BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Termoelektrik
Pada tahun 1934 Jean Charles Peltier menemukan fenomena termoelektrik yang
berlawanan dengan milik Thomas Johann Seebeck, Charles Peltier mencoba
melakukan percobaan yang berbeda dengan Seebeck. Ketika arus listtrik melewati
persambungan dari pada konduktor yang saling berbeda jenis maka akan timbul
perbedaan suhu di kedua konduktor tersebut. Konduktor yang satu akan menyerap
panas dari lingkungan dan konduktor yang satu lagi akan melepas panas ke
lingkungan. Efek Peltier sering digunakan sekarang dalam pembuatan pendingin
tanpa freon, salah satunya adalah kulkas mini, pendingin portable untuk serum
dalam bidang kesehatan, cabin pendingin pada mobil dan masih banyak lagi
contoh lainnya, dan sekarang terknologi termoelektrik ini menjadi pilihan utama
dalam pembuatan pendingin ramah lingkungan. Setelah kedua penemu tersebut,
percobaan mengenai termoelektrik sempat mengalamai kemunduran dikarenakan
nilai efisiensi konfersi energi oleh termoelektrik sangat rendah pada saat itu, dan
tidak ada perkembangan yang begitu mencolok, sampai pada AF Loffe mampu
menaikkan nilai efisiensi dari pada proses konversi termoelektrik menjadi 4%.
Untuk lebih mudah memahami dan mempelajari termoelektrik lebih lanjut maka
dibuatlah sebuah modul termoelektrik seperti termokopel dan elemen Peltier.
Bahan dalam pembuatan termokopel dan elemen peltier tersebut memiliki standar
kelayakan agar tidak terlalu kecil nilai keluaran yang dihasilkan atau nilai
konfersinya dari sebuah modul termoelektrik tersebut. Kelayakan dari sebuah
bahan penyusun modul termoelektrik dilihat dari Figure of Meritnya (ZT).
𝛼𝛼 2 𝑇𝑇
𝑍𝑍𝑍𝑍 = ........................................................................................................ (2.1)
𝜌𝜌𝜌𝜌
semenjak tahun 1990-an penelitian akan termoelektrik ini bangkit kembali. Ada
beberapa alasan kenapa penelitian mengenai termoelektrik ini dibangkitkan
kembali, diawali dengan ditemukannya material superkonduktor High-Tc pada
awal 1986 dari bahan yang tidak diduga-duga (ceramic material), diharapkan
dengan ditemukannya bahan tersebut dapat meningkatkan efisiensi dari pada
modul termoelektrik nantinya, sehingga dapat menjadi sumber enegi cadangan
utama. Alasan kedua, semenjak tahun 1980-an teknologi material terus
berkembang, salah satunya dengan kemampuan menyusun sebuah material
tersebut dalam level nano. Teknologi XPS (X-ray Photoelectron Spectroscopy),
UPS (Ultraviolet Photoelectron Spectroscopy), STM (Scanning Tunneling
Microscopy) juga memudahkan peneliti dalam menganalisis struktur material.
Alasan ketiga adalah pada awal tahun 1990 tuntutan dunia mengenai teknologi
yang ramah lingkungan sangat besar, hal tersebut memberikan imbas kepada
teknologi re-cycle energi, salah satunya teknologi termoelektrik yang dipandang
dapat sebagai sumber energi alternatif diwaktu mendatang, sehingga berbagai
jenis cara mengemas pun mulai menjadi sorotan para produsen dalam
mengembangkan teknologi serta modul untuk termoelektrik ini, serta pemilihan
bahan baku pun turut diperhatikan.
Efek termoelektrik adalah efek fisika yang menyangkut tentang konversi energi,
yaitu konversi energi termal menjadi energi listrik ataupun sebaliknya konversi
energi listrik menjadi energi termal. Efek termoelektrik ini sekarang sudah mulai
diterapkan diberbagai jenis alat salah satunya yaitu generator termoelektrik, dan
diberbagai barang elektronik lainnya, walaupun masih pada barang-barang
tertentu saja. Efek termoelektrik pertama kali di temukan oleh Thomas Johann
Seebeck yaitu berupa pembangkit listrik dalam ukuran mikrovolt dan
dikembangkan oleh para penemu lainnya dan kemudian Jean Charles Peltier
menemukan aplikasi efek termoelektrik dengan fungsi yang berlawanan yaitu
berupa pendingin termoelektrik
Efek Seebeck adalah konversi langsung energi panas menjadi energi listrik,
ditemukan pada 1821 oleh fisikawan Jerman-Estonia Thomas Johann Seebeck,
dengan percobaannya menyambungkan dua buah konduktor yang berbeda jenis
dengan meletakkan kompas di bawah persambungan konduktor tersebut, sambil
memanaskan salah satu ujung konduktor tersebut dan mempertahankan suhu
konduktor yang lain, ternyata jarum kompas yang berada pada bawah
persambungan tersebut bergerak dikarenakan adanya arus listrik dan medan
magnet, namun Seebeck tidak menyadari adanya arus listrik yang mengalir dalam
sistem tersebut sehingga Seebeck menyebut fenomena ini dengan termagnetik
inilah awal mula lahirnya teori mengenai termoelektrik.
