Anda di halaman 1dari 6

REMAJA TIKTOK, BIKIN SALFOK

PENDAHULUAN
Menurut jurnal yang dipublikasikan oleh pusdatin.kemkes.go.id, masa
remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat
baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Masa ini adalah masa memasuki
dimana mereka mencari jati dirinya dan membangun identitas ego mereka. Oleh
karena tabiat khas remaja yang memiliki keingintahuan besar, menyukai
tantangan dan petualangan namun tanpa didahului pertimbangan yang matang,
maka pergaulan remaja saat ini perlu mendapatkan sorotan yang kuat baik dari
pemerintah, masyarakat maupun keluarga. Pergaulan remaja generasi milenial
saat ini sangat riskan dan mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan karena
perkembangan arus modernisasi dan westernisasi yang mendunia, namun semakin
menipisnya moral keimanan remaja.
Bicara soal teknologi belakangan ini jadi topik yang menggelitik. Hari
demi hari, perkembangan teknologi semakin tak terkendali. Teknologi diciptakan
untuk memberikan banyak kemudahan bagi para penggunanya, baik untuk
berkomunikasi maupun melakukan aktivitas sehari-hari. Kita sadari kemajuan
teknologi sedikit banyak telah mempengaruhi peradaban di berbagai sektor,
seperti pendidikan, kesehatan, bisnis hingga keamanan. Semakin majunya
teknologi mengakibatkan pergeseran manualisasi sehingga manusia kini menjadi
budak teknologi. Munculnya berbagai macam platform media sosial, membuat
siapapun, kapanpun dan dimanapun, dapat terhubung ke dunia virtual. Menurut
Data Reportal pada tahun 2020, menyebutkan ada sekitar 160 juta pengguna
media sosial di Indonesia. Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo) juga memaparkan bahwa setidaknya 30 juta anak-anak dan
remaja di Indonesia merupakan pengguna internet dan media digital saat ini
menjadi pilihan utama saluran komunikasi yang digunakan.
Remaja menduduki posisi teratas pengguna aktif media sosial. Seperti
yang kita ketahui, para remaja menggunakan media sosial sebagai wadah untuk
mengekspresikan diri seperti bercerita tentang peristiwa, membagikan sebuah
pengalaman liburan , mengutarakan pendapat, membagikan sebuah karya,. Usia
muda cenderung lebih sering mempertahankan pendapat yang mereka anggap
benar, tanpa argumen rasional. Remaja cenderung untuk mengikuti trend yang
teman sebayanya lakukan, agar mereka dianggap eksis dan tidak cupu. Akan
tetapi dengan tingkat kematangan pola pikir remaja yang belum sempurna,
memicu timbulnya pengaruh negatif dalam penerimaan informasi yang tidak baik
dari media sosial. Rizky dan Pradana dalam jurnalnya mengatakan bahwa media
sosial memiliki pengaruh yang sangat untuk membius remaja agar tunduk
padanya, sehingga mereka lupa akan kebutuhan yang sebenarnya.
Seberapa sering Sobat Genre menghabiskan waktu berlayar di media
sosial? Atau mungkin justru tidak pernah terlewatkan? Berbagai media sosial
mulai dari Facebook, Telegram, Twitter, Instagram, Whatsapp, dan Tiktok telah
menjadi bagian dari kehidupan kita. Terlebih lagi di kondisi pandemi COVID-19
seperti ini, membuat kita menjadi sering bermain media sosial, baik itu untuk
mencari informasi atau hanya sekedar mencari hiburan. Tiktok menjadi salah satu
platform atau aplikasi yang banyak mendapat banyak perhatian, mulai dari anak-
anak, remaja hingga dewasa. Ini memicu munculnya fenomena booming “demam
tiktok” di Indonesia.
PEMBAHASAN
Di balik kemegahannya, media sosial bagaikan pedang bermata dua. Di
sisi kiri seakan menggiring pola pikir penggunanya ke arah yang salah apabila
semua informasi ditelan secara mentah, tetapi di sisi kanan jika pengguna dapat
mengontrol dan menyaring informasi sebagai media pelajaran, bahan diskusi, atau
perenungan pribadi. Platform yang terbuka bisa jadi berbahaya apabila sebagai
remaja kita tidak hati-hati dalam penggunaannya.
Kemunculan Tiktok ibarat kacang goreng di musim bola. Aplikasi satu ini
berhasil merenggut perhatian generasi muda khususnya remaja. Tidak jarang
aplikasi ini disalahgunakan oleh para remaja yang ingin terlihat eksis dan gaul.
Berjoget-joget tidak jelas di depan kamera, nyanyi dengan gaya tidak senonoh
bahkan tidak sedikit yang menanggalkan urat malunya sampai merendahkan harga
dirinya demi ingin viral, banyak follower dan kontroversial. Tiktok memberikan
remaja celah untuk eksis dan menemukan jati diri mereka tanpa harus terikat oleh
kekangan aturan seperti halnya di dunia nyata. Alasan tersebutlah yang
menjadikan aplikasi ini digandrungi remaja.
Melalui titkok, remaja bisa menyampaikan eksistensinya berupa cerita
pengalaman, petualangan dan karya-karya yang diunggah dalam bentuk video.
Hal tersebut secara tidak langsung memberikan dampak positif bagi remaja lain,
misalnya mengunggah foto saat mendapat prestasi di media sosial disertai caption
kalimat yang menggambarkan proses perjuangannya sampai mendapatkan hasil
yang terbaik. Ketika remaja lain yang melihat unggahan tersebut mereka akan
memiliki perspektif positif dan tersugesti untuk berprestasi serta lebih bijak
menggunakan media sosialnya. Namun, ketidakbijakan dalam menggunakan
Tiktok juga menimbulkan dampak negatif sebagai berikut:
1. Pemborosan waktu. Banyak remaja terlalu fokus melihat beranda Tiktok
dan membuat konten yang sedang hits, tanpa memperkirakan waktu dan
membuat pelajaran dan pekerjaan menjadi tertunda.
2. Muncul hoax. Informasi yang dibagikan terkadang belum jelas sumber dan
keabsahannya yang berakibat timbulnya hoax dan persepsi yang berbeda.
3. Memicu FOMO. FOMO atau Fear of Missing Out memiliki arti perasaan
takut kehilangan atau terlewatkan suatu momen besar, sehingga merasa
tertinggal, kurang update, ataupun kurang gaul.
4. Media bullying dan sarkasme. Banyak konten di Tiktok menyajikan orang-
orang yang saling sindir dan berbalas kalimat sarkas untuk menunjukkan
rasa tidak suka kepada orang lain.
5. Meningkatnya rasa Narsisme bagi remaja
Pengguna Tiktok rela melakukan apapun untuk mengejar jumlah follower,
like, dan comment. Contohnya seorang wanita yang berjoget dengan
goyang erotis hingga menuju hal-hal yang berbau pornografi. Beberapa
menjuluki mereka dengan sebutan “generasi perusak moral bangsa”,
karena sama sekali tidak mementingkan nilai moral dalam segala video
yang mereka buat.
6. Maraknya sadfishing
Istilah ”sadfishing” adalah perilaku seseorang yang membuat pernyataan
berlebihan tentang masalah pribadinya berharap cerita kesedihannya dapat
menarik rasa prihatin dan simpati dari orang lain.
7. Awal dari kemunduran suatu negara
Pentingnya pendidikan moral bagi remaja adalah untuk membentuk
karakter menjadi penerus bangsa yang berintegritas dan lebih baik untuk
masa depan.

