Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENYAKIT MENIERE

Dosen Pengampu : Ns. Ratih Dwilestari P. U, M.Kep

Disusun Oleh :

Kelompok 1 S16A

1. Aditya Arbi Setyawan (S16002) 8. Baruna Eko Saputro (S16011)


9. Dewi Yuni Anggraeni (S16012)
2. Aji Tanda Irwanto (S16003)
10. Dian Fatmawati (S16013)
3. Alifa Dzuhri Alhayyu (S16004) 11. Dwi Bayu Kurniawan (S16014)
4. Andre Setya Aji (S16005) 12. Dyah Permatasari (S16015)
5. Angesti Dyah Triyani (S16006) 13. Emila Yudianti (S16017)
6. Apin Fadila Helmi (S16008) 14. Ernie Hening (S16018)
7. Atika Chandra A (S16009) 15. Fatimah Zakiyah (S16019)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah ini.
Makalah ini kami susun untuk menunjang atau sebagai petunjuk
dalam pembelajaran khususnya pada penyakit meniere.
Semoga apa yang kami kerjakan ini dapat menjadi motivasi dalam
meningkatkan prestasi belajar mahasiswa. Kami mohon maaf bila ada
kesalahan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun guna meningkatkan kualitas makalah selanjutnya.

PENULIS
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ……………………………………………………i


KATA PENGANTAR…………………………………………………..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………….
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………
1.3 Tujuan…………………………………………………………
1.4 Manfaat………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….
2.1 Definisi…………………………………………………………
2.2 Etiologi…………………………………………………………
2.3 Manifestasi Klinis……………………………………………..
2.4 Patofisiologi……………………………………………………
2.5 Pemeriksaan Penunjang……………………………………...
2.6 Dasar Diagnosis Penyakit Meniere…………………………..
2.7 Diagnosis Banding…………………………………………….
2.8 Penatalaksanaan………………………………………………
2.9 Pembedahan…………………………………………………...
BAB III PENUTUP……………………………………………………….
3.1 Kesimpulan…………………………………………………...
3.2 Saran…………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Meniere pertama kali dijelaskan oleh seorang ahli dari
Perancis bernama Prospere Meniere dalam sebuah artikel yang diterbitkannya
pada tahun 1861. Definisi penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada
telinga bagian dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan
keseimbangan. Penyakit ini ditandai dengan keluhan berulang berupa vertigo,
tinnitus, dan pendengaran yang berkurang, biasanya pada satu telinga.
Penyakit ini disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari
endolimph pada telinga dalam.
Dari penelitian yang dilakukan didapat data sekitar 200 kasus dari
100.000 orang di dunia menderita penyakit Meniere. Kebanyakan penderita
adalah yang berumur 40 tahun keatas dan tidak ada perbedaan yang berarti
antara antara jumlah penderita pria dan wanita. Prevalensi penyakit Meniere
di beberapa negara berbeda-beda, di Amerika terdapat 218 penderita dari
100.000 penduduk, di Jepang terdapat 36 penderita dari 100.000 penduduk,
dan 8 penderita dari 100.000 penduduk terdapat di Italia.
Kelompok akan berusaha menjelaskan tentang sindrom meniere
beserta asuhan keperawatan yang diharapkan dapat berguna untuk mahasiswa
dan masyarakat pada umumnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa dimaksud akah yang Meniere?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada klien
dengan sindrom meniere.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami definisi dari sindrom Meniere
b. Mahasiswa mampu memahami etiologi dari sindrom Meniere
c. Mahasiswa mampu memahami Manifestasi klinis dari sindrom
Meniere.
d. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari sindrom
Meniere.
e. Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari sindrom Meniere
f. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari sindrom
meniere, meliputi:
1) Pengkajian
2) Diagnosa Keperawatan
3) Intervensi keperawatan

