Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Talas kimpul

Talas kimpul termasuk dalam jenis tanaman talas-talasan yang

berasal dari benua Amerika. Talas ini memiliki nama ilmiah yaitu

Xanthosoma sagittifolium. Talas kimpul sering disebut juga dengan talas

Belitung. Talas ini merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh sepanjang

tahun di wilayah tropis maupun subtropis. Talas kimpul merupakan

tanaman yang mudah ditanam, sehingga sangat layak untuk

dikembangkan. Umumnya talas kimpul ditanam sebagai tanaman sela di

antara tanaman palawija lain atau di pekarangan (Wariyah, 2012: 17).

Tinggi tanaman talas kimpul dapat mencapai dua meter, tangkai

daun tegak, tumbuh dari tunas yang berasal dari umbi yang merupakan

batang dari bawah tanah. Secara anatomi, umbi talas kimpul tersusun atas

parenkim yang tebal, terbungkus kulit berwarna coklat pada bagian luar

dan umbi berpati pada bagian dalamnya (Jatmiko., dkk., 2014: 128).

Menurut Rodriguez., et al (2009: 1), taksonomi dari tanaman talas kimpul

adalah :

Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arales
Famili : Araceae
Genus : Xanthosoma
Spesies : Xanthosoma sagittifolium

7
Gambar 1. Tanaman Talas Kimpul
Sumber : Dokumen Pribadi (2017)

Kimpul termasuk dalam tumbuhan berbunga (Spermathophyta) yang

berbiji tertutup (Angiospermae), dan berkeping satu (Monocotylae).

Komposisi gizi dan kimia umbi kimpul tergantung dari varietas, iklim,

kesuburan tanah, dan umur panen (Jatmiko., dkk, 2014: 128)

Xanthosoma merupakan suatu tumbuhan daerah hutan hujan tropis,

membutuhkan suhu antara 25° - 29°C. Xanthosoma merupakan tanaman

daerah dataran rendah tetapi adakalanya tumbuh pada ketinggian 2000 m

dan juga hidup pada kelembaban tanah cukup. Tidak seperti pada

Colocasia, Xanthosoma tidak tahan terhadap kelebihan air. Xanthosoma

tumbuh dengan baik pada lahan yang subur dengan drainasi baik, pada pH

5,5 – 6,5. Tumbuhan ini tahan terhadap naungan dan lahan yang bersifat

garam (Nurmiyati, 2009: 19).

Tinggi tanaman berkisar antara 50-100 cm. Panjang tangkai daun

berpelepah antara 15-72 cm dengan warna petiol untuk Xanthosoma

8
sagittifolium yaitu hijau. Lebar daun berkisar antara 12-44 cm, panjang

daun antara 20-63 cm (Nurmiyati, 2009: 19).

Umbi induk biasanya bulat atau silindris dengan bobot umbi berkisar

antara 125-563 g, panjang umbi antara 8,0-16,8 cm, dan diameter umbi

antara 5,7-9,3 cm (Nurmiyati, 2009: 20). Kimpul dapat menghasilkan

umbi berdaging yang membesar sebagai tempat penimbunan pati. Akar

yang berkembang dari bawah umbi adalah akar serabut dan agak dangkal.

Umbi induk merupakan bagian berdaging yang membesar dari pangkal

batang yang mampat. Umbi anakan merupakan tunas aksiler yang

membesar dari batang atau umbi induk. Secara morfologi, umbi induk dan

umbi anakan adalah jaringan batang (Rubatzky et al., 1998 : Nurmiyati,

2009: 2).

Umbi induk biasanya kurang layak santap sehingga umumnya

digunakan sebagai pakan ternak, sedangkan yang umum dikonsumsi

adalah umbi anakannya. Warna dagingnya pada umumnya berwarna putih,

beberapa berwarna krem, kuning dan kadang-kadang berwarna pink

(Rubatzky et al., 1998 : Nurmiyati, 2009: 21). Kimpul atau Xanthosoma

sagitiffolium lebih besar daripada Talas Colocasia esculenta yang salah

satunya dikenal sebagai talas bogor. Perbedaan talas taro dengan kimpul

adalah dari segi umbi, bentuk daun dan letak tangkai daun. Kimpul yang

dimakan adalah umbi anaknya sedangkan talas yang dimakan adalah umbi

induknya. Kimpul memiliki daun berbentuk panah, pangkal daunnya

teriris dalam hingga mencapai tangkai daun, sedangkan talas mempunyai

9
daun berbentuk perisai yang pangkalnya teriris berbentuk segitiga. Ciri

lain yang dimiliki oleh tanaman, bunga kimpul adalah sebagian batangnya

berada diatas tanah. Getah berwarna putih agak kental, cormel banyak dan

berkumpul sehingga dinamakan kimpul (Nurmiyati, 2009 : 21).

B. Kandungan Kimia Talas kimpul

Talas Belitung atau talas kimpul termasuk jenis umbi-umbian yang

mempunyai sumber karbohidrat sebesar 34.2 gram dari total umbi mentah.

Komposisi gizi dan kimia talas kimpul tergantung dari varietas, iklim,

kesuburan tanah dan umur panen, sedangkan menurut Jatmiko., dkk

(2014: 128) salah satu keunggulan yang terdapat pada umbi kimpul adalah

adanya kandungan senyawa bioaktif yaitu senyawa diosgenin. Senyawa

diosgenin diketahui bermanfaat sebagai anti kanker.

