Anda di halaman 1dari 2

BAB IV

ANALISIS KASUS

LAPORAN KASUS
Seorang anak usia 9 tahun pada tanggal 2 April 2018 datang ke Poliklinik
THT-KL RSMH Palembang dengan keluhan utama ada yang mengganjal di
tenggorokan sejak 9 bulan yang lalu. Karakteristik penderita tonsilitis kronik
hampir sama dengan tonsilitis akut dimana penderita terbanyak berasal dari
kelompok anak-anak, namun dapat pula terjadi pada remaja dan dewasa muda.
Gejala klinis yang sering ditemukan pada tonsilitis kronik adalah demam, sakit
kepala, nyeri tenggorokan berulang, nyeri menelan, rasa mengganjal pada
tenggorokan, mendengkur. Gejala klinis tersebut hampir mirip dengan gejala
klinis pasien pada saat dilakukan anamnesis.
Pada anamnesis didapatkan, ± 9 bulan yang lalu, pasien mengeluh rasa ada
yang mengganjal di tenggorokan, nyeri tenggorokan yang hilang timbul, riwayat
demam berulang, kemudian diberikan obat, tetapi tidak ada perbaikan. Kemudian
sejak ± 2 bulan yang lalu, pasien mengeluh nyeri menelan setelah makan es. Rasa
mengganjal ditenggorakan ada.. Terdapat riwayat demam berulang batuk pilek,
dan terdapat sariawan. Lalu sejak ± 1 minggu yang lalu, pasien juga tidur
mendengkur dan sering terbangun pada malam hari, napas bau, keluar air liur.
Tonsilitis kronis terjadi karena proses radang berulang yang menyebabkan nyeri
tenggorokan pada pasien. Pasien mengeluh demam akibat pelepasan sitokin pro
inflamasi sebagai kompensasi tubuh terhadap infeksi dari bakteri. Pasien
mengeluh rasa mengganjal di tenggorokan, tidur mendengkur, dan sering
terbangun pada malam hari akibat obstruksi saluran nafas atas karena pembesaran
tonsil. Selain itu, pada anamnesis tidak ada nyeri bawah mata, gangguan
pendengaran, dan nyeri pada telinga menunjukkan belum terjadi komplikasi
seperti sinusitis, dan otitis media.
Pada pemeriksaan tenggorok ditemukan uvula simetris, derajat pembesaran
tonsil palatina T3/T4, permukaan rata, konsistensi kenyal, kripta lebar, tidak
hiperemis, tidak ada ulkus.

1
Pada pemeriksaan tenggorok ditemukan derajat pembesaran tonsil T3/T4
dengan permukaan rata, konsistensi kenyal, kripta lebar menandakan kejadian
tonsillitis sudah kronik. Kripta lebar yang diisi doleh detritus terjadi karena proses
radang berulang yang timbul menyebabkan terkikisnya epitel mukosa dan
jaringan limfoid sehingga pada proses penyembuhannya diganti jaringan parut.
Jaringan tersebut akan mengkerut sehinga kripta melebar dan diisi oleh detritus.
Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mati. Tidak hiperemis
menandakan bukan suatu eksaserbasi akut. Tidak ada ulkus menyingkirkan suatu
keganasan. Arkus faring simetris, uvula ditengah menandakan tidak adanya abses
peritonsil.
Penatalaksanaan tonsilitis kronik pada prinsip meliputi penatalaksanaan
secara medikamentosa dan operatif. Penatalaksaan medikamentosa meliputi
pemberian obat kumur aseptik, analgetik-antipiretik seperti parasetamol,
antiinflamasi dan antibiotik sesuai hasil kultur (dapat diberikan antibiotik
spektrum luas sambil menunggu hasil kultur). Penatalaksanaan operatif adalah
tonsilektomi. Tonsilektomi adalah prosedur operasi pengangkatan tonsil yang
dilakukan dengan atau tanpa adenoidektomi. Tonsilektomi dilakukan dengan
mengangkat seluruh tonsil dan kapsulnya dengan melakukan diseksi pada ruang
peritonsil di antara kapsul tonsil dan dinding fosa tonsil. Pada pasien ini terapi
yang diberikan berupa cefadroxyl sirup sebagai antibiotik, paracetamol sirup
sebagai antipiretik, ambroxol sirup sebagai mukolitik, dan bethadine gargle
sebagai obat kumur aseptik. Pasien diminta kontrol ulang ke poliklinik THT-KL
RSMH Palembang untuk dilakukan evaluasi dan rencana operatif. Edukasi yang
diberikan adalah untuk tidak makan makanan yang dingin, pedas atau banyak
mengandung pengawet serta menyikat gigi secara teratur.

Anda mungkin juga menyukai