Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM KIMIA PANGAN

JUDUL:
MANAJEMEN HEWAN COBA

Disusun Oleh :
1. Ardini Ridhanila (22030117140017)
2. Ghanes Permana Putri (22030117140009)
3. Salma Vidya Ayuningtyas (22030117120039)
4. Tiskayani Mustafa (22030117120027)
5. Zulaikhah atyas permatasari (22030117140001)
Tanggal Praktikum : 26 Februari 2018

UNIVERSITAS DIPONEGORO
FAKULTAS KEDOKTERAN
DEPARTEMEN ILMU GIZI
LABORATORIUM KIMIA
2018
MANAJEMEN HEWAN COBA

I. TUJUAN PERCOBAAN
Mengetahui perlakuan yang tepat pada hewan coba ( mencit dan
tikus), meliputi teknik handling, teknik sonde dan, pengambilan sampel
darah

II. ALAT DAN BAHAN


ALAT
1. Alat sonde
2. Alat Pelindung Diri (jas laboratorium, sarung tangan lateks,
dan masker)
3. Microhematocryt
4. Tisu
BAHAN
1. Mencit
2. Tikus

III. WAKTU DAN TEMPAT PRAKTIKUM


Waktu : Senin, 26 Februari 2018
Tempat : Laboratorium Hewan Coba Fakultas Kedokteran

IV. HASIL PENGAMATAN


1. Hewan coba
Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang
sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model
guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu
dalam skala penelitian atau pengamatan laboratoris.[1] Penggunaan hewan
percobaan untuk penelitian banyak dilakukan di bidang fisiologi,
farmakologi, biokimia, patologi, dan komparatif zoologi. Di bidang ilmu
kedokteran selain untuk penelitian, hewan percobaan juga sering
digunakan sebagai keperluan diagnostik. Berbagai jenis hewan yang
umum digunakan sebagai hewan percobaan, yaitu mencit, tikus, marmut,
kelinci, hamster, unggas, kambing, domba, sapi, kerbau, kuda, dan
simpanse. [2]
Rodensia atau hewan pengerat merupakan hewan coba yang banyak
digunakan dalam penelitian, yaitu mencapai sekitar 69% karena murah dan
mudah untuk ditangani, rentang hidup yang singkat, mudah beradaptasi
pada kondisi sekitarnya dan tingkat reproduksi yang cepat sehingga
memungkinkan untuk penelitian proses biologis pada semua tahap siklus
hidup.[3]
a. Tikus
Tikus sebagai hewan coba di laboratorium yang paling umum
digunakan adalah tikus Norwegia yang telah berevolusi menjadi
Rattus norvegicus yang hidup terutama dalam liang di tanah telah
diketahui sifat-sifatnya secara sempurna, mudah dipelihara, dan
merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk berbagai
penelitian. Ciri-ciri morfologi Rattus norvegicus antara lain memiliki
berat 150-600 gram, hidung tumpul dan badan besar dengan panjang
18-25 cm, kepala dan badan lebih pendek dari ekornya, serta telinga
relatif kecil dan tidak lebih dari 20-23 mm.[2]
Tikus sebagai “mouse model” sangat cocok untuk penelitian
penyakit pada manusia dengan adanya kesamaan organisasi DNA dan
ekspresi gen dimana 98% gen manusia memiliki gen yang sebanding
dengan gen tikus. Tikus juga memiliki kesamaan dengan manusia
dalam sistem reproduksi, sistem syaraf, penyakit (kanker, diabetes)
dan bahkan kecemasan.[3]
Berdasarkan perilaku alami, semua spesies rodensia termasuk tikus
adalah species sosial dan harus rutin ditempatkan berpasangan atau
kelompok, dengan beberapa pengecualian.[3] Ada dua sifat utama yang
membedakan tikus dengan hewan percobaan lainnya, yaitu tikus tidak
dapat muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim pada tempat
bermuara esofagus ke dalam lambung sehingga mempermudah proses
pencekokan perlakuan menggunakan sonde lambung, dan tidak
mempunyai kandung empedu.[2]

