Anda di halaman 1dari 25

PREDIKSI TAHANAN KAPAL PINISI SEBAGAI KAPAL FEEDER

MENGGUNAKAN PROGRAM MAXSURF

PROPOSAL SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pada Jurusan Perkapalan Fakultas Teknik Univesitas Hasanuddin

MUHAMMAD GIRANG PERKASA


D311 14 015

PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN

JURUSAN PERKAPALAN

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA

2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Keberadaan sebuah transportasi sangat berpengaruh terhadap


perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai alat
penggerak, pemindah yang dapat menunjang kemajuan perkembangan di seluruh
daerah. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya perlakuan yang baik pada
semua sistem transportasi salah satunya transportasi laut. Perkembangan
transportasi laut dewasa ini tidak terlepas dari kemajuan teknologi yang telah
beredar di berbagai wilayah Indonesia hingga dapat memproduksi kapal dalam
negeri

Salah satu bentuk kapal yang kita kenal berdasarkan bahan pembuatannya
adalah kapal kayu. Kapal kayu adalah kapal tradisional yang bahan utama
menggunakan kayu, serta dilengkapi motor dan layar. Kapal pinisi (kapal layar
motor tradisional) merupakan salah satu dari kapal tersebut. Seperti yang kita
ketahui kapal pinisi merupakan kapal tradisional yang struktur bangunannya terbuat
dari material kayu tidak seperti kapal non-konvensional yang materialnya terbuat
dari baja. Pinisi merupakan kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang
berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan tepatnya dari desa
Bira kecamatan Bonto Bahari Kabupaten Bulukumba. Kapal ini umumnya
memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua
di depan, dan dua di belakang, umumnya digunakan untuk pengangkutan barang
antarpulau. Pinisi menggunakan jenis layar sekunar dengan dua tiang dengan tujuh
helai layar yang mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu
mengarungi tujuh samudera besar di dunia.

Perlu adanya perhatian terhadap pulau kecil dan terluar guna membangun
akses konektifitas antar pulau. Sebagai wujud dalam meningkatkan konektivitas
transportasi nasional melalui program tol laut dibutuhkan sebuah kapal untuk
mendukung peningkatan aksesibilitas dan konektifitas inter dan antar pulau kecil
dan terluar. Pengelolaan kapal-kapal penyeberangan antarpulau ini dapat
meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat di kepulauan baik itu
berupa kegiatan distribusi hasil produksi ke pasar lokal, penyeberangan, dan kelola
kapal untuk antar wisatawan. Dalam hal ini dibutuhkan kapal pengumpan (feeder)
sehingga pelayanan distribusi barang dari dan ke wilayah yang masih terpencil,
terluar dan perbatasan akan semakin lancar. Kapal Pinisi yang umumnya digunakan
untuk pengangkutan barang antarpulau dapat difungsikan sebagai kapal pengumpan
(feeder) penghubung dan pengangkut barang antarpulau. Kapal pengumpan
(feeder) adalah kapal yang ukurannya lebih kecil dari kapal induk yang digunakan
sebagai pengumpan barang ke pulau-pulau. Kapal pinisi merupakan kapal layar
tradisional yang multifungsi yang cocok untuk dijadikan sebagai kapal pengumpan
(feeder) jika dilihat dari segi ukuran, karakteristik kapal dan material yang
digunakan begitu efisien untuk mendukung peningkatan akses antarpulau. Untuk
itu kapal pinisi harus memiliki performa yang baik diberbagai kondisi perairan guna
menjamin efisiensi gerak kapal dan keselamatan kapal di perairan.

Kapal yang memiliki performa yang baik tentunya melewati beberapa


tahapan-tahapan dalam desain. Agar kapal memiliki performa yang baik perlu
adanya studi terkait dengan penentuan nilai tahanan sebuah kapal. Besarnya nilai
tahanan yang didapatkan dapat dijadikan acuan dalam pemilihan mesin penggerak
pada kapal. Pada saat ini alat penggerak mesin diesel merupakan alat penggerak
yang paling banyak digunakan untuk menggerakkan kapal, baik kapal baja maupun
kapal kayu, karena penggunaan mesin diesel dipandang paling efektif dan dapat
menghasilkan performa kecepatan yang memadai. Namun demikian dalam
menentukan besarnya daya mesin yang akan digunakan untuk menggerakkan kapal
ada beberapa hal yang harus diperhitungkan, antara lain : ukuran utama kapal,
kecepatan kapal, luas bidang basah, nilai tahanan kapal dan efisiensi pemakaian
bahan bakar. (Isworo, Ambar, 2014)

