Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan yang sanggup hidup dalam kepadatan
tinggi. Ikan ini memiliki tingkat konversi pakan menjadi bobot tubuh yang baik.
Dengan sifat seperti ini, budidaya ikan lele akan sangat menguntungkan bila dilakukan
secara intensif.
Darah merupakan cairan terpenting dalam tubuh makhluk hidup. Darah
mengangkut oksigen, hormone, nutrien, dan hasil buangan. Darah merupakan salah
satu parameter yang dapat digunakan untuk melihat kelainan yang terjadi pada
ikan, baik yang terjadi karena penyakit ataupun karena keadaan lingkungan.
Sehingga dengan mengetahui kondisi gambaran darah kita dapat mengetahui
kondisi kesehatan suatu organisme (Delmann and Brown, 1989).
Pada ikan yang terserang penyakit terjadi perubahan pada nilai hematokrit,
kadar hemoglobin, jumlah sel darah merah dan jumlah sel darah putih. Pemeriksaan
darah (hematologis) dapat digunakan sebagai indikator tingkat keparahan suatu
penyakit (Bastiawan, dkk., 2001). Studi hematologis merupakan kriteria penting
untuk diagnosis dan penentuan kesehatan ikan (Lestari, 2001).
Oleh karena itu, penting bagi kita melakukan pengujian terhadap kualitas
darah dari suatu jenis ikan atau organisme akuatik lainnya untuk mengetahui dan
menyimpulkan kondisi dari organisme tersebut. Pengujian tersebut dapat dilakukan
dengan menghitung jumlah sel darah merah dan sel darah putih dari suatu sampel
ikan.

1
2

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah menghitung jumlah sel darah merah dan
sel darah putih pada ikan lele (Clarias sp.).

1.3 Manfaat Praktikum


Manfaat dari praktikum yang kami lakukan adalah praktikan dapat menghitung
dan mengetahui jumlah sel darah merah dan sel darah putih pada ikan lele (Clarias
sp). Praktikan juga dapat mengetahui dan menyimpulkan kondisi ikan dari hasil
perhitungan jumlah sel darah merah dan sel darah putih ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele (Clarias sp.)


Ikan lele (Clarias sp.) menurut Suyanto (2007) termasuk ke dalam filum
Chordata, kelas Pisces, sub-kelas Teleostel, ordo Ostariophysi, sub-ordo
Siluroidea, famili Clariidae, genus Clarias sp. Jenis ikan lele yang paling banyak
dijumpai dan dibudidayakan di Indonesia adalah Clarias batrachus (lele lokal) dan
Clarias gariepinus (lele dumbo).
Ikan lele (Clarias sp.) memiliki kemampuan hidup di dalam lumpur dan air
dengan kandungan oksigen rendah. Hal ini disebabkan karena ikan ini memiliki alat
pernapasan tambahan (arborescent) yang terdapat di dalam ruang udara sebelah
atas insang, sehingga ikan lele dapat mengambil oksigen untuk bernafas langsung
dari udara di luar air (Suyanto 2007).
Ikan lele (Clarias sp.) termasuk hewan malam (nokturnal), yang aktif
bergerak pada malam hari dan bersembunyi pada siang hari. Pakan ikan lele berupa
pakan alami dan pakan tambahan (Suyanto 2007).
Ikan Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar. Di Indonesia ikan lele
mempunyai beberapa nama daerah, antara lain: ikan kalang (Padang), ikan maut

3
4

(Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi
(Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan
nama mali (Afrika), plamond (Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura
(Srilangka), ca tre trang (Jepang). Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish,
siluroid, mudfish dan walking catfish. Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau
atau air asin. Habitatnya di sungai dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga,
waduk, sawah yang tergenang air.

2.2 Klasifikasi Lele (Clarias sp.)


Menurut Saanin (1984), klasifikasi dari Ikan Lele (Clarias sp.) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub-class : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.

Sistem Peredaran Darah pada Ikan


Seperti pada golongan vertebrata lainnya, ikan mempunyai sistem peredaran
darah tertutup, artinya darah tidak pernah keluar dari pembulunya, jadi tidak ada
hubungan langsung dengan sel tubuh sekitarnya. Darah memberi bahan materi
dengan perantaraan difusi melalui dinding yang tipis dari kapiler darah, dan kembali
ke jantung melalui pembulu yang ke dua. Seri pertama dinamakan sistem arteri dan
seri ke dua disebut sistem vena.
Sistem peredaran darah, organ utamanya adalah jantung yang bertindak
sebagai pompa tekan merangkap pompa hisap. Darah ditekan mengalir keluar dari
jantung melalui pembuluh arteri ke seluruh tubuh sampai ke kapiler darah,
kemudian dihisap melalui pembuluh vena dan kembali ke jantung. Sistem
peredaran darah ini disebut sistem peredaran darah tunggal.
Peredaran darah mempunyai peranan penting terutama dalam pengangkutan
oksige hasil respirasi, pengangkutan nutrien hasil proses pencernaan, dan
pengangkutan sisa metabolisme yang selanjutnya dibuang melalui insang, kulit dan
ginjal. Oleh karena itu sistem sirkulasi erat kaitannya dengan proses pernapasan,
sekresi, pencernaan dan osmoregulasi.

Komponen Penyusun Darah


Darah mempunyai suatu komposisi yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu sel
darah dan plasma darah yang mengandung bahan-bahan penyusunnya.Komposisi terbesar yang
terkandung dalam darah adalah air sebagai media yang memfasilitasi sejumlah factor yang tak
terdispensasi dalam pembentukan darah. Satu millimeter kubik darah ikan mengandung sekitar
5 juta corpuscle berwarna merah yang disebut leukosit dan 200.000 hingga 300.000 platelet
yang disebut trombosit. Komponen lain adalah garam mineral dan substansi organik terlarut
(Soewolo 2005 ).
Sel darah merah berbentuk seperti piringan membulat, cekung pada dua sisinya dan
diameternya mendekati sekitar 1 per 7.500 milimeter. Komponen terpenting dalam sel darah
merah kebiruan dan memiliki kemampuan unuk mengikat oksigen dan mengangkut oksigen
tersebut mulai dari insang keseluruh jaringan tubuh dan melepaskan oksigen dalam jaringan
pembuluh kapiler. Hemoglobin yang mengikat oksigen atau oksihemoglobin inilah yang
menyebabkan eritrosit berwarna merah cerah (Soewolo 2005).
Sel darah putih memiliki dua tipe yaitu granular yang memiliki inti berkeping banyak
dan nogranular yang memiliki inti membulat. Leukosit granular terdiri atas netrofil merupakan
sel yang bersifat menyerang dan menghancurkan bakteri eosnofil yang merupakan sel yang
mampu meningkatkan ketanggapan terhadap timbulnya infeksi dan alergi, dan basofil yang
menghasilkan antikoagulan heparin dan substansi histamine.Netrofil merupakan sel darah
putih yang relative banyak jumlahnya dibandingkan dengan sel lainnya dan bertambah bila
terjadi infeksi ( Winarni 1997).
Leukosit nongranular terdiri atas monosit dan limfosit. Limfosit merupakan sel darah
yang memiliki inti relative besar dan sitoplasma kecil. Limfosit jumlahnya terbesar kedua
setelah netrofil dan ukurannya kurang lebih sebesar sel darah merah. Bagian sel darah putih
yang berhubungan dengan respon kekebalan dan menghasilkan antibody adalah limfosit.
Fungsi limfosit dalam system pertahanan tubuh yaitu membentuk anibodi apabila ada protein
lain yang masuk kedalam tubuh ( Winarni, 1997).
Leukosit mengandung enzim yang dapat merombak protein bakteri dan sisa-sisa sel
yang mati. Jika pembentukannya terhambat maka daya tahan tubuh ikan akan menurun.
Hambatan ini akan dapat terjadi karena adanya factor lingkungan yang tidak sesuai misalnya
suhu, salinitas, kadar oksigen dan sebagainya ( Winarni, 1997).
Trombosit merupakan platelet darah yang sangat kecil ukurannya (kira-kira
berdiameter sepertiga diameter sel darah merah), tidak memiliki inti dan bentuknya bulat.
Trombosit melekat pada dinding pembuluh darah yang terluka dan kemudian menutup daerah
yang rusak di dinding vaskuler. Ketika trombosit pecah, agn pengkoagulasi membentuk
tromboplastin yang membantu membentuk jarring-jaring sel sebagai upaya pertama dalam
proses penyembuhan ( Winarni 1997).
Satu dari sekian kemampuan darah adalah kemampuan untuk menggumpal
(terkoagulasi) ketika dikeluarkan dari tubuh. Dalam tubuh, gumpalan terjadi merespon jaringan
yang terluka seperti otot teriris, atau terluka. Dalam pembuluh darah, darah tetap dalam kondisi
cair, sesaat setelah keluar, darah menjadi kental dan berglatin serta berubah menjadi rekatan
seperti agar-agar ( Soewolo, 2005).
Plasma darah merupakan cairan darah yang umumnya terdiri dari:
a. Air mencakup 91-92%.
b. Protein, sekitar 8-9% yang terdiri dari serum albumin, serum globulin, dan fribinogen.
c. Garam anorganik dalam bentuk ion sekitar 0,9% seperti : Anion : Cl- , CO32- , HCO3-
, SO42- , PO4- , I- . Kation : Na+ , K+ , Ca2+ , Mg2+ , Fe3+ .
d. Substansi organik bukan protein, terdiri dari : Non protein Nitrogen, misalnya lipid,
karbohidrat, glukosa, garam ammonium, urea, asam urat, dan lain-lain.
e. Gas terlarut dalam plasma.
f. Berbagai substansi lain seperti hormon, enzim, dan anti toksin. Sel darah ikan
memiliki inti yang menonjol dengan jumlah ± 2 juta mm3 dan memiliki ukuran yang
cukup konsisten yaitu umumnya sekitar 12 x 3 mikron dan memiliki sitoplasma yang kecil.
Saluran Darah
Saluran darah merupakan salah satu penunjang keberlangsungan sistem peredaran
darah, Saluran darah terdiri dari 3 yaitu : Arteri, vena dan kapiler (Yuwono 2001).