b. Mencit
Strain mencit yang digunakan saat ini dan yang berkembang adalah
dari galur Mus musculus domesticus, M.m. musculus dan M.m.
molossius, dan turunan dari masing-masing substrains tersebut.
Mencit biasanya tidak agresif sehingga mudah ditangani, namun dapat
juga menggigit jika menagalami ketakutan. Beberapa strain mencit
ada yang agresif dan dapat menimbulkan gigitan menyakitkan.[3]
berbeda dengan hewan-hewan lainnya, mencit tidak memiliki kelenjar
keringat. Pada umur empat minggu berat badannya mencapai 18-20
gram.[4]
Mencit dipilih menjadi subjek eksperimental sebagai bentuk
relevansi pasa manusia. Walaupun mencit memounyai struktur fisik
dan anatomi yang jelas berbeda dengan manusia, tetapi mencit adalah
hewan mamalia yang mempunyai beberapa ciri fisiologi dan biokimia
yang hampir menyerupai manusia terutama dalam aspek metabolisme
glukosa melalui perantara hormon insulin. Disamping itu, mencit
mempunyai jarak gestasi yang pendek untuk berkembang biak.[4]
2. Pemeliharaan Hewan Coba
a. Mencit
1) Perkandangan
Mencit jantan akan berkelahi jika dipasangkan dan ditempatkan
secara berkelompok yang berakibat timbulnya luka yang serius,
sehingga untuk menghindarinya mencit jantan harus ditempatkan
berpasangan dalam kelompok kecil atau dilakukan kastrasi sebelum
masa kematangan seksual atau dapat pula disediakan partisi visual
dalam kandang untuk bersembunyi dari interaksi agonistik.
Meskipun mencit jantan secara umum sebaiknya ditempatkan
secara individual, namun lebih tepat jika mencit ditempatkan dalam
kandang sosial[5]
Penempatan mencit jantan dan betina dalam kelompok
menyebabkan tingkat istirahat rata-rata mencit lebih rendah dari
pada mencit yang ditempatkan secara individual, hal ini
menunjukkan bahwa hewan dalam kelompok mengalami fisiologis
yang positif sebagai akibat dari lingkungan sosial. Ukuran optimal
untuk penempatan sekelompok mencit dewasa adalah terdiri dari 3-
5 ekor mencit betina dan 3 ekor pejantan. Mencit jantan cenderung
lebih sosial dan toleran terhadap pejantan lain ketika
dikelompokkan sebelum kematangan seksual. Selama mencit
jantan dikandangkan dalam struktur dan ruangan yang memadai
seperti tersedia terowongan, rak, atau partisi ruang untuk
bersembunyi dari mencit sejenis, indeks fisiologis stres akan
berkurang dalam kondisi berpasangan atau kelompok dibandingkan
dengan kondisi individual.
Ruangan fasilitas kandang untuk mencit harus memenuhi
kebutuhan fisiologis dasar dan perilaku termasuk makan, minum,
buang air kecil, buang air besar, akses hijauan, eksplorasi,
menggerogoti, sembunyi, memanjat, bermain, menggali sarang
dalam berbagai kegiatan sosial. Luas minimal lantai kandang
mencit individual adalah 250 cm2, sedangkan untuk 2 ekor mencit
luas lantai minimal adalah 500 cm2 dengan tambahan luas lantai
minimal 60 cm2 per tambahan satu ekor tikus dewasa dalam
kelompok yang lebih besar. Ketinggian kandang harus
memungkinkan tikus untuk berdiri di atas kaki belakangnya,
meregangkan badan sepenuhnya dan memanjat pada bar tutup
kandang.
Kandang mencit harus ditangani dan dikelola untuk
meminimalkan kerusakan dan kandang tidak boleh ditumpuk lebih
dari 15 kandang. Kandang plastik dan botol harus dicuci dengan air
panas suhu sekitar 60-66 °C dan dengan memakai deterjen atau
bahan lain sesuai dengan rekomendasi dari produsen. Bedding
harus disediakan di kandang mencit dan tersedia dengan kuantitas
cukup untuk dapat menutupi seluruh lantai kandang. Ketinggian
bedding yang diperlukan bervariasi, idealnya mencit dapat
menggali atau bersembunyi di bawah bedding. Sebagai panduan,
ketinggan bedding minimal adalah 2 cm.
Kelembaban relatif lingkungan di kandang mencit dewasa yang
direkomendasikan berkisar 55% ± 15% (40-70 %), dengan
temperatur udara kandang harus dipertahankan pada suhu 22 0C,
dan ventilasi udara 15 ACH (air change per hour) untuk
meminimalkan konsentrasi kadar amonia. Kadar amonia dalam
kandang harus dijaga pada kondisi 25 ppm atau lebih rendah. [5]
2) Pakan dan minum
Mencit adalah binatang nocturnal dan pemakan segala
(omnivora), sehingga makan dan minum atau perkawinan
dilakukan pada malam hari. Mencit pada malam hari
photoperiodism dan cenderung mengkonsumsi sebagian besar
pakan, meskipun sebagian kecil makanan juga dimakan sepanjang
hari. Pengurangan konsumsi pakan dan penurunan berat badan
terjadi secara signifikan ketika mencit tidak memiliki akses ke air
