Disusun oleh:
Pendidikan Biologi Offering C
Kelompok 2
Taman Nasional Bali Barat merupakan satu-satunya taman nasional yang berada di
Provinsi Bali. Bali sendiri merupakan pulau dewata yang menjadi destinasi wisata Internasional
sehingga TN Bali Barat memiliki potensi yang sangat tinggi untuk dikembangkan. Selain itu, TN
Bali Barat menjadi sangat penting guna menjaga atau mengonservasi satwa yang saat ini sangat
dilindungi, Jalak Bali (Leocopsar rothschildi) yang saat ini jumlahnya tidak lebih dari 20 ekor saja
di alam liar (Supriatna 2014).
Taman Nasional Bali Barat secara geografis terletak pada koordinat antara 8 derajat 5 menit
– 8 derajat 13 menit Lintang Selatan dan 114 derajat 26 menit – 114 derajat 35 menit Bujur Timur.
Kawasan ini berada di wilayah administrasi kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng dan
kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Secara persis letak TN Bali Barat adalah
sejauh 60 km ke arah barat laut dari Ibu Kota Bali, Denpasar. Luas kawasan Taman Nasional ini
adalah 19.002,89 hektare yang terbagi pada kabupaten Jembrana dan Buleleng. Dua desa dan
perkebunan kelapa seluas 618 hektare terdapat di dalam kawasan, yaitu di sepanjang jalan dari
Gilimanuk hingga Singaraja. Terdapat daerah pertanian di bagian selatan yang memanjang ke
bagian tengah hingga ke bagian utara kawasan. Daerah bagian utara dan barat hingga sejauh 1 km
dari pantai merupakan kawasan karang dan perairan termasuk pulau Menjangan (Supriatna, 2014).
Iklim di Taman Nasional Bali Barat termasuk ke dalam iklim tipe D, dengan nilai Q sekitar 85,29%
dan curah hujan berkisar antara 972-1.559 mm/tahun (rata-rata 1.480,6 mm/tahun). Musim hujan
terjadi pada bulan Januari sampai Maret dan musim kemarau terjadi antara bulan April sampai
September. Kelembaban udara rata-rata sekitar 85% dan suhu rata-rata pada bulan November
sampai dengan April berkisar antara 28-29 derajat celcius.
Vegetasi yang ada di Taman Nasional Bali Barat dipengaruhi oleh iklim monsoonal
terutama yang berada di daerah dataran rendah. Ekosistem di daerah ini merupakan ekosistem
peralihan antara daerah beriklim basah dengan ekosistem beriklim kering. Ekosistem-ekosistem
tersebut antara lain : Hutan hujan tropis dataran rendah, Savana, Hutan mangrove, Hutan musim,
Hutan rawa, dan hutan basah.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat disusun rumusan masalah antara lain
bagaimanakah keanekaragaman spesies serangga malam berdasarkan jam biologisnya di Hutan
Perbatasan Jembrana Buleleng Taman Nasional Bali Barat?
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk engetahui keanekaragaman spesies serangga
malam berdasarkan jam biologisnya di Hutan Perbatasan Jembrana Buleleng Taman Nasional Bali
Barat.
1. Subyek penelitian adalah hewan serangga malam yang terdapat di kawasan Hutan
Perbatasan Jembrana Buleleng Taman Nasional Bali Barat.
2. Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini hanya mengamati jenis/ spesies serangga
malam, keanekaragaman, kemerataan, dan kekayaan tiap-tiap spesies untuk masing-masing waktu
berbeda serta mengidentifikasi spesies serangga malam yang terdapat di kawasan Hutan Pantai
Triangulasi Taman Nasional Alas Purwo.
3. Pengamatan dilakukan pada rentang waktu yang berbeda, yaitu setiap dua jam antara pukul
20.00- 02.00 WIB.