Fisikawan dari Denmark, Hans Christian Orsted memperbaiki teori Seebeck
dimana adanya arus listrik yang mengalir pada proses tersebut tidak hanya medan
magnet saja, sehinga istillah termomagnetik tadipun berubah menjadi
termoelektrik, seperti yang kita kenal sekarang ini. Dengan pengembangan dari
berbagai peneliti-peneliti berikutnya seperti WW Coblenz, AF Loffe, dan masih
banyak lainnya, dengan penelitian mereka baik mengenai bahan pembentuk
maupun kerangka penyusunan konduktor, semua itu membuat teori Seebeck
inipin terus berkembang sebagai dasar pemikiran bagi peneliti efek termoelektrik
yang lainnya. Para peneliti digenerasi berikutnya lebih memfokuskan pada
peningkatan efisiensi dari pada modul termoelektrik tersebut dalam menghasilkan
suatu nilai gaya gerak listrik (GGL) atau EMF (Electromotion Force). Perubahan
nilai tegangan yang terjadi pada modul termoelektrik sesuai dengan besar nilai
beda suhunya disebut koefisien Seebeck atau sensitifitas termoelektrik.
Dalam perhitungan tegangan yang dapat dihasilkan oleh proses termoelektrik ini
adalah :
T2
V= ∫T1 �αB (T) − αA (T)�dT ...................................................................... (2.2)
Dimana αA dan αB adalah koefisien Seebeck dari logam A dan B sebagai fungsi
dari temperatur, T2 dan T1 adalah temperatur persambungan dari kedua konduktor.
Koefisien Seebeck adalah besaran nonlinier sebagai fungsi dari temperatur. Jika
nilai koefisien Seebeck konstant untuk jangkauan temperatur yang diukur maka
rumus dapat disederhanakan menjadi :
V= (αA − αB )*(T2 − T1 ) ........................................................................ (2.3)
Tegangan ataupun arus listrik dapat timbul pada persambungan dua buah
konduktor pada proses termoelektrik dikarenakan adanya pergerakan dari elektron
pada konduktor, yang diakibatkan oleh energi berlebih yang diberikan oleh beda
suhu (∆T = T 2 – T1) yang memaksa elektron pada konduktor berpindah, semakin
besar nilai beda suhu pada konduktor maka akan semakin besar nilai arus dan
tegangan yang dihasilkan.
Parameter yang paling penting dalam menentukan daya dari pada termoelektrik
generator adalah efisiensi dan daya keluarannya. Efisiensi adalah sebuah rentang
atau jarak jangkau dari sebuah daya keluaran listrik oleh termoelektrik generator,
secara matematis efisiensi modul termoelektrik adalah:
𝑃𝑃𝑜𝑜
𝜂𝜂 = .......................................................................................................... (2.4)
𝑞𝑞 ℎ
Daya keluaran dari termoelektrik adalah nilai energi yang terdisipasi pada beban.
Daya panas yang diterima modul termoelektrik pada sisi pans diberikan oleh :
Sekarang kita akan menghitung sistem kerja yang memaksimalkan efisiensi, kita
anggap S = RL/R. Maka efisiensi menjadi :
ΔT
� T �S
h
η= ΔT (1+S)2 RK
.................................................................. (2.9)
�(1+S)−�2T �+� 2 ��
h α Th
Sekarang kita lihat jika, RK kita perkecil nilainya maka efisiensi akan mencapai
nilai maksimum. Karena itu bentuk persamaan yang memeberikan efisiensi
maksimum diberikan oleh :
1
Γn ρn kp �2
γp = �ρn kp � ............................................................................................. (2.10)
dengan parameter ini maka efisien dari pada termoelektrik generator adalah :
ΔT
� T �s
h
η= (1+s)2
...................................................................... (2.11)
ΔT
�(1+s)−�2T �+� zT ��
h h
Beban optimum dihitung dari efisiensi dengan membuat nilai s sama dengan nol.
