Anda di halaman 1dari 11

Tugas Komunikasi Antar Budaya

Kebudayan Korea Selatan


Oleh:
Nama: Nadiyatul Umamy Dn
Nim: 1605905030054
Prodi: Ilmu Komunikasi
(Unit B)

PRODI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
2018
BAB 1
PENDAHULUAN

Korea atau sewaktu bersatunya dikenal sebagai Choson, negeri yang


dijuluki Land Of Morning Calm memiliki kebudayaan yang tak ternilai harganya.
Sebut saja contohnya adalah Kuil Bulguksa, Observatorium tertua di dunia-
Ch’omsongdae, hingga Tugu Ssanggyong. Itu baru kebudayaan berwujud fisik
belum lagi kebudayaan yang bersifat imaterial atau dengan kata lain kebudayaan
ideal. Karena memang kebudayaan tidak hanya yang kelihatan wujudnya tapi
juga, ada yang wujudnya tidak terlihat secara kasat mata namun sebenarnya ada,
inilah yang disebut kebudayaan ideal atau kebudayaan gagasan. Kebudayaan ideal
Korea, sebenarnya kebanyakan hanya kebudayaan ideal turunan. Contohnya
adalah ajaran Kong-Hu-Chu yang melekat erat dalam kehidupan sosial dan etos
kerja orang Korea tentu saja bukan kebudayaan ideal asli Korea, karena seperti
yang kita ketahui bersama bahwa Kong-Hu-Cu adalah kebudayaan ideal dari Cina
dengan penggagasnya adalah Konfusius, seorang filsuf Cina. Kemudian, ada
semangat keagamaan yang berasal dari kebudayaan Buddha yang menganjurkan
pengikutnya agar beragama Buddha, inilah yang membuat orang Korea tertarik
beragama. Tapi, tentu saja ada kebudayaan ideal asli Korea, seperti Hwangdo
(Jalan Ksatria). Hwangdo mengajarkan bahwa orang Korea harus memiliki
integritas dan disiplin yang tinggi. Hwangdo pada dahulu kala tadinya hanya
untuk bangsawan tapi, sekarang semua orang Korea mengaplikasikannya.
BAB 2

PEMBAHASAN

Republik Korea (bahasa Korea: Daehan Minguk (Hangul: 대한민국;

Hanja: 大韓民國); bahasa Inggris: Republic of Korea/ROK) atau biasa dikenal


sebagai Korea Selatan atau Korsel adalah sebuah negara di Asia Timur yang
meliputi bagian selatan Semenanjung Korea. Di sebelah utara, Republik Korea
berbataskan Korea Utara, di mana keduanya bersatu sebagai sebuah negara hingga
tahun 1948. Laut Kuning di sebelah barat, Jepang berada di seberang Laut Jepang
(disebut "Laut Timur" oleh orang-orang Korea) dan Selat Korea berada di bagian

tenggara.[4] Negara ini dikenal dengan nama Hanguk (한국; 韓國).[5] oleh

penduduk Korea Selatan dan disebut Namchosŏn (남조선; 南朝鮮; "Chosŏn

Selatan") di Korea Utara. Ibu kota Korea Selatan adalah Seoul (서울).

Penemuan arkeologis menunjukkan bahwa Semenanjung Korea telah


didiami sejak Masa Paleolitik Awal.[6][7] Sejarah Korea dimulai dari pembentukan
Gojoseon pada 2333 SM. oleh Dan-gun. Setelah unifikasi Tiga Kerajaan Korea di
bawah Silla pada 668 M, Korea menjadi satu di bawah Dinasti Goryeo dan
Dinasti Joseon hingga akhir Kekaisaran Han Raya pada 1910 karena dianeksasi
oleh Jepang. Setelah liberalisasi dan pendudukan oleh Uni Soviet dan Amerika
Serikat pada akhir Perang Dunia II, Wilayah Korea akhirnya dibagi menjadi
Korea Utara dan Korea Selatan.

A. Sejarah Korea Selatan di sebut Negeri ginseng


Ratusan tahun yang lalu di sebuah desa kecil, ada pasangan suami istri yang
mempunyai anak laki-laki tunggal dan hidup bersama ibu mereka yang sudah tua.
Mereka sangat terkenal karena berbakti kepada ibunya. Namun, suatu hari tiba-
tiba sang ibu jatuh sakit dan sama sekali tidak bisa bangun. Pasangan suami istri
itu terus berusaha ke sana ke kemari untuk menemukan obat yang dapat
menyembuhkan ibu mereka, tetapi obat dari manapun tidak ada khasiatnya untuk
ibu yang sudah sakit parah itu.
Dalam keluarga yang dulu selalu bahagia, kesedihan itu datang dan tidak sirna.