minum. Mencit tidak dapat muntah namun regurgitasi pasif dapat
terjadi jika perut over distensi. Mencit memilih pakan terkait
dengan diet selama menyusui dan membutuhkan masa transisi
ketika diperkenalkan pada pakan baru, dan pakan yang
mengandung sereal atau biji-bijian lebih disukai.
Sebagai hewan pengerat, gigi seri mencit terus berkembang
sehingga memerlukan objek di lingkungan untuk dikunyah sebagai
upaya mencegah malocculasion. Mencit secara alami koprofagia
(memakan feces sendiri) dan memperoleh beberapa manfaat gizi
dari proses ini. Banyak strain mencit memiliki kecenderungan
poligenik untuk menjadi obesitas. Mencit yang dibatasi konsumsi
pakannya hingga 40% menunjukkan peningkatan umur dan
penurunan kejadian tumor. Mencit tidak memodulasi asupan kalori
dengan baik dan sering menjadi gemuk saat pakan diberikan secara
ad libitum, yang mengakibatkan kerentanan ditandai dengan
penyakit degeneratif ginjal kronis dan berbagai tumor serta
penurunan kesuburan dan umur mencit (Fernandez et al., 2011;
Keenan et al., 1995). Mencit tumbuh secara perlahan sepanjang
hidupnya, dan bobot mencit jantan dewasa berkisar 400 gram akan
menjadi lebih dari 1 kilogram.
Kebutuhan air minum mencit adalah 15 ml/100 gram/hari
(sekitar 5-8 ml/ekor/hari) sedangkan kebutuhan berat pakan kering
15 gram/100 gram/hari (sekitar 48 gram/ekor/hari). Pakan dan
asupan air minum dipengaruhi oleh kondisi suhu lingkungan, misal
kenaikan suhu udara 29-33 °C membuat asupan pakan mencit
berkurang secara nyata. Mencit juga harus mendapatkan akses air
minum ad libitum, dan air minum tidak boleh tercemar
mikroorganisme, untuk itu harus dilakukan treatmen pada air
terlebih dahulu untuk mengurangi tingkat kontaminasi mikroba.
Seperti halnya dengan spesies nocturnal lainnya, hingga 85%
konsumsi makanan dan air minum pada mencit terjadi dalam
beberapa jam pada fase gelap, meskipun makanan kecil dapat
dimakan sepanjang hari.
Mencit secara alami adalah neophobic (waspada terhadap objek
baru dan makanan). Mencit lebih menyukai lingkungan yang stabil
sehingga pemberian pakan baru yang diperkenalkan mengakibatkan
konsumsi dalam jumlah kecil. Mencit juga memiliki rasa dan
persepsi terhadap pakan sama seperti hal nya manusia serta
cenderung memilih makanan manis dan berlemak jika diberikan
pilihan diet [5]
b. Tikus
1) Sistem perkandangan
Menempatkan hewan pengerat di laboratorium sesuai dengan
lingkungannya akan mengoptimalkan kesejahteraan hewan dan
merupakan hal penting yang perlu dipertimbangankan. Pengaturan
perkandangan yang ideal harus mempertimbangkan aspek sosial,
alat gerak, fisiologis, dan persyaratan perilaku spesies tertentu.
Perkandangan hewan pengerat sering menimbulkan masalah karena
jumlah besar hewan yang harus ditempatkan dengan personil
kandang terbatas serta terbatasnya biaya yang harus dikeluarkan.
Beberapa fitur khusus harus dipertimbangkan ketika
mengembangkan kandang yang cocok untuk hewan pengerat,
termasuk lingkungan sosial, ruang, dan konfigurasi kandang dan
perbaikan lingkungan atapun modifikasi lainnya.
Metode identifikasi individu hewan, bahan yang digunakan
untuk kandang, frekuensi sanitasi kandang, dan berbagai aspek
lingkungan fisik seperti cahaya, suara, suhu, dan getaran juga harus
diperhatikan untuk memastikan kesejahteraan hewan.
Perkandangan yang tepat dan peternakan hewan rodensia penting
bagi kesejahteraan hewan sehari-hari, karena hewan-hewan ini
dipertahankan untuk tujuan penelitian.
Perubahan perkandangan meskipun minor mungkin memiliki
dampak yang signifikan pada perilaku hewan, kepribadian, dan
tanggapan individu terhadap uji dan timbulnya stres sepanjang
hidup. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa lingkungan sosial
dan fisik prasapih pada tikus sangat mempengaruhi perilaku hewan
dan pandangannya sepanjang hidup melalui pengaruh epigenetik.
Hal ini diduga terjadi karena perubahan dalam pola metilasi DNA
yang stabil, organisasi histone, dan ekspresi neuropeptida yang
menghasilkan dan mengubah pola gen transkripsi.Beberapa
perubahan atau sifat ini dapat ditransmisikan kepada keturunannya.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya bagi tikus mendapatkan
lingkungan perkandangan yang tepat.
Luas lantai kandang untuk sekelompok tikus dengan jumlah
hingga lima ekor tikus dengan berat badan 250-300 gram adalah
1.500 cm2 dan sebaiknya 1.800 cm2. Banyaknya tikus dalam