Serangga tergolong dalam filum Arthropoda, sub filum Mandibulata, kelas Insekta.Insekta
memiliki eksoskeleton yang berfungsi melindungi organ-organ dalam.Eksoskeleton berupa
kutikula yang terdiri atas zat khitin dan terbagi menjadi segmen-segmen.Antara segmen yang satu
dengan yang lain terdapat sutura yaitu bagian yang lunak, dan yang berfungsi untuk memudahkan
pergerakan abdomen, sayap, kaki, antenna, dll.Sayap segmen tersusun dari potongan-potongan
terpisah yang dikenal sebagai sklerit.Beberapa sklerit segmen khusus tidak dapat dibedakan
sehingga sutura tidak berfungsi lagi.Kepala pada dasarnya terdiri atas 6 segmen yang
berfusi.eksoskeleton kepala dikenal sebagai epicranium yang terletak disebelah belakang,
merupakan daerah diantara dan dibelakang mata.Genea merupakan bagian yang terletak di kedua
sisi lateral kepala bagian depan. Sedangkan sklerit empat persegi panjang yang terletak di bawah
epicranium disebut sebagai clypeus (Kastawi,2003).Pada kedua sisi kepala terdapat mata
majemuk.Mata majemuk dilindungi oleh bagian transparan dari kutikula yaitu kornea, dimana
terbagi menjadi sejumlah besar potongan terbentuk segi enam yang disebut sebagai facet.Selain
mata majemuk serangga juga mempunyai mata sederhana atau ocellus (ocelli).Selain mata juga
terdapat sepasang antena (Kastawi, 2003).Bagian-bagian mulut yang berfungsi untuk menggigit
yang sering disebut sebagai tipe penggigit disebut tipe mandibularis, yang terdiri atas: (a) Bibir
atas atau labrum yang menggantung dibawah clypeus, (b) Lidah yang terletak disebelah median
dibelakang mulut berupa hypopharynx, (c) Dua rahang lateral yang disebut mandibulla yang
masing-masing mempunyai gigi sebelah dalam untuk memotong makanan, Sepasang maxillae
dengan bagian-bagian yang mempunyai bagian yang gilig, yang berfungsi sebagai alat sensoris
dan disebut sebagai palpus maxillaris, (e) Bibir bawah atau labium yuang mempunyai palpus
labialis yang pendek (Jasin, 1984). Thorax terdiri
atas 3 segmen yaitu prothorax, mesothorax, dan metathorax.Tiap-tiap segmen tertutup oleh
eksoskeleton, di bagian dorsal disebut tergum, disisi lateraldisebut pleura, dan dibagian ventral
disebut sternum (Kastawi, 2003). Masing-masing kaki terdiri atas buku: (a) Buku pendek coxa,
yang melekat pada tubuh, (b) Buku kecil yang disebut trochanter yang bersenyawa dengan bagian,
(c) Buku paha atau femur, (d) Bukubulat kecilpanjang disebut tibia, (e) Buku tarsus, yang terdiri
atas tiga bagian, proksimal pada bagian ventralnya mengandung 4 pasang bulu pada bagian
ventralis, sedang bagian distal merupakan bagian yang lunak yang disebut pulvinalis yang berakhir
dengan kuku kait (Jasin, 1984). Abdomen terdiri dari atas kurang lebih 11 buku dengan beberapa
bagian terminal,misalnya genital.Alat pencernaan terdiri atas bagian muka, bagian tengah, dan
bagian belakang.Mulut memiliki kelenjar ludah.Jantung berbentuk gilig dan mempunyai anterior
aorta tetapi tidak memiliki pembuluh darah kapiler dan vena, coelom teredusir menjadi haeocoel.
Respirasi dengan system trachea yang berupa saluran yang berdinding gelang kutikula dan
bercabang-cabang sehingga sampai pada semua bagian tubuh sebelah dalam. Dengan demikian
udara yang mengandung oksigen akan sampai pada bagian dalam dan terjadilah proses
pengambilan oksigen secara langsung. Alat ekskresi terdiri atas dua atau lebih badan yang
membentuk tabung yang disebut dengan buluh malphigi.System saraf terdiri atas ganglion-
ganglion pada tiapruas.Seks terpisah yakni ada individu jantan dan ada individu betina.
Pembuahan terjadi di dalam tubuh, ova banyak menganduxeng yolk dan pada fase terakhir akan
terbentuk cangkang (Jasin, 1984).
2.3 Habitat Serangga
Serangga dapat ditemukan pada hampir semua habitat baik di lingkungan akuatik, semi
akuatik, dan di atas atau di bawah tanah (Borror, 1992).Oleh karena itu serangga dikatakan bersifat
kosmopolit.Aktivitas serangga sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari dan
kemampuan dalam menyerap intensitas cahaya matahari yang berbeda-beda.Beberapa serangga
membutuhkan cahaya yang sedikit, sehingga serangga tersebut lebih aktif melakukan aktivitasnya
pada malam hari (nocturnal).Namun tidak jarang ada serangga yang membutuhkan banyak dalam
melakukan aktivitasnya sehingga lebih aktif pada siang hari (diurnal).Hewan seringkali mengatur
aktivitas mereka untuk menghindari dehidrasi sehingga mereka bergerak ke tempat terlindung atau
cenderung aktif pada malam hari (Soejtipto, 1993).
