Anda di halaman 1dari 25

PRESENTASI KASUS

APENDISITIS AKUT

Disusun Oleh :
Amaryllis Anandini

Pembimbing :

dr. Toni Agus Setiono, SpB

KEPANITERAAN KLINIK BEDAH RSUP FATMAWATI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam
semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Adapun judul makalah ini adalah ”ApendisitisAkut”.Semoga dengan makalah ini, dapat
memberikan ilmu kepada teman-teman. Sehingga teman-teman dapat menangani kasus apendisitis akut
yang sering terjadi di kemudian hari.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Toni Agus Setiono, SpB, selaku pembimbing
makalah dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Jakarta, Agustus 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Apendisitis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada unit gawat darurat.
Apendisitis termasuk salah satu penyebab akut abdomen yang memerlukan tindakan
pembedahan segera. Risiko seseorang mengalami apendisitis sekitar 7-8%. Departemen
Kesehatan RI pada tahun 2006 menyebutkan bahwa apendisitis menempati urutan keempat
penyakit terbanyak di Indonesia setelah dispepsia, gastritis, dan duodenitis, dengan jumlah
pasien rawat inap sebanyak 28.040 orang.1
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis.2 Peradangan ini onsetnya
sangat cepat dan membutuhkan penanganan segera. Apendisitis yang terlambat ditangani
dapat mengalami perforasi kemudian mengakibatkan peritonitis. Oleh karena itu penting
untuk memahami riwayat klinis dan pemeriksaan fisik kasus apendisitis supaya dapat
ditangani lebih cepat.
Pasien apendisitis biasanya datang dengan keluhan nyeri perut.3 Gejala dan tanda khas
apendisitis perlu dipelajari dengan cermat. Berbagai diagnosis banding harus disingkirkan
untuk memastikan diagnosa apendisitis. Diagnosa tepat diperlukan segera untuk menurunkan
angka mortalitas dan morbiditas. Penatalaksanaan apendisitis meliputi tindakan konservatif
dan pembedahan. Pembedahan merupakan pilihan utama penanganan apendisitis. Prognosis
paska pembedahan salah satunya dipengaruhi oleh stadium apendisitis preoperasi. Pasien
apendisitis perforasi memiliki angka mortalitas lebih tinggi dibandingkan apendisitis yang
tidak mengalami perforasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Gambar 2.1. Appendiks4


Appendiks mulai terbentuk pada minggu ke-8 gestasi sebagai penonjolan
berupa kantung yang berasal dari sekum terminal. Secara embriologi, apendiks berasal
dari midgut. Apendiks terletak pada regio kuadran kanan bawah, ujung apendiks dapat
terletak retrocecal, pelvic, subcecal, preileal atau pericolic kanan.

Gambar 2.2 Posisi Anatomi Apendiks 5


Terdapat tiga taenia coli pada persambungan antara sekum dan apendiks,
memudahkan untuk identifikasi anatomis. Panjang apendiks antara <1cm hingga
>30cm, paling sering panjang appendiks rerata 6-9 cm.
Apendiks diperdarahi oleh arteri appendiceal yang meupakan cabang dari
arteri ileocolic. Pada sediaan histologi, mukosa appendiks mengandung selgoblet yang
berperan pada produksi mukus. Submukosa mengandung folikel limfoid, ditemukan
pada 2 minggu paska kelahiran dan jumlahnya meningkat selama masa pubertas,
menetap pada dekade selanjutnya dan mulai menurun seiring usia. Drainase limfe
menuju nodus limfe anterior ileocolic.

2.2 Definisi
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis.

2.3 Epidemiologi
Apendisitis paling sering dialami pada usia dekade kedua hingga keempat. Laki-laki
sedikit lebih sering dibanding perempuan 1,3:1.
2.4 Patofisiologi
Penyebab utamanya adalah obstruksi lumen apendiks yang dapat diakibatkan
oleh fecalith atau appendicolith, hiperplasi limfoid, sisa bahan sayuran atau biji-bijian,
parasit, maupun neoplasma. Obstruksi lumen apendiks berkontribusi pada
pertumbuhan kuman. Mukus yang terus disekresikan pada lumen yang obstruksi
mengakibatkan distensi dan peningkatan tekanan dinding apendiks. Selanjutnya timbul
gangguan drainase limfe, mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi
mokusa Distensi lumen apendiks menyebabkan nyeri viseral yang dirasakan pasien
pada bagian periumbilikal. Stadium ini disebut apendisitis akut fokal.2

Tekanan yang terus meningkat akan menimbulkan kongesti vena. Petumbuhan


bakteri mengakibatkan peradangan. Peradangan tersebut meluas ke peritoneum
setempat sehingga timbul nyeri parietal pada kuadran kanan bawah. Pada keadaan ini
terjadi apendisitis supuratif akut.
Jika tekanan terus meningkat, akan timbul hambatan aliran kapiler, sehingga
dapat terjadi iskemia. Iskemia berlanjut menjadi infark. Stadium ini disebut apendisitis
gangrenosa. Distensi, invasi bakteri, infark, dapat menimbulkan perforasi di dekat
titik obstruksi. Perforasi umumnya timbul paska 48 jam paska onset gejala

2.5 Manifestasi Klinis

Gejala

Nyeri Perut

Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan
apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi
karena nyeri perut pada apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang
cukup jelas. Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis
dari akut abdomen) yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul.
Nyeri merupakan suatu nyeri viseral yang dirasakan biasanya pada daerah
epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral terjadi terus menerus kemudian
nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik
umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan dari
spina iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih
tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan
bahwa nyeri perut yang berpindah dan berubah dari viseral menjadi somatik
merupakan salah satu bukti kuat untuk menegakkan diagnosis apendisitis.

Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks berada
retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks
retrosekal menimbulkan gejala nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena
terlindungi sekum sehingga rangsangan ke peritoneum minimal. Nyeri perut pada
apendisitis jenis ini biasanya muncul apabila pasien berjalan dan terdapat
kontraksi musculus psoas mayor secara dorsal.

Mual dan Muntah

Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis.Nafsu makan atau
anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis.

Gejala Gastrointestinal

Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam
bentuk diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan
adanya diare 1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral.Diare terjadi karena
perangsangan dinding rektum oleh peradangan pada apendiks pelvis atau
perangsangan ileum terminalis oleh peradangan apendiks retrosekal. Akan tetapi,
apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat penyakit penyerta
lain. Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama
dilaporkan ketika pasien sudah mengalami nyeri somatik.

Tanda

Keadaan Umum

Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang
atau nyeri akut.Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan. Demam
pada apendisitis umumnya sekitar 37,5 – 38,5°C. Demam yang terus memberat
dan mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi.

Keadaan Lokal

Nyeri pada perut kanan bawah, terutama pada titik McBurney. Selain itu pada
inspeksi dan palpasi abdomen akan mudah dilihat terdapat deffense muscular
sebagai respons dari nyeri somatik yang terjadi secara lokal. Rovsing sign yang
menandakan nyeri pada perut kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada
perut kiri bawah.

Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul


akan tetapi dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan Obturator sign.
Tanda psoas adalah nyeri timbul apabila pasien melakukan ekstensi maksimal
untuk meregangkan otot psoas. Secara praktis adalah dengan fleksi aktif sendi
panggul kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan. Hal ini akan
menimbulkan rangsangan langsung antara apendiks dengan 10 otot psoas sehingga
timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan endorotasi
sendi panggul yang menyebabkan apendiks bersentuhan langsung dengan
muskulus obturator internus. Biasanya untuk mengetahui terdapat tanda psoas
maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai timbulnya nyeri saat berjalan,
bernafas, dan beraktivitas berat.

2.7 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan dapat ditemukan leukositosis ringan,10.000–18.000


sel/mm pada apendisitis tanpa komplikasi. Peningkatan lebih dari nilai tersebut
dapat meningkatkan kemungkinan apendisitis perforasi dengan atau tanpa abses.
Hitung jenis leukosit menunjukkan adanya pemingkatan neutrofil pada 75%
pasien.
Urinalisis dapat membantu untuk mentingkirkan diagnosis banding
pyelonephritis atau nephrolithiasis. Pyuria minimal tidak dapat menyingkirkan
diagnosis banding karena ureter dapat teriritasi oleh apendiks yang meradang.
Hematuria mikroskopik umum ter jadi pada kasus apendisitis.

Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan yang disarankan adalah pemeriksaan ultrasonografi dengan


sensitivitas lebih dari 90% dan spesifitas 85-98%. Apendisitis pada USG akan
terlihat penebalan dinding apendiks, struktur lumen yang noncompressable, atau
adanya appendicolith

Gambar 2.3 Gambaran Apendisitis pada ultrasonografi 2

2.8 Diagnosis
Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan
suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score.
Dengan memperoleh nilai lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah
umumnya dapat ditegakkan.

Komponen Alvarado Score adalah :

Manifestasi Skor

Gejala Migrasi nyeri 1

Anoreksia 1

Mual dan/atau muntah 1

Tanda Nyeri tekan kuadran 2

kanan bawah
Rebound 1

Peningkatan suhu 1

Tubuh
Nilai laboratorium Leukositosis 2

Hitung leukosit 1

bergeser kekiri
Total skor 10

Algoritma Diagnosis Apendisitis6

2.9 Penatalaksanaan

Algoritma penatalaksanaan apendisitis


Pemberian Antibiotik
Pemberian antibiotik pada apendisitis yang belum perforasi hanya untuk 24-48
jam. Pada apendisitis perforasi, terapi antibiotik direkomendasikan selama 7-10
hari. Pilihan antibiotik intravena hingga hitung jenis leukosit normal dan afebril
hingga 24 jam.6

Pembedahan
Apendisitis akut ditangani dengan pembedahan segera. Pembedahan dapat
dilakukan dengan open appendectomy atau laparoscopic.

Open appendectomy dilakukan dengan insisi transversal kuadran kanan bawah


(Davis-Rockey) atau insisi oblique (McArthur-McBurney). Pada kasus tanpa
komplikasi, pilihannya adalah insisi transversal, insisi lateral dari rectus
abdominis pada titik McBurney. Selanjutnya administrasi anestesi lokal untuk
mengurangi nyeri post operasi. Setelah memasuki peritonium, dilakukan
identifikasi appendiks dengan mencari taeniae pada sekum untuk membantu
identifikasi anatomi apendiks. Mesoapendiks dipisahkan. Basis apendiks diligasi
dengan benang dan pada bagian proksimal diclamp. Lalu digunting. Punctum
apendiks dilipat ke dinding sekum.2
BAB III

ILUSTRASI KASUS

I. Identitas

Nama : Ny. JA
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Pedagang
Alamat : Cipete
Suku : Jawa
No. RM : 1498151
Tanggal Masuk : 14 Agustus2017

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di IGD RS Fatmawati pada tanggal 14


Agustus 2017

Keluhan utama
Nyeri pada seluruh lapang perut sejak 3 hari SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RSUP Fatmawati dengan keluhan nyeri pada seluruh
perut tiga hari SMRS. Pasien mengatakan nyeri perut awalnya dirasakan di tengah
perut yang dirasakan hilang timbul. Kemudian nyeri berpindah ke perut bagian kanan
hingga ke seluruh lapang perut. Nyeri disertai dengan keluhan mual dan muntah.
Muntah sebanyak dua kali. Muntahan berupa ampas makanan dan cairan. Tidak ada
muntah berdarah atau kehijauan. Pasien juga mengatakan adanya penurunan nafsu
makan. Satu hari SMRS, pasien mengeluhkan demam. Demam dirasakan terus
menerus. BAB tidak ada keluhan. BAK tidak ada keluhan.Tidak adanyeri saat
berkemih, BAKberpasir atau berdarah. Tidak ada keluhan keluar cairan dari vagina
dan gatal pada kemaluan.
Tiga hari SMRS, pasien berobat ke klinik dan dikatakan sakit maag kemudian
diberikan anti nyeri dan anti muntah. Keluhan nyeri perut tidak berkurang hingga
akhirnya pasien datang ke IGD.
Pasien menderita kencing manis sejak 2 tahun yang lalu. Pasien diberikan dua
macam obat oleh dokter namun tidak diminum teratur. Tidak ada penyakit darah
tinggi, sakit kuning, jantung, paru, dan ginjal.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Nyeri perut seperti ini sebelumnya tidak ada. Alergi obat tidak ada. Pasien pernah
menjalani operasi tumor jinak payudara kanan pada Desember 2015. Pasien pernah
mengalami keguguran pada usia kehamilan 20 minggu dan dirawat di RSUP Fatmawati
pada Febuari 2017

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit kencing manis, darah tinggi, jantung, liver, dan keganasan disangkal

Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien mengatakan makan tidak teratur.
Pasien jarang makan sayuran. Pasien juga jarang berolahraga. Merokok dan
mengkonsumsi alkohol disangkal.
III. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan di IGD RS Fatmawati pada tanggal 14 Agustus2017

A. Status Generalisata

Kesadaran : Compos mentis


Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Berat badan : 50kg
Tinggi Badan : 160 cm
BMI : 19,5 kg/m2

B. Tanda vital

Tekanan Darah : 130/80 mmHg


Suhu : 37,6 °C
Nadi : 96 x/ menit
RR : 20 x/ menit

C. Pemeriksaan

Kepala : Normochepali, rambut hitam distribusi merata


Mata : Konjungtiva anemis (-),sklera ikterik (-),pupil bulat
isokorɸ3mm/3mm, RCL+/+, RCTL+/+
Hidung : Tidak tampak deformitas, pernapasan cuping hidung tidak ada
Mulut : Mukosa bibir tidak kering, tidak sianosis
Leher : JVP 5-1 cmH2O, Trakhea ditengah, KGB leher tidak teraba,
kelenjar tiroid tidak teraba membesar.
Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dada simetris dalam keadaan statis dan dinamis.
Palpasi : Vokal fremitus sama dikedualapangan paru
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler pada kedua lapang paru, ronki -/-
wheezing-/-
Jantung
Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Ictus cordis teraba pada ICS V linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Pemeriksaan tidak dilakukan
Auskultasi : S1 S2Reguler, Murmur(-), Gallop (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, tidak tampak massa atau jejas
Auskultasi : Bising usus (+) menurun
Palpasi : Nyeri tekan pada seluruh lapang abdomen dengan punctum
maksimum di regio ilika dekstra, defans muskular (+), Psoas Sign(+), Obturator
Sign (+),
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3 detik, edema (-)


Laboratorium14/8/2017

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

HEMATOLOGI
Hemoglobin 14,4 11,7 – 15,5 g/Dl
Hematokrit 42 33 – 45 %
Leukosit 14.200 5,0 – 10,0 ribu/µL
Trombosit 399.000 150 – 440 ribu/µL
Eritrosit 4,77 4,40 – 5,90 juta/µL

VER/HER/KHER/RDW
VER 87,3 80.0 – 100.0 fl
HER 30,3 26.0 – 34.0 pg
KHER 34,7 32.0 – 36.0 g/Dl
RDW 11.7 11,5 – 14,5 %

HEMOSTASIS
APTT 28,7 26,3 – 40,3
Kontrol APTT 30,7
PT 14,4 11,5 – 14,5
Kontrol PT 13,6
INR 1,08

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

FUNGSI HATI
SGOT 20 0 – 34 U/l
SGPT 16 0 – 40 U/l

FUNGSI GINJAL
Ureum 24 20 – 40 mg/Dl
Creatinin 0,9 0,6 – 1,5 mg/Dl

Glukosa Darah Sewaktu 447 70 – 140 mg/Dl

ELEKTROLIT
Natrium 130 135 – 147 mmol/l
Kalium 4,66 3,10 – 5,10 mmol/l
Clorida 94 95 – 108 mmol/l
Golongan darah O/Rh (+)

Keton darah 1,9 0-0,6 mmol/L

Rontgen thoraxAP

Kesan: Tidak tampak kelaianan radiologis pada jantung dan paru

 USG abdomen
Kesan: appendix dengan diameter 1,4 cm disertai lesi hipoekoik di
sekitarnya suspek apendisitis. Tidak tampak kelainan pada organ
intraabdomen lainnya yang tervisualisasi
V. Resume
Ny. JA, perempuan, 35 tahun, keluhan utama nyeri pada seluruh lapang
perut 3 hari SMRS. Nyeri perut menjalar dari ulu hati, perut kanan hingga ke
seluruh lapang perut. Mual (+) dan muntah (+), anoreksia (+),demam
(+).Keluhan BAB, BAK, sakit kuning, keluar keputihan dan gatal di kemaluan
tidak ada.
Pada pemeriksaanfisik, didapatkan tanda vital dan status generalis
dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis abdomen didapatkan
perut datar, bising usus (+) menurun, nyeri tekan pada seluruh lapangabdomen
dengan punctum maksimum di regio ilika dekstra, defans muskular (+), Psoas
Sign(+), Obturator Sign (+), timpani di seluruh lapang abdomen.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis 14.400/µL. Hasil
USG abdomen menunjukkan appendix dengan diameter 1,4 cm disertai lesi
hipoekoik di sekitarnya suspek apendisitis.

VI. Diagnosa
Apendisitis akut dd peritonitis

VII. Penatalaksanaan

 Pro Laparatomi Eksplorasi + Apendiktomi cito


 Persiapan operasi: SIO, toleransi operasi dari dokter IPD dan anestesia,
puasa
 IVFD Asering 500 cc/8 jam
 Pasang DC target 0,5-1cc/kgBB/jam
 Antibiotik
o Ceftriaxon 2 x2 gr IV
o Clanexi 3x1 gr IV
 Analgesik
o Tramadol 3x100 mg IV
VIII. Operasi

Operasi : Laparotomi eksplorasi + apendiktomi


Laporan operasi
1. Pasien posisi supine di atas meja operasi dalam anastesi umum
2. A dan antisepsislapangan operasi dan sekitarnya
3. Insisi mediana menembuskutis, subkutis fasciahingga peritoneum.
4. Ketika peritoneum dibuka tidak keluar apa-apa.
5. Dieksplorasi ditemukan appendix. Appendix hiperemis terletak antecaecal
dengan ukuran panjang 5 cm, diameter 1 cm
6. Kemudian dilakukan appendiktomi dan dibenamkan dalam jaitan kantung
tembakau
7. Kemudian didapatkan jepitan omentum di canal inguinal dextra, omentum
dibebaskan, kemudian canal inguinal dijahit dengan jahitan kantung
tembakau
8. Dieksplorasi kemudian didapatkan kista simple ovarium
9. Dikonsulkan intraop ke TS obgyn. Dari TS obgyn tidak ada tindakan
10. Peritoneum dicuci dengan NaCl 0,9% hangat hingga bersih.
11. Luka operasi ditutup lapis demilapis.
12. Operasi selesai.
INSTRUKSI POST OP

o Pantau kesadaran dan tanda vital


o Diet cair 6x200 cc
o Mobilisasi bertahap
o IVFD RL : D5% = 2 : 1 per 24 jam
o Obat
 Co Amoxiclav 3 x1 gr IV
 Ketorolac 3x30 mg iv
 Omeprazole 2x40 mg IV
o Aff kateter 12 jam post opp

X. Prognosis

Ad vitam : ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
BAB IV

ANALISIS KASUS

Gejala klasik apendisitis adalah nyeri viseral pada regio epigastrium atau
umbilikus. Umumnya pasien juga mengeluh tidak nafsu makan dan sering disertai mual,
muntah. Nyeri viseral timbul akibat distensi apendiks yang mengalami inflamasi.
Inflamasi ini disebakan oleh obstruksi lumen apendiks yang dapat diakibatkan oleh
fecalith atau appendicolith, hyperplasia limfoid, sisa makanan, parasit maupun
neoplasma. Obstruksi lumen apendiks berkontribusi pada pertumbuhan kuman.Mukus
yang terus disekresikan oleh sel goblet mukosa apendiks pada lumen yang obstruksi
mengakibatkan distensi dan peningkatan tekanan dinding apendiks. Selanjutnya timbul
gangguan drainase limfe, mengakibatkan edema, diapedesis bakteri dan ulserasi
mukosa. Distensi tersebut yang menimbulkan nyeri viseral periumbilikal.

Nyeri perlahan berubah menjadi nyeri parietal pada regio kuadran kanan bawah,
dalam 1-12jam sering kali dalam jangka waktu 4-6jam, yang timbul akibat peradangan
peritoneum parietal di sekitarnya. Nyeri dirasakan terus menerus kadang disertai kram.
Letak nyeri abdomen dapat tergantung pada letak anatomi apendiks.

Pemeriksaan penunjang hasilnya mendukung diagnosa tersebut. Hasil lab


menunjukan leukositosis. Selain itu berdasarkan skor Alvarado, skor pasien ini adalah 8
(pasien mengalami migrasi nyeri, nyeri kanan bawah, anoreksia, mual dan/ataumuntah,
peningkatan suhu tubuh, leukositosis).

Pasien ditatalaksana dengan apendiktomi laparotomi cito. Untuk premedikasi


diberikan infus untuk pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi, antibiotik spektrum luas
untuk kuman gram positif dan negatif serta anaerob, serta pemberian obat anti nyeri.
Apendisitis akut ditangani dengan pembedahan segera. Pada operasi didapatkan
apendisitis tanpa perforasi. Oleh karena itu dapat ditegakan diagnosis apendisitis akut.

Paska operasi apendisitis akut direkomendasikan untuk diberikan antibiotik


intravena. Hasil sistematik review membandingkan beberapa RCT menunjukkan
regimen antibiotik intravena yang digunakan adalah antibiotik spektrum luas dalam
jangka waktu yang bervariasi hingga kadar leukosit normal dan pasien sudah tidak
mengalami demam dalam periode 24-48 jam. Regimen antibiotik yang diberikan kepada
pasien ini sudah sesuai yaitu amoxicillin clavulanate yang mempunyai spektrum luas.
Pasien ini mendapat antibiotik intravena selama 10 hari, dilanjutkan dengan antibiotik
oral untuk 7 hari.

Pada followup kondisi pasien menunjukan perbaikan. Pasien diperbolehkan pulang.


Prognosis pasien ad vitam, sanactionam, maupun functionam adalah ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA

1. Depertemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2008.


Jakarta: Depkes RI
2. Acosta J, Adams CA, Alarcon LH, et al. 2007. Sabiston Textbook of Surgery, 18th ed.
USA: Saunders Elsevier
3. Sabatine MS. Pocket medicine 4th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins and
Wolters Kluwer; 2011
4. Martini, Frederick H. 2012. Fundamentals of Anatomy & Physiology 9th Edition. USA:
Pearson Publishing
5. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AW. 2013. Grey’s Basic Anatomy. USA: Elsevier
6. Ramon RG, Hasan HE, Marguerite A W, et al. Diagnosis and management of acute
appendicitis. EAES consensus development conference 2015. Surg Endosc. 2016;
30(11): 4668–4690

Anda mungkin juga menyukai