kelompok yang lebih besar harus dikurangi atau luas lantai
kandang ditingkatkan dengan pertimbangan tikus dapat tumbuh
normal dan dapat bermain termasuk interaksi sosial.
Ketingian bagian atas kandang tikus dengan berat 250-300 gram
adalah 22 cm dan untuk tikus dengan berat lebih dari 250-300 gram
yang memungkinkan tikus untuk meregang tegak sepenuhnya.
Kandang tikus yang tersedia saat ini memiliki ketinggian
maksimum sekitar 22-24 cm. Kandang tikus harus dibuat dari
plastik (misalnya polypropylene, polycarbonate, polysulphone,
poly etherimide) lantai dan dinding bak dengan wire mesh pada
puncaknya kecuali kandang untuk tujuan khusus seperti kandang
dengan filter pada bagian atas kandang atau berventilasi. Suhu
ruangan kandang direkomendasikan berkisar antara 20-260C
dengan kelembaban udara berkisar 40-70 %.
2) Pakan dan minum
Semua hewan harus disediakan air segar dan pakan untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang optimal. Diet dengan
nutrisi yang memadai harus disediakan untuk tikus. Pakan dan air
minum harus disediakan secara ad libitum . Variasi jenis makanan
harus disediakan misalnya, pelet komersial, biji bunga matahari
kering, jagung rebus, sayuran segar. Pakan tikus harus disediakan
tidak hanya di tempat pakan, tetapi juga harus ditaburkan ke
bedding lantai kandang untuk menambah minat makan,
mengekspresikan perilaku mencari makan dan menunjukkan postur
normal selama makan. Pola makan nokturnal dari tikus harus
diperhitungkan dalam desain penelitian terutama bila diberikan
obat dalam pakan. [5]
3. Pemeliharaan mencit dan tikus dalam laboraturium FK Undip
Dalam pemeliharaan yang ada salah satunya adalah bedding.
Bedding sendiri biasanya menggunakan serat kayu, sekam padi, atau
potongan kertas. Apabila menggunakan serat kayu menggunakan serat
kayu putih yang lunak, hal ini dikarenakan kulit kayu yang keras
mengandung zat bahaya bagi tikus/mencit. Dalam laboraturium beeding
yang digunakan adalah serat kayu putih dan potongan kertas, sedangkan
pakan yang diberikan adalah pakan ayam. Pada laboraturium kandang
yang ada diantaranya box plastik, dan box dilapisi oleh kawat strimin.
Apabila hendak meneliti seperti urine pada mencit/tikus biasanya
menggunakan metabolic cage, namun dalam laboraturium belum ada .
Pembersihan kandang biasanya dilakukan 3 hari sekali, apabila
dinilai masih bersih dapat dilakukan 7 hari sekali. Namun apabila hendak
meneliti berkaitan dengan diabetes melitus maka pembersihan dilakukan
setiap hari. Dalam satu kandang biasanya berisi 20 mencit/tikus lebih
spesifiknya apabila berumur >3 bulan satu kandang berisi 15 mencit/tikus.
Sesuai dengan teori yang ada mencit dan tikus berkelamin jantan dan
betina harus dipisah agar menghindari terjadinya perkawinan. Selain itu
apabila tikus atau mencit bersifat agresif juga harus dipisah karena akan
menggganggu satu sama lain.
4. Teknik handling
a. Mencit
Mencit umumnya mudah ditangani dan dikendalikan, tetapi karena
ukuran tubuhnya yang kecil sehingga rentan terhadap cedera fisik jika
jatuh karena beberapa mencit sangat aktif dan bahkan dapat melompat.
Teknik untuk mengangkat mencit dilakukan dengan memegang bagian
ekor pada sepertiga proksimal, selanjutnya ditempatkan pada
permukaan yang kasar seperti permukaan kandang dan kemudian
tengkuk mencit dipegang di antara ibu jari dan jari telunjuk, sementara
ekor tetap dipegang.[5]
b. Tikus
Tikus biasanya hewan jinak, terutama jika ditangani secara rutin
dengan menggunakan teknik yang tepat. Gigitan tikus jarang terjadi
dan biasanya hanya akan terjadi jika hewan tersebut stres atau sakit.
Untuk mmegang tikus harus dilakukan dengan lembut dimulai dari
memegang di sekitar bahu. Ibu jari petugas kemudian ditempatkan di
bawah mandibula tikus, untuk mencegah gigitan, dan hindlimbs tikus
dapat didukung dengan sisi lain. Cara memegang tikus harus tegas tapi
tidak terlalu ketat karena hal ini akan menghambat respirasi hewan. [5]
5. Teknik Sonde
Pada percobaan ini pemberian senyawa pada hewan uji coba melalui
oral. Cairan senyawa diberikan dengan menggunakan sonde oral. Sonde
oral ditempelkan pada langit-langit mulut atas mencit dan tikus, kemudian
perlahan-lahan dimasukkan sampai ke esofagus dan cairan senyawa
dimasukkan. Perlakuan tersebut harus dilakukan dengan benar. Jika
perlakuan tersebut salah akan menyebabkan gangguan pernafasan.[6]