Farb 1980 dalam Irawan 1990 menyatakan bahwa ada tiga hal yang menunjang suksesnya
kehidupan serangga dalam habitatnya, yaitu sebagai berikut.
a. Serangga mengalami metamorphosis sehingga pada tingkat larva dan dewasa hidup di
tempat yang berbeda dengan makanan yang berbeda pula.
b. Ada beberapa ordo yang memiliki sayap depan menebal menjadi penutup keras sehingg
melindungi bagian tubuh yang lunak.
c. Sebagian ordo memiliki mulut bertipe pengunyah sehingga dapat memakan makanan yang
keras.
BAB III
METODE PENELITIAN
𝐻 ′ = −( ∑𝑃𝑖 𝐿𝑛 𝑃𝑖)
Keterangan:
Pi = n/N
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
ni : Nilai rata-ratamasing-masing spesies
N : Jumlah total nilai rata-rata spesies dalam sampel
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)
𝐻′
𝐸=
ln 𝑠
Keterangan:
E : Indeks kemerataan evennes
H’ : Indeks keanekaragaman Shanon – Wiever
S : Jumlah spesies (n1, n2, n3, …..)
(Ludwig dan Reynolda, 1998 dalam Irawan, 1999)
2 Geostropes splenstidus 1 1
3 Planeta americana
1
4 Linnei sp
1
5 Ogcodes sp 1
6 Tribolium castoreum 1
7 Lathrobium argulare 1
8 Oecophyllaa sp 1
9 Tribica pruinosa 1
Jumlah 4 5 3
11
4.2 Analisis Data
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, dilakukan analisis mengenai indeks
keanekaragaman (H’), kemerataan (E), dan kekayaan (R), dari spesies serangga malam di Hutan
Taman Nasional Bali Barat.
𝑛
Pi =
𝑁
2
Pi Epiphyos postuistoma sp = 4 = 0,5
1
Pi Geostropes splenstidus sp = = 0,25
4
1
Pi Planeta americana sp = = 0,25
4
= -0.69314718
= -1.386294361
= -1.386294361
= 1,03921
𝐻′
Nilai E = 𝐼𝑛 𝑆 = 0,94593
𝑆−1
Nilai R = 𝐼𝑛 𝑁 = 1,442695
𝑛
Pi =
𝑁
1
Pi Epiphyos postuistoma sp = 5 = 0,2
1
Pi Geostropes splenstidus sp = = 0,2
5
1
Pi Linrei sp = = 0,2
5
1
Pi Ogcodes sp = = 0,2
5
1
Pi Tribolium castoreum = = 0,2
5
= -0.32189
= -0.32189
Linrei sp = In 0,2
= -0.32189
Ogcodes sp = In 0,2
= -0.32189
= -0.32189
Linrei sp = -1,60944
Ogycodes sp = -1,60944
Nilai H’ = ∑ –(Pi.InPi)
= 1,609438
𝐻′
Nilai E = 𝐼𝑛 𝑆 = 1.000007
𝑆−1
Nilai R = 𝐼𝑛 𝑁 = 2,48534
𝑛
Pi =
𝑁
1
Pi Lathrobium argulare = 3 = 0,3
1
Pi oechopa sp = 3 = 0,3
1
Pi Tribica pruinosa sp = 3 = 0,3
= -1,20397
Oecophyllaa sp = ln 0,3
= -1,20397
= -1,20397
Oecophyllaa sp sp = 0,36119
Nilai H’ = ∑ –(Pi.InPi)
= 1,08375
𝐻′
Nilai E = 𝐼𝑛 𝑆 = 0,986308
𝑆−1
Nilai R = 𝐼𝑛 𝑁 = 1,820470
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, diketahui bahwa indeks keanekaragaman
(H’) dan kemerataan (E) yang tertinggi terdapat pada waktu pengambilan pukul 22.00 WITA.
Adapun indeks kekayaan (R) yang tertinggi terdapat pada pukul 22.00 WITA. Menurut
Dharmawan (2005), indeks keanekaragaman yang tinggi (H’) dipengaruhi oleh indeks kemerataan
(E) dan kekayaan spesies (R) yang tinggi pula. Berdasarkan klasifikasi tingkat keanekaragaman
oleh Arisandi (1999), yaitu: Sangat Tinggi H > 3,0; Tinggi jika H > 2,0; Sedang jika 1,6 < H <
2,0; Rendah jika 1,0 < H < 1,5; Sangat rendah jika H < 1,0. Berdasarkan klasifikasi tersebut, indeks
keanekaragaman pada waktu pengambilan pukul 22.00 WITA dapat dikategorikan sedang.