Talas kimpul juga mengandung senyawa antigizi berupa kalsium

oksalat yang dapat menimbulkan rasa gatal, sensasi terbakar dan iritasi

pada kulit, mulut, tenggorokan dan saluran cerna pada saat dikonsumsi

(Ayu., dkk, 2014: 111). Senyawa antigizi adalah senyawa kimia yang dapat

mengganggu fungsi dan atau ketersediaan hayati zat gizi. Konsentrasi

asam oksalat dalam dosis tinggi bersifat merusak karena dapat

menyebabkan gastroenteritis, shok, kejang, rendahnya kalsium plasma,

tingginya oksalat plasma dan kerusakan jantung. Efek yang dapat

disebabkan jika mengkosumsinya yaitu terjadinya endapan kristal kalsium

oksalat dalam ginjal dan membentuk batu ginjal. Adapun dosis yang dapat

menyebabkan efek kronis adalah antara 10-15 gram. Sedangkan pada umbi

10
kimpul kalsium oksalat yang terkandung masih di bawah titik aman yaitu

1.83 mg dalam 100 gram bahan.

Dalam penanganannya kalsium oksalat dapat dihilangkan dengan

cara fisik, mekanis, dan kimiawi. Yang dimaksud dengan cara fisik yaitu

dengan cara perebusan dengan api yang besar sampai kulitnya dapat

dikelupas. Sedangkan cara mekanis yaitu dengan menggunakan bantuan

alat seperti Stamp Mill dan Blower. Prinsip kerja dari alat tersebut yaitu

menghancurkan bahan menjadi partikel berukuran kecil untuk

mengekstrak komponen bahan pangan dari bahan pangan utuh dan

memisahkan kontaminan dari bahan campuran kering berdasarkan

perbedaan ukuran dengan diberikan aliran udara yang bergerak,

sedangakan secara kimiawi dengan menggunakan garam dapur karena

selama proses penggaraman akan terjadi proses osmosa yaitu air dalam

jaringan bahan akan ditarik oleh larutan garam (Arisandy dkk., 2016: 254).

11
Berikut merupakan kandungan gizi talas kimpul dalam 100 gram

bahan.

Table 1 .Komposisi Gizi Umbi Kimpul Dalam 100 Gram Bahan


Komposisi Gizi Jumlah %
Protein 2.81
Lemak 0.08
Karbohidrat 28.66
Air 67.26
Pati 20.87
Diosgenin(mg/100g 0.00083
bahan)
PLA (Polisakarida 0.99
Larut Air)
Serat Pangan Tidak 6.93
Larut Air
Serat Pangan Larut Air 1.31
Serat Kasar 0.56
Abu 1.19
Sumber : Jatmiko., dkk, 2014 (Arisandy dkk., 2016: 25)
Kulit umbi talas yang mempunyai tebal sekitar 0,01–0,1 cm

ternyata didalamnya masih terdapat kandungan karbohidrat.

C. Manfaat Talas kimpul


Kimpul merupakan tanaman yang mudah ditanam, sehingga sangat

layak untuk dikembangkan. Umumnya kimpul ditanam sebagai tanaman

sela di antara tanaman palawija lain atau di pekarangan. Umbi kimpul

biasanya diolah secara sederhana dengan dikukus, direbus atau dengan

sedikit variasi dibuat berbagai produk olahan antara lain getuk, keripik,

perkedel dan sebagainya.Sebagai pangan sumber karbohidrat, produksi

kimpul dapat mencapai 4-5 ton/Ha, sehingga berpotensi untuk

dikembangkan menjadi pangan alternatif pengganti beras, mengingat

produksi beras saat ini 62,56 ton GKG (Gabah Kering Giling) dan dengan

12
jumlah tersebut Indonesia masih harus mengimpor beras sebagai cadangan

sebanyak 0,8 juta ton atau dalam bentuk GKG sebanyak 1,3 juta ton

(Wariyah,2012: 18).

Menurut Khotmasari, (2013: 4), talas kimpul dapat digunakan

sebagai bahan subtitusi tepung terigu. Penggunaan tepung talas kimpul

sebagai bahan subtitusi tepung terigu dalam pengolahan aneka kue dapat

mencapai 100%, tergantung pada produk yang akan dihasilkan.

Pemanfaatan talas kimpul sebagai bahan pangan saat ini sudah banyak

dilakukan oleh banyak masyarakat, hanya saja masih tergolong sederhana.

Seperti halnya di indonesia talas kimpul diolah dengan cara direbus,

digoreng, dikeripik dan biasanya daun dan batangnya digunakan sebagai

sAyu., dkkr, padahal selain itu talas kimpul dapat diolah menjadi tepung

sebagai bahan baku dalam pembuatan suatu olahan makanan yang

bervariasi dan beragam, seperti cake, roti, donat dan lain-lain dengan

meningkatkan nilai gizi yang ada.

D. Pengomposan

Menurut Dwicaksono., dkk (2014: 2), pupuk adalah material yang

ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi kebutuhan

hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik.

Material pupuk dapat berupa bahan organik ataupun nonorganik (mineral).

Pupuk digolongkan menjadi dua jenis berdasarkan sumber bahan

penyusunnya, yaitu pupuk organik/alami dan pupuk kimia/sintetis .

13
Pupuk organik adalah sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas

bahan organik yang berasal dari tanaman atau hewan yang telah melalui

proses rekayasa, dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan

menyuplai bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi

tanah. Definisi tersebut menunjukkan bahwa pupuk organik lebih

ditujukan kepada kandungan C-organik atau bahan organik dari pada kadar

haranya. Nilai Corganik itulah yang menjadi pembeda dengan pupuk

organik (Simanungkalit., dkk, 2006: 2).

Pupuk organik atau sering disebut kompos merupakan bahan

organik, seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, rumput rumputan,

dedak padi, batang jagung, sulur, carang-carang serta kotoran hewan yang

telah mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme pengurai,

sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah. Kompos

mengandung hara-hara mineral yang esensial bagi tanaman.