Apapun yang berlebihan tidaklah baik, begitu juga ketika kita menggunakan
Tiktok ataupun media sosial yang lain. Berikut beberapa cara yang bisa kita
lakukan untuk memerangi kecenderungan kecanduan menggunakan Tiktok.
1. Matikan Notifikasi
Dengan mematikan tombol notifikasi kita tidak akan terganggu oleh
notifikasi random dan bisa konsentrasi kepada kegiatan sehari-hari seperti
belajar, bekerja bahkan megerjakan tugas harian.
2. Membatasi waktu penggunaan TikTok
Berkomitmen membatasi jumlah waktu yang dihabiskan ketika sedang
bermain TikTok, seperti hanya boleh bermain selama satu jam sehari3.
Cari Hobi Baru
3. Meluangkan waktu untuk hobi
Berusaha menyibukkan diri dengan mempelajari ketrampilan baru dan
menyempurnakan hobi baru tersebut guna mengurangi jumlah waktu yang
tidak berguna.
4. Memfilter daftar teman di Akun TikTok
Membatasi daftar follow dan kurangi mengikuti akun yang kurang
bermanfaat. Jadikan tiktok tidak hanya tempat hiburan tetapi juga tempat
meningkatkan skill dan menambah pengetahuan.
5. Perbanyak quality time bersama teman dan keluarga
Banyaknya waktu yang dihabiskan di media sosial sebenarnya diisi
dengan membuat rencana hang out dengan teman atau keluarga. Kita tidak
berkewajiban untuk terus mengupdate konten pada akun tiktok. Tapi justru
interaksi sosial dengan orang sekitar adalah hal yang penting untuk
menjauhkan kita dari penurunan kesehatan mental dan menjaga stabilitas
emosi.