Dalam mendesain kapal pinisi terutama dalam penentuan daya mesin,


sangat perlu untuk dianalisis besarnya nilai tahanan pada kapal rancangan.
Hambatan yang diberikan oleh air terhadap gerak translasi kapal. Gaya hambatan
ini disebut sebagai Tahanan kapal (ship resistance). Data-data yang diperlukan
untuk mendapatkan nilai tahanan mencakup ukuran utama, kecepatan dan luas
bidang basah pada kapal yang dapat dihitung dengan banyak macam metode
perhitungan.
Pada penelitian ini akan dievaluasi besarnya nilai tahanan pada kapal Pinisi.
Oleh karena itu, akan dituangkan dalam tulisan yang berjudul “Prediksi Tahanan
Kapal Pinisi Sebagai Kapal Feeder Menggunakan Program Maxsurf”.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian
ini adalah :
1. Berapakah nilai tahanan kapal pinisi yang didapatkan melalui komputasi
menggunakan aplikasi maxsurf ?
2. Seberapa besar perbandingan nilai tahanan terhadap kecepatan kapal Pinisi dari
beberapa model kapal yang didapatkan melalui percobaan dengan
menggunakan aplikasi maxsurf ?

1.3.Batasan Masalah
Karena luasnya cakupan masalah dari penelitian ini maka penulis membatasi
ruang lingkup permasalahan, yaitu :
1. Kapal yang ditinjau adalah kapal pinisi yang diukur dilokasi penelitian
2. Nilai tahanan akan ditentukan menggunakan Aplikasi Maxsurf Resistance.
3. Prediksi tahanan dilakukan sampai kecepatan maksimum kapal.
4. Sarat kapal menggunakan sarat maksimum.

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitiaan


Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Menentukan besarnya tahanan kapal pinisi dengan berbagai kenaikan kecepatan
dan kenaikan ukuran kapal dengan menggunakan aplikasi maxsurf.
b. Mengetahui perbandingan besar nilai tahanan kapal pinisi dari beberapa kapal
yang didapatkan melalui percobaan dengan menggunakan aplikasi Maxsurf.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
a. Sebagai bahan masukan bagi perancang kapal untuk merancang kapal pinisi.
b. Sebagai bahan informasi untuk mengetahui besarnya nilai tahanan kapal pinisi
yang diperoleh dari aplikasi Maxsurf Resistance yang nantinya digunakan dalam
penentuan daya mesin kapal.
c. Dapat dijadikan bahan referensi jurnal ilmiah bagi mahasiswa mengenai tahanan
pada kapal pinisi.

1.6. Sistematika Penulisan


Hasil penelitian akan dituang dalam tulisan secara terperinci dan tersusun sebagai
berikut ini:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan beberapa definisi mengenai kapal feeder, kapal pinisi, jenis
kayu pada kapal pinisi, tahanan kapal, dan perhitungan dengan aplikasi Maxsurf.

BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini membahas tentang tata cara pelaksanaan penelitian yang terdiri dari
lokasi penelitian, waktu penelitian, jenis penelitian, jenis data, teknik dalam
pengambilan data, metode analisis data, dan kerangka pikir penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Pada bab ini diuraikan pembahasan mengenai permasalahan yang diteliti yaitu
tahanan kapal feeder berbentuk pinisi yang diprediksi menggunakan aplikasi
Maxsurf.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian serta saran-saran yang terkait
penelitian ini.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kapal Feeder

Kapal Feeder adalah istilah yang digunakan untuk kapal pengangkut barang
dari pelabuhan muat ke pelabuhan transit yang mengalami pergantian kapal untuk
pindah ke kapal induk. Jenis kapal ini umumnya lebih kecil dari kapal induk. Jadi
bisa dikatakan kapal feeder ini adalah kapal yang membantu memudahkan alur
pendistribusian barang.

Untuk kapal yang alur pelayarannya membangun akses konektifitas


antarpulau yang difungsikan sebagai kapal feeder berupa kapal dengan ukuran 30-
35 GT. Kapal yang melayani akses antarpulau ini biasanya difungsikan untuk
mengangkut penumpang dan barang dari dan ke wilayah yang masih terpencil,
terluar dan perbatasan sehingga akan semakin lancar.

Gambar 2.1 Kapal Feeder Pengangkut Kargo Gambar 2.2 Kapal Feeder
Pengangkut Penumpang dan
Barang

2.2. Kapal Pinisi

Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari
Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Jenis kapal ini sudah terkenal
hingga ke mancanegara dan pernah menjelajah samudera luas hingga ke lima
benua. Pembuatan perahu phinisi hingga saat ini terkonsentrasi di desa Ara, Tanah
Beru, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Pembuatannya dilakukan dalam
galangan kapal seadanya, tanpa gedung, dan hanya beratapkan daun rumbia. Lokasi
pembuatannya di pinggir pantai. Masyarakat Tanah Beru dikenal dengan sebutan
Butta Panrita Lopi atau ahli pembuat perahu. Keahlian itu diwariskan secara turun-
temurun pada anak-anak warga Tanah Beru. Pembuatan perahu phinisi memadukan
keterampilan teknis dengan kekuatan magis. Teknik pembuatannya pun tergolong
unik. Umumnya, kapal atau perahu dibuatkan rangkanya terlebih dahulu sebelum
diberi dinding, namun sebaliknya, perahu phinisi, yang dibuat terlebih dahulu
adalah dindingnya kemudian kerangkanya. Perahu ini juga bukan menggunakan
paku melainkan pasak kayu. Untuk menutupi celah-celah dinding kayu, mereka
menutupinya dengan kulit kayu.

