Anda di halaman 1dari 17

EPILEPSI DAN POLIO

MAKALAH

Oleh:

SHINTYA AGUSTINA

AKF16158

AKFAR 4-D

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA

MALANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada saat ini epilepsi dan polio adalah dua jenis penyakit yang sangat
mencemaskan dan membahayakan. Terlebih kedua penyakit ini kerapkali
menyerang anak-anak. Tingkat kesehatan masyarakat merupakan salah
satu indikator kemajuan bangsa, dan salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah
dengan cara imunisasi pada balita tepat pada waktunya.
Epilepsi merupakan suatu gangguan kronik yang tidak hanya ditandai
oleh kejang, berulang tetapi juga berbagai implikasi medis dan
psikososial. Epilepsi adalah salah satu jenis penyakit yang menjadi
masalah besar dalam bidang pediatri, terdapat 10-15% pasien yang
resisten terhadap pengobatan. Epilepsi dapat terjadi kepada siapa saja di
seluruh penjuru dunia tanpa batasan ras dan sosial ekonomi.
Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan berulang
akibat lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron
otak secara paroksimal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi dan bukan
disebabkan oleh penyakit otak akut.
Sedangkan Poliomyelitis (polio) sendiri adalah penyakit menular
yang disebabkan oleh virus. Polio adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh virus polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan permanen.
Penyakit ini dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun paling
rentan adalah kelompok umur kurang dari 3 tahun.1

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah hakikat dari penyakit epilepsi dan polio?
b. Apakah penyebab penyakit epilepsi dan polio?
c. Bagaimanakah perjalanan penyakit epilepsi dan polio?
d. Bagaimanakah gejala klinis dari penyakit epilepsi dan polio?
e. Bagaimana pengobatan/ terapi yang dapat dilakukan untuk penyakit
epilepsi dan polio?
f. Apa saja langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk pecegahan
penyakit epilepsi dan polio?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui hakikat dari penyakit epilepsi dan polio
b. Untuk mengetahui penyebab penyakit epilepsi dan polio
c. Untuk mengetahui perjalanan penyakit epilepsi dan polio
d. Untuk mengetahui gejala klinis dari penyakit epilepsi dan polio
e. Untuk mengetahui pengobatan/ terapi yang dapat dilakukan untuk
penyakit epilepsi dan polio
f. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
pecegahan penyakit epilepsi dan polio

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Dapat memahami hakikat dari penyakit epilepsi dan polio
b. Dapat memahami penyebab penyakit epilepsi dan polio
c. Dapat memahami perjalanan penyakit epilepsi dan polio
d. Dapat memahami gejala klinis dari penyakit epilepsi dan polio
e. Dapat memahami pengobatan/ terapi yang dapat dilakukan untuk
penyakit epilepsi dan polio
f. Dapat memahami langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
pecegahan penyakit epilepsi dan polio
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit

2.1.1 Epilepsi
Seizure, adalah perubahan sementara pada perilaku akibat stimulasi
populasi neuron otak yang tidak teratur, sinkron, dan ritmis. Epilepsi
menunjukkan gangguan fungsi otak yang dikarakterisasi oleh
kemunculan seizure secara periodik dan tidak dapat diprediksi. Seizure
epileptik telah diklasifikasikan menjadi seizure parsial, yang dimulai
berpusat di situs kortikal, dan seizure menyeluruh, yang melibatkan
kedua hemisfer secara luas dari awal. 1
Epilepsi (Yun.= serangan) atau sawan/penyakit ayan adalah suatu
gangguan saraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala, biasanya
dengan perubahan kesadaran. Penyebabnya adalah aksi serentak dan
mendadak dari sekelompok besar sel-sel saraf di otak. Aksi ini disertai
pelepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron – neuron
tersebut. Lazimnya, pelepasan muatan listrik ini terjadi secara teratur
dan terbatas dalam kelompok-kelompok kecil, yang memberikan ritme
normal pada elektroencefalogram (EEG). Serangan ini kadangkala
bergejala ringan dan hampir tidak kentara. Pada serangan parsial,
hiperaktivitas terbatas pada hanya satu bagian dari kulit otak,
sedangkan bila menjalar ke seluruh otak disebut serangan luas
(‘generalized’). 30% dari penderita epilepsi mempunyai keluarga dekat
yang juga memiliki gangguan konvulsi. 1
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang
dicirikan oleh terjadinya bangkitan (seizure, fit, attack, spell) yang
bersifat spontan (unprovoked) dan berkala. Bangkitan dapat diartikan
sebagai modifikasi fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas,
yang berasal dari sekelompok besar sel-sel otak, bersifat sinkron dan
berirama. Istilah epilepsi tidak boleh digunakan untuk bangkitan yang
terjadi selama penyakit akut berlangsung, dan occasional provoked
seizures misalnya kejang atau bangkitan pada hipoglikemi. Bangkitan
epilepsi didefinisikan sebagai tanda dan atau gejala yang timbul
sepintas (transien) akibat aktivitas neuron yang berlebihan atau sinkron
yang terjadi di otak. 1
Gambar otak penderita epilepsi.

2.1.2 Polio
Polio atau poliomyelitis adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang
disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan Poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut , dan
menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan
kadang kelumpuhan ( paralisis ).2

2.2 Etiologi
2.2.1 Etiologi Epilepsi
Lebih dari 40 sindrom epileptik yang berbeda telah
dikategorikan menjadi epilepsi parsial dan epilepsi umum. Epilepsi
parsial terdiri dari jenis seizure parsial dan menyebabkan 60% semua
epilepsi. Etiologi dari epilepsi parsial ini umumnya terdiri dari lesi
pada beberapa bagian korteks (misalnya tumor, timbulnya malforasi,
kerusakan akibat trauma atau stroke), tetapi juga bisa disebabkan
oleh genetis. 1
Epilepsi umum menyebabkan 40% keseluruhan epilepsi dan
biasanya bersifat genetis. Epilepsi umum yang paling banyak terjadi
adalah epilepsi miklonik remaja. Gangguan ini terjadi pada awal
remaja dan dikarakterisasi oleh seizure mioklonik, tonik-klonik, dan
sering absence seizure. Seperti sebagian epilepsi onset-umum,
epilepsi mioklonik remaja kemungkinan disebabkan oleh pewarisan
berbagai gen yang rentan. 1
2.2.2 Etiologi Polio
Virus poliomyelitis (virus RNA) tergolong dalam genus
enterovirus dan famili picornaviridae, mempunyai 3 strain yatu tipe
1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing) dan tipe 3 (Leon). Infeksi dapat
terjadi oleh satu atau lebih dari tipe virus tersebut. Epidemi yang
luas dan ganas biasanya disebabkan oleh virus tipe 1. Imunitas yang
diperoleh setelah terinfeksi maupun imunisasi bersifat seumur hidup
dari spesifik untuk satu tipe.7

2.3 Perjalanan Penyakit


2.3.1 Perjalanan Penyakit Epilepsi
Mekanisme terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik
yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan
merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan
listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan berkurangnya inhibisi oleh
neurotransmitter asam gama amino butirat (GABA) atau meningkatnya
eksitasi sinaptik oleh transmitter asam glutamat dan aspratat melalui
jalur eksitasi yang berulang. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi
ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan gerakan keluar
masuk ion-ion menembus membran neuron.9
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron
abnormal mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan
dengan cetusan potensial aksi secara cepat dan berulang-ulang.
Cetusan listrik abnormal ini kemudian menstimulasi neuron-neuron
sekitarnya atau neuron-neuron yang terkait di dalam proses. Secara
klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari
sejumlah besar neuron abnormal abnormal muncul secara bersama-
sama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak.9

