapisi serat selulosa,
seperti telah peneliti amati dalam penelitian terdahulu [Santoso, dkk., 2008], yang
ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 3. Foto komposit selulosa-khitosan terikatsilang.

(a) (b)
Gambar 4. Permukaan komposit selulosa-khitosan terikatsilang sebelum proses adsorpsi
dilihat menggunakan SEM dengan perbesaran 1000x : (a) tanpa PEG dan (b)
dengan PEG [Santoso dkk, 2008].
Setelah proses adsorpsi, secara fisik permukaan komposit selulosa-khitosan terikat
silang tampak berwana kebiruan. Secara mikro dengan menggunakan SEM, pada
permukaan tampak selaput keputihan yang lebih terang, seakan “berpendar”, seperti

AF-50
ditunjukkan pada Gambar 5. Pendaran putih diduga adalah akibat adanya logam Cu yang
terserap pada permukaan komposit.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)


Gambar 5. Permukaan komposit selulosa-khitosan terikatsilang setelah proses adsorpsi
dilihat menggunakan SEM dengan perbesaran 1000x : (a) khitosan food grade
tanpa PEG, (b) dan (c) khitosan food grade dengan PEG 1000 dan PEG 4000,
(d) khitosan industrial grade tanpa PEG, (e) dan (f) khitosan industrial grade
dengan PEG 1000 dan PEG 4000.
Kinetika adsorpsi model Thomas
Model kinetika Thomas adalah model kinetika adalah salah satu model kinetika
yang dikembangkan untuk mengkaji proses adsorpsi heterogen dalam sistem yang mengalir
[Thomas, 1944]. Model Thomas merupakan model yang paling umum dan banyak
digunakan untuk mengkaji kurva “breakthrough” karena kesederhanaannya [Han dkk, 2007].
Model kinetika Thomas yang dinyatakan pada persamaan (1) dapat diubah menjadi bentuk
linear, seperti yang dinyatakan pada persamaan (2).

Co k q w k CoVef
ln ( 1)  T o  T (2)
Ct Q Q

Dari plot ln(Co/Ct – 1) versus Vef akan diperoleh persamaan garis linear sehingga nilai
kapasitas adsorpsi q o dan tetapan laju kinetika Thomas kT dapat dihitung. Kesederhanaan
model Thomas terlihat dari variabel yang terdapat dalam persamaan matematikanya, yaitu
volume volumetrik dari efluen yang keluar dari kolom (Vef), yang dapat dihitung dari laju alir
larutan logam yang masuk ke dalam kolom (v dalam mL/menit) dan waktu pengambilan
sampel efluen yang keluar dari kalom (t dalam menit) untuk diukur kadar logam dalam
efluen pada waktu pengambilan sampel tersebut sehingga diketahui nilai perbandingan
kadar logam dalam sampel efluen pada waktu t dan kadar logam dalam larutan awal
sebelum masuk kolom, yaitu Ct/Co. Model Thomas dapat diubah menjadi bentuk
persamaan linear, seperti ditunjukkan pada persamaan 2, sehingga dapat digunakan untuk
mengolah data kurva “breakthrough” menggunakan cara regresi linear yang sederhana,
dimana ln (Co/Ct – 1) sebagai ordinat atau sumbu-y dan Vef sebagai absis atau sumbu-x.
2
Koefisien regresi linear R harus berada pada interval 0,9 – 1,0. Dari regresi linear akan
diperoleh persamaan linear y = a + bx, dimana a adalah intercept dan b adalah gradient.
Berdasarkan nilai intercept a dapat dihitung kapasitas adsorpsi adsorben q o dan dari nilai
gradient dapat dihitung tetapan laju Thomas kT.

AF-51
Data eksperimen pada penelitian ini dalam bentuk kurva “breakthrough” antara
Ct/Co versus Vef dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7. Hasil analisa kurva
“breakthrough” dengan model kinetika Thomas melalui pendekatan regresi linear, berupa
kapasitas adsorpsi qo dan tetapan laju Thomas k T dapat dilihat pada Tabel 1. Koefisien
korelasi regresi linear yang diperoleh pada penelitian ini berkisar pada nila 0,928 – 0,993.