Kapal pinisi berbahan material kayu. Selain badan perahu, Pinisi memiliki
enam komponen lain yaitu anjong (segitiga penyeimbang di sisi depan
kapal), sombala (layar utama berukuran besar), tanpasere (layar kecil berbentuk
segitiga di setiap tiang utama), cocoro pantara (layar bantu depan), cocoro
tangnga (layar bantu tengah), dan tarengke (layar bantu belakang). Pada zaman
dahulu, Pinisi digunakan untuk berdagang, menangkap ikan, dan berperang, namun
sekarang pinisi umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau dan
wisata. Pinisi adalah sebuah kapal layar yang menggunakan jenis layar sekunar
dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang mempunyai makna bahwa nenek
moyang bangsa Indonesia mampu mengarungi tujuh samudera besar di dunia.
Kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia sejak beberapa abad yang lalu,
diperkirakan kapal pinisi sudah ada sebelum tahun 1500an. (Lantara, Dirgahayu,
2014)

Sejarah Pinisi tidak terlepas kaitannya dengan perkembangan budaya


Sulawesi Selatan khususnya dan tidak terlepas dari lingkup sejarah perjalanan
kebaharian bangsa Indonesia pada umumnya. Sejarah kebaharian Suku Bugis,
Makassar dan Mandar berkaitan dengan perkembangan kapal layar, sejak adanya
cikal bakal kapal layar sampai terciptanya kapal pinisi dalam konteks kebaharian di
tanah air. Industri kapal tradisional merupakan bagian dari industri pedesaan.
Peranannya dalam memacu perkembangan desa pantai tidak bisa diabaikan,
khususnya dalam penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi regional.
Salah satu bentuk industri pedesaan itu adalah industri pembuatan kapal tradisional.
Orang-orang Bugis membuat kapal untuk keperluan angkutan antar pulau, sebagai
alat transportasi untuk merantau dan keperluan menangkap ikan. Kapal tersebut
sekaligus telah menjadi simbol budaya maritim mereka. Kapal tersebut, ternyata
dibuat oleh ahli-ahli pembuat kapal tradisional dimana kepandaian meraka dalam
membuat kapal telah diwariskan secara turun temurun sampai saat sekarang ini.
(Syahrul Amar, 2013)

Ada beberapa jenis kapal pinisi, namun yang pada umumnya pinisi ada 2 jenis :

1. Lamba atau lambo. Pinisi modern yang masih bertahan sampai saat ini dan
sekarang dilengkapi dengan motor diesel (PLM).
2. Palari. adalah bentuk awal pinisi dengan lunas yang melengkung dan
ukurannya lebih kecil dari jenis Lamba juga dilengkapi dengan motor diesel.

Gambar 2.3 Pinisi Lambo Gambar 2.4 Pinisi Palari

Menurut Harnita dalam Jinca (2002), kapal kayu adalah kapal yang dibuat dari
kayu sebagai bahan utamanya, serta dilengkapi dengan alat penggerak berupa
mesin penggerak (motor) atau alat lainnya seperti layar.

2.3. Jenis-jenis Kayu Pada Kapal Pinisi

Pada proses pembuatan kapal Pinisi menggunakan banyak macam jenis


material kayu pada bagian konstruksinya. Kayu yang digunakan ini berasal dari
daerah yang berbeda-beda dan memiliki level kekuatan dan keawetan yang berbeda
pula. Jenis-jenis Kayu yang digunakan yaitu :

2.3.1. Kayu Ulin/Besi

Gambar 2.5 Kayu Ulin dan Pohon Ulin

Kayu ini biasa disebut dengan nama kayu belian atau ulin, nama
botaninyanya adalah eusideroxylon zwageri t.et.b dari suku/family lauraceae. Kayu
besi digunakan sebagai lunas perahu phinisi, lunas perahu adalah bagian terbawah
dari sebuah perahu yang menjadi dasar perahu. Kayu ini adalah salah satu pohon
yang terkenal dari hutan kaltim dengan ciri kayunya keras dan kuat, warna gelap,
dan tahan terhadap air laut. Tinggi pohon ulin mencapai 50 m dengan diameter
hingga 120 cm, dan tumbuh di dataran rendah. Pohon tersebut agak terpisah dari
pepohonan lain dan dikelilingi jalur jalan melingkar dari kayu ulin. Di bagian
bawah pohon ada bagian yang berlobang. Jenis kayu dari pohon ulin ini tidak
mudah lapuk baik di air maupun daratan. Itulah sebabnya kayu ini banyak dipakai
sebagai bahan bangunan khususnya untuk rumah yang didirikan di atas tanah
berawa dan perahu.