2.3.2 Perjalanan Penyakit Polio


Virus polio masuk melalui mulut dan hidung, berkembangbiak
di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan, diserap dan
disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan getah bening. Virus
ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat
menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu.
Tidak semua neuron yang terkena mengalami kerusakan yang sama
dan bila ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron
dalam 3-4 minggu sesudah timbul gejala. Daerah yang biasanya
terkena poliomyelitis ialah medula spinalis terutama kornu anterior,
batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf kranial serta
formasio retikularis yang mengandung pusat vital, serebelum
terutama inti-inti vermis, otak tengah “midbrain” terutama gray
matter substansi nigra dan kadang-kadang nukleus rubra.
2.4 Gejala Klinis
2.4.1 Gejala Klinis Epilepsi
Berdasarkan tanda-tanda klinik dan data EEG, epilepsi
diklasifikasikan menjadi:
1). Kejang umum (generalized seizure)
Jika aktivasi terjadi pada kedua hemisphere otak secara
bersama-sama. Kejang umum terbagi atas:
a). Absense (petit mal)
Jenis ini jarang dijumpai, umumnya hanya terjadi pada anak-anak
atau awal remaja. Kesadaran hilang beberapa detik, ditandai dengan
terhentinya percakapan untuk sesaat. Penderita tiba-tiba melotot atau
matanya berkedip-kedip dengan kepala terkulai.
b). Tonik-klonik (grand mal)
Merupakan bentuk kejang yang paling banyak terjadi, biasanya
didahului oleh suatu aura. Pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas
terengah-engah, dan keluar air liur. Bisa terjadi juga sianosis,
ngompol, atau menggigit lidah. Serangan ini terjadi beberapa menit,
lalu diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala atau tidur.
c). Mioklonik
Serangan ini biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur
pasien mengalami sentakan yang tiba-tiba.
d). Atonik
Serangan tipe atonik ini jarang terjadi. Pasien tiba tiba kehilangan
kekuatan otot yang mengakibatkan pasien terjatuh, namun dapat
segera pulih kembali.
2). Kejang parsial
Kejang parsial merupakan perubahan klinis dan elektro
ensefalografik yang menunjukan aktivitas sistem neuron yang
berbatas di salah satu bagian otak. Kejang parsial dibagi menjadi:
a). Simple partial seizure
Pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran. Terjadi sentakan pada
bagian tertentu dari tubuh.
b). Complex partial seizure
Pasien mengalami penurunan kesadaran. Pada penderita dengan
penurunan kesadaran maka dapat terjadi perubahan tingkah laku
misalnya automatisme.
3). Kejang tak terklasifikasikan
Serangan kejang ini merupakan jenis serangan yang tidak didukung
oleh data yang cukup atau lengkap. Jenis ini termasuk serangan
epilepsi pada neonatus misalnya gerakan mata ritmis, gerakan
mengunyah serta berenang.10

2.4.2 Gejala Klinis Polio


Gejala klinis poliomielitis terdiri dari :
a) Jenis asimptomatik
Bila tidak ada gejala apa-apa, diduga jenis ini banyak terdapat waktuk
epidemi.
b) Jenis abortif
Bila hanya didapat gejala-gejala prodromal. Seringkali gejala
gastrointestinal seperti anoreksi, mual, konstipasi dan nyeri abdomen,
disertai nyeri tenggorok, demam ringan dan sakit kepala.
c) Jenis non-paralitik
Bila didapati tanda-tanda rangsang meninggal tanpa adanya
kelumpuhan. Suhu naik sampai 38-39◦C disertai sakit kepala dan nyeri
pada otot-otot. Kesadaran tetap baik, tetapi mungkin penderita
mengantuk dan gelisah. Pada pemeriksaan didapati kekakuan pada
kuduk dan punggung, disertai tanda kering. Brudzinky dan Laseque
yang positif.
d) Jenis paralitik
Gejala-gejala seperti diatas, kemudian disertai kelumpuhan yang
biasanya timbul 3 hari setelah stadiumpre-paralitik. Mula-mula otot
yang terkena terasa nyeri dan spastik, kemudian paralisis.8
Sesuai tinggi lesi pada susunan saraf pusat yang terkena, dapat
digolongkan sebagai berikut:
1. Bentuk spinal : Gejala kelemahan / paralisis atau paresis otot leher,
abdomen, tubuh, diafragma, thoraks dan terbanyak ekstremitas
bawah.
2. Bentuk bulbar : Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak
dengan atau tanpa gangguan pusat vital yakni pernapasan dan
sirkulasi.
3. Bentuk bulbospinal : Didapatkan gejala campuran antara bentuk
spinal dan bentuk bulbar. Kadang ensepalitik dapat disertai gejala
delirium, kesadaran menurun, tremor dan kadang kejang.4