1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan teman-teman mahasiswa
mampu memahami asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom
meniere, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses
keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Penyakit Meniere pertama kali dijelaskan oleh seorang ahli dari Perancis
bernama Prospere Meniere dalam sebuah artikel yang diterbitkannya pada
tahun 1861. Definisi penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada telinga
dalam yang bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan. Penyakit ini
ditandai dengan keluhan berulang berupa vertigo, tinnitus, dan pendengaran
yang berkurang ssecara progresif, biasanya pada satu telinga. Penyakit ini
disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimfe pada telinga
dalam.
Endolimph atau cairan Scarpa adalah cairan yang berada di dalam
labirin telinga dalam. Kation utama yang berada di cairan ekstraselular ini
adalah kalium. Ion yang terdapat di dalam endolimfe lebih banyak
dari perilimfe. Sedangkan perilimfe adalah cairan ekstraseluler yang terletak
di koklea, tepatnya pada bagian skala timpani dan skala vestibuli. Komposisi
ionik perimlife seperti pada plasma dan cairan serebrospinal. Kation terbanyak
adalah natrium. Perilimfe dan endolimfe memiliki komposisi ionik yang unik
yang sesuai untuk menjalankan fungsinya yaitu mengatur rangsangan
elektrokimiawi dari sel-sel rambut di indera pendengaran. Potensoal listrik
dari endolimfe ~80-90 mV lebih positif dari perilimfe.
Canalis semisirkularis (saluran setengah lingkaran), merupakan suatu
struktur yang terdiri dari 3 buah saluran setengah lingkaran yang tersusun
menjadi satu kesatuan dengan posisi yang berlainan, yaitu: canalis
semisirkularis horizontal, canalis semisirkularis vertikal superior, canalis
semisirkularis vertikal posterior. Masing-masing canalis semisirkularis berisi
cairan endolympha dan pada salah satu ujungnya yang membesar disebut
ampula, berisi reseptor keseimbangan yang disebut cristac ampularis. Masing-
masing cristac terdiri dari sel-sel bercillia dan sel-sel penyangga yang
keseluruhannya ditutupi oleh suatu selaput yang disebut cupula. Karena
kelembamannya, maka endolymph yang terdapat di dalam canalis
semisirkularis akan bergerak ke arah yang berlawanan dengan arah putaran.
Aliran endolymph akan mendorong cupula melengkungkan cillia-cillia dari
sel-sel rambut, dengan demikian maka sel bercillia tersebut terangsang dan
merubahnya menjadi impuls sensori yang untuk selanjutnya ditransmisikan ke
pusat keseimbangan di otak. Canalis semisirkularis merupakan organ
keseimbangan dinamis yaitu memberikan respons terhadap pemutaran tubuh.

2.2 Etiologi
Penyebab pasti dari penyakit Meniere sampai sekarang belum
diketahui secara pasti, banyak ahli mempunyai pendapat yang berbeda.
Sampai saat ini dianggap penyebab dari penyakit ini disebabkan karena
adanya gangguan dalam fisiologi sistem endolimfe yang dikenal dengan
hidrops endolimfe, yaitu suatu keadaan dimana jumlah cairan endolimfe
mendadak meningkat sehingga mengakibakan dilatasi dari skala media.
Tetapi, penyebab hidrops endolimfe sampai saat ini belum dapat dipastikan.
Ada beberapa anggapan mengenai penyebab terjadinya hidrops, antara lain :

1. Meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri


2. Berkurangnya tekanan osmotik di dalam kapiler

3. Meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler

4. Jalan keluar sakus endolimfatikus tersumbat, sehingga terjadi penimbunan


endolimfa

5. Infeksi telinga tengah

6. Infeksi traktus respiratorius bagian atas

7. Trauma kepala

8. Konsumsi kafein dan makanan yang mengandung garam tinggi

9. Konsumsi aspirin, alkohol, dan rokok yang berkepanjangan


10. Infeksi virus golongan herpesviridae

11. Herediter

Berikut akan dijelaskan mengenai penyebab yang dianggap dapat


mencetuskan penyakit Meniere:
1. Virus Herpes (HSV)
Herpes virus banyak ditemukan pada pasien Meniere. Pernah ada
laporan bahwa 12 dari 16 pasien Meniere terdapat DNA virus herpes
simpleks pada sakus endolimfatikusnya. Selain itu pernah dilaporkan juga
pada pasien Meniere yang diberi terapi antivirus terdapat perbaikan. Tetapi
anggapan ini belum dapat dibuktikan seluruhnya karena masih perlu
penelitian yang lebih lanjut.
2. Herediter
Pada penelitian didapatkan 1 dari 3 orang pasien mempunyai orang
tua yang menderita penyakit Meniere juga. Predisposisi herediter dianggap
mempunyai hubungan dengan kelainan anatomis saluran endolimfatikus
atau kelainan dalam sistem imunnya.
3. Alergi
Pada pasien Meniere didapatkan bahwa 30% diantaranya mempunyai
alergi terhadap makanan. Hubungan antara alergi dengan panyakit
Meniere adalah sebagai berikut :
a. Sakus endolimfatikus mungkin menjadi organ target dari mediator
yang dilepaskan pada saat tubuh mengadakan reaksi terhadap makanan
tertentu.
b. Kompleks antigen-antibodi mungkin menggangu dari kemampuan
filtrasi dari sakus endolimfatikus