Suatu hari seorang biksu tua datang ke rumah mereka untuk mengumpulkan
sumbangan kuil. Dan sang biksu bertanya kenapa suami istri yang masih begitu
muda nampak sedih dan murung. Kemudian pasangan suami istri itu menjelaskan
sumber kesedihan dari keluarga mereka.
Mendengarkan cerita itu, sang biksu berdiam sejenak sambil menarik nafas
panjang, kemudian sang biksu berkata bahwa hanya ada satu cara untuk
menyembuhkan kembali sang ibu.
Akan tetapi setelah mendengarkan cara untuk menyembuhkan ibu mereka,
pasagan suami istri itu hampir kabur dan ingin pingsan. Karena satu-satunya cara
untuk menyembuhkan sang ibu adalah dengan membiarkan anak mereka yang
baru berusia 5 tahun masuk ke kuali besar yang airnya mendidih.

Aduh…! Bagaimana bisa! Kalau anak mereka mati, ibu bisa sembuh, tapi
mungkin tidak lama setelah itu ibu akan meninggal…Mereka terus berpikir-pikir
dan memutuskan untuk memilih menyembuhkan ibunya. Kalau ibu tidak ada yang
lain selain ibu yang berbaring sakit di sana, tapi kalau anak, kita dapat melahirkan
lagi! Begitulah pasangan suami istri itu mempersiapkan air mendidih untuk
anaknya sambil menahan rasa ingin mati sebagai ganti anaknya. Pada tengah
malam saat itu, sang ibu yang sakit mencari air minum, dan menantunya
memberikan air mendidih yang tadi dipakai untuk merebus anaknya. Sang ibu
meminum air itu sambil mengatakan sepertinya rasa hausnya menghilang.
Kemudian menjelang dini hari, sang ibu langsung bangun dari tempat tidur dan
penyakitnya pun menghilang begitu saja. Kesembuhan sang ibu merupakan hal
yang sangat menyenangkan, tapi suami istri ini tidak bisa merasa senang dengan
sepenuh hati, karena mereka merasa kehilangan anak.
Matahari sudah mulai terbit, dan si anak yang sudah dipersiapkan air
mendidih tiba-tiba keluar dari kamar. Suami istri itu tidak percaya, apakah itu ilusi
atau benar anak mereka atau hantu.? Tapi ternyata itu benar anak mereka yang
sudah direbus di air mendidih semalam. Melihat anaknya, si istri berlari ke dapur
dan membuka kuali besar yang semestinya ada anak mereka di dalamnya, tapi
ternyata tidak ada jenazah anaknya di dalam kulai itu, sebagai gantinya, ada
ginseng besar yang berumur 10 ribu tahun. Ternyata Tuhan menguji rasa bakti
suami istri itu untuk memberikan obat yang dapat menyembuhkan ibunya, yaitu
ginseng seumur 10 ribu tahun! Setelah itu, suami istri itu berterima kasih kepada
Tuhan dan sang biksu yang memberi tahu caranya itu, menguburkan sisa
ginsengnya. Orang bilang bentuk ginseng mirip seperti manusia. Ada kepala, ada
badan, lengan dan kaki. Sehingga legenda yang mirip dengan cerita tersebut dapat
ditemukan di berbagai lokasi di Korea. Sementara daerah yang paling terkenal
dengan ginseng adalah kota Geumsan, provinsi Chungcheong Selatan.

B. Budaya Korea Selatan

 Budaya Perkawinan
Kebudayaan garis keluarga di Korea adalah berdasarkan atas sistem
Patrilinial. Pria memegang peranan penting dalam kesejahteraan keluarga dan
diwajibkan untuk bekerja. Wanita diperbolehkan untuk bekerja hanya kalau
diperbolehkan oleh suami atau jika hasil kerja suaminya tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Tugas utama wanita adalah untuk mengasuh anak
dan menjaga rumah. Budaya perkawinan Korea sangat menghormati kesetiaan.
Para janda, jika suami mereka mati muda, tidak dizinkan menikah lagi dan harus
mengabdikan hidupnya untuk melayani orang tua dari suaminya. Begitu juga yang
terjadi pada seorang duda yang harus melayani orang tua dari istrinya walaupun
istrinya tersebut mati muda.