a.Arteri
Adalah pembuluh darah yang aliran darahnya menjauhi jantung atau saluran
yang dilaluidarah yang keluar dari insang dan menuju ke bagian-bagian tubuh. Biasanya
membawa darah yang kaya dengan oksigen ke seluruh bagian tubuh. Saluran darah ini
terdiri dari tiga lapisanyaitu bagian dalam (intima), memiliki lapisan endothelium dan
sub endothelium.

b.Vena
Adalah pembuluh darah balik yang aliran darahnya menuju ke jantung. Struktur
vena samahalnya dengan arteri, namun mempunyai dinding yang lebih tipis dan
rongga
yang lebih besar dibanding arteri pada ukuran diameter yang sama. Bagian dalam dari
vena yang mengalamitekanan hidrostatik tinggi, umumnya kaya akan jaringan elastis dan
sel otot licin.

c.Kapiler
Adalah bagian percabangan saluran darah yang merupakan tempat
terjadinya pertukaran zat(gas nutrien) antara darah dengan jaringan/sel. Ada tiga macam
kapiler darah yaitu, kapiler kontinyu, kapiler berpori dan kapiler diskontinyu
(sinusoid).
Darah berupa cairan yang dibangunkan oleh plasma darah, sel darah dan substansi
lainyang terlarut di dalamnya.Plasma darah berupa cairan zat putih telur yang
mengandung bagian –bagian dari sel darah, mineral terlarut. Di luar pembuluh darah,
darah akan membeku disebabkanoleh kerja ensim trhombokinase yang bereaksi dengan
garam kalsium menjadi trombin yangaktif (Affandi 2002).
Ikan memiliki kadar protein plasma berupa albumin (pengontrol tekanan
osmotik),lipoprotein (pembawa lemak), globulin (pengikat heme), ceruloplasmin
(pengikat Cu), fibrinogen (bahan pembeku darah), dan iodurophorine (sebagai yudium
anorganik).kan pada umumnya, vena utama yang membawa darah kembali ke jantung
ialah sepasang vena kardinalis anterior dan posterior.Vena yang pertama, membawa
darah dari bagiankepala berjalan berdampingan dengan sepasang vena jugularis
yang letaknya lebih ke tengah. Dari ekor berjalan vena caudalis yang tunggal, kemudian
bercabang dua menjadi vena portaerenalis menuju ke ginjal
(Yuwono 2001)
Di dalam ginjal vena potae renalis mempercabangkan banyak vena renalis
advehentes, dan masing-masing cabang ini pecah menjadi kapiler darah. Jaring kapiler
darah ini kemudian bersatu kembali menjadi beberapa vena renalis revehentis
yang mengalir ke permukaan tengahdari ginjal dan bermuara pada vena kardinalis
posterior.Sistem peredaran vena pada ikan teleostei Volume darah yang beredar dalam
tubuh ikan Teleostei berkisar antara 1,5 ± 3 % dari bobot tubuhnya(Affandi 2002)

Sel Darah Merah (Eritrosit)


Eritrosit pada ikan merupakan jenis sel darah yang paling banyak
jumlahnya. Bentuk eritrosit pada semua jenis ikan hampir sama. Eritrosit pada ikan
memiliki inti, seperti pada bangsa burung dan reptil. Jumlah eritrosit pada
ikan teleostei berkisar antara (1,05 - 3,0) x 106 sel/mm3 (Irianto 2005). Eritrosit
berwarna kekuningan, berbentuk lonjong, kecil, dengan ukuran berkisar antara 7 -
36 μm (Lagler et al. 1977). Eritrosit yang sudah matang berbentuk oval sampai
bundar, inti berukuran kecil dengan sitoplasma besar. Ukuran eritrosit ikan lele
(Clarias ssp) berkisar antara (10 x 11 μm) – (12 x 13 μm), dengan diameter inti

berkisar antara 4 – 5 μm. Jumlah eritrosit ikan lele (Clarias ssp) adalah 3,18 x 106
sel/ml (Angka et al., 1985). Jika diwarnai dengan pewarnaan Giemsa, inti sel akan
berwarna ungu dan dikelilingi oleh plasma berwarna biru muda (Chinabut et al.
1991). Rendahnya eritrosit merupakan indikator terjadinya anemia, sedangkan
tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan dalam keadaan stres (Wedemeyer dan
Yasutake 1977).

Sel Darah Putih (Leukosit)


Leukosit merupakan jenis sel yang aktif di dalam sistem pertahanan tubuh.
Setelah dihasilkan di organ timus dan ginjal, leukosit kemudian diangkut dalam
darah menuju ke seluruh tubuh (Irianto 2005). Leukosit akan ditanspor secara
khusus ke daerah yang mengalami peradangan yang serius (Guyton 1997).
Leukosit tidak berwarna dan jumlah leukosit total ikan teleostei berkisar
antara 20.000-150.000 butir tiap mm3. Leukosit berbentuk lonjong sampai bulat
(Moyle dan Chech 1988). Pada ikan lele, mas, dan nila, leukosit jenis eosinofil dan
basofil jarang ditemukan, kecuali bila ada reaksi kekebalan dengan perantaraan sel
(Nabib dan pasaribu 1989).
Limfosit, dengan pewarnaan Giemsa, berbentuk bundar dengan sejumlah
kecil sitoplasma non granula berwarna biru cerah atau ungu pucat (Chinabut et al.
1991). Limfosit bersifat aktif dan mempunyai kemampuan berubah bentuk dan
ukuran. Limfosit mampu menerobos jaringan atau organ tubuh yang lunak untuk
pertahanan tubuh (Dellman dan Brown 1992). Ukuran rata – rata limfosit berkisar
antara 4,5 - 12 μm (Moyle dan Chech 1988). Persentase normal limfosit pada ikan
teleostei berkisar antara 71,12 – 82,88% (Affandi dan Tang 2002). Jumlah limfosit
di dalam darah ikan lebih banyak dibandingkan dengan limfosit pada

mamalia. Kepadatan limfosit pada ikan sebesar 48 x 103 sel/mm3, sedangkan pada

mamalia sekitar 2 x 103 sel/mm3 (Roberts 1978).


Monosit berbentuk oval atau bundar, dengan diameter berkisar antara 6 - 15
mikron, memiliki inti berbentuk oval. Inti terletak berdekatan dengan tepi sel dan
mengisi sebagian isi sel. Persentase monosit pada ikan teleostei sekitar 0,1% dari
seluruh populasi leukosit yang bersirkulasi. Monosit pada ikan memiliki morfologi
yang hampir sama dengan monosit pada mamalia (Roberts 1978). Nabib dan
Pasaribu (1989) melaporkan bahwa monosit bersama makrofag akan
memfagositosis sisa – sisa jaringan dan agen penyebab penyakit.

Heterofil berbentuk bulat dan berukuran besar, diameter berkisar antara 9 -


13 mikron, memiliki sitoplasma dalam jumlah besar dan bergranul. Sitoplasma
berwarna biru cerah atau ungu pucat, sedangkan inti berwarna biru gelap (Chinabut
et al. 1991). Jumlah heterofil di dalam darah akan meningkat apabila terdapat
infeksi oleh bakteri (Dellman dan Brown 1992). Roberts (1978) melaporkan bahwa
persentase heterofil pada ikan berkisar antara 6 - 8%. Jumlah heterofil pada ikan
teleostei hampir sama dengan jumlah neutrofil pada mamalia,

yaitu berkisar antara (3 – 6) x 103 sel/mm3.

Larutan Hayem’s
Larutan hayem merupakan larutan yang digunakan untuk mencegah
penggumpalan darah saat akan dihitung jumlah eritrositnya. Selain itu, larutan hayem
juga berfungsi sebagai pewarna agar eritrosit dapat terlihat jelas bentuknya. Komposisi
larutan hayem menurut Anonim (2007) terdiri atas 5 gram Na2SO4, 1 gram NaCl, 0.5
gram HgCl2, dan 200 ml akuades atau larutan hayem’s terdiri dari HgCl 25 gram,
NaCl 5 gram, Na2SO4 2,5 gram dan Akuades 1000 ml.

2.13 Larutan Turks


Sampel darah diencerkan dengan larutan Turks untuk menghancurkan sel
darah merah agar jumlah sel darah putih dapat dihitung. Komposisi larutan turks
menurut Anonim (2007) terdiri atas Acetil Acid Glacial 2 ml, Gentian Violet 1 ml,
dan Akuades 100 ml.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Yusuf. 2008. Efektivitas Ekstrak Daun Paci – Paci Leucas Lavandulaefolia
Untuk Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Penyakit Mas Motile Aeromonad
Septicaemia Ditunjau Dari Patologi makro Dan Hematologi Ikan Lele Dumbo
Clarias Sp. Skripsi Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. IPB : Bogor.
Affandi R, Tang UM.2002. Fisiologi Hewan Air. Riau : Uni Press.
Amlacher E. 1970. Text Book of Fish Disease. D.A.T.F.H. Publication. New York.
USA. hlm 302.
Angka SL, GT Wongkar, Karwani. 1985. Blood Picture and Bacteria Isolated From
Ulcered and Crooked-Black Clarias Batrachus. Symposium On Pract. Measure for
Preventing and Controlling Fish Disease. BIOTROP. 17 P.
Anonim. 2007. Perhitungan Sel Darah Merah. http://www.unsjournal.com/. Diakses tanggal
5 Desember 2012 Pukul 20.15WIB.
Anonim. 2008. Haemacytometer. http//id.wikipedia.com/haemacytometer. Diakses tanggal 5
Desember 2012 Pukul 20.17WIB.
Arry. 2007. Pengaruh Suplementasi Zat Besi (Fe) Dalam Pakan Buatan Terhadap
Kinerja Pertumbuhan dan Imunitas Ikan Kerapu Bebek Cromileptes Altivelis.
Skripsi Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Blaxhall PC. 1972. The Haemothological Assessment of The Health of Fresh Water
Fish. A Review of Selected Literature. Journal of Fish Biology 4 : 593-604.
Boyd CE. 1990. Water Quality Management For Pond Fish Culture. Elsevier Science
Publishing Company Inc, New York. Hal 146 – 159.
Chinabut S, Limsuwan C, and Kiswatat P. 1991. Histology of The Walking Catfish,
Clarias bathracus. IDRC Canada. hlm 96.
Dellman HD, Brown EM. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Edisi 3. Hartono
(Penerjemah). UI Press, Jakarta.
Fujaya Y. 2004. Fisiologi Ikan : Dasar Pengembangan Teknologi Perikanan. Penerbit
Rineka Cipta, Jakarta. Hal 95-109.