Maka keduanya sekarang akan mencapai nilai optimum, baik hambatan beban dan
efisiensi adalah :
(ΔT⁄Th )(ω+1)
η= [ω+(Tc ⁄Th )]
...................................................................................... (2.12)
Po = �ωR � ��ω+1
αΔT
�
� ......................................................................................... (2.15)
Atau
2L
R= � � �ρn +ρp �...................................................................................... (2.17)
A T
αΔT
I= ......................................................................................................... (2.19)
2R
maka daya keluarannya :
2
Po = �αΔT
4R
�
.................................................................................................. (2.20)
Efek Peltier ditemukan oleh seorang Fisikawan Perancis, Jean Charles Peltier
Athanase pada, Tahun 1834. Peltier menemukan bahwa arus listrik akan
menimbulkan beda suhu pada persambungan dari dua buah konduktor yang
berbeda jenis. Pada tahun 1838, Lenz menunjukkan bahwa tergantung pada arah
arus listrik bentuk panas yang terhasilkan, panas dapat dihilangkan dari
persambungan untuk membekukan air, atau dengan membalik arah arus listriknya,
kita dapat menghasilkan panas untuk mencairkan es. Panas yang diserap atau
dihasilkan pada persambungan sebanding dengan besar arus listrik yang mengalir
pada konduktor tersebut. Ketika EMC (Electromotive Current) melewati
persambungan elektronik diantara dua buah konduktor (A dan B), panas di
pindahkan dari persambungan. Untuk membuat pemompaan yang sesuai maka
dibuat begitu banyak persambungan diantara kedua plat. Satu sisi panas dan sisi
yang lainnya dingin. Sebuah alat disipasi panas ditambahkan pada sisi panas
untuk mempertahankan keadaan dingin pada sisi dingin, dan nilai dari pada
pelepasan panas serta penyerapan panasnya sesuai dengan arus yang mengalir
pada persambungan. Konstanta perbandingan tersebut dikenal sebagai koefisien
Peltier (Π).
Panas Peltier (Q) diserap oleh persambungan yang lebih rendah tiap satuan waktu
adalah sama dengan :
Q=ΠAB I=(ΠA − ΠB )I .............................................................................. (2.21)
Dimana ΠAB adalah koefisien Peltier untuk termokopel dari bahan A dan B, dan I
adalah arus listrik yang mengalir didalam persambungan konduktor tersebut. Efek
peltier dapat dianggap sebagai respon feedback terhadap efek Seebeck. Dalam
proses termoelektrik generator efek Seebeck dan efek Peltier aktif hampir pada
saat yang bersamaan.
Cara kerja Efek Peltier adalah dengan menciptakan aliran panas dalam
persambungan konduktor yang berbeda jenis. Efek Peltier ini juga sering disebut
dengan termoelektrik pompa panas atau dengan kata lain, panas yang tercipta
akibat menyerap energi listrik pada satu sisi elemen dialirkan ke sisi yang satunya
sehingga menciptakan beda suhu pada persambungan konduktor tersebut. Efek
Peltier ini menjadi solusi dalam pembuatan pendingin yang ramah lingkungan,
karena dengan pendingin termoelektrik ini kita bisa berpaling dari penggunaan
pendingin dengan refrigan (freon).
seri untuk meningkatkan tegangan keluaran yang dihasilkan oleh modul dan
susunan paralel untuk meningkatkan arus keluaran dari modul termoelektrik.
Dalam pembuatan sebuah modul termoelektrik yang harus diperhatikan adalah
Figure of Merit dari bahan pembentuk. Figure of Merit merupakan faktor utama
yang harus diperhatikan dari suatu bahan konduktor dalam pembuatan sebuah
modul termoelektrik, kesanggupan bahan untuk menghantarkan listrik dengan
baik, dapat terjadinya perpindahan elektron pada bahan, yang hanya dengan beda
suhu yang relatif rendah dan kesanggupan bahan untuk menerima panas yang
tinggi secara terus menerus dalam waktu yang lama itu semua diperlukan untuk
membentuk modul yang baik.
Modul Termoelektrik yang sekarang beredar dipasaran menggunakan bahan
semikondukktor sebagai komponen utamanya (Bi2Te3, PbTe, dan SiGe) dan
tembaga (Cu) sebagai akselerator atau pembantu dalam proses perpindahan
elektron untuk meningkatkan nilai keluaran dari modul. Pada saat ini Bi2Te3
memiliki Figure of Merit yang paling tinggi, namun karena terurai dan teroksidasi
pada suhu 500oC pengguaannya masih terbatas. Rendahnya Figure of merit dari
pada bahan penyusun modul menyebabkan rendahnya nilai efisiensi konversi
yang dihasilkan oleh modul termoelektrik, yang mana saat ini nilai efisiensi dari
pada modul termoelektrik masih dibawah 10% dan terus menurun pada
penggunaannya sebagai sebuah generator, namun setelah pihak Yamaha.Co,Ltd
berhasil menaikkan Figure of Merit dari pada bahan sebesar 40% dari yang ada
selama ini, meningkatkan semangat para peneliti lain untuk ikut juga dalam
pengembangan tersebut.