 Budaya dalam hal keturunan


Dalam budaya Korea , keturunan atau anak dianggap sebagai sebuah
anugerah yang amat besar dari Tuhan. Oleh karena itu, setiap keluarga disarankan
untuk memiliki paling tidak seorang keturunan. Oleh karena budaya yang amat
menghormati anugerah Tuhan tersebut, aborsi yang bersifat sengaja akan
diberikan hukuman yang amat berat secara adapt, yaitu hukuman mati kepada
sang Ibu dan orang lain yang mungkin terlibat di dalamnya, seperti suaminya (jika
suaminya yang memaksa), dokter (jika dokter yang memberikan sarana untuk
aborsi), dan lain-lain. Akan tetapi, secara hukum, tidak akan diadakan hukuman
mati. Hukuman mati biasanya hanya dilaksanakan di daerah pedalaman Korea di
mana adat masih berpengaruh secara kuat.
Pembagian harta warisan dalam budaya ini amatlah adil. Tanpa
memperdulikan jenis kelamin, keturunan dari seseorang akan mendapatkan
pembagian harta dengan jumlah yang sama dengan saudara-saudaranya. Akan
tetapi, dalam prakteknya ini tidak selalu terjadi. Kebanyakan orang tua
menyisihkan lebih banyak harta warisan kepada anak tertua mereka.

 Budaya Pakaian Tradisional "Hanbok"


Hanbok (Korea Selatan) atau Chosŏn-ot (Korea Utara) adalah pakaian
tradisional masyarakat Korea. Hanbok pada umumnya memiliki warna yang
cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku. Walaupun secara
harfiah berarti "pakaian orang Korea", hanbok pada saat ini mengacu pada
"pakaian gaya Dinasti Joseon" yang biasa dipakai secara formal atau semi-formal
dalam perayaan atau festival tradisional.
- Hwalot, pakaian pengantin
Hanbok digunakan diklasifikasikan berdasarkan peristiwanya: pakaian
sehari-hari, termasuk untuk hari ulang tahun pertama anak.
- Hanbok modern
Hanbok modern untuk anak-anak terbagi atas 2 atau 3 bagian dan bisa
dipakai dengan mudah. Hanbok anak-anak dipakai biasanya satu atau dua
kali setahun dalam perayaan chuseok atau tahun baru imlek (seolall). Pada
ulangtahun pertamanya (dolljanchi) anak-anak memakai hanbok pertama
merekla.
Pola tradisional hanbok memiliki kombinasi garis anggun dan warna yang
menampilkan keindahan dari hanbok tersebut. Bentuk pola hewan, tumbuhan, dan
pola alam lainnya ditambahkan pada pinggiran rok, maupun pada bagian luar dari
kerah disekitar bahu.
Bagian – bagian dari hanbok yaitu:
1. Jeogori yang dipakai wanita dan pria sedikit berbeda bentuknya. Jeogori
yang dipakai pria lebih besar dan panjangnya menutupi bagian tubuh atas
sampai ke pinggang. Sedangkan Jeogori yang dipakai wanita hanya
sampai bawah dada.
2. Garis kerah Jeogori yang berbentuk V itu disebut Dongjeong yang
kemudian diikat dengan pita pengikat yang disebut Goreum. Jaman dulu
Goreum tidak terlalu banyak detil hiasannya, tapi kalau kamu lihat
Hanbok modern di Korea sekarang ini, ada begitu banyak varian warna
dan bentuk Goreum yang fashionable.
3. Rok yang menggembung di Hanbok wanita disebut Chima. Nah Chima
ini bentuknya panjang dan mengembang menutupi sebagian besar tubuh
sang pemakai. Tujuannya selain untuk mengatur penampilan agar terlihat
sopan, juga untuk memudahkan gerak agar lebih leluasa.
4. Baji adalah celana yang dipakai pria Korea dan diikat dengan pengikat
bernama Daenim. Di masa kuno, orang Korea baik pria maupun wanita
menggunakan Baji, khusus wanita tentunya tergantung kegiatan mereka.
Dulu ukuran Baji dijadikan sebagai identitas status sosial.
5. Baerae adalah garis terbawah dari lengan jeogori atau magoja (jaket luar).
Dengan bentuk garis melingkar yang membentuk kurva, seripa dengan
garis yang terdapat pada bagian atap rumah tradisional Korea.
6. Beoseon adalah sepasang kaos kaki. Bentuk dari beoseon sebenarnya tidak
merefleksikan perbedaan gender penggunanya, baik pria maupun wanita.
Hanya saja beoseon pria memiliki pelipit lurus.
Dulu baik pria maupun wanita memelihara rambut mereka menjadi
panjang. Pada saat mereka menikah, mereka mengkonde rambutnya. Pria
mengkonde (mengikat) rambutnya sampai atas kepala (sangtu), sedangkan wanita
mengkonde sampai batas di belakang kepala atau di atas leher belakang.

