Anda di halaman 1dari 13

Keutamaan dan Pentingnya Shalat

Shalat adalah rukun kedua dari rangkaian lima rukun-rukun Islam, dan
shalat adalah rukun yang paling ditekankan setelah dua kalimat syahadat

Shalat adalah rukun kedua dari rangkaian lima rukun-rukun Islam, dan shalat adalah rukun
yang paling ditekankan setelah dua kalimat syahadat.

Shalat adalah washilah (media) antara seorang hamba dengan Rabb-nya. Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam telah bersabda,

ِ ‫صلَّى يُن‬
ُ‫َاجي َربَّه‬ َ ‫…إِ َّن أ َ َحدَ ُك ْم إِذَا‬

“Sesungguhnya apabila seorang hamba mengerjakan shalat, maka ia sedang bermunajat


kepada Rabb-nya…”2

Dan Allah berfirman dalam hadits Qudsi:

‫َّللاُ تَعَالَى َح ِمدَنِى‬ َّ ‫ قَا َل‬.) َ‫ب ْالعَا َل ِمين‬ ِ ِّ ‫سأ َ َل َفإِذَا َقا َل ْالعَ ْبد ُ ( ْال َح ْمدُ ِ ََّلِلِ َر‬ َ ‫ص َفي ِْن َو ِلعَ ْبدِى َما‬ ْ ‫صالَة َ بَ ْينِى َوبَيْنَ َع ْبدِى ِن‬ َّ ‫س ْمتُ ال‬ َ َ‫ق‬
‫ قَا َل َم َّجدَ ِنى َع ْبدِى – َوقَا َل‬.)‫ِّين‬ ِ ‫د‬
ِ ‫ال‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ي‬
ِ َْ ِ ِ َ َ‫ك‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬ ( ‫ل‬ ‫ا‬ َ ‫ق‬ ‫ا‬ َ ‫ذ‬ ‫إ‬
َِ‫و‬ .‫ِى‬
‫د‬ ‫ب‬
ْ ‫ع‬ ‫ى‬
َ َّ َ َ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫َى‬ ‫ن‬ْ ‫ث‬َ ‫أ‬ ‫ى‬ َ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ع‬َ ‫ت‬
َ ُ َ َّ
‫َّللا‬ ‫ل‬ ‫ا‬ َ ‫ق‬ .) ‫يم‬ ‫ح‬ ‫الر‬ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ِ َّ ِ َ ْ‫َ َّ ح‬ ‫(الر‬ ‫ل‬ ‫ا‬ َ ‫ق‬ ‫ا‬َ ‫ذ‬ ‫إ‬
ِ َ ‫َع ْبد‬
‫و‬ ‫ِى‬
َ
‫ فَإِذَا قَا َل (ا ْه ِدنَا‬.َ‫سأل‬ َ ‫ قَا َل َهذَا بَ ْينِى َو َبيْنَ َع ْبدِى َو ِلعَ ْبدِى َما‬.) ُ‫ى َع ْبدِى – فَإِذَا قَا َل (إِيَّاكَ نَ ْعبُد ُ َوإِيَّاكَ نَ ْست َ ِعين‬ َ
َّ ‫ض إِل‬ َ ‫َم َّرة ً فَ َّو‬
‫سأ َ َل‬
َ َ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ِى‬ ‫د‬ ‫ب‬
ْ ‫ع‬ ‫ل‬
ِ
َ َ ‫و‬ ‫ِى‬ ‫د‬ ‫ب‬
ْ ‫ع‬
َ ‫ل‬
ِ ‫ا‬َ ‫ذ‬‫ه‬َ ‫ل‬
َ ‫ا‬ َ ‫ق‬ .) َ‫ين‬ ِّ ‫ل‬
ِ ‫َّا‬
‫ض‬ ‫ال‬ َ ‫ال‬‫و‬ ‫م‬ ‫ه‬
َ ِْ َ ِ ‫ي‬
ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ب‬‫ُو‬ ‫ض‬ ْ
‫غ‬ ‫م‬ ْ
‫ال‬
َ ِ ِْ َ‫ْر‬‫ي‬‫غ‬َ ‫م‬ ‫ه‬‫ي‬ْ َ ‫ل‬ ‫ع‬ َ‫ت‬ ‫م‬ َْ ‫ع‬‫ن‬ْ َ ‫أ‬ ‫ذ‬
َ‫ِين‬ َّ ‫ل‬ ‫ا‬ َ
‫ط‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫ص‬
َ ِ َ‫يم‬ ‫ق‬
ِ َ ‫ت‬‫س‬ْ ‫م‬
ُ ْ
‫ال‬ َ
‫ط‬ ‫ا‬ ‫الص َر‬
ِّ ِ