1.2

0.8 SK-1
SK-1P1000
Ct/Co

0.6 SK-1P4000

0.4 Selulosa
Terhitung
0.2

0
0 2 4 6 8 10 12
V-efluen (L)

Gambar 6. Kurva "breakthrough" dari data adsorpsi ion logam tembaga (Cu) pada kolom
komposit selulosa-khitosan food grade berikatsilang (w = 5,5 g dan laju volume
alir = 2 mL/mnt, SK-1 : selulosa-khitosan food grade tanpa PEG, SK-1P1000 :
selulosa-khitosan food grade + PEG 1000, SK-1P4000 : selulosa-khitosan food
grade + PEG 4000).

1.2

1
SK-2
0.8
SK-2P1000
Ct/ Co

0.6 Selulosa
"SK-2P4000"
0.4
Terhitung
0.2

0
0 2 4 6 8 10 12
V-efluen (L)

Gambar 7. Kurva "breakthrough" dari data adsorpsi ion logam tembaga (Cu) pada kolom
komposit selulosa-khitosan industrial grade berikatsilang (w = 5,5 g dan laju
volume alir = 2 mL/mnt, SK-2 : selulosa-khitosan industrial grade tanpa PEG,
SK-2P1000 : selulosa-khitosan industrial grade + PEG 1000, SK-2P4000 :
selulosa-khitosan industrial grade + PEG 4000).

AF-52
Tabel 1. Hasil analisa matematis gambar 4 dan gambar 5 dengan model kinetika Thomas.
kT
N
(L/mnt. qo
o Jenis Adsorben
g) (mg/g)
1 Selulosa 0.00009 0.49
2 Selulosa-Khitosan food grade (SK-1) 0.00017 12.28
3 Selulosa-Khitosan food grade-PEG1000 (SK-1P1000) 0.00015 17.26
4 Selulosa-Khitosan food grade-PEG4000 (SK-1P4000) 0.00009 20.35
5 Selulosa-Khitosan industrial grade (SK-2) 0.00017 15.74
Selulosa-Khitosan indsutrial grade+PEG1000 (SK-
6 2P1000) 0.00014 16.26
Selulosa-Khitosan industrial grade+PEG4000 (SK-
7 2P4000) 0.00013 23.08

Efek PEG pada kapasitas adsorpsi


Pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa penambahan polietilen glikol (PEG) dapat
meningkatkan kapasitas adsorpsi (qo ) komposit selulosa-khitosan terikatsilang pada ion Cu
(II), baik untuk komposit yang menggunakan khitosan food grade maupun khitosan industrial
grade. Efek penambahan PEG terhadap kapasitas adsorpsi komposit selulosa-khitosan
terikatsilang dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 8. Semakin tinggi massa molekul PEG
yang ditambahkan semakin besar kapasitas adsorpsi yang dihasilkan.
Penambahan PEG pada gel khitosan sebagai bahan pembentuk film khitosan akan
menyebabkan film khitosan menjadi berpori karena PEG akan larut ketika film khitosan
dimasukkan ke dalam larutan koagulan NaOH. Pada penelitian terdahulu telah diketahui
bahwa penambahan PEG akan meningkatkan porositas film khitosan dan semakin banyak
jumlah PEG yang ditambahkan maka semakin besar pula porositas yang ditimbulkannya
[Santoso dkk, 2008]. Pada penelitian ini, peningkatan kapasitas adsorpsi dengan adanya
penambahan PEG pada proses pembuatan komposit selulosa-khitosan terikatsilang diduga
kuat terkait dengan peningkatan porositas dalam film khitosan. Semakin besar massa
molekul PEG yang ditimbahkan maka semakin besar ukuran pori yang dihasilkan dalam film
khitosan. Adanya pori dalam film khitosan menyebabkan larutan logam mampu menembus
ke banyak ruang dalam film khitosan dan semakin banyak berinteraksi dengan pusat aktif
adsorpsi dalam film khitosan, yaitu gugus NH2 sehingga semakin besar pula peluang ion Cu
(II) terikat dengan gugus NH 2 . Tanpa adanya pori maka larutan yang mengandung ion Cu
(II) hanya akan berinteraksi dengan permukaan film khitosan dan interaksi antara ion Cu(II)
dengan gugus NH 2 hanya terjadi pada permukaan film.
Selulosa murni berupa kertas saring Whatman diketahui mempunyai porositas yang
besar dibandingkan film khitosan, baik dengan penambahan PEG maupun tanpa
penambahan PEG [Santoso dkk, 2008]. Kapasitas adsorpsi selulosa murni adalah sangat
rendah, seperti ditunjukkan pada gambar 8, karena selulosa murni tidak mempunyai gugus
aktif yang mampu mengikat ion Cu (II) dalam larutan.