Aksesori untuk kepala


Baik pria maupun wanita memelihara rambut mereka menjadi panjang.
Pada saat mereka menikah, mereka mengkonde rambutnya. Pria mengkonde
(mengikat) rambutnya sampai atas kepala (sangtu), sedangkan wanita mengkonde
sampai batas di belakang kepala atau di atas leher belakang. Wanita yang
berprofesi sebagai penghibur seperti kisaeng, memakai aksesori wig yang disebut
gache. Gache sempat dilarang di istana pada abad ke-18. Pada akhir abad ke-19,
gache semakin populer di antara kaum wanita dengan bentuk yang semakin besar
dan berat.
Tusuk konde binyeo, ditusukkan melewati konde rambut sebagai pengencang atau
aksesori. Bahan pembuatan binyeo bervariasi sesuai kedudukan sosial
pemakainya. Wnita juga mengenakan jokduri pada hari pernikahan mereka dan
memakai ayam untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin.
Pria menggunakan gat, topi yang dianyam dari rambut kuda, yang juga bervariasi
model dan bentuknya sesuai status atau kelas

 Budaya Makanan
Dalam budaya Korea , ada satu makanan khas yang memiliki suatu arti
yang tidak dimiliki oleh makanan lainnya. Makanan ini disebut kimchi. Di setiap
session makanan, ketidakberadaan kimchi akan memberikan kesan tidak lengkap.
Kimchi adalah suatu makanan yang biasanya merupakan sayuran yang rendah
kalori dengan kadar serat yang tinggi (misalnya bawang, kacang panjang, selada,
dan lain-lain) yang dimasak sedemikian rupa dengan bumbu dan rempah-rempah
sehingga menghasilkan rasa yang unik dan biasanya pedas. Dalam kenyataannya
(menurut hasil penelitian kesehatan WHO), jenis-jenis kimchi memiliki total gizi
yang jauh lebih tinggi dari buah manapun.
Hal yang membuat kimchi menjadi makanan yang spesial ada banyak
faktornya. Faktor pertama adalah pembuatannya. Kimchi (dalam hal ini adalah
kimchi yang dihidangkan untuk acara-acara spesial, bukan kimchi untuk acara
makan biasa dan sehari-hari) dibuat oleh wanita dari keluarga bersangkutan yang
mengadakan acara tersebut dan hanya bisa dibuat pada hari di mana acara tersebut
dilaksanakan. Semakin banyak wanita yang turut membantu dalam pembuatan
kimchi ini, semakin “bermakna” pula kimchi tersebut. Kimchi juga merupakan
faktor penentu kepintaran atau kehebatan seorang wanita dalam memasak. Konon
katanya, jika seorang wanita mampu membuat kimchi yang enak, tidak diragukan
lagi kemampuan wanita tersebut dalam memasak makanan lain. Faktor ketiga
adalah asal mula kimchi. Kimchi pada awalnya dibuat oleh permaisuri dari Raja
Sejong sebagai hidangan untuk perayaan Sesi.