KESIMPULAN

Membina remaja adalah investasi yang sangat penting. Karena di tangan


remajalah negara akan diwariskan, maka perannya menjadi kunci perkembangan
sebuah bangsa. Remaja yang cerdas, produktif dan inovatif sangat didambakan
oleh Indonesia. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) dalam
rangka mewujudkan visi Indonesia emas 2045, membuat program Pemilihan Duta
GenRe. Duta generasi berencana menjadi ajang untuk remaja membentuk dan
mengembangkan karakter generasi muda.

Ketertarikan remaja pada media sosial yang sangat tinggi, membawa


harapan bagi pembangunan bangsa. Remaja adalah agen perbaikan dari segala
aspek kehidupan berbangsa. Maka dari itu, penggunaan media sosial yang positif
dapat menjadi penentu kualitas diri pribadi remaja sebagai agent of change.
Dilansir dari cuplikan acara Mata Najwa di Metro TV, “Tinggal tunggu waktu
lahirnya generasi pencipta, mereka yang akan mengharumkan Indonesia dengan
karya” Apabila kita sebagai remaja hanya bermalas-malasan untuk belajar, dan
hanya menghasilkan konten yang tidak bermanfaat, maka kita harus bersiap diri
menghadapi kemunduran bangsa yang kita cintai.
Jangan Asyik berbaring tanpa rencana, lamat-lamat menatap layar kaca,
komen ini, komen itu sepuasnya. Tidak! Jangan! Kita remaja, generasi emas
Indonesia, generasi berencana.

DAFTAR PUSTAKA
Belajar Dari Ki Hajar Dewantara; Mata Najwa Metro TV. 25 November 2015

Digital 2020: Indonesia. (2020). Diakses pada 8 Mei 2021, dari


https://datareportal.com

Remaja: Generasi Emas Indonesia Tahun 2045. (2018) Diakses pada 8 Mei 2021,
dari https://www.bkkbn.go.id

Riset Kominfo dan UNICEF Mengenai Perilaku Anak dan Remaja Dalam
Menggunakan Internet. (2014). Diakses pada 8 Mei 2021 dari
https://kominfo.go.id

Rizqi, M. dan Pradana B. (2018). Literasi dampak penggunaan smartphone bagi


kehidupan sosial di Desa Ngadirojo, Kabupaten Pacitan. Journal of
Communication Studies vol 5 no 2

Situasi kesehatan reproduksi remaja. (2015). Diakses pada 8 Mei 2021, dari
https://pusdatin.kemkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai