IMPETIGO KRUSTOSA
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Diajukan oleh:
Nasya Kamila Tsania Mas’udi
20164011141
Tutorial Klinik
IMPETIGO KRUSTOSA
Disusun oleh :
20164011141
Mengetahui
- Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: compos
mentis, gizi cukup.
Vital sign: Dalam Batas
Normal
- Status Generalisata :
Kepala: Terdapat lesi erosi
(+) di hidung dan dagu
Leher : Dalam Batas Normal
Dada : Dalam Batas Normal
Abdomen:Dalam Batas
Normal
Ekstremitas Atas: Dalam
Batas Normal
Ekstremitas Bawah : Dalam
Batas Normal
- Status Dermatologis :
Hidung dan Dagu :
Lesi erosi dengan
dasar eritem disertai
krusta berwarna
oranye-kekuningan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Impetigo adalah infeksi bakteri gram positif pada lapisan superficial epidermis.
Impetigo krustosa sering disebut sebagai Impetigo kontagiosa, Impetigo vulgaris atau
Impetigo Tillbury Fox. Penyakit ini merupakan bentuk pioderma paling sederhana dengan
gambaran dominan berupa krusta yang khas berwarna kuning kecoklatan seperti madu
berlapis-lapis.
II. Epidemiologi
Rasio antara laki-laki dan perempuan sama dan dapat terjadi pada semua usia. Anak
yang berusia <6 tahun insidensinya lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa.
Transmisi penyakit ini melalui kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi atau kontak
dengan benda-benda yang sudah terinfeksi. Selain itu penyebarannya juga dapat melalui
udara pernafasan penderita.
V. Pathogenesis
Impetigo krustosa merupakan jenis impetigo yang paling sering dan timbul hampir
70% pada anak-anak di bawah usia 15 tahun dengan infeksi. Streptococcus ß hemolyticus
grup A (GABHS) dan Staphylococcus aureus timbul dengan frekuensi yang sama sebagai
agen kausatif pada impetigo krustosa, di mana S.aureus merupakan patogen utamanya yang
telah dilaporkan sebanyak 50-60% kasus. S.aureus memproduksi racun bakteriotoksin pada
streptococcus. Bakteriotoksin inilah yang menjadi alasan mengapa hanya S.aureus yang
terisolasi pada lesi tersebut walaupun disebabkan oleh bakteri Streptococcus.
Jika seorang individu mengadakan kontak dekat dengan yang lainnya (anggota
keluarga, teman satu kelas, teman sekelompok) yang mempunyai infeksi kulit karena
GABHS atau yang membawa organisme ini, maka individu yang mempunyai kulit utuh
dapat terkontaminasi oleh bakteri ini. Jika pada kulit yang terkolonisasi oleh bakteri ini,
maka pada luka yang kecil, seperti luka lecet atau tergigit serangga akan timbul lesi impetigo
antara 1-2 minggu.
GABHS dapat ditemukan pada hidung dan tenggorokan pada beberapa individu 2-3
minggu setelah timbul lesi, meskipun tidak terdapat gejala-gejala dari faringitis streptococcal.
Hal ini disebabkan karena perbedaan rantai pada bakterinya. Impetigo biasanya merupakan
rantai D, sedangkan faringitis disebabkan rantai A,B, dan C.
VII. Diagnosis
Gambaran klinis impetigo krustosa berupa macula atau papul eritem yang secara
cepat berubah menjadi vesikel. Vesikel ini mudah pecah sehingga membentuk sebuah erosi
dan ketika isi dari vesikel mengering terbentuk sebuah krusta dengan warna kekuningan
seperti madu. Jika krusta dilepas tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke
perifer dan sembuh di bagian tengah. Eksudat dengan mudah menyebar ke daerah sekitarnya
dengan sendirinya secara autoinokulasi. Predileksi dapat ditemukan pada daerah wajah
(terutama di sekitar hidung dan mulut) pada anak, leher, punggung dan ekstremitas. Luka
keropeng dan rasa gatal inilah yang sering menjadi alasan pasien berobat ke dokter.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu kultur bakteri. Pemeriksaan ini
diindikasikan pada pasien yang terjadi outbreak post-streptococcal GNF atau pasien dicurigai
mengalami resisten methicillin terhadap S. aureus.