Adapun dekomposisi tersebut secara garis besar menurut

Yulipriyanto (2005: 30) dapat dituliskan sebagai berikut :

Aktivitas
Bahan organik Mikroorganisme > H2O + CO2 + Hara +

Humus + Enersi

Menurut Gaur, 1981 (Mulyadi, 2008: 15), pengomposan merupakan

metode yang aman bagi daur ulang bahan organik menjadi pupuk. Unsur-

unsur yang terkandung dalam bahan organik yang ditambahkan ke dalam

tanah akan diubah dalam bentuk yang dapat digunakan tanaman (menjadi

tersedia) hanya melalui pelapukan.

14
Apabila dilihat dari penggunaan oksigen, pegomposan terdiri dari

pengomposan aerob dan anaerob. Hasil metabolisme bahan organik oleh

mikroorganisme secara aerobik yang utama adalah CO2, H2O dan panas,

sedangkan dari proses anaerobik adalah gas metana (CH4), CO2, dan

berbagai hasil antara seperti asam-asam organik yang mempunyai berat

molekul rendah (asam asetat, asam propionate, asam butirat, asam laktat,

asam suksinat, dan lain lain) (Yulipriyanto, 2005:31). Pengomposan

anaerob yaitu proses pengomposan yang menggunakan mikroorganisme

yang hidup tanpa membutuhkan oksigen. Karakteristik dari pengomposan

anaerob adalah temperature rendah atau dingin tidak terjadi fluktuasi suhu.

Pengomposan aerob yaitu proses pengomposan yang menanfaatkan

mikroorganisme yang kehidupannya membutuhkan oksigen untuk

mendekomposisi limbah padat. Karakteristik dari pengomposan aerob

adalah temperature tinggi, tidak timbul bau dan proses cepat (21-41 hari).

Pada pengomposan aerob terjadi interaksi antara unsur organik, air dan

mikroorganisme serta oksigen. Dalam hidupnya, mikroorganisme

mengambil air dan oksigen dari udara. Makanannya diperoleh dari bahan

organik yang akan siubah menjadi produk metabolisme berupa

karbondioksida (CO2), uap air (H2O), humus dan energi. Sebagian energi

yang dihasilkan digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi, sedangkan

sisanya dibebaskan ke lingkungan sebagai panas (Siswati., dkk., dkk., dkk,

2009: 64)

Menurut Dahono (2012 : 7-8), cara mengetahui tingkat kematangan

15
kompos dapat dilakukan dengan cara yang sederhana yaitu :

1. Mencium/membaui

Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan harum. Apabila

kompos tercium bau yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi

anaerobik dan menghasilkan senyawa-senyawa berbau yang

mungkin berbahawa bagi tanaman. Apabila kompos masih berbau

seperti bahan mentahnya berarti kompos belum matang.

2. Melihat warna kompos

Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman.

Apabila kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan

bahan mentahnya berarti kompos tersebut belum matang.

3. Melihat penyusutan volume bahan

Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan

kematangan kompos. Besarnya penyusutan tergantung pada

karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.

Penyusutan berkisar antara 20 – 40 %. Apabila penyusutannya masih

kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum selesai dan

kompos belum matang.

Dekomposisi bahan organik dapat berlangsung dalam lingkungan

yang bervariasi dalam kondisi aerobik ke anaerobik dan dari temperatur

mesofilik ke termofilik, tergantung pada mikroorganisme yang terlibat,

aerasi dan tingkat kelembaban kompos. Pengomposan mesofilik yaitu

pengomposan dengan mikroorganisme yang hidup pada temperature 20-

16
40℃ , dan pengomposan termofilik yaitu pengomposan dengan

mikroorganisme yang hidup pada temperature 40-75℃ (Dalzell et al.,

1987 : Yulipriyanto 2005: 52).

Pada awal proses bakteri mesofilik akan tampak yaitu saat terjadi

kenaikkan temperature. Fungi mesofilik akan tampak setelah 5-10 hari

dan Actinomycetes menjadi jelas saat sebelum temperatur puncak tercapai.

Pada temperatur 60-70℃ bakteri, fungi, Actinomycetes tidak aktif,

beberapa pathogen mati. Pada akhir fase termofilik yang ditunjukkan

dengan penurunan temperatur, jenis Actinomycetes akan tampak lagi

dengan timbulnya warna putih atau abu abu pada material limbahnya.

Disinilah diperoleh hasil akhir yaitu kompos/humus yang terbebas dari

pathogen dan cukup terjamin kesehatannya (Siswati., dkk., dkk., dkk 2009:

65).

Salah satu produk dekomposisi bahan organik yang terpenting adalah

untuk pertanian yang berupa kompos. Kompos memiliki sifat fisik dan

kimia seperti humus yang lebih resisten dari bahan organik asalnya. Untuk

memperoleh produk kompos yang memuaskan harus di ciptakan kondisi

yang optimal bagi pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme dekomposer

seperti unsur hara, udara, kelembaban, dan temperatur.

Laju dekomposisi bahan organik menuju kearah kematangan produk

kompos yang baik tergantung pada beberapa factor antara lain suplai hara,

C/N ratio, ukuran partikel/ bahan yang didekomposisikan, kelembaban,

aerasi, temperatur, pH dan ketersediaan mikroorganisme (Yulipriyanto ,

17
2005: 33-35).

Menurut Sucipto (2012: 57), hal- hal yang perlu diperhatikan dalam

pengomposan yaitu :

1. Nilai C/N bahan

Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N ratio bahan

organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Semakin rendah nilai

C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin cepat.

Hal ini dikarenakan C/N yang semakin mendekati atau sama dengan

C/N tanah (< 20) maka bahan tersebut dapat langsung diserap dan

digunakan untuk tanaman.

2. Ukuran bahan

Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses

pengomposannya karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan

bakteri. Untuk itu bahan organik perlu dicacah hingga berukuran kecil.

Bahan yang keras sebaiknya di cacah hingga berkuran 0,5-1 cm ,

sedangkan bahan yang tidak keras dicacah sekitar 5 cm. Pencacahan

bahan yang tidak keras tidak terlalu tinggi agar bahan tidak terlalu

hancur (banyak air) kurang baik bagi kelembabannya.