 Kebiasaan / Tradisi, Kesenian, dan Bahasa Korea Selatan


Ada sebuah tradisi / kebiasaan yang cukup terkenal di Korea. Tradisi ini
dinamakan “sesi custom”. Tradisi sesi dilaksanakan sekali setiap tahun. Sesi
adalah sebuah tradisi untuk mengakselerasikan ritme dari sebuah lingkaran
kehidupan tahunan sehingga seseorang dapat lebih maju di lingkaran kehidupan
tahun berikutnya.
Tradisi sesi dilaksanakan berdasarkan kalender bulan (Lunar Calender).
Matahari, menurut adat Korea , tidak menunjukkan suatu karakteristik musiman.
Akan tetapi, Bulan menunjukkan suatu perbedaan melalui perubahan fase bulan.
Oleh karena itu, lebih mudah membedakan adanya perubahan musim atau waktu
melalui fase bulan yang dilihat. Dalam tradisi sesi, ada lima dewa yang disembah,
yaituirwolseongsin (dewa matahari bulan dan bintang), sancheonsin (dewa
gunung dansungai), yongwangsin(raja naga), seonangsin (dewa kekuasaan),
dan gasin(dewa rumah).
Kelima dewa ini disembah karena dianggap dapat mengubah nasib dan
keberuntungan seseorang. Pada hari di mana sesi dilaksanakan, akan diadakan
sebuah acara makan malam antar sesama keluarga yang pertalian darahnya dekat
(orang tua dengan anaknya). Acara makan wajib diawali dengankimchi dan lalu
dilanjutkan dengan “complete food session” Ada juga mitos lain dalam
memperoleh keberuntungan menurut tradisi Korea, antara lain “nut cracking”
yaitu memecahkan kulit kacang-kacangan yang keras pada malam purnama
pertama tahun baru, “treading on the bridge” yaitu berjalan dengan sangat santai
melewati jembatan di bawah bulan purnama pada malam purnama pertama tahun
baru yang katanya dapat membuat kaki kita kuat sepanjang tahun, dan “hanging a
lucky rice scoop” yaitu menggantungkan skop (sendok) pengambil nasi di sebuah
jendela yang katanya akan memberi beras yang melimpah sepanjang tahun.
Kesenian tradisional di Korea, dalam hal tarianTalchum atau talnori
adalah pertunjukan tradisi korea yang dipertunjukkan oleh beberapa orang yang
mengenakan topeng dan kostum untuk memainkan sebuah lakon lewat
tarian, dialog dan lagu. orang koreamenyukai pertunjukkan ini karena sering
menyampaikan pesan-pesan moral dan menceritakan tentang kehidupan dan
permasalahan sehari-hari. Tari topeng memperlihatkan berbagai bentuk emosi
seperti kesedihan, kebahagiaan dan kecaman terhadap kaum penguasa. Tema-
tema tari topeng antara lain mengenai ritual upacara,biksu yang murtad, kaum
bangsawan yang ditimpa kemisikinan, cinta segitiga dan kehidupan sehari-hari
rakyat jelata. Pada masa lalu, hiburan ini dipentaskan di halaman sebuah rumah
besar atau di pasar untuk menarik perhatian warga.
BAB 3
KESIMPULAN

Pembagian Korea menjadi Korea Selatan dan Korea Utara, tentu saja
menyebabkan adanya perbedaan kebudayaan di antaran keduanya. Jika, di Korea
Selatan menganut budaya liberal maka di Korea Utara menganut gaya sosial.
Kemudian, orang-orang Korea Selatan sangat terbuka dengan negaranya, maka
Korea Utara tertutup.
Dari sini dapat dikatakan bahwa nampaknya, Korea Utara mewarisi hanya
sedikit kebudayan-kebudayaan Korea bersatu karena, sangat bertentangan dengan
kebudayaan Korea Utara yang sekarang. Contoh kecil, jika kebudayaan Korea
bersatu mengajarkan mereka untuk terbuka tapi, Korea Utara malah menutup diri.
Sedangkan, kebudayaan Korea bersatu yang masih melekat erat pada Korea Utara
mungkin hanya mitos Tan’Gun, karena kerajaan Tan’Gun terletak di Asadah atau
yang sekarang kita kenal dengan ibukota Korea Utara, Pyongyang.
Sebaliknya, dengan Korea Selatan mereka mewarisi hampir seluruh
kebudayaan Korea bersatu. Karena, memang situs-situs budaya juga banyak
terdapat disini. Dan kebudayaan ideal dari kebudayaan Korea bersatu, sangat fasih
diterapkan oleh masyarakat Korea Selatan, seperti ajaran Kong-Hu-Cu, yang
menyuruh pengikutnya agar baik terhadap sesama manusia, baik terhadap
binatang, baik terhadap Tuhan serta jujur dan terbuka dalam semua masalah yang
menimpa pengikutnya. Maka, dapat dikatakan kebudayaan Korea Selatan
sekarang adalah hasil warisan dari kebudayaan Korea Bersatu.

Anda mungkin juga menyukai