2.3.2. Kayu Bitti


Gambar 2.6 Kayu Bitti dan Pohon Bitti

Kayu untuk membuat perahu yang terbaik adalah kayu bitti (Vitek
cofassus). Kayu ini tumbuh di atas batu karang sehingga menghasilkan kayu yang
keras dan rapat.Kayu bitti ada 2 macam yakni bitti betina (bitti berumah dua) dan
bitti jantan. Bitti betina menghasilakn papan lurus dan lebar. Bitti jantan lebih bagus
digunakan untuk membuas lunas perahu karena bengkok, dan perajin tidak perlu
membengkokkan kayu.

Pohon berukuran sedang sampai besar, dapat mencapai tinggi 40 meter,


biasanya tanpa banir. Diameter batang dapat mencapai 130 cm, beralur dalam dan
jelas, kayunya padat dan berwarna kepucatan. Daun bersilangan dengan atau tanpa
bulu halus pada sisi bawahnya. Susunan bunga terminal, merupakan bunga
berkelamin ganda, dimana helai kelopaknya bersatu pada bagian dasar membentuk
mangkuk kecil, sedang helai mahkotanya bersatu pada bagian dasar yang bercuping
5 tidak teratur. Mahkota putih keunguan, terdapat tangkai dan kepala sari di dalam
rongga mahkota, bakal buah di atas dasar bunga (superior). Kayunya tergolong
sedang hingga berat, kuat, tahan lama dan tidak mengandung silika. Kayu basah
beraroma seperti kulit. Pengawetan jenis ini sulit dikerjakan. Kayu ini berasal dari
family Verbenaceae. Nama lokal/daerah: Gofasa, Gupasa, Sassuwar (Indonesia);
Biti (Sulawesi). Daerah Penyebaran dan habitatnya yaitu:Sulawesi, Maluku, Papua
Nugini, Kepulauan Bismarck, dan Pulau Solomon. V. cofassus umumnya tumbuh
sebagai pohon-pohon kodominan di hutan dataran rendah. Jenis ini masih dapat
dijumpai sampai ketinggian 2000 m dpl. Pohon ini memerlukan cahaya penuh, dan
merupakan jenis menggugurkan daun, yang terjadi pada musim kemarau. Tumbuh
baik pada tanah berkapur dengan tekstur mulai lempung hingga pasir. Dijumpai di
daerah dengan musim basah dan kering yang nyata. Ditanam secara meluas di
Bulukumba (Sulawesi Selatan) untuk hutan rakyat.

2.3.3. Kayu Jati


Gambar 2.7 Kayu Jati dan Pohon Jati

Kayu jati merupakan kayu kelas satu karena kekuatan, keawetan dan
keindahannya. Secara teknis, kayu ini memiliki kelas kekuatan 1 dan kelas
keawetan 1. Kayu ini sangat tahan terhadap serangan rayap. Meskipun keras dan
kuat, kayu jati mudah dipotong dan dikerjakan, sehingga disukai untuk membuat
furniture dan ukir-ukiran. Kayu yang diampelas halus memiliki permukaan yang
licin dan seperti berminyak. Pola-pola lingkaran tahun pada kayu teras nampak
jelas, sehingga menghasilkan gambaran yang indah. Dengan kehalusan tekstur dan
keindahan warna kayunya, jati digolongkan sebagai kayu mewah. Oleh karena itu
di perahu phinisi, jati banyak diolah menjadi dinding, mebel interior, panel, dan
anak tangga yang berkelas di atas dek perahu.

Sekalipun relatif mudah diolah, jati terkenal sangat kuat dan awet, serta
tidak mudah berubah bentuk oleh perubahan cuaca. Atas alasan itulah, kayu jati
digunakan juga sebagai bahan dek pelabuhan, bantalan rel, jembatan, kapal niaga,
dan kapal perang. Kayu jati mengandung semacam minyak dan endapan di dalam
sel-sel kayunya, sehingga dapat awet digunakan di tempat terbuka meski tanpa
divernis; apalagi bila dipakai di bawah naungan atap. Jati sejak lama digunakan
sebagai bahan baku pembuatan kapal laut, termasuk kapal-kapal voc yang melayari
samudera di abad ke-17. Juga dalam konstruksi berat seperti jembatan dan bantalan
rel.

2.3.4. Kayu Merbau


Gambar 2.8 Kayu Merbau dan Pohon Merbau

Merbau atau ipil adalah nama sejenis pohon penghasil kayu keras
berkualitas tinggi anggota suku fabaceae (leguminosae).karena kekerasannya,
digunakan pada perahu bahan bangunan berupa tiang, dinding, dan lantai rumah
kayu. Di papua nugini, kayu ini dikenal sebagai kwila dan orang sulawesi
menyebutnya dengan bajang atau bayam; sedangkan nama-namanya dalam bahasa
inggris adalah mirabow, moluccan ironwood, malacca teak, dan lain-lain. Merbau
memiliki tekstur kayu yang kasar dan merata, dengan arah serat yang kebanyakan
lurus. Kayu yang telah diolah memiliki permukaan yang licin dan mengkilap indah.
Kayu merbau termasuk ke dalam golongan kayu berat (bj 0,63-1,04 pada kadar air
15%) dan kuat (kelas kuat i-ii). Kayu ini memiliki penyusutan yang sangat rendah,
sehingga tidak mudah menimbulkan cacat apabila dikeringkan. Merbau juga awet:
Daya tahannya terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas i dan terhadap rayap
kayu kering termasuk kelas 2. Kayu merbau termasuk tahan terhadap penggerek
laut (teredo), sehingga acap digunakan pula dalam pekerjaan konstruksi perairan
seperti perahu.