2.5 Penatalaksanaan
2.5.1 Penatalaksanaan Epilepsi
a. Pengobatan Kausal
Pada setiap penderita epilepsi, harus diselidiki terlebih dulu
apakah penderita masih menderita penyakit aktif misalnya tumor
serebri, hematoma subdural kronik. Apabila demikian, kelainan
ini dapat segera diobati. Terkadang didapati lesi aktif/progesif
yang belum ada obatnya, misalnya penyakit degeneratif. Pada
sebagian besar penderita epilepsi, tidak dapat langsung
ditentukan adanya lesi (idiopatik, kriptogenik) atau lesinya sudah
inaktif (sekuele), misalnya sekuele karena “brith trauma”.8
b. Pengobatan Pemeliharaan
Diberikan obat anti-konvulsan sebagai pemeliharaan
terhadap penderita epilepsi. Pada saat ini banyak macam obat
anti-konvulsan yang dapat digunakan. Mengenai lama
pengobatan, didapati perbedaan pendapat. Umumnya berkisar 2-
4 tahun bebas serangan, kemudian obat dikurangi secara
bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan.8

2.5.2 Penatalaksanaan Polio


1. Istirahat selama fase akut
2. Terapi simptomatik untuk meringankan gejala, misalnya
untuk mengurangi nyeri otot diberikan analgesik dan secara
lokal dikompres hangat
3. Fisioterapi dilakukan untuk mengurangi kontraktur, atrofi
dan atoni otot. Otot-otot yang lumpuh harus dipertahankan
dalam posisi yang mencegah deformitas karena kontraktur
otot antagonis
4. Akupuntur agaknya memberi hasil yang cukup memuaskan

2.6 Pencegahan
2.6.1 Pencegahan Epilepsi
Terdapat 3 macam pencegahan epilepsi, diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan munculnya
faktor predisposisi terhadap epilepsi dimana belum tampak
adanya faktor yang menjadi risiko. Hal yang dapat dilakukan
adalah pendidikan kepada masyarakat luas, diberi informasi
mengenai sifat, penyebab, dan cara pencegahan. Upaya ini
dimaksudkan dengan memberikan kondisi pada masyarakat yang
memungkinkan pencegahan terjadinya epilepsi yang dapat
dilakukan melalui pendekatan kepada masyarakat atau
perorangan.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan dengan pencegahan terhadap
faktor risiko yang tampak pada individu atau masyarakat.
Pencegahan Primer penyebab epilepsi adalah sebagai berikut:
a. Mencegah terjadinya cedera di kepala. Hal ini sangat efektif
untuk mencegah terjadinya epilepsi. Misalnya dengan cara
memakai alat pelindung diri di kepala jika pekerjaan yang
dilakukan beresiko untuk mengalami cedera kepala.
b. Merawat kehamilan saat perinatal dengan baik sehingga dapat
mengurangi kasus baru epilepsi yang disebabkan oleh cedera
saat lahir.
c. Mengutamakan sanitasi lingkungan agar terhindar dari bakteri
atau virus yang dapat menyerang otak.
3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan pencegahan
terhadap penderita yang mengalami suatu penyakit agar tidak
memperburuk kondisi individu atau masyarakat. Pencegahan
sekunder dapat dilakukan dengan cara:
a. Minum obat anti epilepsi (OAE) secara teratur dan taat
sesuai dengan serangan epilepsi yang diderita.
b. Menghindari faktor-faktor pencetus serangan seperti
alkohol, cahaya, stres, dan lainnya.
c. Tidak mengemudikan kendaraan bermotor selama penderita
masih minum obat-obatan anti- konvulsan.
d. Makan dengan teratur dan istrahat yang cukup.