AF-53
(a)

(b)
Gambar 8. Efek penambahan PEG 1000 dan PEG 4000 pada komposit selulosa-khitosan
terikatsilang terhadap kapasitas adsorpsi ion Cu (II), untuk (a) khitosan food
grade dan (b) khitosan industrial grade
Efek PEG pada laju difusi
Laju difusi larutan melalui kolom adsorben dapat dilihat dari nilai tetapan laju
Thomas kT yang dinyatakan dalam L/mnt.g, yakni besar volume larutan yang mampu
melalui 1,0 g adsorben setiap 1,0 menit. Pada tabel 1 tampak bahwa penambahan PEG
telah menurunkan laju difusi larutan melalui adsorben komposit selulosa-khitosan
terikatsilang, baik untuk khitosan food grade maupun industrial grade. Efek penambahan
PEG terhadap penurunan laju difusi tampak lebih jelas pada Gambar 9.

AF-54
(a)

(b)
Gambar 9. Efek penambahan PEG 1000 dan PEG 4000 pada komposit selulosa-khitosan
terikatsilang terhadap kapasitas adsorpsi ion Cu (II), untuk (a) khitosan food
grade dan (b) khitosan industrial grade.
Telah diterangkan bahwa bahwa penambahan PEG telah meningkatkan porositas
film khitosan. Jika pori-pori dalam film khitosan saling bertemu akan membentuk
terowongan atau lorong-lorong. Semakin banyak terowongan atau lorong-lorong dalam filim
khitosan menyebabkan semakin panjang lintasan yang harus dilalui larutan ketika larutan
melalui adsorben dan semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh larutan untuk keluar dari
adsorben, sehingga semakin sedikit volume larutan yang mampu menembus adsorben per
satuan jumlah adsorben per satuan waktu. Oleh karena itu, penambahan PEG yang
menyebabkan peningkatan porositas film khitosan telah menyebabkan penurunan nilai
tetapan laju Thomas, yaitu laju larutan melalui adsorben dalam kolom.

4. Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah diterangkan di atas dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Penambahan polietilen glikol (PEG) mampu meningkatkan kapasitas adsorpsi
komposit selulosa-khitosan terikat silang terhadap ion Cu (II) dalam larutan, baik
komposit yang menggunakan khitosan food grade maupun industrial grade. PEG
dengan massa molekul 4000 memberikan efek peningkatan kapasitas adsorpsi
lebih besar dibandingkan PEG dengan massa molekul 1000.

AF-55
2. Penambahan polietilen glikol (PEG) menyebabkan penurunan nilai laju difusi larutan
ion Cu(II) ke dalam kolom adsorben, baik adsorben yang menggunakan khitosan
food grade maupun industrial grade. PEG dengan massa molekul 4000 memberikan
efek penurunan laju difusi lebih besar dibandingkan PEG dengan massa molekul
1000.