(a) (b)
Gambar 2.5 contoh modul termoelektrik (a) elemen Peltier (b) termokopel
Bahan yang digunakan pada modul termoelektrik yang ada pada jam tersebut
adalah Bismuth-tellurium, jam tangan ini mampu menghasilkan listrik sebsar
0,2mV/oC. Jika 1000 buah material tersebut dipasang seri, tentu akan
menghasilkan tegangan listrik sebesar 0,2V dalam tiap perbedaan 1oC. Untuk itu,
SEIKO membuat unit pembangkit listrik yang terdiri atas 10 buah modul
termoelektrik yang masing-masing berisikan 100 kawat mikro bismuth-tellurium.
Dari setiap unit inilah dihasilkan energi listrik sebesar 0,15V untuk mengisi
baterai litium pada jam tersebut.
Seperti pada gambar 2.6 penyusun modul termoelektrik merupakan dua buah
semikonduktor yang berbeda jenis. Bahan semikonduktor yang sering digunakan
adalah Bismuth Telluride (Bi2Te3) dan diberikan “doping” untuk membuat
semikonduktor tipe-P dan semikonduktor tipe-N, atau dengan kata lain memaksa
agar elektron valensi pada semikonduktor tersebut bertambah agar bersifat lebih
negatif (tipe-N), dan juga semikonduktor yang lain menajdi kekurangan elektron
agar bernilai lebih positif (tipe-P).
Cara kerja dari pada pendingin termoelektrik ini adalah besar nilai serapan panas
pada sisi dingin tersebut sama besarnya dengan arus yang mengalir pada
persambungan semikonduktor (A = ∆T), dan panas yang diserap oleh sisi dingin
modul akan dialirkan ke sisi panas modul termoelektrik. Aplikasi dari pada
pendingin termoelektrik ini sering digunakan pada kulkas portabel, tempat
penyimpanan vaksin oleh rumah sakit, cabin pendingin pada mobil, dan masih
banyak contoh-contoh lainnya.
Syarat sebuah alat pendingin dinyatakan ideal adalah :
1. Tidak ada pemanasan Joule
𝑄𝑄𝐶𝐶 = (𝛼𝛼𝑃𝑃 − 𝛼𝛼𝑁𝑁 ) ∗ 𝐼𝐼 ................................................................................. (2.22)
2. Tidak ada panas konduksi
𝑄𝑄𝐶𝐶 = 𝐾𝐾 ∗ (𝑇𝑇𝐻𝐻 − 𝑇𝑇𝐶𝐶 ) ................................................................................ (2.23)
Efisiensi dari pada termoelektrik generator pertama kali dimana bahan bimetal
digunakan sebagai bahan konduktor pada modul termoelektrik sangatlah buruk
karena nilai konversi panas yang dihasilkan tidak dapat memenuhi kebutuhan
listrik dalam skala kecil sekalipun. Nilai efisiensi dari pada modul termoelektrik
yang sekarang cukup memuaskan dan bahkan masih terus berkembang, dimana
modul termoelektrik sekarang menggunakan bahan semikonduktor sebagai bahan
konduktornya yaitu Bismuth Telluride (Bi2Te3), Timbal Telluride (PbTe),
Kalsium Magnesium Okside (Ca2Mn3O8) dan kombinasi yang lainnya.
Termoelektrik generator tidak membutuhkan komponen yang bergerak sebagai
pembangkit listrik, dengan mengesampingkan kipas yang merupakan elemen luar
dari modul termoelektrik yang biasa digunakan sebagai pendingin pada sisi
2.4 Sensor
Sensor sering didefinisikan sebagai “alat yang menerima dan merespon sebuah
sinyal atau rangsangan” perihal tersebut tidak salah namun hanya definisi sensor
secara meluas. Sensor mengontrol hampir semua hal dari pandangan manusia dan
menjadikannya seperti sebuah pelatuk pistol, jika kita tarik pelatuk tersebut maka
hampir secara bersamaan peluru akan langsung melesat keluar dari dalam pistol
dan bergerak sesuai dengan arah yang ditentukan.
Sensor sebenarnya adalah alat yang menseleksi setiap data (sinyal) atau
rangsangan, penjelasan yang satu inipun merupakan pengertian lain dari sensor
secara meluas hanya saja lebih merinci, seperti ketika kita mengisi air pada sebuah
wadah, untuk mengetahui wadah tersebut penuh atau tidak kita harus melihatnya,
tapi mata itu sendiri bukanlah sebuah sensor, melainkan hubungan antara mata
yang melihat wadah dan wadah itu sendiri dengan bentuknya yang sedemikian
rupalah yang dinamakan sensor, maka sensor adalah sebuah sistem yang dapat
membantu pekerjaan manusia sesuai dengan parameternya.