4. Pencegahan Tersier
Tujuan utama adalah mencegah proses penyakit lebih lanjut dan
mencegah cacat/kelumpuhan karena penyakit epilepsi. Pencegahan
tersier penyakit epilepsi adalah :
a. Rehabilitasi medik/Terapi Antikonvulsan
b. Pembedahan. Pembedahan dilakukan untuk pasien yang gagal
dengan penatalaksanaan medis.
2.6.2 Pencegahan Polio
Untuk pecegahan penyakit polio dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi aktif terhadap anak-anak yang berusia dibawah 5 tahun.7
Terdapat 2 macam vaksin polio, yaitu vaksin virus polio oral (OPV=
Oral Polio Vaccine) atau yang lebih dikenal vaksin tetes dan
Incativated Polio Vaccine (IPV) yang diberikan dengan cara
disuntikkan. Vaksin polio tetes diberikan saat lahir, usia 2, 3, 4 bulan
sesuai dengan program pemerintah, sedangkan untuk vaksin polio
suntik diberikan pada usia 2, 4, 6-18 bulan dan usia 6-8 tahun.
2.7 Obat-obat
2.7.1 Obat-obat epilepsi
Antiepileptika adalah obat yang dapat menanggulangi serangan
epilepsi berkat khasiat antikonvulsifnya, yakni meredakan konvulsi
(kejang klonus hebat). Di samping itu, kebanyakan obat juga
berdaya sedatif (meredakan). Semua obat antikonvulsi memiliki
masa paruh panjang, dieliminasi dengan lambat, dan berakumulasi
dalam tubuh pada penggunaan kronis.1
Tabel obat-obat yang dapat dipakai untuk epilepsi.8

Dosis
Nama Obat Bentuk Kejang mg/kg
bb/hari
Fenobarbital Semua bentuk kejang 3–8
Dilantin (Difenilhidantoin) Semua bentuk kejang, 5 - 10
kecuali bangkitan petitmal,
mioklonik atau akinetik
Misolin (Primidone) Semua bentuk kejang, 12 - 25
kecuali petitmal
Zarotin (Etosuksimid) Petitmal 20 - 60
Diazepam Semua bentuk kejang 0,2 - 0,5
Diamoks (Asetasolamid) Semua bentuk kejang 10 - 190
Prednison Spasme infantil 2–3
Deksametason Spasme infantil 0,2 - 0,3
Adrenokortikotropin Spasme infantil 2–4
TABEL RESUME

Epilepsi Polio
Definisi Menunjukkan gangguan Polio atau poliomyelitis
fungsi otak yang adalah penyakit paralisis
dikarakterisasi oleh atau lumpuh yang
kemunculan seizure secara disebabkan oleh virus.
periodik dan tidak dapat
diprediksi.
Etiologi Cedera kepala, radang atau Virus poliomyelitis (virus
infeksi, penyumbatan RNA) tergolong dalam
pembuluh darah otak, dan genus enterovirus dan famili
pewarisan genetis picornaviridae.
Patogenesis Cedera kepala, penyakit Virus polio masuk melalui
lain, genetis mulut dan hidung

Gangguan pada neuron sel


syaraf Berkembang biak di
tenggorokan dan saluran
Pelepasan muatan listrik dan
pernafasan
implus abnormal dineuron
syaraf pusat
Disebarkan melalui
Penurunan kesadaran dan
pembuluh darah dan getah
gerakan fisik yang tidak
teratur bening