c. Ada hubungan antara alergi dan infeksi virus yang menyebabkan


hidrops dari sakus endolimfatikus

4. Trauma kepala
Jaringan parut akibat trauma pada telinga dalam dianggap dapat
menggangu aliran hidrodinamik dari endolimfatikus. Anggapan ini
diperkuat dengan adanya pasien Meniere yang mempunyai riwayat fraktur
tulang temporal.
5. Autoimun
Ada pula anggapan dari ahli yang menyatakan bahwa hidrops
endolimfe bukan merupakan penyebab dari penyakit Meniere. Ini
dikatakan oleh Honrubia pada tahun 1999 dan Rauch pada tahun 2001
bahwa pada penelitian otopsi ditemukan hidrops endolimfe pada 6% dari
orang yang tidak menderita penyakit Meniere. Penelitian yang banyak
dilakukan sekarang difokuskan pada fungsi imunologik pada sakus
endolimfatikus. Beberapa ahli berpendapat penyakit Meniere diakibatkan
oleh gangguan autoimun. Brenner yang melakukan penelitian pada tahun
2004 mengatakan bahwa pada sekitar 25 % penderita penyakit Meniere
didapatkan juga penyakit autoimun terhadap tiroid.

2.3 Manifestasi Klinis


Sifat yang khas pada penyakit Meniere adalah terdapatnya periode
aktif/serangan yang bervariasi lamanya yang diselingi dengan periode
remisi yang lebih panjang dan juga bervariasi lamanya. Pola serangan dan
remisi pada individu tidak dapat diramalkan, walaupun gejala berkurang
setelah beberapa tahun. Pada saat serangan biasanya terdapat trias
Meniere yaitu vertigo, tinitus, dan gangguan pendengaran. Biasanya
terdapat adanya suatu periode rasa penuh atau tertekan pada telinga yang
dirasakan penderita selama berjam-jam, berhari-hari, atau berminggu-
minggu. Namun sensasi ini terlupakan karena adanya serangan vertigo
yang hebat yang timbul tiba-tiba disertai mual dan muntah. Terdapat
adanya kurang pendengaran yang hampir tidak dirasakan pada telinga
yang bersangkutan karena genuruh tinitus yang timbul bersamaan dengan
vertigo. Episode awal biasanya berlangsung selama 2-4 jam, setelah itu
vertigo mereda, meskipun pusing (dizziness) pada gerakan kepala
menetap selama beberapa jam. Pendengaran membaik dan titnitus
berkurang, tetapi tidak menghilang dengan redanya vertigo.
Kemudian ada periode bebas vertigo. Selama periode ini penderita
mungkin hanya merasakan tinitus yang bergemuruh. Gejala-gejala ini
kemudian diselingi oleh episode vertigo spontan lain yang mirip dengan
yang pertama dengan derajat yang lebih ringan. Frekuensi serangan ini
bervariasi, tetapi biasanya timbul sebanyak satu atau dua kali dalam
seminggu, atau sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan. Pada
kasus-kasus berat dapat timbul serangan setiap hari. Biasanya setelah
periode tersebut, yang dapat berlangsung beberapa minggu, terjadi remisi
spontan atau akibat pengobatan, yang pada waktu itu gejala hilang sama
sekali, kecuali gangguan pada pendengaran pada telinga yang
bersangkutan. Namun fase remisi tersebut ternyata tidak permanen, dapat
terjadi pengulangan fase akut seperti sebelumnya yang timbul dalam
beberapa bulan. Sementara pola aktif dan remisi berjalan, gejala pada
periode akut melemah oleh karena hilangnya secra bertahap kemampuan
organ akhir dalam memberikan respon akibat degenerasi elemen-elemen
sensorik.
Variasi dalam simtomatologi telah di uraikan dan kadang-kadang
dapat ditemukan. Sindrom Lermoyes merupakan satu contoh dimana
gangguan pendengaran terjadi berbulan-bulan atau bertahun-tahun
sebelum timbulnya serangan vertigo pertama.
Ada 3 tingkat derajat keparahan penyakit Meniere :
1. Derajat I, gejala awal berupa vertigo yang disertai mual dan muntah.
Gangguan vagal seperti pucat dan berkeringat dapat terjadi. Sebelum