Istilah sensor harus dibedakan dengan transducer, pada akhirnya transducer
memang sebuah pengkonversi sebuah energi menjadi bentuk energi yang lain,
walaupun pada pengertian sebelumnya mengubah segala jenis energi menjadi
listrik. Sebagai contoh dari sebuah transducer adalah speaker, speaker mengubah
energi listrik menjadi sebuah medan magnet dan kemudian mengubahnya lagi
menjadi gelombang akustik. Hal tersebut tak ada hubungannya dengan persepsi
Sensor Termal adalah alat yang dapat mendeteksi perubahan suhu dengan
keluarannya berupa signal listrik sehingga nilai tersebut dapat terukur. Nilai yang
diukur oleh sensor termal adalah perubahan suhu pada suatu benda sumber panas,
bukan intensitas panas dari benda tersebut. Jenis sensor termal begitu banyak
beredar dipasaran, yaitu thermistor (NTC (Negative Termal Coeficient), PTC
(Positive Termal Coeficient) dan CTR (Critical Temperatur Resistance)),
termokopel, RTD (Resistance Temperature Detector), sensor termal rangkaian
terpadu (IC) masing-masing sensor memiliki batasan-batasannya tersendiri dan
bahkan memiliki kondisi khusus atau parameter tersendiri dalam melakukan
indikasi terhadap panas, dan salah satu sensor termal yang paling sering
digunakan dipasaran dan terutama diindustri adalah termokopel.
Termokopel memiliki jenis respon yang sama dengan sensor termal jenis IC, yaitu
termokopel merasakan perubahan suhu dan mengindikasikannya dengan
perubahan nilai tegangan. Termokopel mampu mengukur temperatur dalam
jangkauan suhu yang cukup besar dengan batas kesalahan pengukuran kurang dari
1oC. Untuk mengukur perubahan panas yang terjadi pada benda, gabungan dua
jenis konduktor sering digunakan pada ujung termokopel yang menyentuh benda
panas yang akan diukur. Konduktor tersebut kemudian akan mengalami gradiasi
suhu dan mengalami perubahan tegangan yang berbeda sesuai dengan kenaikan
temperatur.
Termokopel mengukur temperatur diantara dua titik acuan, dan bukannya
temperatur absolut. Cara kerja dari sebuah termokopel adalah dengan menetapkan
suatu suhu referensi pada salah satu ujung termokopel (termokopel akan
menjadikan suhu sekitar menjadi suhu acuannya) dan ujung termokopel yang lain
diarahkan ke pada benda yang ingin diukur suhunya. Dipasaran termokopel
banyak sekali jenisnya :
Termokople tipe K sering digunakan untuk pemakaian umum, harga lebih murah
dibandingkan dengan termokopel jenis yang lainnya. Rentang suhu yang dapat
diukur oleh tipe K -200oC - +1200oC
2. Tipe E (Chromel / Constantan (Cu-Ni alloy)
Tipe E memiliki output yang besar sehingga cocok digunakan pada temperatur
rendah.
3. Tipe J (iron / Constantan)
Rentang suhu untuk pemakaian tipe J sangat kecil (-40oC - +750oC) membuat
termokopel tipe J kurang populer digunakan. Tipe J memiliki sensitifitas sekitar -
52µV/oC
4. Tipe N (Nicrosil (Ni-Cr-Si alloy) / Nisil (Ni-Si alloy))
Stabil dan ketahanan yang tinggi terhadap oksidasi membuat tipe N cocok untuk
pengukuran suhu yang tinggi tanpa platinum. Tipe N dapat mengukur suhu diatas
1200oC. Sesnsitifitas termokopel tipe N sekitar 39µV/oC pada 900oC, sedikit
dibawah tipe K. Tipe N merupakan perbaikan dari tipe K
5. Tipe T (Copper / Constantan)
Termokopel tipe T cocok untuk pengukuran antara -200oC - +350oC. Termokopel
tipe memiliki sensitifitas ~ 43µV/oC
Kelebihan termokopel dari pada sensor termal yang lain mengapa termokopel
lebih sering digunakan adalah:
1. Respon yang cepat terhadap perubahan suhu
2. Akurasi yang tepat dalam pengukuran suhu
3. Baik digunakan untuk pengukuran variasi suhu dengan jarak kurang
dari 1cm
4. Termokopel tidak mudah rusak dalam penggunaannya (pengukuran
yang lari)
Adapun kelebihan termokopel, namun termokopel tidak luput dari pada beberapa
kekurangannya:
1. Kalibrasinya yang sulit
2. Hanya dapat digunakan mengukur beda suhu tidak langsung nilai suhu
tersebut
Dalam penggunaannya yang membedakan suhu benda yang diukur dengan suhu
ruangan membuat hal tersebut menjadi kelemahan terbesar bagi termokopel, oleh
karena itu termokopel sering di bantu pada rangkaian standarnya dengan
menambahkan diode atau komponen lain yang sensitif dengan kenaikan suhu pada
persambungan komponen agar tidak mengalami gradiasi suhu yang tinggi.