Merbau termasuk tidak sulit digergaji, dapat diserut dengan mesin sampai
halus, diamplas dan dipelitur dengan memuaskan, namun kurang baik untuk
dibubut. Kayu ini juga biasanya pecah apabila dipaku, dan dapat menimbulkan noda
hitam apabila berhubungan dengan besi atau terkena air. Merbau terutama
dimanfaatkan kayunya, yang biasa digunakan dalam konstruksi berat seperti balok-
balok, tiang dan bantalan, di bangunan rumah maupun jembatan. Oleh karena
kekuatan, keawetan dan penampilannya yang menarik, sekarang kayu merbau juga
dimanfaatkan secara luas untuk pembuatan kusen, pintu dan jendela, lantai parket
(parquet flooring), papan-papan dan panel, mebel, badan truk, ukiran dan lain-lain.

2.3.5. Kayu Punaga

Gambar 2.9 Kayu Punaga dan Pohon Punaga

Kayu punaga. Memiliki nama botanis callophylum spp merupakan kayu


kelas III. Secara teknis, kayu ini memiliki kelas kekuatan II-III dan kelas keawetan
III. Daerah penyeberan kayu ini ada di Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumatera,
Maluku, dan NTT. Kayu ini biasanya digunakan sebagai tiang layar, kayu
bangunan, kayu perkakas, plywood, lantai, papan, bantalan kayu kapal. Pohon
punaga memiliki tinggi mencapai 30 m, panjang bebas cabang 10 – 30 m, diameter
dapat mencapai 100 cm. Batang berdiri tegak dan berbentuk lurus dengan cabang
mendatar, tidak berbanir. Kayu ini berwarna merah tua, merah coklat, merah muda
kecoklat-coklatan/merah kuning. Kayu gubal berwarna coklat-kelabu pucat atau
coklat kuning semu-semu merah jambu, tebal kira-kira 5 cm dan dapat jelas
dibedakan dari kayu teras. Kayu ini mudah dikeringkan tapi agak lambat untuk
(papan tebal 25, cm perlu waktu 75 hari). Punaga tumbuh di dalam hutan hujan
tropis dengan tipe curah hujan A dan B, pada tanah berawa dekat pantai sampai
pada tanah kering di bukit-bukit sampai ketinggian 800 m dari permukaan laut.
2.4. Tahanan Kapal

Tahanan kapal adalah gaya fluida yang bekerja pada kapal sedemikian rupa
sehingga melawan arah gerakan kapal tersebut. Tahanan tersebut sama dengan gaya
fluida yang bekerja sejajar dengan sumbu gerakan kapal. Sedangkan suatu tahanan
kapal ini adalah sama dengan suatu gaya karena dihasilkan oleh air, maka ini
disebut gaya hidrodinamika. Gaya hidrodinamika ini semata-mata disebabkan oleh
gerakan relatif kapal terhadap air. Tahanan dalam dunia perkapalan merupakan
suatu hal yang teramat penting untuk dikalkulasi secara tepat karena
sangat berkaitan dengan penentuan daya mesin yang bekerjadi atas kapal. Pada
kenyataaannya dalam pengoperasian suatu kapal sering terjadi bahwa kecepatan
yang diinginkan sering tidak sesuai dengan perencanaan atau daya mesin yang
terpasang kadang terlalu besar dan juga kadang terlalu kecil. Untuk menyesuaikan
besar daya mesin dengan kecepatan yang dinginkan, maka harus diketahui besar
tahanan yang terjadi pada kapal tersebut. (Harnita, 2011)

Gerakan kapal di fluida bekerja seperti sistem sumbu orthogonal yaitu 3


(tiga) buah sumbu x, y, dan z, ditempatkan sedemikian rupa, pusat sumbu berimpit
dengan titik berat kapal. Bidang x, dan y satu bidang dengan permukaan bumi
(sejajar).