6. Teknik Pengambilan Sampel Darah


Pada umumnya pengambilan darah dilakukan sekitar 10% dari total
volume darah dalam tubuh dan dalam selang waktu 2-4 minggu. Total
darah yang diambil sekitar 7,5% dari bobot badan. Pengambilan darah
harus menggunakan alat seaseptik mungkin. Pengambilan darah dapat
dilakukan pada lokasi tertentu dari tubuh, yaitu:
 Melalui vena di ekor
 Pengambilan darah melalui pembuluh darah yang terdapat di ekor
memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Metode ini sulit dilakukan
karena pembuluh darah yag terdapat pada ekor memiliki ukuran yang
sangat kecil. Ukuran pembuluh darah ekor ini masih lebih kecil jika
dibandingkan dengan jarum yang digunakan untuk pengambilan
darah, sehingga sulit dilakukan.
 Sinus orbitalis mata
 Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan pipet darah. Pipet
darah dimasukkan ke jaringan di bawah mata. Pengambilan darah
dilakukan di atas tempat yang mudah dibersihkan karena akan banyak
darah yang keluar dan melebihi kapasitas pipet darah. Pengambilan
darah melalui mata dapat dilakukan secara berulang kali selama tikus
masih dalam kondisi yang baik.
 Langsung dari jantung
 Pengambilan darah melalui jantung dilakukan untuk volume darah
yang banyak. Pada metode ini tikus harus dibunuh terlebih dahulu
dengan cara anestesi. Setelah tikus dibunuh selanjutnya dilakukan
pembedahan dengan membuka bagian dalam tikus dengan cara
menggunting kulit bagian perut tikus. Jika organ jantung sudah
ditemukan, dilakukan pengambilan darah dengan menusukan jarum
suntik ke bagian jantung. [7]
Pengambilan darah hewan pada laboratorium dilakukan untuk
berbagai percobaan saintifik seperti : untuk mempelajari
farmokokinetika suatu obat, mempelajari hormon, substract sel darah
merah. Dalam bidang farmakokinetika dengan metabolism obat,
sampel darah digunakan untuk analisis berbagai konsentrasi obat dan
hasil metabolitnya. Darah juga diperlukan untuk beberapa percobaan
in-vitro dengan menggunakan sel darah merah atau fraksi protein
plasma.
Teknik pengambilan sampel darah tergantung pada faktor-faktor
spesifik dari percobaan yang akan dilaksanakan. Perbedaan tersebut
dapat berupa teknik pengambilan sampel terminal atau teknik
pengambilan sampel nonterminal. Kondisi darah yang dikumpulkan
pada akhir percobaan setelah hewan dimatikan (terminal eksperimen)
adalah amat berbeda (pembiusan, volume darah) dibandingkan
pengambilan tunggal atau berulang dari hewan yang sadar.
Meminimalkan rasa sakit/nyeri dan perasaan stress pada hewan
selama proses berlangsung adalah hal yang mutlak, sebab akan
mempengaruhi hasil percobaan. Beberapa faktor biokimia dan
fisiologis dapat berubah akibat stress pada hewan percobaan, seperti
tingginya tekanan darah dan katekolamin tubuh, prolaktin dan
glukokortikosteroid dapat memengaruhi beberapa parameter
metabolit, juga kadar gula, jumlah sel darah merah dan darah putih
serta volume darah.[8]
a. Pengumpulan Darah Terminal
Pengumpulan darah terminal dapat dilakukan secara total
dengan mengorbankan hewan atau dengan mengumpulkan
beberapa kali pengambilan dalam keadaan hewan terbius.
b. Pengumpulan Darah Non-Terminal
Pengumpulan darah nonterminal dapat dilakukan dengan cara
pengumpulan darah sekali dan pengumpulan darah beberapa kali
(berulang). Pengambilan darah sekali dapat dilakukan 15-20% dari
volume darah total, biasanya tidak akan memengaruhi banyak
keadaan hewan. Pengambilan darah sekali dengan 15-20% darah
total bila diulangi dapat dilakukan 3-4 minggu berikutnya, setelah
hewan kembali normal dan kesehatannya bentar-bentar pulih.