Sensor arus adalah perangkat yang mendeteksi arus listrik baik itu AC ataupun
DC pada komponen listrik dan menghasilkan sinyal sebanding dengan arus yang
dideteksi. Sinyal yang dihasilkan oleh sensor arus bisa dalam wujud tegangan
analog atau digital dan bisa juga merupakan hambatan arus, respon inilah yang
menjadi pembacaan oleh alat ukur.
Berdasarkan cara kerjanya sensor arus terbagi menjadi dua, yaitu sensor arus
analog dan sensor arus terpadu. Sensor arus analog adalah sensor arus yang
memanfaatkan sifat dari komponen-komponen listrik dasar seperti dioda atau
resistor, dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat memberikan suatu respon
yang dibutuhkan oleh penggunanya. Sensor arus terpadu ialah sensor arus yang
sudah terakit siap pakai untuk keperluan yang dibutuhkan.
Salah satu jenis sensor arus terpadu adalah ACS712, yaitu jenis sensor arus
rangkaian terpadu (IC). ACS 712 merupakan salah satu sensor arus yang beredar
di pasaran dengan sistem kerja pada low-offset, dan linear-hall.Sebagai sensornya
Keakuratan dari ACS712 ini tergantung pada seberapa dekat sinyal magnet ke
transducer hall, ketepatan dan besar tegangan yang dihasilkan oleh ACS712
sudah diatur oleh low-offset, tembaga-penstabil BiCMOS Hall-IC, yang mana
sudah rancang pada saat pembuatan oleh pabrik. Keluaran dari pada ACS712
merupakan slop yang positif, ketika sebuah arus yang meningkat nilainya
melewati jalur tembaga konduksi primer (dari pin 1 dan 2 ke pin 3 dan 4), dimana
yang mana jalur digunakan untuk mengukur nilai arus tersebut, hambatan dalam
sebesar 1,2mΩ.
Sensor tegangan adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengukur nilai
tegangan atau melakukan pembatasan pada tegangan tertentu. Jika dilihat dari
sinyal keluarannya sensor tegangan ada dua tipe yaitu sensor tegangan digital dan
sensor tegangan analog. Sensor tegangan digital adalah sensor tegangan yang
telah terpabrikasi dan disusun sedemikian rupa, namun sensor tegangan digital
tetap membutuhkan komponen-komponen tambahan untuk menghasilkan
keluaran yang baik dan dapat dibaca oleh perangkat mikrokontrol.
15K
VCC5
7 8
1 Vin+Vout+ 4 2-
150K
6
2 Vin- Vout- 3 3 + 5
14
GND GND
VCC5
Atau
𝑉𝑉𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝑅𝑅 ∗ 𝐼𝐼𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 ....................................................................................... (2.28)
Dalam hal ini kita memanfaatkan sifat resistor pada rangkaian seri, yaitu resistor
sebagai pembagi tegangan. Dengan mengatur hambatan dengan parameter yang
kita inginkan maka kita dapat mendeteksi tegangan sesuai dengan parameter yang
kita buat.
Sensor tegangan analog inipun tetap membutuhkan rangkaian tambahan agar
keluaran yang dihasilkan oleh sensor dapat dibaca oleh mikrokontrol seperti
halnya sensor digital yaitu, rangkaian pengkondisi sinyal. Rangkaian pengkondisi
sinyal yang digunakan untuk setiap sensorpun disesuaikan dengan keluaran yang
dihasilkan oleh masing-masing sensor.
I
+
VS
R1
VI -
DC
I
+
R2
VO
-
Gambar 2.12 rangkaian pembagi tegangan sebagai sensor tegangan analog
MAX 6675 adalah pengubah sinyal termokopel menjadi digital dengan masukan
data 12-bit ADC (Analog to Digital Converter). MAX 6675 menyesuaikan
masukan dari sisi dingin termokopel dan mengoreksinya, sebuah kontroler digital,
interface SPI (Serial Peripheral Interface) yang compatibel, dan logic kontrol yang
terasosiasi. MAX 6675 didesain untuk bekerja dengan mikrokontrol pengukur
panas pintar lainnya, kontrol proses atau aplikasi monitoring
Pada MAX 6675 juga sudah terdapat pengkondisi sinyal untuk mengubah sinyal
dari termokopel menjadi tegangan yang sesuai dengan kriteria dari input channel
dari ADC. Masukkan dari T+ dan T- terhubung ke sirkuit yang ada pada MAX
6675 yang berfungsi untuk mengurangi noise-noise yang ikut masuk bersamaan
dengan input dari termokopel. Sebelum diubah tegangan dari termokopel menjadi
temperatur yang ekuivalent, MAX 6675 melakukan penyelarasan terhadap sisi
dingin termokopel dengan sebuah acuan 0oC virtual milik MAX 6675. Untuk tipe
termokopel tipe-K tegangan berubah 41µV/oC, yang kira-kira karakteristik
termokopelnya sama dengan persamaan liniear berikut :
𝑉𝑉𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = (41𝜇𝜇𝜇𝜇/℃) ∗ (𝑇𝑇𝑅𝑅 − 𝑇𝑇𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 ) ∗ 5 ................................................ (2.29)
Dimana :
- Vout adalah tegangan keluaran termokopel (µV)
- TR adalah temperatur remote persambungan termokopel (oC)
- Tamb adalah temperatur sekitar (oC)
Fungsi dari termokopel adalah untuk merasakan perbedaan temperatur antara
kedua ujung dari pada sisi termokopel. Sisi panas termokopel mampu membaca
dari 0oC hingga +1023,75oC. Pada sisi dinginnya (udara sekitar MAX 6675)
hanya dapat membaca mulai dari -20oC hingga +85oC.