gejala vertigo menyerang, pasien dapat merasakan sensasi di telinga
yang berlangsung selama 20 menit hingga beberapa jam. Diantara
serangan, pasien sama sekali normal.
2. Derajat II, gangguan pendengaran semakin menjadi-jadi dan
berfluktuasi. Muncul gejala tuli sensorineural terhadap frekuensi
rendah.
3. Derajat III, gangguan pendengaran tidak lagi berfluktuasi namun
progresif memburuk. Kali ini mengenai kedua telinga sehingga pasien
seolah mengalami tuli total. Vertigo mulai berkurang atau menghilang.
2.4 Patofisiologi
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal didapatkan
pelebaran dan perubahan pada morfologi pada membran Reissner.
Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli, terutama di daerah apeks
koklea (helikotrema). Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapat
menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari
apeks koklea, kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal
koklea.
Secara patologis, penyakit Meniere disebabkan oleh pembengkakan
pada kompartemen endolimfatik, bila proses ini berlanjut dapat terjadi
ruptur membran Reissner sehingga endolimfe bercampur dengan
perilimfe. Hal ini meyebabkan gangguan pendengaran sementara yang
kembali pulih setelah membrana kembali menutup dan cairan endolimfe
dan perilimfe kembali normal. Hal ini yang menyebabkan terjadinya
ketulian yang dapat sembuh bila tidak terjadinya serangan.
Terjadinya Low tone Hearing Loss pada gejala awal yang reversibel
disebabkan oleh distorsi yang besar pada daerah yang luas dari membrana
basiler pada saat duktus koklear membesar ke arah skala vestibuli dan
skala timpani.
Mekanisme terjadinya serangan yang tiba-tiba dari vertigo
kemungkinan disebabkan terjadinya penonjolan-penonjolan keluar dari
labirin membranasea pada kanal ampula. Penonjolan kanal ampula secara
mekanis akan memberikan gangguan terhadap krista.

2.5 Pemeriksaan Penunjang


Tidak ada tes definitive untuk memeriksa penyakit meniere. Ada
beberapa penyakit dan kondisi yang memiliki gejala yang sama dengan
penyakit meniere. Penyakit meniere tidak dapat didiagnosa hanya dari
gejala yang ada. Berbagai kemungkinan harus dapat dibedakan dengan
penyakit lain. Ketika dokter mengeliminasi penyakit lain dari gejala yang
ada, maka dari situ baru penyakit meniere ditegakkan.

Tes yang mendukung untuk pemeriksaan penyakit meniere yaitu :


1. Tes pendengaran ( tes penala )
Pada tes penala didapatkan kesan tuli sensorineural pada penyakit
meniere
2. Tes gliserin
Pasien diberikan minum gliserin 1,2 ml/kgBB setelah diperiksa tes kalori
dan audiogram. Setelah 2 jam diperiksa kembali dan dibandingkan.
Perbedaan bermakna menunjukkan adanya hydrops endolimfe.
3. Audiogram
Hasil audiogram pada penyakit meniere didapatkan tuli sensorineural,
terutama nada rendah dan selanjutnya dapat ditemukan rekrutmen.
4. Tes kalori
Tes ini dilakukan untuk menilai fungsi keseimbangan, Setiap telinga
dites secara terpisah, Pada telinga masing – masing disemprotkan
secara bergantian air dingin dan air hangat. Setelah beberapa saat
akan timbul nistagmus yang arahnya berlawanan dengan arah
semprotan. Tes ini cukup berarti dengan kepekaan 60% (black-1980).
Tes ini berguna untuk menentukan labirin yang hipoaktif dengan
gambaran grafik adanya parese dari kanal.
5. Electronystamography
Tes ini untuk menilai fungsi keseimbangan
6. Pemeriksaan radiologi
Secara rutin harus dilakukan pemeriksaan tulang temporal dan kalau bisa
dengan poli tomografi. Pada pemeriksaan ini bisa dijumpai meatus
akustikus yang menyempit, tetapi kadang-kadangmelebar dan
dijumpai otosklerotis dari optic kapsul.

