Anda di halaman 1dari 4

“GENERASI MICIN”; FENOMENA BARU GENERASI MASA DEPAN

INDONESIA
Friska Marina – 1605905030047/2016
Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIPOL
Universitas Teuku Umar

Tahun 2017 ini bisa jadi tahun paling unik dan lucu. Tak perlu jauh berdiskusi
mengenai politik yang penuh intrik dan dinamika. Tak perlu pula kita terlalu jauh
mendiskusikan potensi-potensi konflik di masyarakat hanya karena beda persepsi. Buang
jauh itu semua. Kita akan berdiskusi mengenai fenomena anak jaman sekarang, atau
dalam istilah bekennya kids zaman now. Entah siapa yang menciptakan istilah itu.
Namun, istilah itu tetap lucu dan unik. Istilah yang menunjukkan posisi generasi saat ini
yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Sekilas istilah ini sangat sinis, karena ia
diciptakan oleh mereka yang berasal dari generasi berbeda. Bisa jadi istilah itu muncul
dari kegagalan generasi “tua” untuk memahami cara pikir dan cara tindak anak-anak
zaman sekarang. Entahlah, tapi titik diskusi tulisan ini ada pada sinonim kata yang sering
mendampingin kids zaman now, yaitu, “Generasi Micin”.
Hakikatnya, micin merupakan penyedap makanan yang sering digunakna ibu-ibu
rumah tangga untuk melezatkan makanannya sehingga keluarga bisa lahap makan. Secara
ilmiah, Micin dikenal dengan nama Monosodium Glutaman (MSG). Seorang ilmuan
Universitas Tokyo bernama Kikunae Ikeda yang menemukan MSG (micin) pertama
sekali. Seperti namanya, kandungan utama dalam micin adalah garam natrium asam
glutamat yang mampu memberi rasa gurih pada makanan1. Banyak penelitian dilakukan
terkait dampak jangka panjang penggunaan micin pada makanan. Beberapa riset
mendapati bahwa penggunaan micin dalam jumlah yang banyak atau dalam jangka waktu
yang panjang menyebabkan kerusakan pada struktur otak dan syaraf yang lambat laun
tentu menyebabkan penurunan kecerdasan manusia. Akan tetapi, beberapa hasil riset
berbeda juga muncul untuk membantah temuan tersebut. Sampai saat ini, perdebatan

1
Muhammad Irzal Adikurnia, Asal Mula Penyedap Rasa Dihampir Setiap Masakan Kita, Kompas.com,
http://travel.kompas.com/read/2017/09/28/182649827/asal-mula-penyedap-rasa-di-hampir-setiap-
masakan-kita, 23 November 2017, 20:00 WIB.
dampak micin bagi kehidupan manusia masih terus berlangsung. Riset demi riset masih
terus dilakukan.
Kita kembali pada pangkal persoalan dalam tulisan ini, fenomena “generasi micin”.
Terdengar provokatif dan penuh justifikasi memang. Namun, jika melirik fenomena yang
dilakukan oleh anak-anak masa kini barangkali kita bisa memaklumi istilah itu.
Sebenarnya siapa yang disebut sebagai “generasi micin”? belum ada literatur yang
menyebutkan definisi dan indikator “generasi micin”. Jika kita pantau transaksi informasi
di media sosial, maka kita akan paham yang disebut “generasi micin” adalah anak-anak
usia sekolah dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas. Mereka dianggap sering
melakukan hal-hal nyeleneh di luar sekat usia media. Terkadang mereka juga bersikap
seperti orang dewasa yang seharusnya belum layak mereka lakukan. Titik inilah ironinya.
Generasi yang menjadi harapan masa depan bangsa, justru cara pikir dan tindakannya
melebihi kapasitas diri. Lantas siapa yang salah?