Gambar 2.5 Gaya yang Bekerja Pada Kapal


Gerakan kapal dibebani 4 (empat) gaya yang tidak tergantung satu sama
lainnya ;
a. Gaya hidrostatik yaitu massa kali percepatan grafitasi bumi (mg).
b. Hambatan hidrostatik (gaya apung) F∆ atau γv. Seperti halnya mg, tekanan
atau gaya ini selalu sejajar dengan Zo.
c. Resultante gaya hidrodinamik (F) yang didesakkan oleh air pada kapal sebagai
akibat gerakan menerjang air tersebut. Gaya F dapat diuraikan dalam 2 (dua) ;
komponen gaya angkat (L) dan komponen tahanan (atau drag) R (atau D).
Dimana L tegak lurus terhadap kecepatan kapal dan R (atau D) sejajar V.
d. Gaya dorong (T), yang di desakkan oleh air pada pendorong kapal, umumnya
berlawanan arah dengan R.
Gaya-gaya tersebut diatas timbul akibat adanya :
a. Kecepatan kapal (V), relatif terhadap air dan udara atau yang dilintasi oleh
kapal tersebut.
b. Gaya gravitasi bumi yang bekerja baik pada kapal maupun pada air yang
dibebani oleh kapal itu.
c. Aksi yang dilakukan pendorong kapal (Propeller).
Pada dasarnya tahanan kapal dibagi menjadi dua yaitu tahanan yang
berada di atas permukaan air dan tahanan yang berasal dari bawah permukaan air.
Tahanan yang di atas permukaan air adalah yang bekerja pada bagian badan kapal
yang kelihatan di atas permuakaan air, disini pengaruh adanya udara yang
mengakibatkan timbulnya hambatan. (Harnita, 2011)

Komponen tahanan yang bekerja pada kapal dalam gerakan mengapung di air
adalah :

a. Tahanan gesek (Friction resistance)


Tahanan Gesek (friction resistance) timbul akibat kapal bergerak melalui
fluida yang memiliki viskositas seperti air laut, fluida yang berhubungan
langsung dengan permukaan badan kapal yang tercelup sewaktu bergerak akan
menimbulkan gesekan sepanjang permukaan tersebut, inilah yang disebut
sebagai tahanan gesek. Tahanan gesek terjadi akibat adanya gesekan
permukaan badan kapal dengan media yang di lalulinya. Oleh semua fluida
mempuyai viskositas, dan viskositas inilah yang menimbulkan gesekan
tersebut. Penting tidaknya gesekan ini dalam suatu situasi fisik tergantung pada
jenis fluida dan konfigurasi fisik atau pola alirannya (flow pattern). Viskositas
adalah ukuran tahanan fluida terhadap gesekan bila fluida tersebut bergerak.
Jadi tahanan Viskos (RV) adalah komponen tahanan yang terkait dengan energi
yang dikeluarkan akibat pengaruh viskos.
Tahanan gesek ini dipengaruhi oleh beberapa hal, sebagai berikut :
 Angka Renold (Renold’s number, Rn)

Rn =
 Koefisien gesek (friction coefficient, Cf )

Cf =
 Rasio kecepatan dan panjang kapal (speed length ratio, Slr)

Slr =
Dimana L adalah panjang antara garis tegak kapal (length betwen perpendiculare).
b. Tahanan sisa (Residual Resistante)
Tahanan sisa didefenisikan sebagai kuantitas yang merupakan hasil
pengurangan dari hambatan total badan kapal dengan hambatan gesek dari
permukaan kapal. Hambatan sisa terdiri dari ;
1. Tahanan gelombang (Wake Resistance)
Tahanan gelombang adalah hambatan yang diakibatkan oleh adanya
gerakan kapal pada air sehingga dapat menimbulkan gelombang baik pada
saat air tersebut dalam keadaan tenang maupun pada saat air tersbut sedang
bergelombang.
2. Tahanan udara (Air Resistance)
Tahanan udara diartikan debagai Tahanan yang di alami oleh bagian badan
kapal utama yang berada diatas air dan bangunan atas (Superstructure)
karena gerakan kapal di udara. Tahanan ini tergantung pada kecepatan
kapal dan luas serta bentuk bangunan atas tersebut. Jika angin bertiup
maka tahanan tersebut juga akan tergantung pada kecepatan angin dan arah
relatif angin terhadap kapal.
3. Tahanan bentuk
Tahanan ini erat kaitannya dengan bentuk badan kapal, dimana bentuk
lambung kapal yang tercelup di bawah air menimbulkan suatu tahanan
karena adanya pengaruh dari bentuk kapal tersebut.
c. Tahanan tambahan (Added Resistance)
Tahanan ini mencakup tahanan untuk korelasi model kapal. Hal ini akibat
adanya pengaruh kekasaran permukaan kapal, mengingat bahwa permukaan
kapal tidak akan pernah semulus permukaan model. Tahanan tambahan juga
termasuk tahanan udara, anggota badan kapal dan kemudi.
Komponen Tahanan tambahan terdiri dari :
1. Tahanan anggota badan (Appendages Resistance)
Yaitu tahanan dari bos poros, penyangga poros, lunas bilga, daun kemudi
dan sebagainya.
2. Tahanan kekasaran
Yaitu terjadi akibat kekasaran dari korosi air, pengotoran pada badan
kapal, dan tumbuhan laut.
3. Hambatan kemudi (Steering Resistance)
Yaitu akibat pemakaian kemudi mengakibatkan timbulnya hambatan
kemudi.
Lingkungan perairan juga berpengaruh pada tahanan. Bila kapal bergerak diair yang
terbatas, dinding pembatas air tersebut akan cukup dekat untuk mempengaruhi
tahanan kapal. Terbatas disini diartikan sebagai dekatnya jarak antara dinding
pembatas air itu sendiri dalam arah horizontal. Kedangkalan air juga mempunyai
pengaruh pada tahanan, yang disebut pengaruh air dangkal ( Shallow Water Effect).
Bila membandingkan karakteristik untuk kerja kapal umunya karakteristik didaerah
perairan yang mempunyai panjang, lebar dan kedalaman yang terbatas. Selain itu,
jika berada dijalur perairan samudera bebas ( sea way ), tahanan kapal akan
mengalami perubahan yang berupa :
1. Adanya Tahanan Tambahan (Added Resistance ) akibat angin yang bertiup
pada bagian superstructure, RAA.
2. Tahanan menjadi lebih besar akibat gerakan kapal.
3. Adanya tahanan tambahan akibat refleksi gelombang pada badan kapal.
4. Tahanan menjadi lebih besar karena sudut hanyut ( drift angle ) yang
ditimbulkan oleh baik angin dan gelombang maupun gerakan daun kemudi.
Kenaikan tahanan rata-rata digelombang, RAW, diartikan sebagai kenaikan tahanan
rata-rata diangin dan gelombang dibandingkan terhadap tahanan diair tenang pada
kecepatan rata-rata yang sama. (Harnita, 2011)