Ektima
Ektima merupakan ulkus superficial dengan krusta di atasnya yang disebabkan infeksi
Stretococcus β-hemolyticus pada lapisan dermis kulit. Gejala klinis yang dapat ditemui
berupa lesi ulkus disertai krusta tebal berwarna kekuningan , biasanya berlokasi di tungkai
bawah yaitu tempat yang relative mendapat trauma. Jika krusta diangkat, tampak ulkus
dangkal.
Perbedaan Ektima dengan Impetigo krustosa yaitu Impetigo krustosa lebih sering terjadi
pada anak-anak di daerah wajah dengan dasar berupa erosi. Penatalaksanaan Ektima yaitu
dengan pemberian antibiotic topikal atau sistemik.
- Terapi suportif dengan menjaga hygiene, nutrisi TKTP dan stamina tubuh.
- Farmakoterapi dilakukan dengan:
a. Topikal
1. Bila banyak pus/krusta, dilakukan kompres terbuka dengan Kalium permangat
(PK) 1/5.000 dan 1/10.000.
2. Bila tidak tertutup pus atau krusta, diberikan salep atau krim asam fusidat 2% atau
mupirosin 2%, dioleskan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.
b. Antibiotik oral dapat diberikan dari salah satu golongan di bawah ini:
1. Penisilin yang resisten terhadap penisilinase, seperti: oksasilin, kloksasilin,
dikloksasilin dan flukloksasilin.
Dosis dewasa: 4 x 250-500 mg/hari, selama 5-7 hari, selama 5-7 hari.
Dosis anak: 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis, selama 5-7 hari.
2. Amoksisilin dengan asam klavulanat.
Dosis dewasa: 3 x 250-500 mg.
Dosis anak: 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, selama 5-7 hari.
3. Sefalosporin dengan dosis 10-25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, selama 5-7
hari.
4. Eritromisin: dosis dewasa: 4 x 250-500 mg/hari, anak: 20-50 mg/kgBB/hari
terbagi 4 dosis, selama 5-7 hari.
Pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk meredakan nyeri dan mengurangi
kerusakan kosmetik. Antibiotik sistemik dapat digunakan jika pasien mengalami resisten
terhadap obat topikal, adanya komplikasi lanjutan dan terjadi infeksi sistemik. Obat
antibiotik topikal yang dilaporkan berguna pada terapi impetigo adalah:
- Klindamisin (krim, losio dan sabun) berguna untuk beberapa infeksi MRSA
- Gentamisin salep atau krim dapat digunakan untuk infeksi gram positif oleh spesies
staphylococcus termasuk impetigo dan pioderma.
- Hydrogen peroksida 1 % krim, mempunyai aktifitas bakterisidal yang mempunyai
durasi aksi lebih lama dari pada hydrogen peroksida cair.
- Tetrasiklin berguna untuk impetigo local tetapi beresiko terjadinya reaksi
fotosensitifitas.
- Antibiotik oral yang direkomendasikan sebagai terapi impetigo adalah sepalosporin,
penisilin semisintetik, penghambat beta laktamse. Jika kultur bakteri menunjukan
MRSA dan pada pasien yang tidak terjadi peningkatan dapat diberikaan tetrasiklin,
trimethoprim/sulfamethoxazole (Bactrim), klindamicin, atau linezolid.
Edukasi
Edukasi pasien dan keluarga untuk pencegahan penyakit dengan menjaga kebersihan
diri dan stamina tubuh. Pasien atau keluarga pasien perlu diberikan informasi bahwa pasien
perlu dirujuk jika tidak sembuhh dengan pengobatan selama 5-7 hari dan terdapat penyakit
sistemik (gangguan metabolic endokrin dan imonodefisiensi).
c. Komplikasi
- Dapat terjadi infeksi yang lebih dalam seperti ektima.
- Glomerulonefritis akut terjadi pada 2-5% impetigo akibat infeksi S. aureus dan
GABHS serotype tertentu.
- Sepsis, arthritis, osteomielitis, pneumonia atau Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome (SSSS).
d. Prognosis
Pada umunya prognosis dari pasien yang mengalami impetigo krustosa baik dan
dapat sembuh dengan atau tanpa bekas.