Menyebabkan epilepsi Mengalir kesistem syaraf


pusat sehingga
menyebabkan lemahnya
otot dan kelumpuhan
Penularan Bukan penyakit menular Kontak langsung dengan
penderita
Gejala klinis  Kejang umum: jika  Paralitik: Kelumpuhan
aktivasi terjadi pada secara akut. Disertai
kedua otak secara gejala seperti non
bersamaan paralitik
 Kejang parsial  Non paralitik: nyeri
menunjukan aktivitas kepala, muntah, kaku
system neuron di salah otot belakang leher
satu bagian otak
Pengobatan  Pengobatan Kausal  Istirahat selama fase akut
 Pengobatan
 Penderita diisolasi
Pemeliharaan :
pemberian obat anti- selama fase akut
konvulsan
 Terapi simptomatik
untuk meringankan
gejala
 Fisioterapi untuk
mengurangi kontraktur,
atrofi dan atoni otot
Pencegahan • Minut obat anti epilepsi Memberikan vaksinasi
• Menghindari faktor terhadap anak di bawah 5
pencetus tahun . Terdapat dua macam
• Makan dengan teratur dan jenis vaksin yaitu vaksin
istirahat yang cukup polio tetes (OPV) dan
vaksin polio suntik (IPV).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Seizure, adalah perubahan sementara pada perilaku akibat stimulasi


populasi neuron otak yang tidak teratur, sinkron, dan ritmis. Epilepsi
menunjukkan gangguan fungsi otak yang dikarakterisasi oleh kemunculan
seizure secara periodik dan tidak dapat diprediksi. Seizure epileptik telah
diklasifikasikan menjadi seizure parsial, yang dimulai berpusat di situs
kortikal, dan seizure menyeluruh, yang melibatkan kedua hemisfer secara
luas dari awal.

Polio atau poliomyelitis adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang


disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan Poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut , dan
menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang
kelumpuhan (paralisis).

3.2 Saran
Menurut saya masih banyak hal-hal yang perlu diperbaiki dalam
meningkatkan kualitas kehidupan khususnya dibidang kesehatan.
Seiring dengan berkembangannya IPTEK dan masuknya berbagai arus
globalisasi yang semakin modern maka bidang kesehatan juga harus
ikut serta untuk memajukan dan mengembangkan bangsa.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Laurence L.Brunton, K. L. (2010). GOODMAN & GILMAN'S MANUAL


OF PHARMACOLOGY AND THERAPEUTICS. The McGraw-Hill
Companies.

2. Budi, E. e. (2014). Makalah Virologi Virus Polio. Surakarta.

3. DR.Drg.Andi Zulkifli, M. (2007). EPIDEMIOLOGI PENYAKIT POLIO.


Makasar.

4. Rahardja, D. H. (2002). OBAT-OBAT PENTING. Jakarta: PT ElexMedia


Komputindo.

5. Setiawan, B. (2009). Anatomi dan Fisiologi Otak. Sumatra: Universitas


Sumatera Utara.

6. Setiawan, S. B. (2007). Hubungan antara tingkat pendidikan formal ibu


dengan kesertaan pin 2006 di rw XXII Ngoresan, kelurahan Jebres kota,
Jebres, Surakarta. Surakarta: FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERTISAS SEBELAS MARET SURAKARTA.

7. Syahril, P. (2005). Aspek Diagnostik Poliomielitis.

8. Purnawan, e. a. (1982). KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN EDISI


KEDUA. Jakarta, Indonesia: CV.INDRASARI UTAMA.

9. Kusumastuti, K. dan Basuki, M., 2014, Definisi, Klasifikasi dan Etiologi


Epilepsi dalam Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI, (Eds.), Pedoman
Tatalaksana Epilepsi, Edisi 5, 14-18, Airlangga University Press,
Surabaya.
10. Gidal, B.E., Garnet, W.R., Graves, N., 2005, Epilepsy dalam Dipiro, T.J.
Talbert, L.R., Yee, L.G., Matzke, R.G., Wells, G.B., Posey, M.L.,
Pharmacotherapy Pathophysiologic Approach, 1031-1056, The Mae
Grawhill Companies, USA.

Anda mungkin juga menyukai