2.6 Dasar Diagnosis Penyakit Meniere


Diagnosis penyakit meniere ditegakkan berdasarkan kombinasi dari
gejala yang ada, tes pendengaran dimana terdapat gangguan pendengaran
setelah serangan yang berangsur-angsur membaik lagi, serta setelah
pengeliminasian dari penyakit lain.
Diagnosis dipermudah dengan dibakukan kriteria diagnosis yaitu :
a. Vertigo hilang timbul
b. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli saraf
c. Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral
Bila gejala khas dari penyakit meniere pada anamnesis
ditemukan maka diagnosis penyakit meniere dapat ditegakkan.
Pemeriksaan fisik hanya diperlukan untuk menguatkan diagnosis penyakit ini.
Bila dalam anamnesis terdapat riwayat fluktuasi pendengaran, sedangkan pada
pemeriksaan terdapat tuli saraf, maka kita sudah dapat mendiagnosa penyakit
meniere. Sebab tidak ada penyakit lain yang bisa menyebabkan perbaikan
dalam tuli saraf, kecuali pada penyakit meniere. Dalam hal yang meragukan
kita dapat membuktikan adanya hydrops dengan tes gliserin. Selain itu tes
gliserin ini berguna untuk menentukan prognosis tindakan operatif pada
pembuatan “ shunt “. Bila terdapat hydrops, maka operasi diduga akan
berhasil dengan baik.

2.7 Diagnosis Banding


a. Tumor nervus akustikus
b. Vertigo sebagai gejala dini dari meningioma, schwannoma dan lain –
lain. Schwannoma atau neurinoma akustikus mula timbul dengan tuli
perspektif unilateral yang progresif. Pada tahap dini terdapat vertigo.
Kalau tumor itu menjalar dan merusak meatus akustikus interna, maka
hemihipestesia fasialis dengan reflek kornea yang menurun atau lenyap
dapat detemukan bersama adanya hemiparesis fasialis ringan akibat
terlibatnya nervus trigeminus / ganglkion gasseri dan nervus facialis.
Pemeriksaan kalorik dan audiogram sudah dapat memperlihatkan
kerusakan disusunan vestibularis dan auditorik sesisi. Perjalanan
penyakitnya sangat lambat.
c. Labirintitis
Labirintitis disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus. Labirintitis
bakteri merupakan komplikasi dari mastoiditis, otitis media atau
meningitis. Sedangkan pada labirinitis virus berkembang dalam
perjalanan penyakit parotis epidemika dan rubeola. Pada labirinitis
virus daya pendengaran normal atau sedikit terganggu. Sedangkan
pada labirintitis bakteri dijumpai adanya tuli berat. Demam, sakit
kepala dan nyeri di dalam telinga tidak selamanya ada.
d. Neuritis vestibularis
Penyakit ini timbul secara mendadak dengan serangan vertigo berat
diiringi mual dan muntah. Nistagmus spontan menyertai serangan
vertigo ini. Komponen cepat mengarah ke sisi yang normal. Pada tes
kalorik ditemukan paresis vestibular unilateral. Tetapi yang
membedakan dengan penyakit meniere yaitu pada penyakit ini
pendengaran tidak terganggu. Dan dengan atau tanpa pengobatan
serangan vertigo dapat hilang sama sekali dalam beberapa minggu
atau dengan gejala sisa berupa vertigo posisional yang berlangsung
sejenak dan bangkit sekali – sekali saja.

e. Vertigo posisionil benigna


Vertigo benigna dikenal juga sebagai vertigo barany. Sindrome vestibuler
ini paling umum, dan dijuluki posisional karena vertigonya timbul
kalau kepala berputar kekanan atau ke kiri. Hal ini terjadi jika kepala
menoleh ke kanan atau ke kiri dan jika merebahkan badan untuk
berbaring atau berbalik ke samping waktu berbaring.