Faktor yang mempengaruhi keanekaragaman serangga antara lain: 1) waktu, 2)
heterogenitas spasial, 3) relung, dan 4) tingkat stabilitas lingkungan dan ketersediaan sumber daya
alam. Waktu turut mempengaruhi keanekaragaman temporal yang dijumpai karena setiap hewan
memiliki siklus hidup yang membuatnya tidak selalu dapat teramati sebagai serangga dewasa.
Selain itu, waktu juga memiliki peran dalam aktivitas serangga setiap harinya. Serangga malam
yang dijumpai memiliki jam biologis pada malam hari untuk melakukan aktivitas hidupnya seperti
mencari makan dan tempat bersarang. Menurut Odum (1993) serangga malam merupakan
golongan hewan yang menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk beraktifitas pada malam hari.
Sebagai hewan berdarah dingin (poikilotermik) serangga memiliki mekanisme pertahanan diri
terhadap suhu yang rendah. Borror, dkk (1992) menjelaskan bahwa beberapa serangga tahan hidup
pada suhu-suhu yang rendah ini menyimpan etilen glikol di dalam jaringan tubuh mereka untuk
melindungi dari pembekuan.
Faktor heterogenitas spasial mempengaruhi keanekaragaman sebagai mana yang dijelaskan
oleh Krebs (1985) dalam Widagdo (2002) bahwa relief atau topografi atau heterogenitas
makrospasial memiliki efek yang besar terhadap keanekaragaman spesies. Wilayah tropis
mempunyai kompleksitas lingkungan yang tinggi. Dalam hal ini faktor fisik, komunitas tumbuhan
dan hewan sangat heterogen dan sangat cepat mengalami proses keanekaragaman spesies. Di area
yang memiliki relief topografi yang tinggi mengandung banyak habitat yang berbeda sehingga
berisi banyak spesies. Berdasarkan pernyataan tersebut, diketahui keanekaragaman topografi dapat
meningkatkan keanekaragaman komunitas dan dapat meningkatkan keanekarganman serangga
yang dijumpai.
Faktor stabilitas lingkungan dan ketersediaan Sumber Daya Alam merupakan salah satu
faktor yang paling berpangaruh terhadap keanekaragaman. Stabilitas lingkungan menunjukkan
tingkat kematangan dari komunitas suatu daerah. Daerah yang memiliki Sumber Daya Alam
(SDA) yang beranekaragam, memiliki keanekaragaman yang tinggi.
BAB VI
PENUTUP
3.6 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa indeks
keanekaragaman (H’) dan kekayaan (R) yang tertinggi terdapat pada waktu pengambilan pukul
00.00 WITA. Adapun indeks kemerataan (E) yang tertinggi terdapat pada pukul 22.00 WITA.
Spesies serangga yang paling banyak ditemukan berasal dari ordo Dictyoptera. Keanekaragaman
tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: waktu, heterogenitas spasial, relung, dan
tingkat stabilitas lingkungan serta ketersediaan sumber daya alam.
3.7 Saran
Pelaksanaan praktikum pengamatan serangga malam menggunakan light trap sebaiknya
dilakukan secara berkala selama satu tahun. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh data yang
baik dan bisa menggambarkan keberadaan serangga yang sangat dipengaruhi oleh siklus hidupnya.
Selain itu, perlu dilakukan pengamatan terhadap faktor abiotik yang mempengaruhi
keanekaragaman serangga tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Borror, T., J. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Terjemahan oleh Soetiyono
P. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Dharmawan, A., Ibrohim, Tuwarita, H., Suwono, H., Susanto, P. 2005. Ekologi Hewan. Malang:
Universitas Negeri.
Irawan, K.F. 1999. Kemelimpahan dan Keanekaragaman Serangga Malam di Hutan Pantai
Kawasan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang:
IKIP
Kastawi, Yusuf, 2003. Zoologi avertebrata.Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang.
Krebs, C.J. 1985. Ecology: The Experimental Analysis of Distribution and Abundance Third
Edition. Harper and Row, New York. 800 pp.
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi.Terjemahan oleh Tjahyono.Yogyakarta: UGM
Supriatna J. 2014. Berwisata Alam di Taman Nasional. Jakarta (ID): Yayasan Obor Indonesia
(YOI)