3. Komposisi bahan

Pengomposan dari beberapa macam bahan organik akan lebih

baik dan lebih cepat. Menurut Mulyadi (2008:13), bahan organik secara

umum dapat dibedakan atas bahan organik yang mudah terdekomposisi

18
karena disusun oleh senyawa sederhana yang terdiri dari C, O dan H,

yang termasuk di dalamnya adalah senyawa selulosa, pati, gula dan

senyawa protein; dan bahan organik yang sukar terdekomposisi karena

disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi

senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan

organik yang banyak mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan

resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan.

Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila

ditambah kotoran hewan. Ada juga yang menambahkan makanan dan

zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain dari

bahan organik, mikroorganisme juga mendapatkan bahan makanan dari

luar.

4. Ketersediaan mikroorganisme

Biasanya dalam proses pengomposan terdapat beberapa

mikroorganisme yang berperan diantaranya bakteri, fungi,

Actinomycetes, dan protozoa. Bila semua faktor lingkungan sesuai

maka aktivitas mikroorganisme dalam melakukan dekomposisi akan

semakin optimal. Peranan bakteri mesofilik meliputi : menaikkan

temperature bahan kompos untuk perkembangan bakteri thermofilik.

Bakteri thermofilik yang berkembang selama batas waktu tertentu akan

mampu mengkonsumsi protein dan karbohidrat sekaligus merombaknya

secara cepat, sedangkan actinomycetes sangat aktif dalam perombakan

protein bahkan karbohidrat yang megakibatkan sejumlah sebesar fraksi

19
padat terlarut. Bakteri thermofilik lebih banyak menyerang protein,

lemak dan hemiselulosa tetapi tidak seefisien yang dilakukan fungi

thermofilik (Gaur, 1982 : Yulipriyanto, 2005: 52). Fungi thermofilik

aktif dalam temperature 40 ℃ - 60 ℃.

5. Kelembaban dan aerasi

Umumnya mikroorganisme dapart bekerja dengan kelembaban

sekitar 40-60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat

bekerja secara optimal. Artinya dibawah ambang tersebut, kerja

mikroorganisme dalam merombak akan lamban dan mempengaruhi

waktu proses pengomposan. Adapun kebutuhan aerasi tergantung dari

proses berlangsungnya pengomposan tersebut. Bila tidak ada udara

(anaerobik) maka akan mengahasilkan perbedaan tipe mikroorganisme

yang berkembang,yang menyebabkan keadaan masam atau bau busuk

yang tidak menyenangkan dari tumpukan bahan. Pengaturan aerasi dan

kelembaban dalam praktek pengomposan dilakukan dengan pembalikan

bahan secara regular yang dilakukan dengan atau tanpa mesin

(Yulipriyanto , 2005: 35-36).

6. Temperatur

Bahan organik yang sudah mengalami perombakan oleh

mikroorganisme, maka akan dibebaskan sejumlah energi dalam bentuk

panas dan menaikkan temperature bahan kompos dalam tumpukan.

Dalzell, 1987 (Yulipriyanto, 2005: 36), menyatakan bahwa pada tahap

20
awal pemanasan, mikroorganisme memperbanyak diri secara cepat

sehingga menaikkan temperatur bahan. Pada periode ini senyawa

senyawa yang sangat reaktif seperti gula, karbohidrat dan lemak

dirombak. Bila temperatur mencapai 40 ℃ mikroorganisme mesofilik

digantikan oleh mikroorganisme thermofilik. Bila temperature mencapai

60℃ fungi berhenti bekerja dan proses perombakan dilanjutkan oleh

Actinomycetes dan strain bakteri pembentuk spora (spore forming

bacteri ).

Temperatur yang muncul selama pengomposan tergantung dari tipe

dan ukuran bahan organik dalam tumpukan. Gaur, 1982 (Yulipriyanto,

2005: 36), menyatakan bahwa pada pengomposan bahan organik yang

C/N ratio tinggi seperti jerami padi dan tangkai sorgum yang mempunyai

nisbah C/N ratio antara 48-50, temperatur bahan kompos tidak boleh

lebih dari 52℃. Sedangkan menurut Sucipto (2012:58) temperatur

optimal dalam pengompoan sekitar 30-50 ℃.

7. Keasaman / pH

Kisaran pH optimum untuk bakteri adalah 6,0-7,5. Sedangkan untuk

fungi dapat hidup pada pH 5,5-8,0, dan Aktinomycetes terhambat

kegiatannya jika pH kurang dari 5,0 (Yulipriyanto, 2005: 37).

Pada permulaan dekomposisi, pH bahan organik sedikit masam

diakibatkan karena asam –asam organik sederhana yang dihasilkan dari

perombakan bahan tahap awal. pH bahan tumpukan akan kembali

mendekati alkalin setelah beberapa hari akibat protein bahan dirombak

21
dan amoniak dibebaskan. Kemasaman yang terlalu tinggi pada tahap

awal akan menghalangi aktivitas mikroorganisme dan panas yang

dibebaskan oleh reaksi biokimia yang akan terjadi.

Dalam pengomposan istilah bulking agent sudah tidak asing.

Bulking agent adalah bahan tambahan yang menyebabkan tumpukan

material menjadi terlihat lebih besar/mengembang (bulk). Bulking agent

adalah bahan tambahan yang ditambahkan dengan cara menggiling atau

mencampurkan dengan material kompos, sehingga membentuk struktur,

porositas, dan struktur yang mempengaruhi proses pengomposan karena

keterkaitannya dengan aerasi. Fungsi bulking agent adalah menyediakan

struktur pendukung bagi tumpukan bahan, menyediakan pori udara

diantara partikel, meningkatkan ukuran ruang pori, dan memudahkan

pergerakan udara melewati campuran bahan. Bulking agent bisa berupa

serut kayu., jerami, sabut kelapa, sekam padi, dan ampas tebu (Nugroho.,

dkk, 2010 : 606-607).