Pengumpulan darah berulang tidak boleh lebih dari 1% dari volume
darah total setiap 24 jam (0,6 ml/kg/d). dengan volume dan/atau
frekuensi pengambilan yang lebih dari diatas akan menyebabkan
hewan mengalami anemia. [8]
c. Teknik Pengambilan Sampel Darah
1) Kanulasi permanen pada vena
Pemasangan kanula/kateter pada vena dapat dilakukan untuk
pengambilan darah berulang beberapa kali. Kateter ini dapat
dilindungi sedemikian rupa agar pergerakan hewan percobaan
tidak teganggu. Metoda ini dapat dipakai untuk pengambilan
darah secara berulang untuk beberapa hari.
2) Teknik Pendarahan Orbital atau Plexus Retroorbitalis
Disamping hamster dan kelinci, teknik ini bisa juga
digunakan untuk hewan-hewan percobaan yang mempunyai
ekor panjang seperti mencit dan tikus. Pengambilan darah
dilakukan melalui vena conjungtiva dengan menggunakan pipet
Pasteur, mikropipet atau mikrokapiler pada mata. Dengan teknik
ini tidak memungkinkan pengambilan darah dengan volume
banyak
3) Cardiac puncture
Pengambilan darah melalui teknik ini adalah langsung
dengan menusukkan ujung jarum suntik ke dalam rongga
jantung melalui torak. Percobaan ini harus dilakukan berulang-
ulang agar diketahui dengan pasti rongga jantung dari hewan
percobaan. Pekerjaan harus dilakukan se apatis mungkin dan
hindari distress pada hewan percobaan. Teknik ini dapat
mengumpulkan darah dengan volume lebih banyak. Ada cara
lain untuk pengambilan darah melalui teknik ini, yaitu pada
metode ini tikus harus dibunuh terlebih dahulu dengan cara
anestesi. Setelah tikus dibunuh selanjutnya dilakukan
pembedahan dengan membuka bagian dalam tikus dengan cara
menggunting kulit bagian perut tikus. Jika organ jantung sudah
[8]
ditemukan, dilakukan pengambilan darah dengan menusukan
jarum suntik ke bagian jantung.[8]
4) Teknik pengambilan darah dari ekor
Teknik ini dapat dilukan pada hewan mencit dan tikus,
karena mempunyai ekor yang lebih panjang. Sebelum dilakukan
pengambilan darah, terlebih dahulu ekor hewan digosok-gosok
atau dihangatkan agar pembuluh darah ekor membesar dan
pengaliran darah lebih cepat. Pengambilan darah dapat
dilakukan dengan pertolongan jarum suntik atau dengan jalan
pemotongan ekor hewan percobaan. Setiap pengambilan darah
selalu dilakukan pembilasan dengan kapas beralkohol dari ekor
hewan tersebut pada tempat penampungan sebelum dan sesudah
pengambilan.
5) Pengambilan melalui pembuluh darah leher
Pengambilan darah melalui pembuluh darah leher dapat
dilakukan segera setelah hewan dikorbankan. Darah
dikumpulkan dengan cara memotong arteri carotid. Karena
tekanan darah pada arteri carotid ini kuat, maka
pengamabilannya harus dilakukan dengan hati-hati. Darah yang
di tampung adalah darah yang mengalir dari jantung ke arah
kepala hewan percobaan
Pada percobaan pengambilan darah pada laboratorium hewan kali ini,
hewan yang digunakan adalah mencit dan tikus. Teknik pengambilan
darah yang dilakukan adalah teknik pendarahan orbital atau Plexus
Retroorbitalis pada mata yaitu pengambilan darah disekitar mata dengan
menggunakan mikrohematokrit. Adapun cara kerja pengambilan darah
pada mencit dan tikus sama, yaitu [8]:
 Tikus dan mencit dipegang dan dijepit bagian tengkuk dengan jari
tangan.
 Tikus dan mencit dikondisikan senyaman mungkin, kemudian
mikrohematokrit digoreskan pada medial canthus mata dibawah bola
mata kearah foramen opticus
 Mikrohematokrit diputar sampai melukai plexus, jika diputar 5x maka
harus dikembalikan 5x
 Darah ditampung pada Eppendorf yang telah diberi EDTA untuk
tujuan pengambilan plasma darah dan tanpa EDTA untuk tujuan
pengambilan serumnya.
DOKUMENTASI
1. Alat dan Bahan