MAX 6675 merasakan dan mengoreksi perbedaan antara udara sekitar dengan
cold-junction termokopel. MAX 6675 mengubah pembacaan temperatur udara
sekitar dengan menggunakan dioda pengecek suhu. Untuk membaca suhu
sebenarnya dari termokopel, MAX 6675 mengukur tegangan keluaran dari cold-
junction termokopel dan dari dioda pengecek suhu. Rangkaian dalam alat
melewatkan tegangan dioda dan cold-junction termokopel ke ADC untuk
pembacaan temperatur dari hot-junction termokopel.
Performa optimal dari MAX 6675 diperoleh pada saat temperatur pada cold-
junction termokopel dan MAX 6675 berada pada suhu yang sama. Untuk
mengurangi ralat dari pembacaan MAX 6675 usahakan menjauhkan MAX 6675
dari peralatan yang memiliki suhu yang cukup tinggi.
untuk logika high (1) dan +3 s.d +25 V untuk logika low (0). Oleh karena itu
diperlukan sebuah interface yang dapat menyamakan level tegangan dari
komunikasi serial pada komputer dengan mikrokontroler agar dapat saling
berkomunikasi, yaitu IC RS-232 yang disebut IC MAX 232 yang diproduksi oleh
MAXIM.
MAX-232 merupakan saluran bebas yang dibuat untuk saluran komunikasi dua
arah (full-duplex). MAX-232 juga memiliki generator tegangan kapasitif,
menggunakan empat kapasitor untuk mengubah isyarat TIA/EIA-232-F
(Telecomunucations Industry Association [TIA] / Electronic Industries Alliance
[EIA] alamat standar komunikasi kabel) agar menjadi isyarat tegangan
menggunakan sebuah tegangan supply 5V. Setiap penerima mengubah masukkan
TIA/EIA-232-F menjadi 5V, atau isyarat untuk TTL/CMOS.
Penerima memiliki nilai thresshold sebesar 1,3V dan tegangan histerisnya sebesar
0,5V dan dapat menerima tegangan masukkan sebesar ±30V. Setiap driver
mengubah isyarat TTL/CMOS (tegangan 5V) menjadi isyarat TIA/EIA-232-F.
Driver, Penerima dan juga gerator tegangan yang kita bahas diatas semuanya
terdapat dalam paket IC MAX-232. Keluaran dari pada MAX-232 terlindungi dari
short ke ground.
Fungsi dari setiap pin pada konektor RS-232 seperti yang ada pada tabel 2.1
2.7 Mikrokontrol
tambah karena didalamnya sudah terdapat memori dan sistem input/output dalam
suatu kemasan IC. Mikrokontroller AVR (Alf and Vegard’s RISC processor)
standart memiliki arsitektur 8-bit, dimana semua instruksi dikemas dalam kode
16-bit dan sebagian besar instriksi dieksekusi dalam satu siklus clock. Berbeda
dengan instruksi MCS-51 yang membutuhkan 12 siklus clock karena memiliki
arsitektur CISC (seperti komputer).
Secara umum, AVR dapat dikelompokkan menjadi 4 kelas, yaitu keluarga
ATTiny, keluarga AT90Sxx, keluarga ATMega dan AT89RFxx. Pada dasarnya
yang membedakan masing-masing kelas adalah memori, peripheral, dan
fungsinya. Dari segi arsitektur dan instruksi yang digunakan, mereka dikatakan
hampir sama. Oleh karena itu, dipergunakan salah satu AVR produk Atmel sesuai
dengan kebutuhan, yaitu ATMega8535. Selain mudah didapatkan dan lebih murah
ATMega 8535 juga memiliki fasilitas yang lebih lengkap. Untuk tipe AVR ada 3
jenis yaitu ATTiny, AVR klasik, dan ATMega. Perbedaan dari 3 jenis AVR
tersebut terletak hanya pada fasilitas dan I/O yang tersedia serta fasilitas lainnya
seperti ADC, EEPROM, dan lain sebagainya. Salah satu contohnya adalah
ATMega8535. Memiliki teknologi RISC dengan kecepatan maksimal 16 MHz
membuat ATMega 8535 lebih cepat bila dibandingkan dengan varian MCS51.