E. Effetive Microorganism (EM4)


Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam

jangka waktu yang cukup lama, ada yang 2-3 bulan bahkan hingga

mencapai kurun waktu 6-12 bulan, tergantung dari bahannya. Tenggang

waktu pembuatan pupuk yang cukup lama, sementara kebutuhan pupuk

terus meningkat maka kemungkinan akan terjadi kekosongan pupuk.

Oleh karena itu, para ahli melakukan upaya untuk mempersingkat waktu

proses pengomposan tersebut melalui berbagai penelitian. Beberapa

22
hasil penelitian menunjukkan proses pengomposan dapat dipercepat

menjadi 2-3 minggu atau 1-1,5 bulan, tergantung pada bahan dasarnya

(Sucipto, 2012: 54).

Untuk mempercepat proses pengomposan umumnya dilakukan

dalam kondisi aerob namun menimbulkan bau. Dalam kondisi anaerob

proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan EM4. Bau yang

dihasilkan dapat hilang bila proses berlangsung dengan baik. Jumlah

mikroorganisme fermentasi di dalam EM4 sangat banyak, 80 genus.

Mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja secara effektif

dalam memfermentasikan bahan organik.

Dari sekian banyak mikroorganisme yang ada, ada 5 golongan

bakteri yang pokok diantaranya yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus

sp., Streptomyces sp., Ragi (yeast) dan Actinomycetes. Hasil

pengomposan menggunakan EM4 sering disebut bokashi.

Menurut Sucipto, (2012: 59-60), secara global terdapat 5 golongan

bakteri yang pokok yaitu :

1. Bakteri fotosintetik

Bakteri ini merupakan bakteri yang bebas yang dapat

mensintesis senyawa nitrogen, gula, dan substansi bioaktif lainnya.

Hasil metabolit yang memproduksi dapat diserap secara langsung oleh

tanaman dan tersedia sebagai substrat untuk perkembangbiakan

mikroorganisme yang menguntungkan.

23
2. Lactobacillus sp.

Bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian

Gula dan karbohidrat lain yang bekerja sama dengan bakteri

fotosntesis dan ragi. Asam laktat ini merupakan bahan sterilisasi yang

kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat

menguraikan bahan organik dengan cepat.

3. Streptomycetes sp.

Bakteri ini mampu mengeluarkan enzim streptomisin yang

bersifat racun terhadap hama dan penyakit yang merugikan.

4. Ragi ( yeast )

Ragi memproduksi substansi bagi tanaman dengan cara

fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna

untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar. Ragi ini juga berperan

dalam perkembangan atau pembelahan mikroorganisme

menguntungkan lain seperti Actinomycetes dan bakteri asam laktat.

5. Actinomycetes

Actinomycetes merupakan organisme peralihan antara bakteri

dan jamur yang mengambil asam amino dan zat serupa yang

diproduksi bakteri fotosintesis dan merubahnya menjadi antibiotik

untuk mengendalikan pathogen, menekan jamur dan bakteri

berbahaya dengan cara menghancurkan khitin yaitu zat esensial untuk

pertumbuhannya.

24
Formula EM4 dalam bentuk cairan yang berwarna kuning

kecoklatan. Cairan ini berbau sedap dengan rasa asam manis dan tingkat

keasaman (pH) kurang dari 3,5. Apabila tingkat keasaman melebihi 4,0

maka cairan ini tidak dapat digunakan lagi. Sebelum digunakan, EM4

perlu diaktifkan dahulu karena mikroorganisme di dalam larutan EM4

berada dalam keadaan tidur (dorman). Pengaktifan mikroorganisme di

dalam EM4 dapat dilakukan dengan cara memberikan air dan makanan

(molase) (Yuniwati., dkk. 2012:175)

Menurut Sucipto (2012: 60), selain berfungsi dalam proses

fermentasi dan dekomposisi bahan organik, EM4 juga mempunyai

manfaat yang lain, seperti :

1. Memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah

2. Menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, dan

3. Menekan pertumbuhan jamur yang bersifat pathogen

F. Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Peraturan Menteri Pertanian


Dalam rangka pengaturan mutu produk kompos agar dapat melindungi

konsumen dan mencegah pencemaran lingkungan, maka Standar Nasional

Indonesia (SNI) membuat spesifikasi kompos dari sampah organik domestik.

Standar ini dapat digunakan sebagai acuan bagi produsen kompos dalam

memproduksi kompos. Standar tersebut dapat dilihat pada table 2 berikut ini:

25
Tabel 2. Standar Kualitas Kompos
No Parameter Satuan Minuman Maksimum
1 Kadar Air % - 50
2 Temperatur C Suhu air tanah
3 Warna Kehitaman
4 Bau Berbau tanah
5 Ukuran Partikel Mm 0,55 25
6 Kemampuan ikat air % 58 -
7 Ph 6,80 7,49
8 Bahan asing % * 1,5
Unsur makro
9 Bahan organik % 27 58
10 Nitrogen % 0,40 -
11 Karbon % 9,80 32
12 PHosfor (P2O5) % 0,10 -
13 C/N-rasio 10 20
14 Kalium ( K2O) % 0,20 *
15 Arsen mg/kg * 13
16 Kadmium ( Cd ) mg/kg * 3
17 Kobal ( Co ) mg/kg * 34
18 Kromium ( Cr ) mg/kg * 210
19 Tembaga ( Cu ) mg/kg * 100
20 Merkuri ( Hg ) mg/kg * 0,8
21 Nikel ( Ni ) mg/kg * 62
22 Timbal ( Pb ) mg/kg * 150
23 Selenium ( Se ) mg/kg * 2
24 Seng ( Zn ) mg/kg * 500
Unsur Lain
25 Kalsium % * 25,50
26 Magnesium ( Mg ) % * 0,60
27 Besi ( Fe ) % * 2,00
28 Alumunium ( Al ) % * 2,20
29 Mangan ( Mn ) % * 0,10
Bakteri
30 Fecal Coli MPN/gr 1000
31 Salmonella sp MPN/4 gr 3
Keterangan : *Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum
Sumber : SNI Sumber : SNI 19-7030-2004: 6

G. Unsur Hara
Kesuburan tanah dapat dilihat dari kandungan unsur-unsur hara yang

ada didalamnya baik itu unsur hara makro maupun mikro. Unsur hara

adalah sumber nutrisi yang dibutuhkan bagi tanaman.