2.5. Aplikasi Maxsurf

Maxsurf adalah program aplikasi spesialis dalam bidang Arsitektur laut dan
galangan kapal, teknik lepas pantai dan rekayasa struktur. Program ini dapat
memvisualisasikan, dan mengoptimalkan desain kapal dengan pengaturan lengkap
yang telah di integrasikan. Maxsurf terdiri dari beberapa sub-program aplikasi,
yaitu:
1. Maxsurf Modeler
2. Maxsurf Motion
3. Maxsurf Resistance
4. Maxsurf Stability
5. Maxsurf Structure
6. Maxsurf Fitting
7. Maxsurf Link
8. Maxsurf Vpp
Beberapa fungsi pada program aplikasi ini seperti membuat bentuk lambung yang
seimbang, sesuai dengan pemenuhan persyaratan stabilitas, tahanan kapal,
seakeeping, dan kekuatan kapal. Setelah data ukuran utama kapal didapatkan untuk
pembuatan model lines plan, data ukuran dari lines plan akan dibuat lagi dalam
bentuk model Tiga Dimensi (3D) menggunakan Aplikasi Maxsurf Modeller. Lines
plan ini merupakan kunci utama suksesnya perancangan desain sebelum model
dilakukan analisa hidrodinamika, kekuatan struktur dan pendetailan lebih lanjut.
Dasar pembangunan model pada Maxsurf Modeller menggunakan surface (seperti
karpet) yang dapat ditarik dan dibentangkan sehingga bisa menjadi model yang
utuh.

Gambar 2.6 Tampilan Workspace pada Maxsurf Modeller

Model kapal yang telah dibuat pada Maxsurf Modeller dapat dihitung
performanya seperti Tahanan, Stabilitas, dan Gerak kapal. Untuk menghitung
tahanan kapal cukup dengan meng-import model ke fitur lain maxsurf yang
bernama Maxsur Modeller.
Maxsurf Resistance merupakan sub-program yang tersedia dalam maxsurf
dimana sub-program inilah yang akan menjadi aplikasi penunjang penelitian untuk
menghitung tahanan kapal. Fungsi dari program ini adalah untuk menghitung dan
menganalisis tahanan kapal, dengan teori-teori dan metode yang telah digunakan
pada bidang Ilmu perkapalan. Ketika merancang sebuah kapal bertenaga
menggunakan Maxsurf Resistance menyediakan berbagai macam metode
perhitungan untuk membantu Anda memperkirakan perlawanan arah gerak dan
powering persyaratan lambung. Berbagai algoritma standar industri yang
disediakan, memungkinkan untuk memilih metode yang paling tepat untuk bentuk
lambung kapal rancangan.

Metode perhitungan yang tersedia di Maxsurf Resistance meliputi : Savitsky


pra-perencanaan dan perencanaan; Lahtiharju untuk perencanaan kapal; Blount &
Fox untuk kapal planning, Holtrop dan Compton untuk kapal dengan lambung
perpindahan cepat; Fung dan Seri 60 untuk kapal; van Oortmerssen untuk bentuk
penuh lambung seperti kapal tunda dan kapal pukat; dan seri yacht sistematis Delft
untuk yacht berlayar. Hal ini juga memungkinkan untuk langsung menganalisis
resistensi dari lambung Maxsurf menggunakan metode Tubuh Langsing yang
menggunakan pendekatan arus CFD potensial.