“Aku membagi ash-Shalat (surat Al-Fatihah) antara Diri-Ku dan diri hamba-Ku menjadi dua
bagian, dan bagi hamba-Ku adalah apa yang dipintanya. Apabila hamba tersebut membaca,
‘Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam,’ maka Allah Ta’ala berfirman, ‘Hamba-
Ku telah memuji-Ku.’ Jika ia mengucapkan, ‘Yang Maha Pemurah, lagi Maha Penyayang,’
maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memujiku.’ Jika ia mengucapkan, ‘Yang Menguasai
hari Pembalasan,’ maka Allah berfirman, ‘Hamba-Ku telah memuliakan-Ku.’ Jika ia
mengucapkan, ‘Hanya kepada-Nya kami menyembah, dan hanya kepada-Nya kami
memohon,’ maka Allah berfirman, ‘Inilah bagian bagi Diri-Ku dan hamba-Ku, dan bagi
hamba-Ku dalah apa yang dia minta.’ Dan jika ia mengucpakan, ‘Berilah petunjuk kepda
kami atas jalan yang lurus, yaitu jalan yang telah Engkau beri kenikmatan bagi yang
mengikutinya, bukan jalan-jalan yang Engkau murkai dan bukan pula yang Kau sesatkan,’
maka Allah berfirman, ‘Ini hamba-Ku dan bagi hamba-Ku apa yang dimintanya.”’3

Shalat adalah latihan atas beragam bentuk peribadahan dalam serangkaian ritual shalat
(yang tersusun) dari setiap pasangan yang indah. Takbir yang dengannya ibadah shalat
dibuka, berdiri yang di dalamnya kalamullah (Al-Qur’an( dibacakan oleh para pelaku shalat,
ruku’ yang di dalamnya Rabb diagungkan, berdiri dari ruku’)i’tidal( yang dipenuhi dengan
pujian kepada Allah, sujud yang padanya Allah Ta’ala disucikan dengan ke-Mahatinggian-
Nya, hadirnya sepenuh hati padanya do’a, lalu duduk untuk memohon dan memuliakan, serta
diakhiri dengan salam.

Shalat adalah permohonan atas perkara-perkara yang penting dan pencegahan dari
perbuatan-perbuatan keji dan munkar. Allah Ta’ala berfirman:
ِ‫ص َالة‬ َّ ‫َوا ْستَ ِعينُوا ِبال‬
َّ ‫صب ِْر َوال‬

“Dan mohonlah kalian dengan kesabaran dan shalat.” )QS. Al-Baqarah: 45).

Juga firman-Nya:

‫َاء َو ْال ُمنك َِر‬


ِ ‫ص َالة َ ت َ ْن َه ٰى َع ِن ْالفَحْ ش‬
َّ ‫ص َالة َ ۖ إِ َّن ال‬ ِ ‫ي ِإلَيْكَ ِمنَ ْال ِكت َا‬
َّ ‫ب َوأَقِ ِم ال‬ ِ ُ ‫اتْ ُل َما أ‬
َ ‫وح‬

“Raihlah apa-apa yang diwahyukan kepadamu dari Al-Kitab dan tegakkanlah shalat.
Sesungguhnya shalat melarang dari perbuatan-perbuatan keji dan munkar.” )QS. Al-
Ankabuut: 45).

Shalat adalah cahaya di dalam hati-hati kaum Mukminin dan yang melapangkan (dada-
dada) mereka. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

‫ص َالة ُ نُ ْور‬
َّ ‫ال‬.

“Shalat adalah cahaya.”4

Juga sabda beliau:

‫َت لَهُ نُ ْو ًرا َوب ُْرهَانًا َونَ َجاةً َي ْو َم ْال ِقيَا َم ِة‬
ْ ‫ظ َعلَ ْي َها كَان‬
َ َ‫ َم ْن َحاف‬.

“Barangsiapa yang menjaga shalat, dijadikan baginya cahaya, petunjuk dan keselamatan di
hari kiamat.”5

Shalat adalah kebahagiaan jiwa kaum Mukminin dan keindahan pandangan-pandangan


mereka. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Dijadikanlah indah dalam
pandanganku ketika shalat.”6

Shalat adalah penyebab dihapuskannya kesalahan dan penolak beragam keburukan.


Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Bagaimana menurut kalian apabila ada sungai
di depan pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi lima kali sehari padanya.
Masihkan tertinggal kotoran walapun sedikit?” Para Sahabat menjawab, “Tidaklah ada
kotoran yang tertinggla sedikit pun.” Beliau melanjutkan, “Demikianlah perumpamaan
shalat yang lima waktu. Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan dengannya.”7

Juga sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam, “Shalat yang lima waktu dan shalat Jumat
hingga hari Jumat berikutnya sebagai penebus atas apa yang ada di antaranya, selama tidak
melakukan dosa-dosa besar.”8

Shalat berjamaah lebih utama 70 derajat dari pada shalat sendirian. )Riwayat Ibnu ‘Umar dari
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam).

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Barangsiapa ingin dimudahkan untuk


bertemu dengan Allah di kemudian hari dalam keadaan Muslim, maka hendaklah ia menjaga
seluruh shalat-shalat yang lima waktu dimana saja ada seruan adzan. Sesungguhnya Allah
Ta’ala mensyari’atkan bagi Nabi kalian sunnah-sunnah agama. Dan sesungguhnya
kesemuanya itu termasuk sunnah-sunnah agama. Maka sekiranya kalian mengerjakan shalat-
shalat tersebut di rumah-rumah kalian sebagaimana shalatnya orang yang lalai di rumahnya,
maka sungguh kalian telah meninggalkan Sunnah Nabi kalian. Dan apabila kalian
meninggalkan Sunnah Nabi kalian, maka sungguh kalian akan sesat. Tidaklah seorang laki-
laki besuci(berwudhu’( dan membaguskan wudhu’nya, kemudian ia berangkat ke masjid dari
masjid-masjid yang ada ini, melainkan Allah akan menuliskan (menetapkan) baginya satu
kebaikan pada ayunan langkahnya, dan mengangkat satu derajatnya, serta menghapuskan satu
kesalahan(dosa)nya. Sungguh kami telah melihat bahwa tiada seorang pun yang
meninggalkannya melainkan dia seorang munafiq yang telah jelas kemunafiqkannya. Dan
sungguh ada seseorang yang menunaikankannya dengan dipapah pada kedua kakinya hingga
ia berdiri pada barisannya.”9

Khusyu’ dalam shalat adalah adanya kehadiran hati, dan penjagaan terhadapnya termasuk
dari sebab-sebab masuk surga. Allah Ta’ala berfirman )yang artinya(, “Sesungguhnya
beuntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu)orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya,
dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya
mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka
itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-
amanat(yang dipikulnya) dan janjinya, dan orang-orang yang memelihara shalatnya.
Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi Surga Firdaus.
Mereka kekal di dalamnya.” )QS. Al-Mukminuun 1-11).

Ikhlas hanya kepada Allah Ta’ala dalam shalat dan melaksanakannya sebagaimana yang
telah dijelaskan dalam As-Sunnah merupakan dua syarat asasi bagi diterimanya ibadah shalat.
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,

ٍ ‫إِنَّ َما األ َ ْع َما ُل بِال ِنِّيَّ ِة َو ِل ُك ِِّل ا ْم ِر‬.


‫ئ َما ن ََوى‬

“Sesungguhnya amal itu bergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang adalah
apa yang diniatkannya.”10

Juga sebagaimana sabda beliau Shallallahu’alaihi Wasallam,

َ ُ ‫صلُّ ْوا َك َما َرأ َ ْيت ُ ُم ْونِ ْي أ‬


‫ص ِلِّى‬ َ

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”1


THAHARAH
1. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa ialah bersih dan bersuci dari segala kotoran, baik yang nyata
seperti najis, maupun yang tidak nyata seperti aib. Menurut istilah para fuqaha’ berarti
membersihkan diri dari hadas dan najis, seperti mandi berwudlu dan bertayammum. (Saifuddin
Mujtaba’, 2003:1(
Suci dari hadas ialah dengan mengerjakan wudlu, mandi dan tayammum. Suci dari najis
ialah menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.
Urusan bersuci meliputi beberapa perkara sebagai berikut:
a. Alat bersuci seperti air, tanah, dan sebagainya.
b. Kaifiat (cara) bersuci.
c. Macam dan jenis-jenis najis yang perlu disucikan.
d. Benda yang wajib disucikan.
e. Sebab-sebab atau keadaan yang menyebabkan wajib bersuci.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran".
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. 2:222)
Adapun thaharah dalam ilmu fiqh ialah:
a. Menghilangkan najis.
b. Berwudlu.
c. Mandi.
d. Tayammum.
Alat yang terpenting untuk bersuci ialah air. Jika tidak ada air maka tanah, batu dan sebagainya
dijadikan sebagai alat pengganti air.

Macam-macam air
Air yang dapat dipergunakan untuk bersuci ada tujuh macam:
1. Air hujan.
2. Air sungai.
3. Air laut.
4. Air dari mata air.
5. Air sumur.
6. Air salju.
7. Air embun.

Pembagian air
Air tersebut dibagi menjadi 4, yaitu :
1. Air mutlak (air yang suci dan mensucikan), yaitu air yang masih murni, dan tidak bercampur
dengan sesuatu yang lain.
2. Air musyammas (air yang suci dan dapat mensucikan tetapi makhruh digunakan), yaitu air
yang dipanaskan dengan terik matahari di tempat logam yang bukan emas.
3. Air musta’mal (air suci tetapi tidak dapat mensucikan), yaitu air yang sudah digunakan untuk
bersuci.
4. Air mutanajis (air yang najis dan tidak dapat mensucikan), yaitu air telah kemasukan benda
najis atau yang terkena najis.

2. Macam-Macam Thaharah
a. Bersuci dari dosa (bertaubat).
Bertaubat kepada Allah yang merupakan thaharah ruhaniah, juga sebagai metode mensucikan
diri dari dosa-dosa yang besar maupun yang kecil kepada Allah. Jika dosa yang dimaksudkan
berhubungan dengan manusia, sebelum bertaubat ia harus meminta maaf kepada semua orang
yang disakitinya. Sebab Allah akan menerima taubat hamba-Nya secara langsung jika
berhubungan dengan dosa-dosa yang menjadi hak Allah.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an
Artinya :
“Dan hendaklah kamu memohon ampunan kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya,
niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu sampai waktu yang telah
ditentukan. Dan Dia akan memberikan karunia-Nya kepada setiap orang yang berbuat baik.
Dan jika kamu berpaling maka sungguh Aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang
besar )kiamat(”.

Yang dimaksud dengan taubat nashuha adalah taubat yang sesungguhnya. Ciri-cirinya adalah:
a. Menyesal dengan perbuatan yang telah dilakukan.
b. Berjanji tidak akan mengulanginya.
c. Selalu meminta ampunan kepada Allah dan berzikir.
d. Berusaha terus menerus untuk memperbaiki diri dengan memperbanyak perbuatan baik dengan
mengharap keridhoan dari Allah SWT.

b. Bersuci menghilangkan najis.


Najis menurut bahasa ialah apa saja yang kotor, baik jiwa, benda maupun amal perbuatan.
Sedangkan menurut fuqaha’ berarti kotoran (yang berbentuk zat) yang mengakibatkan sholat
tidak sah.
2.1 Benda-benda najis
a) Bangkai (kecuali bangkai ikan dan belalang)
b) Darah
c) Babi
d) Khamer dan benda cair apapun yang memabukkan
e) Anjing
f) Kencing dan kotoran (tinja) manusia maupun binatang
g) Susu binatang yang haram dimakan dagingnya
h) Wadi dan madzi
i) Muntahan dari perut
2.2 Macam-macam najis
Najis dibagi menjadi 3 bagian:
1. Najis mukhaffafah (ringan), ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan
belum pernah makan sesuatu kecuali ASI.
Cara mensucikannya, cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena najis sampai
bersih.
2. Najis mutawassithah (sedang), ialah najis yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan
binatang, kecuali air mani.
Najis ini dibagi menjadi dua:
a. Najis ‘ainiyah, ialah najis yang berwujud atau tampak.
b. Najis hukmiyah, ialah najis yang tidak tampak seperti bekas kencing atau arak yang sudah
kering dan sebagainya.
Cara mensucikannya, dibilas dengan air sehingga hilang semua sifatnya (bau, warna, rasa dan
rupanya)
3. Najis mughallazah (berat), ialah najis anjing dan babi.
Cara mensucikannya, lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian dicuci dengan
air bersih 7 kali dan salah satunya dicampur dengan debu.

2.3 Najis yang dimaafkan


1) Bangkai binatang yang darahnya tidak mengalir seperti nyamuk, kutu, dan sebagainya.
2) Najis yang sangat sedikit.
3) Darah bisul dan sebangsanya.
4) Kotoran binatang yang mengenai biji-bijian yang akan ditebar, kotoran binatang ternak yang
mengenai susu ketika diperah.
5) Kotoran ikan d dalam air.
6) Darah yang mengenai tukang jagal.
7) Darah yang masih ada pada daging.

c. Bersuci dari hadas


Hadas menurut makna bahasa “peristiwa”. Sedangkan menurut syara’ adalah perkara yang
dianggap mempengaruhi anggora-anggota tubuh sehingga menjadikan sholat dan pekerjaan-
pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah karenanya, karena tidak ada sesuatu yang
meringankan. Hadas dibagi menjadi dua :
1) Hadas kecil, adalah perkara-perkara yang dianggap mempengaruhi empat anggota tubuh
manusia yaitu wajah, dua tangan dan dua kaki. Lalu menjadikan sholat dan semisalnya tidak
sah. Hadas kecil ini hilang dengan cara berwudlu.
2) Hadas besar, adalah perkara yang dianggap mempengaruhi seluruh tubuh lalu menjadikan
sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah. Hadas besar ini bisa
hilang dengan cara mandi besar.

B. WUDLU
1. Pengertian Wudlu
Wudlu secara bahasa berarti keindahan dan kecerahan. Sedangkan menurut istilah syara’
bersuci dengan air dalam rangka menghilangkan hadas kecil yang terdapat pada wajah, kedua
tangan, kepala dan kedua kaki disertai dengan niat.
2. Rukun Wudlu
Antara lain:
a. Niat
b. Membasuh muka
c. Membasuh dua tangan sampai siku
d. Mengusap sebagian kepala
e. Membasuh kaki sampai mata kaki
f. Tertib, artinya urut.
3. Sunnah Wudlu
a. Membaca basmallah
b. Membasuh tangan sampai pergelangan terlebih dahulu
c. Berkumur-kumur
d. Membersihkan hidung
e. Menyela-nyela janggut yang tebal
f. Mendahulukan anggota yang kanan
g. Mengusap kepala
h. Menyela-nyela jari tangan dan jari kaki
i. Megusap kedua telinga
j. Membasuh sampai tiga kali
k. Berturut-turut
l. Berdo’a sesudah wudlu
4. Hal-hal yang membatalkan wudlu
a. Keluarnya sesuatu dari dua jalan
b. Tertidur dengan posisi tidak duduk yang tetap
c. Hilangnya akal (gila, pingsan, mabuk dan sebagainya)
d. Tersentuh kemaluan dengan telapak tangan
e. Tersentuhnya kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim dan tidak beralas

C. MANDI
1. Pengertian
Mandi dalam bahasa arab al ghuslu artinya mengalirkan alir pada apa saja. Menurut pengertian
syara’ berarti meratakan air yang suci pada seluruh tubuh disertai dengan niat. Pengertian lain
ialah mengalirkan air ke seluruh tubuh baik yang berupa kulit, rambut, ataupun kuku dengan
memakai niat tertentu. Mandi ini ada yang hukumnya wajib dan ada yang sunnah.
2. Hal-hal yang mewajibkan mandi (mandi besar/ mandi wajib)
a. Hubungan suami istri
b. Mengeluarkan mani
c. Mati
d. Haid
e. Nifas
f. Wiladah (melahirkan)
3. Rukun mandi
a. Niat
b. Menghilangkan najis bila terdapat pada badannya
c. Meratakan air ke seluruh tubuh, baik berupa rambut maupun kulit
4. Sunnah mandi
a. Membaca basmallah
b. Berwudlu sebelum mandi
c. Menggosok badan dengan tangan
d. Menyela-nyela pada rambut yang tebal
e. Membasuh sampai tiga kali
f. Berturut-turut
g. Mendahulukan anggota yang kanan
h. Memakai basahan

D. TAYAMMUM
1. Pengertian
Tayammum adalah salah satu cara bersuci, sebagai ganti berwudlu atau mandi apabila
berhalangan memakai air. (Imam Zarkasyi, 1995:20)
2. Syarat tayammum
a. Islam
b. Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu
c. Berhalangan mengguankan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air akan
kambuh sakitnya
d. Telah masuk waktu shalat
e. Dengan debu yang suci
f. Bersih dari Haid dan Nifas
3. Rukun tayammum
a. Niat
b. Mengusap muka dengan debu dari tangan yang baru dipukulkan atau diletakkan ke debu
c. Mengusap kedua tangan sampai siku, dengan debu dari tangan yang baru dipukulkan atau
diletakkan ke debu, jadi dua kali memukul.
d. Tertib
4. Sunnah tayammum
a. Membaca basmallah
b. Mendahulukan anggota kanan
c. Menipiskan debu di telapak tangan
d. Berturut-turut
5. Hal-hal yang membatalkan tayammum
a. Semua yang membatalkan wudlu
b. Melihat air, bagi yang sebabnya ketiadaan air
c. Karena murtad
E. ISTINJA’
Apabila keluar kotoran dari salah satu dua jalan, wajib istinja’ dengan air atau dengan tiga buah
batu, yang lebih baik mula-mula dengan batu atau sebagainya kemudian diikuti dengan air.
(Sulaiman Rasjid, 1981:37)
Adab buang air:
1. Sunnah mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke dalam kamar mandi, mendahulukan kaki
kanan ketika keluar dari kamar mandi.
2. Tidak berbicara selama ada di dalam kamar mandi.
3. Memakai alas kaki.
4. Hendaklah jauh dari orang sehingga bau kotoran tidak sampai kepadanya.
5. Tidak buang air di air yang tenang.
6. Tidak buang air di lubang lubang tanah.
7. Tidak buang air di tempat perhentian.

F. HIKMAH BERSUCI
1. Thaharah termasuk tuntutan fitrah.
2. Memelihara kehormatan dan harga diri orang Islam.
3. Memelihara kesehatan.
4. Menghadap Allah dalam keadaan suci dan bersih.
5. Thaharah berfungsi menghilangkan hadas dan najis juga berfungsi sebagai penghapus dosa
kecil dan berhikmah membersihkan kotoran indrawi
Makna Syahadat
Dua kalimat syahadat (syahadatain) adalah rukun Islam pertama. Syahadatain terdiri atas
syahadat tauhid dan syahadat rasul. Rukun Islam pertama ini sangat mudah diucapkan,
tapi paling berat dilaksanakan. Dua kalimat syahadat (syahadatain) ini menjadi fondasi bagi
rukun-rukun Islam lainnya.

Simak tulisan / bacaan syahadat tauhid berikut:

Arti syahadat tauhid : Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah.