26
1. Unsur hara makro

Suatu unsur hara disebut makro esensial jika dibutuhkan dalam

jumlah besar, biasanya diatas 500 ppm. Unsur hara makro esensial

meliputi karbon (C). hidrogen (H) dan oksigen (O). Unsur makro

esensial terbatmeliputi nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), belerang

(S), kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).

a. Nitrogen (N)

Nitrogen merupakan salah satu unsur yang paling luas di

alam. Di atmosfer terdapat sekitar 3,8 x 1015 ton nitrogen

molekuler, sedangkan pada litosfer terdapat 4,74 kalinya. Unsur N

di dalam tanaman dijumpai dalam bentuk anorganik atau organik

yang bergabung dengan C, H, O dan kadangkala dengan S untuk

membentuk asam-asam amino, enzim-enzim amino, asam nukleat,

klorofil, alkaloid dan basa purin. Tanaman menyerap N dalam

bentuk N-amonium (NH4+) maupun N-nitrat (NO3-), tetapi tanaman

lebih banyak menyerap N-amonium dibanding N-nitrat dan total N

tanaman berkorelasi lebih erat dengan N-amonium dibanding N-

nitrat (Hanafiah, 2005: 275-284).

Nitrogen pada umumnya diperlukan untuk pembentukan atau

pertumbuhan bagian-bagian vegetative tanaman, seperti daun,

batang dan akar. Fungsi nitrogen bagi tanaman diantaranya dapat

meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan kadar protein

dan meningkatkan kualitas tanaman terutama daun, daun tanaman

27
akan menjadi lebar dengan warna yang lebih hijau (Sutejo, 1995:

24). Tumbuhan yang mengandung cukup nitrogen untuk sekedar

tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekhatan, yakni klorosis

biasa terutama pada daun tua. Pada kasus yang parah, daun

menjadi kuning seluruhnya lalu agak kecoklatan saat mati.

Biasanya, daun gugur pada fase kuning atau kuning kecoklatan.

Daun muda tetap hijau lebih lama karena mendapatkan nitrogen

larut yang berasal dari daun tua. Tumbuhan yang mendapatkan

nitrogen biasanya mempunyai daun berwarna hijau tua dan lebat,

dengan sistem akar yang kerdil ( Salisbury & Ross, 1995 : 143)

b. Fosfor (P)

Fosfor (P) termasuk unsur hara makro esensial yang sangat

penting untuk pertumbuhan tanaman, namun kandungannya

didalam tanah lebih rendah dibanding nitrogen (N), kalium (K),

dan kalsium (Ca). Fosfor sebagian besar berasal dari pelapukan

batuan mineral alami sisanya berasal dari pelapukan bahan organik.

Sebagian besar fosfor yang mudah larut diambil oleh

mikroorganisme tanah untuk pertumbuhan. Unsur P diambil

tanaman dalam bentuk ion orthofosfat primer dan sekunder

(H2PO4- dan HPO42-). Proporsi penyerapan kedua ion ini

dipengaruhi pH area perakaran tanaman. Pada pH lebih rendah

tanaman lebih banyak menyerap ion orthofosfat primer dan pada

pH yang lebih tinggi ion orthofosfat sekunder yang lebih banyak

28
diserap tanaman (Hanafiah, 2005: 288-292). Menurut Salisbury &

Ross (1995: 143), fosfor lebih cepat diserap tanaman dalam bentuk

senyawa fosfat primer dan diserap lebih lambat dalam bentuk anion

fofat sekunder. Banyak fosfat diubah menjadi bentuk organik

ketika masuk ke dalam akar atau sesudah diangkut melalui xilem

menuju tajuk.

Fosfor terdapat dalam bentuk phitin, nuklein dan fosfatide,

merupakan bagian dari inti sel dan protoplasma. Sebagai bagian

dari inti sel sangat penting dalam pembelahan sel, demikian pula

jaringan meristem. Secara umum, fungsi fosfor adalah dapat

mempercepat pertumbuhan akar semai, memperkuat pertumbuhan

tanaman muda menjadi dewasa, mempercepat pembungaan dan

pemasakan buah, biji atau gabah serta meningkatkan produksi biji-

bijian ( Sutejo, 1995 : 25-26).

Tumbuhan yang kahat fosfor akan menjadi kerdil dan

berwarna hijau tua, daun tua berwarna coklat gelap saat mati.

Fosfat tersebar dengan mudah pada sebagian besar tumbuhan, dari

organ yang satu ke organ yang lainnya, dan menghilang dari daun

tua menumpuk di daun muda dan bunga serta biji yang sedang

berkembang. Akibatnya, gejala kekhatan mula-mula terlihat pada

daun yang lebih dewasa.

29
c. Kalium (K)

Kalium merupakan unsur makro terbesar setelah N yang

paling banyak diserap tanaman. K berfungsi dalam mekanisme

fotosintesis, trsanslokasi karbohidrat, sehingga mempercepat

penebalan dinding-dinding sel dan ketegaran tangkai bunga

bunga/buah/cabang (Hanafiah, 2005 : 295-303).