2. Teknik Handling

3. Teknik Sonde
4. Teknik Pengambilan Sampel Darah
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiwik Widiartini , Eka Siswati, Ana Setiyawati, Ita Miftahur Rohmah,
Eko Prastyo. Pengembangan Usaha Produksi Tikus Putih (Rattus
Norvegicus) Tersertifikas Dalam Upaya Memenuhi Kebutuhan Hewan
Laboratorium. Fakultas Pertanian dan Peternakan. Universitas
Diponegoro. 2013.
2. http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/56395/4/BabII
Tinjauan Pustaka.pdf diakses pada 6 Maret 2018.
3. Tim Komisi Kesejahteraan Hewan Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (KKHB). Panduan Perawatan dan Penggunaan Hewan Coba
Rodensia. Litbang Peternakan dan Pertanian. 2017.
4. http://etheses.uin-malang.ac.id/981/5/05520016%20Bab%202.pdf diakses
pada 6 Maret 2018.

5. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Penggunaan dan


Penanganan Hewan Coba Rodensia dalam Penelitian sesuai dengan
Kesejahteraan Hewan. 2016. Bogor : Kementrian Pertanian. 1-29p
6. Stevani, Hendra. Praktikum Farmakologi. Jakarta: Kemenkes RI. 2016.
7. Permatasari, N. 2012. Intruksi Kerja Pengambilan Darah, Perlakuan dan
Injeksi Pada Hewan Coba. Laboratorium Biosains. Universitas Brawijaya
8. Anisah, Tahani Nadia. 2013. Laporan Teknik Instrumentasi Laboratorium
Biosistem (Hewan Coba). UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Anda mungkin juga menyukai