Kepungan Teknologi Media


“Generasi micin” adalah kids zaman now –generasi saat ini. Mereka hidup dalam
kepungan teknologi. Dulu hanya ada televisi dan radio, itu pun jumlahnya terbatas.
Televisi dan radio hanya dimiliki oleh kalangan kaya, sehingga mereka yang tidak
beruntung secara ekonomi tidak memiliki media hiburan selain bermain bola di lapangan,
bermain petak umpet, bermain gundu, patok lele, dan permainan khas anak zaman dulu.
Saat ini teknologi maju sedemikian pesatnya. Media pun berubah, akses kepada media
juga menjadi lebih mudah. “Generasi micin” hidup dalam kepungan teknologi media ini.
Generasi ini cukup mahir dan pintar dalam mengoperasikan serta penguasaan
terhadap teknologi. Jaringan pergaulan generasi ini juga cukup luas. Mereka juga
termasuk dalam kategori pecandu media sosial. Dunia seperti berada digenggamannya.
Mereka bisa mengetahui berbagai tempat yang ada di dunia dan bermacam peristiwa
hanya dengan hitungan detik saja. Kuota internet bak bahan makanan yang tak boleh
putus dari rantai gadged-nya. Pernyataan ini sejalan dengan teori Dependensi dan Efek
Media Massa yang dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L. Defleur
(1976) yang memfokuskan perhatiannya pada kondisi struktural suatu masyarakat yang
mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa2. Pemikiran terpenting dari
teori ini, yakni, dalam masyarakat modern, dalam hal ini audience (khalayak) menjadi
tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan tentang dan
orientasi kepada apa yang terjadi didalam masyarakat.
Akibat negatif penggunaan media yang tak terkontrol adalah diserapnya nilai-nilai
negatif dan bertentangan dengan nilai susila. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi
peningkatan kenakalan remaja sejak tahun 2014 sampai 2017 sebesar 11.177 kasus.
Kasus-kasusnya meliputi kasus pembunuhan, pornomedia, pergaulan bebas, narkoba dan
penyalah gunaa TIK. Data tersebut sangat memprihatinkan. Remaja yang seharusnya bisa
mempersiapkan dirinya menjadi cikal bakal penerus bangsa untuk memajukan bangsa
kini malah tergelincir dalam dunia gelap. Hal ini harus segera diatasi, sebab akan
berdampak buruk bagi bangsa di kemudian hari.

Saatnya Mengontrol
“Generasi micin” tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Sebab perkembangan mereka
beriringan dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Ditambah lagi dengan
gencarnya pembangunan bangsa yang menuntut masyarakatnya untuk mampu bersaing
di tengah pesatnya era teknologi. Era ini adalah masanya mereka. Masa dimana mereka
akan tumbuh dan berkembang. Masa dimana mereka belajar memahami lingkungan
sosialnya. Hanya saja mereka belajar melalui teknologi media yang menghilangkan batas-
batas ruang dan waktu. Seorang futuris, Marshall McLuhan (1964) pernah menyatakan
bahwa perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan
membentuk pola keberadaan manusia itu sendiri3. Dalam aspek ini penting dipahami
bahwa teknologi membawa konsekuensi pada cara individu berpikir, bersikap, dan
bertindak untuk kelangsungan hidup mereka.
Peran orang tua sangat dibutuhkan dalam hal ini. Orang tua berperan mengarahkan,
membimbing, dan memberikan pemahaman yang lebih kepada anak-anak mereka
khususnya yang sedang dalam proses belajar. Proses belajar haruslah dimulai dari rumah.
Khalifah Ali Bin Abi Thalib r.a. pernah berpesan kepada orang tua agar mendidik anak

2
Dr. H. Syaiful Rohim, M.Si, Teori Komunikasi Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2016, hlm 195
3
Dr. H. Syaiful Rohim, M.Si, Teori Komunikasi Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2016, hlm 204
mereka sebaik-baiknya karena perubahan zaman adalah sebuah keniscayaan4. Tak
mungkin menggunakan kerangka berpikir masa lalu untuk mempersiapkan generasi masa
depan. Orang tua harus mampu memahami dan mengarahkan setiap sikap dan tindakan
anak-anak mereka. Jangan sampai tindakan-tindakan di luar batas kewajaran terjadi
akibat ulah “generasi micin”.
Para pendidik seperti guru juga memiliki peran dalam mendidik anak asuhnya.
Menurut UU No 14 Tahun 2005 pasal 1 ayat 1 tentang guru. Guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah5. Sekolah adalah tempat kedua dalam
mendidik dan membina anak setelah keluarganya. Maka dari itu peran guru yang aktif
menjadi acuan berkembang baiknya seorang anak.
Saatnya menghilangkan stigma negatif terhadap “generasi micin”. Mereka tak
sepenuhnya salah. Justru terkadang cara kita memahami dunia merekalah yang keliru.
Biarkan mereka berfungsi seperti “micin”, menyedapkan dan mewarnai dunia kehidupan
ini. Kita membutuhkan mereka untuk kelangsungan peradaban manusia. Akan tetapi
arahkan mereka agar lebih mempunyai etika, nilai, norma, dan sopan santun dalam
bertindak. Semoga kita mendapatkan generasi tangguh, jauh dari dampak negatif “micin”.

4
Arif-Sari Family, Mendidik Anak Ala Ali R.a ,Islamic Parenting, http://arifsari-
family.blogspot.co.id/2014/04/islamic-parenting-mendidik-anak-ala-ali.html, 23 November 2017, 21:05
WIB
5
Direktorat Jenderal Kemenkum Ham, http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/database-
peraturan/undang-undang.html, 24 November 2017 , 15:40 WIB

Anda mungkin juga menyukai