Kalium dapat dikatakan bukan elemen yang langsung

pembentuk bahan organik. Kalium berperan dalam membantu

pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium diserap dalam

bentuk K+ terutama pada tanaman muda. Kalium banyak terdapat

pada sel-sel muda atau bagian tanaman yang mengandung protein

(Sutejo, 1995 : 27). Unsur kalium ini berlimpah jumlahnya

sehingga menjadi penentu utama potensial osmotik, dan karena itu

juga penentu tekanan turgornya hal ini berkaitan dengan proses

membuka dan menutupnya stomata (Salisbury & Ross, 1995: 145).

Ion K+ dengan mudah disalurkan dari organ dewasa ke organ

muda, sehingga gejala kekhatan pertama kali tampak pada daun

tua. Pada monokotil, sel diujung dan tepi daun mula-mula mati dan

nekrosis meluas ke bawah sepanjang tepi menuju daun bagian

muda di dasar daun (Salisbury & Ross, 1995 : 145). Kekurangan

unsur K dapat menyebabkan melemahnya batang sehingga

tanaman mudah rebah dan terserang penyakit. Kandungan Kalium

yang meningkat pada tanaman akan menambah daya tahan

30
tanaman terhadap penyakit karena dinding sel tanaman semakin

tebal (Ruhnayat 2007: 55).

d. Belerang (S)

Jumlah unsur S hampir sama dengan jumlah unsur P di

alam. Unsur ini diambil tanaman dalam bentuk SO42- dan sedikit

dalam bentuk gas belerang (SO2) diserap melalui daun dari

atmosfer. Berperan penting sebagai komponen asam-asam amino

esensial penyusunan protei tanaman maupun hewan. Gejala

defisiensi unsur ini sama dengan unsur N, sehingga dapat

menimbulkan kerancuan penyebabnya. Perbedaannya terletak pada

sifat unsur S yang immobile, sedangkan unsur N bersifat mobil.

Gejala awal defisiensi N dimulai pada dedaunan tua sedangkan

gejala defisiensi S terjadi pada dedaunan muda. Defisiensi S

menyebabkan tanaman tumbuh terhambat dan kerdil dengan batang

kecil dan pendek serta klorotik (Hanafiah,2005: 307-309).

e. Kalsium (Ca)

Kalsium diambil tanaman dalam bentuk ion Ca2+ berperan

sebagai komponen dinding sel, dalam pembentukan struktur dan

permeabilitas membran. Kalsium rata-rata menyusun 0,5% tubuh

tanaman, banyak terdapat pada daun dan pada beberapa tanaman

mengendap sebagai Ca-oksalat dalam sel-sel. Kekurangan unsur ini

dapat menyebabkan terhentinya pertumbuhan tanaman akibat

31
terganggunya pembentukan pucuk tanaman dan ujung-ujung akar

(titik-titik tumbuh), serta jaringan penyimpanan (Hanafiah 2005:

303-305)

f. Magnesium (Mg)

Magnesium diambil tanaman dalam bentuk ion Mg2+,

terutama berperan sebagai penyusun klorofil (satu-satunya

mineral), tanpa klorofil fotosintesis tanaman tidak akan

berlangsung dan sebagai aktivator enzim. Defisiensi Mg ditandai

dengan gejala klorosis diantara tetulangan dedaunan tua yang tetap

hijau, kemudian menguning atau lembAyu., dkkng merah

(Hanafiah 2005: 306).

2. Unsur hara mikro

Unsur hara disebut mikro esensial jika dibutuhkan dalam jumlah

sedikit, biasanya kurang dari 50 ppm. Beberapa unsur yang termasuk

didalamnya adalah Boron (Bo), Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga

(Cu), Seng (Zn), Klorin (Cl), Molibdenum (Mo) dan Co (koblat).

Peranan unsur hara mikro bagi tanaman adalah sebagai berikut:

a. Sintesis klorofil adalah Fe, Mn, Cu dan Zn

b. Fotosintesis adalah Fe, Mn, Cu dan Cl

c. Sistem respirasi adalah B, Fe dan Cu

d. Metabolisme karbohidrat adalah B dan Cu

e. Metabolisme protein adalah Fe dan Cu

32
f. Fiksasi dan asimilasi N adalah Fe, Cu, Mo, dan Co

g. Aktivasi seluler/membran meliputi B dan Cl.

H. Tanaman Sawi
Sawi (Brassica juncea L.) masih satu famili dengan kubis-krop,

kubis bunga, brokoli dan lobak atau rades, yakni famili cruciferae

(Brassicaceae) oleh karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama,

terutama pada sistem perakaran, struktur batang, bunga, buah maupun

bijinya.

Klasifikasi sawi dalam (Rukmana, 2007: 4) sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Sub-kelas : Dicotyledonae

Ordo : Papavorales

Famili : Brassicaceae

Genus : Brassica

Spesies : Brassica juncea L.

Secara umum tanaman sawi mempunyai daun lonjong, halus dan

tidak berbulu. Tangkai daunnya panjang, berwarna putih kehijauan.

Daunnya lebar memanjang, tipis dan berwarna hijau. Rasanya renyah,

segar dengan sedikit rasa pahit. Sawi memiliki akar tunggang (radix

primaria) dan cabang-cabang akar yang bentuknya bulat panjang

(silindris) meyebar ke semua arah pada kedalaman antara 30-50 cm. Akar-

akar ini berfungsi antara lain menghisap air dan zat makanan dalam tanah

33
serta menguatkan berdirinya batang tanaman (Syahputra, 2007: 1).