Daftar Pustaka
Bassi, Prasher, and Simpson, 2000, “Removal of Selected Metal Ions from Aqueous Solutions Using
Chitosan Flakes”, Separation Science and Technology,
Becker, T., Schlaak, M., and Strasdeit, H., 2000, “Adsorption of nickel (II), zinc (II), and cadmium (II) by
new chitosan derivatives”, Reactive and Functional Polymer, 44, pp. 289 -298.
Boddu, V.M. and Smith, E.D., 2002, “A Composite Chitosan Biosorbent For Adsorption of Heavy
Metals From Wastewaters”, www. asc2002. com/manuscripts/E/ EP-01Standby.pdf.
Burke, A., Yilmaz, E., Hasirci, N., and Yilmaz, O., 2002, “Iron (III) removal from solution through
adsorption on chitosan”, J. App. Poly. Sci., 84, pp. 1185-1192.
Cao, Z., Ge, H., and Lai, S., 2001, “Studies on synthesis and adsorption properties of chitosan cross-
linked by gluteraldehyde and Cu (II) as template under microwave irradiation”, European
Polymer Journal, 37, pp. 2141-2143.
Han, R., Wang, Yi., Zou, W., Wang, Y., and Shi, J., 2007, “Comparison of linear and nonlinear analysis
in estimating the Thomas model parameters for methylene blue adsorption onto natural
zeolite in fixed-bed column, J. Haz. Mat., 145, pp. 331-335.
Huang, C., Chung, Y., and Lion, M.,1996, “Adsorption of Cu (II) and Ni (II) by pelletized biopolymer”, J.
Haz. Mat., 45, pp. 265-277.
Jonsson-Charrier, M., et al, 1996,“Vanandium (IV) sorption by chitosan : kinetics and and equilibrium”,
wat. Res., 30, 2, pp. 465-475.
Justi, K.C, Laranjeira, M.C.M., Neves, A., Mangrich, A.S., Fa´vere, V.T., 2004, “Chitosan functionalized
with 2[-bis-(pyridylmethyl) aminomethyl]4-methyl-6-ormyl-phenol : equilibrium and kinetics of
copper (II) adsorption”, Polymer, 45, pp. 6285– 6290.
Karthikeyan, G., Anbalagan, K., Andal, N.M., 2004, “Adsorption dynamics and equilibrium studies of
Zn (II) onto chitosan”, Indian J. chem. Sci., 116, 2, pp. 119-127.
Kumar, M.N.V., 2000, “A Review of chitin and chitosan applications”, Reactive and Functional
Polymers, 46, pp. 1-27.
Lima, I.S. and Airoldi, C., 2000, “A Thermodynamic investigation on chitosan-divalent cation
inteactions”, Thermochimica Acta, 421 , pp. 133-139.
Ng, J.C.Y., Cheung, and McKay1, 2002, “Equilibrium Studies of the Sorption of Cu(II) Ions onto
Chitosan”, Journal of Colloid and Interface Science, 255, pp. 64 –74.
Paiseh da Silva, K.M. and Pais Silva, M.I., 2004, “Copper sorption from diesel oil on chitin and
chitosan polymers”, Colloids and Surfaces A : Physico chem.. Eng. Aspects, 237, pp. 15-21.
Quek, SY., Wase, DAJ., and Forster, CF., 1998, “The use of sago waste for the sorption of lead and
copper”, Water SA, Vol. 24, No. 3, pp. 251-256.
Rojas, G., Silva, J., Flores, J.A., Rodriquez, A., Ly, M., and Maldonado, H., 2005, “Adsorption of
chromium onto cross-linked chitosan”, Sep. Pur. Tech., 44, pp. 31-36.
Santoso, E. dan Herwanto, B., 2006, “Adsorpsi ion Pb(II) pada membran selulosa-khitosan
terikatsilang”, Akta Kimia Indonesia, Vol. 2, No. 1, hal 9-24.
Santoso, E., Juwono, H., dan Ratnawati, Y., 2008, “The isotherm adsorption of Cu2+ ions in the
aqueous solutions by cross-linked chitosan-cellulose membrane composite”, Majalah IPTEK,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Santoso, E., Juwono, H., Ratnawati, Y. dan Rizal, R., 2007, “The isotherm adsorption of Cu2+ and Cr3+
ions in the aqueous solutions by cross-linked chitosan-cellulose membrane composite”,
Prosiding Seminar Nasional Kimia, Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya.
Schmuhl, R., Krieg, H.M., and Keizer, K., 2001, “Adsorption of Cu(II) and Cr(VI) ions by Chitosan :
Kinetics and Equilibrium Studies”, Water SA, Vol. 27, No. 1, pp. 79–86.
Thomas, H.C., 1944. Heterogeneous ion exchange in a flowing system. J. Am. Chem. Soc., 66, 1664–
1666.
Verbych, S., Bryk, M., and Chornokur, G., 2005, “Removal of Copper(II) from Aqueous Solutions by
Chitosan Adsorption”, Separation Science and Technology, 40, pp. 1749–1759.
Wan Ngah, W.S., Endud, C.S., and Mayanar, R., 2002, “Removal copper (II) ions from aqueous
solution onto chitosan and cross-linked chitosan beads”, Ractive and Functional Polymers,
50, 181-190.

AF-56

Anda mungkin juga menyukai