Makna Syahadat Tauhid


Ada dua terminologi penting dalam syahadat tauhid :
– Aku bersaksi
– Tiada Tuhan selain Allah
Mari kita lihat satu per satu kedua terminologi syahadat tauhid tersebut.

1. Makna Syahadat Tauhid “Aku Bersaksi”


Kata “bersaksi” menunjukkan kemantapan dalam keyakinan. Tingkat keyakinan seseorang
akan semakin kuat ketika dia telah menyaksikan sesuatu. Jika ayah anda mengabarkan bahwa
beliau telah mendapatkan ikan yang besar, tentu anda yakin dengan kabar itu bukan? Inilah
yang disebut dengan khabaru yaqin, keyakinan yang timbul dari sebuah kabar. Mengapa anda
yakin dengan kabar tersebut? Karena sang pemberi kabar adalah ayah anda sendiri, orang
yang terpercaya.

Setelah ayah anda pulang dari laut dengan membopong ikan yang besar itu, maka anda pun
melihat bahwa ayah benar-benar mendapatkan ikan yang besar. Dengan anda menyaksikan
ikan yang ayah bawa, maka anda bertambah yakin. Inilah yang disebut dengan aeul yaqin,
keyakinan yang timbul dengan menyaksikan. Kualitas keyakinan di level ini (dengan
bersaksi) tentu jauh lebih tinggi dari keyakianan yang anda peroleh ketika anda hanya
mendapatkan kabarnya saja.

Nah, maksud “aku bersaksi” dalam syahadat tauhid di atas, adalah sebuah pengakuan
keyakinan berkualitas tinggi akan keesaan Allah. Lantas, bagaimana kita bisa bersaksi
padahal kita tidak pernah melihat-Nya?

Untuk dapat bersaksi tidak mesti melihatnya langsung. ”Jika ada bekas tapak kaki manusia di
jalan, itu artinya ada orang yang melewatinya biarpun aku tidak melihatnya. Jika ada kotoran
unta, tentu keluar dari perut unta biarpun aku tidak melihatnya” demikian salah satu tamsil
Badui yang dikutip oleh Buya Yahya, pengasuh pondok pesantren Al Bahjah Cirebon.
Keberadaan Allah dapat kita saksikan melalui aneka rupa maha karya-Nya yang bertebaran di
muka bumi ini.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal” )QS Ali Imran 190(.

Karena itu, mari tingkatkan keyakinan kita terhadap adanya Allah dan segala sifatnya
(asmaul husna) dengan melihat (bersaksi) terhadap seluruh ciptaan-Nya. Inilah modal dasar
untuk menegakkan kalimat “La ilaha illallah”, tiada Tuhan selain Allah seperti yang akan
dijelaskan di bawah ini.

2. Makna Syahadat Tauhid “Tiada Tuhan selain Allah”


Tuhan selain bermakna sesembahan, juga bermakna sesuatu yang ditakuti, yang diharapkan
atau yang dipentingkan. Karena itu, Tuhan banyak sekali jumlahnya. Tuhan-tuhan selain
Allah dapat berupa orang, harta, jabatan, bahkan hawa nafsunya sebagaimana firman Allah:

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain
Allah …” )QS At Taubah : 31(.

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya.
Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?” )QS Al Furqan:43(.

Dengan demikian, “Tiada Tuhan selain Allah” selain bermakna “Tiada yang patut disembah
selain Allah”, juga dapat berarti:
– Tiada yang patut ditakuti selain Allah
– Tiada yang patut diharapkan selain Allah
– Tiada yang patut dipentingkan selain Allah
Lalu bagaimana jika kita takut kepada ular, bolehkah? Tentu boleh, itu manusiawi. Adapun
maksud tiada yang patut ditakuti selain Allah, ketakutan terhadap selain Allah tidak boleh
melebihi takutnya kepada Allah. Kita juga boleh menganggap bahwa membaca koran itu
penting, tapi harus disertai keyakinan bahwa membaca koran tidak lebih penting dari Allah
SWT. Itulah makna syahadat tauhid, la ilaha illallah

Anda mungkin juga menyukai