Sawi termasuk tanaman sayuran yang tahan terhadap hujan.

sehingga ia dapat ditanaman di sepanjang tahun, dengan syarat pada saat

musim kemarau disediakan air yang cukup untuk penyiraman. Tanaman

sawi hijau dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang

gembur, subur, mudah menyerap air dan kedalaman tanah sekitar 5 cm.

menyatakan bila pH tanah dibawah 6,0 maka tanaman sawi akan lAyu.,

dkk, bila pH tanah diatas 7,0 akan terjadi klorosis atau dau berwarna putih

kekuningan terutama daun yang masih muda (Syahputra, 2007: 13).

Pada umumnya benih sawi hijau memiliki bentuk bulat, kecil, warna

coklat kehitaman, agak keras dan permukaannya kecil mengkilat.

Penyemaian benih sawi hijau dilakuan dengan beberapa tahap, yaitu mulai

membuat media penyemaian , penaburan benih, dan penyemaian. Media

penyemaian dapat menggunakan tanah dan humus atau lebih baiknya

menggunakan kompos. Apabila sudah melakukan penyemaian, maka

selanjutnya melakukan penyiraman. Sawi Hijau baru bisa ditanam pada

umur 3-4 minggu .

Penanaman sawi hijau dapat menggunakan media organik seperti

tanah, pupuk kandang dan arang sekam atau bisa juga menggunaan sabut

kelapa. Perbandingan bahan media tanam tersebut 2:1:1. Bahan dicampur

rata dan didiamkan selama 3 hari, setelah itu bisa digunaan untuk

menanam. Pupuk organik bisa ditambahkan, dalam hal ini pupuk organik

padat lebih baik dari pada pupuk organik cair. Penempatan tanaman sawi

34
juga harus diperhatikan, tanaman sawi yang masih kecil ditempatan pada

daerah yang tidak terlalu terpapar matahari dan tidak ternanungi hujan.

Peyiraman tanaman dilakukan menurut musim. Jika tidak terlalu panas,

penyiraman dilakukan sehari sekali, bisa pada pagi atau sore hari. Sawi

dapat dipanen pada umur 40-50 hari setelah tanam dengan cara memotong

pangkal batang atau dengan mencabut seluruh tanaman (Budianto, 2016:

44-49). Namun dalam penelitian Manullang., dkk dkk., (2014: 35)

menyebutkan bahwa pemanenan bisa dilakukan pada saat tanaman sawi

berumur 26 hari dengan melihat jumlah daun, tinggi tanaman dan warna

daun.

Sawi hijau memerlukan cahaya matahari tinggi berkisar antara 250-

400 cal/cm2. Kondisi iklim yang cocok untuk pertumbuhan tanaman sawi

adalah daerah yang mempunyai suhu antara 21,1℃-32℃ (Fransisca 2009:

6)

I. KERANGKA BERPIKIR
Limbah kulit talas kimpul yang dihasilkan oleh home industri

keripik talas setiap hari volumenya selalu bertambah. Selain limbah

tersebut, di lingkungan sekitar juga terdapat limbah sisa penggilingan padi

berupa dedak dan sekam yang belum termanfaatkan. Kedua bahan ini

dapat dijadikan sebagai bahan campuran pembuat kompos organik. Kulit

talas kimpul dijadikan bahan utama pembuatan kompos dengan melihat

kandungan karbohidrat (C) yang cukup tinggi didalamnya, sedangkan

dedak dan sekam dijadikan bulking agent atau bahan pelengkap. Peranan

35
dedak atau bekatul berfungsi sebagai sumber protein (N) sedangkan sekam

padi sebagai bulking agent utama. Pada umumnya pengomposan

membutuhkan waktu yang lama, maka dibutuhkan aktivator yang mampu

mempercepat proses pengomposan salah satu produk aktivator adalah

EM4. Formula EM4 berisi banyak mikroorganisme yang mampu

mempercepat proses perombakan bahan organik dalam pengomposan.

Dari hasil pengomposan diharapkan bisa menjadi tambahan penyedia

unsur hara bagi tanaman. Oleh karena itu perlu diketahui kandungan unsur

hara yang banyak dibutuhkan tanaman meliputi unsur N, P, K dan C/N

ratio pupuk. Untuk mengetahui optimalisasi unsur hara pupuk kulit talas

kimpul, maka harus dikorelasikan dengan standar yang sudah ditetapkan

mengenai peraturan produksi pupuk organik yang tertuang dalam Standar

Nasional Indonesia. Unsur hara pupuk inilah yang nantinya akan berperan

dalam pertumbuhan tanaman salah satu fungsinya yaitu berperan dalam

pembentukan sel, jaringan dan organ tanaman. Pertumbuhan tanaman

dapat dilihat dari tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah, dan berat

kering.

36
Limbah Organik Limbah organik
Home industri penggilingan

Kulit talas kimpul Dedak dan


(Xanthosoma sagitifolium) sekam

Sumber Sumber protein


karbohidrat ( C) (N)

EM4 Pengomposan
(Mikroorganisme
dan nutrisi)

Kecepatan Unsur hara bagi


pengomposan tanaman

SNI N, P, K dan C/N ratio

Pertumbuhan
Tanaman Sawi
(Brassica juncea L)

Pembentukan sel,
jaringan dan organ

Tinggi Jumlah Daun Bobot Basah Bobot Kering


Tanaman(cm) ( helai ) (gram) (gram)

Gambar 2. Bagan Kerangka Berpikir

37
J. HIPOTESIS

1. Effective Mikroorganisme (EM4) berpengaruh terhadap kualitas

hasil pengomposan kulit talas kimpul, semakin tinggi konsentrasi

EM4 maka unsur hara hasil pengomposan semakin baik.

2. Kandungan unsur hara dan C/N ratio pupuk kulit talas kimpul

dengan perlakuan EM4 lebih mendekati SNI dibandingkan tanpa

perlakuan EM4.

3. Pupuk kulit talas kimpul berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman sawi, semakin tinggi konsentrasi EM4 maka pertumbuhan

semakin baik.

38

Anda mungkin juga menyukai