Dengan fasilitas yang lengkap tersebut menjadikan ATMega 8535 sebagai
mikrokontroller yang powerfull.
Kapabilitas detail dari ATMega 8535 adalah sebagai berikut:
1. Sistem mikroprosesor 8 bit berbasis RISC dengan kecepatan maksimal 16
MHz.
2. Kapasitas memori flash 8 Kb, SRAM sebesar 512 byte, dan EEPROM
(Electrically Erasable Programmable Read Only Memory) sebesar 512
byte.
3. ADC internal dengan fidelitas 10 bit sebanyak 8 channel.
4. Portal komunikasi serial (USART) dengan kecepatan maksimal 2,5 Mbps.
5. Enam pilihan mode sleep menghemat penggunaan daya listrik.
2.8 Heatsink
Dalam banyak aplikasi elektronik, temperatur menjadi faktor utama dalam
yang bernenergi panas tinggi ke medium gas atau cairan dengan panas yang lebih
rendah. Medium yang sering digunakan adalah udara bebas, terkadang air, atau
refrigrant (freon).
Heratsink dapat diaplikasikan pada beberapa jenis pendingin, sehingga performa
dari heatsink sendiri berbeda tergantung pada tambahan pendingin yang
menyertainya, jika medium pendingin berupa air maka heatsink sering disebut
dengan plat pendingin. Dalam termodinamika heatsink adalah sebuah penyimpan
panas yang dapat menyerap panas tanpa mengubah suhu. Dalam penggunaannya
heatsink alat elektronik memiliki panas yang lebih tinggi dari pada sekitar untuk
mentransfer panas secara konveksi, radiasi dan konduksi. Power Supply pada
peralatan elektronik tidak 100% efisien menghasilkan energi, jadi akan timbul
panas yang akan mengganggu kinerja dari pada alat. Heatsink kadang dimasukkan
dalam sebuah rangkaian untuk menguragi panas agar meningkatkan efisiensi
penggunaan energi.
Untuk mengetahui cara kerja heatsink, kita harus tahu bahwa energi panas adalah
sebuah respon dari sebuah proses sebuah arus listrik melewati suatu benda atau
hambatan panas akan dihasilkan, nilai panas tersebut setara dengan nilai tegangan
jatuh. Dan kita harus mengetahui jenis bahan yang digunakan dan juga hambatan
termal yang mana hambatan termal. Sifat dari hambatan termal sama seperti
hambatan listrik, semakin tinggi nilai panas makan semakin tinggi pula nilai
hambatan termal pada benda atau hambatan tersebut. Hal ini menyerupai hukum
ohm adalah :
𝑉𝑉
𝑅𝑅 = .............................................................................................(2.30)
𝐼𝐼
Jika kita masukkan keterangan diatas, bahwa jika panas meningkat maka nilai
hambatan panas akan naik dan akan terjadi nilai tegangan jatuh, maka
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑅𝑅𝑡𝑡ℎ = ........................................................................................ (2.31)
𝐼𝐼
Dimana dV/I adalah jatuh daya (dP), jika kita rumuskan maka :
Δ𝑇𝑇 = 𝑑𝑑𝑑𝑑 ∗ 𝑅𝑅𝑡𝑡ℎ .............................................................................................. (2.32)
Dimana :
• ∆T adalah : beda temperatur
• dP adalah : jatuh daya
Ta
Ta
Rsa
Ts
Ts Tc Rsc
Tc
Tj
Rcj
Tj
Gambar 2.14 Heatsink
Dimana :
• Ta adalah suhu udara disekitar
• Ts adalah suhu pada heatsink
• Tc adalah suhu pada casing komponen
• Tj adalah suhu pada persambungan
• Rsa adalah hambatan termal pada heatsink dengan udara sekitar
• Rcs adalah hambatan termal pada casing dengan heatsink
• Rjc adalah hambatan termal pada persambungan dengan casing
Maka Rth adalah total dari hambatan termal yang bekerja pada sistem
𝑇𝑇𝑗𝑗 −𝑇𝑇𝑎𝑎
𝑅𝑅𝑡𝑡ℎ = 𝑅𝑅𝑗𝑗𝑗𝑗 = 𝑅𝑅𝑗𝑗𝑗𝑗 + 𝑅𝑅𝑐𝑐𝑐𝑐 + 𝑅𝑅𝑠𝑠𝑠𝑠 = ..........................................(2.33)
𝑄𝑄