2.8 Penatalaksanaan
Terapi
a. Terapi Medis Profilaksis
Terapi medis diarahkan untuk mengatasi proses penyakit yang
mendasarinya atau mengontrol serangan vertigo selama eksaserbasi
penyakit.
i. Vasodilator
Vasidilator yang sering digunakan adalah Betahistin HCl 8 mg
3 kali sehari, jika tidak terdapat ulkus peptikum. Alternatif
lain adalah asam nikotinat, histamine dan siklandelat.
Vasodilator digunakan akibat gangguan pada endolimfe
oleh kelainan vaskuler.
ii. Antikolinergik
Probantin telah digunakan sebagai terapi meniere karena teori
bahwa hidrops endolimfatik disebabkan oleh disfungsi
susunan saraf autonom di telinga dalam.
iii. Penggunaan Hormon Tiroid
Penggunan hormone tiroid didasrkan atas teori bahwa
hipotiroidisme ringan adalah termasuk penyeab hidrops
endolimfatik.
iv. Pemberian Vitamin
Pemberian vitamin berdasarkan atas teori bahwa penyakit
meniere akibat defisiensi vitamin. Vitamin yang biasa
diberikan adalah vitamin B kompleks, asam askorbat dan
senyawa sitrus bio-flavonoid (Lipoflavonoid).
v. Diet rendah garam dan Pemberian diuretic
Diet rendah garam dan pemberian diuretic dimaksudkan adalah
agar menurunkan jumlah cairan tubuh dengan harapan juga
menurunkan cairan endolimfe.
vi. Program pantang makanan
Terapi ini kadang digunakan pada meniere yang bias
disebabkan akibat terjadinya suatu alergi makanan.
b. Terapi Simtomatik
Terapi simtomatik ditujukan untukl menghentikan atau mengurangi
hebatnya serangan vertigo dan tanpa berdalih berusaha mengoreksi
sebab dasar penyakit Meniere.
i. Sedative
Sedative dalam dosis ringan seperti fenobirtal atau trankulizer
seperti diazepam (Valium) sering menolong pasien rileks
dan menurunkan frekuensi serangan vertigo.
ii. Antihistamine dan antiemetik
Antihistamin dan antiemetic tertentu efektif menghentikan atau
mengurangi keparahn seringan vertigo pada pasien
Meniere. Antihistamin yang sering diberikan adalah
dimenhidrinat (dramamine) dan siklizin (Marezine).
Sedangkan antiemetic yang biasa digunakan adalah
antiemetic diferidol.
iii. Depresan vestibuler
Depresan vestibuler digunakan unruk mencegah atau
mengurangi keparahan serangan vertigo dan untuk terapi
pasien selama eksaserbasi penyakit ini sampai terjadi
remisi spontan.

2.9 Pembedahan
Pembedahan dianjurkan jika gejalanya tidak dapat diatasi dengan
terapi. Prosedur pembedahan konservatif, misalnya operasi dekompresi
salus endolimfatikus, ditujukan untuk mempertahankan pendengaran pad
telinga yang mengalami gangguan. Tindakan ini mengandung sedikit
resiko menyebabkan kerusakan pendengaran dan betujuab ubtuk
mengatasi serangan vertigo, serta dapat mencegah penyakit Meniere.
Pembedahan dibagi menjadi 3 kelompok : bedah destruktif, bedah
destruktif sebagian dan bedah nondestruktif.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit Meniere adalah suatu penyakit pada telinga dalam yang
bisa mempengaruhi pendengaran dan keseimbangan. Penyakit ini ditandai
dengan keluhan berulang berupa vertigo, tinnitus, dan pendengaran yang
berkurang ssecara progresif, biasanya pada satu telinga. Penyakit ini
disebabkan oleh peningkatan volume dan tekanan dari endolimfe pada
telinga dalam.
3.2 Saran
Diharapkan dengan hadirnya makalah ini maka mahasiswa maupun
praktisi kesehatan dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien
dengan Sindrom Meniere dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA

Putz R dan Pabst R. 1997. Sobotta. Jakarta : EGC


Arsyad, Efiaty, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan TELINGA, HIDUNG,
TENGGOROKAN, KEPALA dan LEHER edisi keenam. Balai penerbit
FKUI: Jakarta.
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel detail-35550-Kep Sensori dan
Persepsi-Askep

Anda mungkin juga menyukai