36
37

Ganong WF. 1995. Buku Ajar fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiologi). Ed
ke-4. Terjemahan P Adianto. EGC, Jakarta.
Guyton AC. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Irawati Setiawan
(Penerjemah). Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta.
Hesser EF. 1960. Methods for Routine Fish Hematology. Progressive Fish
Culturist. Irianto Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Khairuman, K Amri. 2002. Budidaya Lele Lokal Secara Intensif. PT Agromedia
Pustaka, Tangerang.
Lagler KF, Bardach JE, RR Miller, Passino DRM. 1977. Ichthyology. John Willey and
Sons. Inc. new York-London. Hlm 506.
Maryani M. 2003. Interaksi Antara Logam Berat Kadmium(Cd) dan Infeksi Bakteri
Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Mas Cyprinus Carpi. Skripsi Fakultas Perikanan
Dan Ilmu Kelautan, IPB.
Michael, P. (1994). Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI
Press, Jakarta.
Moyle PB, Cech Jr JJ. 1988. Fishes An Introduction to Icthyology. Prentice Hall, Inc.
USA. hlm 559.
Murhananto. 2002. Pembesaran Lele Dumbo di Pekarangan. PT Agromedia Pustaka,
Tangerang.
Nabib R, Pasaribu FH. 1989. Patologi Dan Penyakit Ikan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. IPB
Primandaka JT. 1992. Pengaruh Penyuntikan Isolat Virulen Aeromonas hydrophila
Secara Intramuskular Terhadap Gambaran Darah Lele Dumbo (Clarias sp.)
Ukuran Fingerling. Skripsi. Fakultas Perikanan, IPB.
Puspowardoyo H dan Djarijah AS. 2002. Pembenihan dan Pembesaran Lele Dumbo
Hemat Air. Kanisius, Yogyakarta.
Roberts RJ. 1978. Fish Pathology. Ballier Tindall London.
38

Sastradipradja D , SHS Sikar, R Widjajakusuma, T Ungerer, A Maad, H Nasution, R


Suriawinata, R Hamzah. 1989. Penuntun Praktikum Fisiologi Veteriner.
Depdikbud, Dirjen Pendidikan Tinggi, PAU Ilmu Hayati, IPB.
Sumpeno Dedi. 2005. Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Dumbo
(Clarias sp), Pada Penebaran 15, 20, 25, dan 30 Ekor/Liter Dalam Pendederan
Secara Indoor dengan Sistem Resirkulasi. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. IPB.
Suyanto S Rachmatun. 2007. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya : Jakarta.
Svobodova, Z., Vykusova, B., 1991. Diagnostic Prevention and Therapy of Fish Diseases
and Intoxication. Reseacrh Intitute of Fish Culture and Hydrobiology Vodnany,
Czechoslovakia. Available at http://www.fao.org. [18 September 2010]
Swenson MJ. 1977. Dukes Physiology of Domestic Animal. Ed ke-9. Cornell Univ.
Press, London.
Tizard I. 1982. Veterinary Immunology, An Introduction. Ed Ke-3. W,B. Saunders
Company, Canada.
Weatherley AH. 1972. Growth and Ecology of Fish Population. Academy Press,
London. 293p.
Wedemeyer GA, Yasutke. 1977. Clinical Methods for The Assessment on The Effect of
Enviromental Stress on Fish Health. Technical Paper of The US Departement of
The Interior Fish ang the Wildlife Service, 89 : 1-17.
Wells RMG, Baldwin J, Seymour RS, Chirtian K, Britain T. 2005. Blood Cell Function
and Haematology In Two Tropical Frehswater Fishes From Australia.
Comparative Biochemistry and Physiology.
Zonneveld NE, EA Huisman, JH Boon. 1991. Prinsip - Prinsip Budidaya Ikan.
Terjemahan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 381 hal.

Anda mungkin juga menyukai