Anda di halaman 1dari 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SWAMEDIKASI
Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan kegiatan pemilihan dan penggunaan
obat baik itu obat modern, herbal, maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk
mengatasi penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998). Pada dasarnya, bila dilakukan secara
rasional, swamedikasi memberikan keuntungan besar bagi pemerintah dalam pemeliharaan
kesehatan nasional (Depkes, 2008). Biaya sakit dapat ditekan dan dokter sebagai tenaga
profesional kesehatan lebih terfokus pada kondisi kesehatan yang lebih serius dan kritis. Namun
bila tidak dilakukan secara benar justru menimbulkan masalah baru yaitu tidak sembuhnya
penyakit karena adanya resistensi bakteri dan ketergantungan; munculnya penyakit baru karena
efek samping obat antara lain seperti pendarahan sistem pencernaan, reaksi hipersensitif, drug
withdrawal symptoms; serta meningkatnya angka kejadian keracunan (Galato, 2009).
Untuk melakukan swamedikasi secara aman, rasional, efektif dan terjangkau masyarakat
perlu menambah bekal pengetahuan dan melatih keterampilan dalam praktik swamedikasi.
Masyarakat mutlak memerlukan informasi yang jelas dan terpercaya agar penentuan kebutuhan
jenis atau jumlah obat dapat diambil berdasarkan alasan yang rasional (Suryawati, 1997). Ada
beberapa pengetahuan minimal yang sebaiknya dipahami masyarakat karena merupakan hal
penting dalam swamedikasi, pengetahuan tersebut antara lain tentang mengenali gejala penyakit,
memilih produk sesuai dengan indikasi dari penyakit, mengikuti petunjuk yang tertera pada
etiket brosur, memantau hasil terapi dan kemungkinan efek samping yang ada (Depkes, 2008).
Pelayanan sendiri didefinisikan sebagai suatu sumber kesehatan masyarakat yang utama
di dalam sistem pelayan. Jika individu atau pasien memilih untuk melakukan pengobatan sendiri
maka ia harus dapat:
1) Mengenali gejala yang dirasakan
2) Menentukan apakah kondisi mereka sesuai untuk melakukan pengobatan sendiri atau
tidak
3) Memilih produk obat yang sesuai dengan kondisinya
4) Mengikuti instruksi yang sesuai pada label obat yang dikonsumsi
Pasien juga harus mempunyai informasi yang tepat mengenai obat yang mereka
konsumsi. Konsultasi dengan dokter merupakan pilihan terbaik bila dirasakan bahwa pengobatan
sendiri atau swamedikasi yang dilakukan yidak memberikan hasil sesuai dengan apa yang
diharapkan. Setiap orang yang melakukan swamedikasi harus menyadari kelebihan dan
kekurangan dari pengobatan sendiri yang dilakukan. Perilaku kesehatan oleh masyarakat
dipengaruhi oleh dua hal pokok yaitu faktor perilaku dan di luar perilaku. Faktor perilaku sendiri
dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:
a. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, sumber daya,tersedia atau tidak
tersedianya fasilitas dan sarana prasarana.
b. Faktor pendorong yang terwujud dalam lingkungan sikap dan perilaku petugas kesehatan
maupun petugas lain, teman, tokoh yang bisa menjadi kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Dari faktor-faktor di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku masyarakat tentang kesehatan
dapat ditentukan oleh kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial dan kelompok referensi dan
keluarga (Basu, 2012).
Penggolongan Obat Untuk Swamedikasi Golongan obat yang digunakan untuk melakukan
swamedikasi adalah sbb (Dekes, 2008) :
1) Obat Bebas Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau
dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat dari golongan ini adalah parasetamol.
2) Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras, tetapi masih dapat
dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda
khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis
tepi berwarna hitam
3) Obat Wajib Apotek Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh
apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter.
Apoteker di apotek dalam melayani pasien yang memerlukan obat dimaksud diwajibkan
untuk (Kemenkes Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990) :
1) Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan Obat Wajib
Apoteker yang bersangkutan.
2) Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
3) Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping,
dan lain-lain yang peru diperhatikan oleh pasien.

B. HIPERTENSI
1. Definisi
Hipertensi didefinisikan dengan tingginya tekanan darah arteri yang persisten. Penderita
dengan tekanan darah diostatik kurang dari 90mm Hg dan tekanan darah istolik lebih besar sama
dengan 140 mmHg mengalami hipertensi sistolik terisolasi
2. Patofisiologi
Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh penyabab yang
spesifik atau mekanisme patofisiologi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi
sekunder
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 1996, Kompendia Obat Bebas. Direktorat Jendral Pengawasan Obat
dan Makanan, Jakarta: 1, 8, 11.

Departemen Kesehatan, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 917/Menkes/Per/X/l993


tentang Wajib Daftar Obat Jadi. Pasa11 Ayat l-3

Departemen Kesehatan, 2008, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
386/Menkes/SK/IV/1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Bab umum.

Galato, Y., dan Purnomo, P.S., 2009, Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan
Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Beresiko Pada Remaja Di SMK Negeri 4 Yogyakarta,
Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta

Handajani, Y. S, 2001, Kehidupan Seksual Remaja Di Daerah Kumuh Perkotaan Jakarta,


Majalah Kesehatan Perkotaan No. 2 : 33-44

Kristina, S, A., Prabandari, Y, S.,Sudjaswadi, R, 2008, Perilaku Pengobatan Sendiri Yang


Rasional Pada Masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman, Majalah
Farmasi Indonesia, Vol. 19(1), hal 32-40.

Notoatmodjo, S., 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, hal 121-124, Rineka Cipta,Jakarta

Anda mungkin juga menyukai