Resistensi dapat secara otomatis membaca di file desain Maxsurf dan


mengukur parameter masukan yang diperlukan dari itu. Anda juga memiliki pilihan
untuk mengesampingkan nilai-nilai ini secara otomatis dihitung untuk fine tune
perhitungan untuk menyesuaikan kebutuhan Anda. Seperti semua modul dalam
kisaran Maxsurf, Resistance memungkinkan Anda untuk menyalin dan paste data
ke dan dari program Windows lain yang memungkinkan Anda untuk melakukan
persiapan data Anda sendiri atau post-processing. Output dari Resistance
disediakan di kedua format tabel dan grafis dan secara otomatis dihitung ulang
sebagai perubahan yang dibuat untuk parameter masukan. (Imam, Arif, 2017)
Adapun Versi Maxsurf yang digunakan pada penelitian ini menggunakan
Aplikasi Maxsurf 20 V8i.
1 BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Tana Beru, Kecamatan Bonto Bahari,
Kabupaten Bulukumba dan Laboratorium Hidrodinamika Jurusan
Perkapalan Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, Gowa, Sulawesi
Selatan.

3.1.2. Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan selama ± lima (4) bulan terhitung mulai dari bulan
April 2018.

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini yakni mengukur 4 data kapal pinisi kemudian mendesain
dalam bentuk tiga dimensi (3D) pada aplikasi maxsurf untuk menganalisa
tahanan pada model kapal pinisi sebagai kapal feeder menggunakan
Program Maxsurf.

3.3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data ukuran utama
dan offset kapal yang didapatkan melalui survei pada lokasi penelitian dan
pengukuran kapal dengan berbagai bentuk ukuran panjang dan lebar kapal.
3.4. Metode Pengolahan Data

Setelah data terkumpul dari hasil pengukuran ukuran utama kapal di lokasi
penelitian, selanjutnya dilakukan kegiatan mengolah data berupa ukuran
utama kapal yang akan diterjemahkan dalam bentuk gambar. Kegiatan
mengolah data ini terdiri dari beberapa tahapan secara garis besar, sebagai
berikut :

3.4.1. Penggambaran Lines Plan Model Kapal


Pada tahapan ini, Data ukuran utama dan offset model kapal yang telah
diukur akan digambarkan dalam bentuk lines plan dengan menggunakan
aplikasi Autocad 2017.

3.4.2. Pembuatan Model Kapal yang Telah Diukur Di Lapangan Menjadi


Model Tiga Dimensi
Pada tahapan ini, Data ukuran utama dan offset kapal tadi yang telah
dibuatkan gambar lines plan selanjutnya akan dibuat lagi dalam bentuk
model Tiga Dimensi (3D) menggunakan Aplikasi Maxsurf Modeller.

3.4.3. Perhitungan Tahanan Pada Model Kapal Pinisi


Pada tahapan ini, model 3D yang telah dibuat tadi akan dihitung nilai
tahanannya menggunakan Aplikasi Maxsurf Resistance. Menghitung nilai
tahanan dari 4 kapal Pinisi dengan kenaikan kecepatan dan bentuk ukuran
yang berbeda untuk membandingkan nilai tahanannya.

3.5. Kerangka Pikir

Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai analisa data maka untuk


menjelaskan langkah-langkah atau tahapan-tahapan penelitian dapat
digambarkan dalam alur penelitian secara singkat sebagaimana tersebut di
bawah ini:
MULAI

DATA
KAPAL

 UKURAN UTAMA KAPAL


 LINES PLAN
 TABEL OFFSET

PEMBUATAN MODEL
3D MENGGUNAKAN
APLIKASI MAXSURF

MENGHITUNG NILAI
TAHANAN
MENGGUNAKAN
APLIKASI MAXSURF

TAHANAN MODEL TAHANAN MODEL


KAPAL DENGAN KAPAL DENGAN
KENAIKAN KECEPATAN KENAIKAN UKURAN

ANALISIS

HASIL

KESIMPULAN
1. DAFTAR PUSTAKA

Djabbar A., Rosmani, 2011, “Tahanan Kapal”, LKPP Universitas Hasanuddin


Program Studi Teknik Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas
Hasanuddin Makassar.
Harnita, 2011,” Studi Pengaruh Bentuk Bulbous Bow Terhadap Tahanan Kapal
Layar Motor Tradisional Melalui Uji Model” Program Studi Teknik
Perkapalan, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin Makassar.

Maulana, Ayat, 2011, “Optimalisasi Hambatan Kapal Skala Penuh Berdasarkan


Analisa Uji Tarik Kapal Model” Program Studi Teknik Perkapalan,
Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Amar, Syahrul, 2013, “Asal Usul dan Keahlian Pembuatan Perahu Pinisi di Tanah
Lemo Bulukumba (Tinjauan Dalam Berbagai Versi)”, STKIP
Hamzanwadi, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.
Isworo, Ambar, 2014, “Efisiensi Penggunaan Daya Mesin Kapal Purde Seine”
Teknik Perkapalan, Universitas Diponegoro, Semarang.
http://pusat-jurnal-berbahasa-indonesia-q.sttbinatunggal.ac.id/id3/2821
2687/Kapal-Pinisi_145247_pusat-jurnal-berbahasa-indonesia-q
sttbinatunggal.html diakses pada tanggal 10 Maret 2018.

Anda mungkin juga menyukai