Anda di halaman 1dari 14

TUTORIAL KLINIK

IMPETIGO KRUSTOSA
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti
Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Diajukan kepada Yth:


dr. Nafiah Chusniyati, Sp KK, M.Sc

Diajukan oleh:
Nasya Kamila Tsania Mas’udi
20164011141

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Tutorial Klinik

IMPETIGO KRUSTOSA

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin


Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

Nasya Kamila Tsania Mas’udi

20164011141

Mengetahui

Dosen Penguji Klinik

dr. Nafiah Chusniyati, Sp KK., M.Sc


PROBLEM HIPOTESIS MEKANISME DATA TAMBAHAN TUJUAN BELAJAR PEMECAHAN
MASALAH
Identitas pasien - Diagnosis : (tertera dalam Tidak dilakukan - Mampu mengetahui Dari anamnesis,
Nama: An. AFU Impetigo tinjauan pemeriksaan definisi hingga tata pemeriksaan fisik,
Usia: 3 th
Krustosa pustaka) penunjang. laksana Impetigo disimpulkan bahwa
Alamat : Mengkang RT 01
Diagnosis Krustosa. diagnosa pasien ini
Anamnesis Banding : Tata Laksana : adalah Impetigo
Keluhan Utama : Luka
Herpes R/ Cream Mupirocin Krustosa.
keropeng di hidung dan dagu
RPS : Seorang pasien laki- Simpleks 2% 15 gr tube I
laki berusia 3 tahun datang Ektima S 3 dd ue
ke poli kulit RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta Edukasi :
bersama ibunya dengan - Memberikan
keluhan terdapat luka edukasi kepada
keropeng di hidung dan dagu. pasien dan
Keluhan tersebut muncul keluarga untuk
sejak 1 minggu SMRS menjaga
disertai keluhan gatal. kebersihan dan
Sebelum terjadi keropeng, manjaga stamina
pasien mengalami tertusuk tubuh
garpu di bagian dagu dan - Memberikan
hidung. Awalnya terdapat edukasi bahwa
luka kecil di dagu kemudian pasien harus rutin
meluas dan muncul pada mengoleskan obat
hidung. Pasien tidak dan jika setelah
mengalami demam, namun lima hari tidak ada
sedang batuk dan pilek yang perbaikan maka
sudah agak membaik. Pasien segera berobat ke
sudah berobat ke dokter dan dokter.
mendapat obat puyer yang
dimunum 3x sehari, sirup
antigatal 1x setiap malam dan
salep yang dioleskan 2x
sehari.
RPD:
- Riwayat keluhan serupa
(-).
- Alergi (-), asma (-).
RPK:
- Riwayat keluhan serupa
(+).
- Alergi (-), asma (+), DM
(-), TB (+) ayah namun
sudah sembuh.
Riwayat Personal Sosial :
Teman di sekolah tidak ada
yang mengalami hal serupa.
Beberapa hari yang lalu
pasien melakukan aktivitas
berenang.

- Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: compos
mentis, gizi cukup.
Vital sign: Dalam Batas
Normal
- Status Generalisata :
Kepala: Terdapat lesi erosi
(+) di hidung dan dagu
Leher : Dalam Batas Normal
Dada : Dalam Batas Normal
Abdomen:Dalam Batas
Normal
Ekstremitas Atas: Dalam
Batas Normal
Ekstremitas Bawah : Dalam
Batas Normal
- Status Dermatologis :
Hidung dan Dagu :
Lesi erosi dengan
dasar eritem disertai
krusta berwarna
oranye-kekuningan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Impetigo adalah infeksi bakteri gram positif pada lapisan superficial epidermis.
Impetigo krustosa sering disebut sebagai Impetigo kontagiosa, Impetigo vulgaris atau
Impetigo Tillbury Fox. Penyakit ini merupakan bentuk pioderma paling sederhana dengan
gambaran dominan berupa krusta yang khas berwarna kuning kecoklatan seperti madu
berlapis-lapis.

II. Epidemiologi
Rasio antara laki-laki dan perempuan sama dan dapat terjadi pada semua usia. Anak
yang berusia <6 tahun insidensinya lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa.
Transmisi penyakit ini melalui kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi atau kontak
dengan benda-benda yang sudah terinfeksi. Selain itu penyebarannya juga dapat melalui
udara pernafasan penderita.

III. Faktor Predesposisi


Faktor predesposisi impetigo krustosa antara lain kebersihan diri dan lingkungan yang
kurang, cuaca panas, terdapat lesi kulit, terdapat penyakit kulit, malnutrisi dan imunosupresi.

Gambar 1. Faktor predesposisi Impetigo


IV. Etiologi
Impetigo krustosa umumnya disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan jarang
disebabkan oleh grup A streptococcus, namun untuk negara berkembang, impetigo krustosa
umumnya disebabkan oleh Streptococcus ß hemolyticus grup A (Streptococcus pyogenes).
Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, yang mempunyai
karakteristik dapat berbentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Lebih dari 20
produk ekstraseluler yang antigenik termasuk dalam grup A (Streptococcus pyogenes)
diantaranya adalah streptokinase, streptodornase, hyaluronidase, eksotoksin pirogenik,
disphosphopyridine nucleotidase, dan hemolisin. Masa inkubasi bakteri ini 1-3 hari.

Gambar 2. Kiri : Staphylococcus aureus, Kanan : Streptococcus pyogenes

V. Pathogenesis

Impetigo krustosa merupakan jenis impetigo yang paling sering dan timbul hampir
70% pada anak-anak di bawah usia 15 tahun dengan infeksi. Streptococcus ß hemolyticus
grup A (GABHS) dan Staphylococcus aureus timbul dengan frekuensi yang sama sebagai
agen kausatif pada impetigo krustosa, di mana S.aureus merupakan patogen utamanya yang
telah dilaporkan sebanyak 50-60% kasus. S.aureus memproduksi racun bakteriotoksin pada
streptococcus. Bakteriotoksin inilah yang menjadi alasan mengapa hanya S.aureus yang
terisolasi pada lesi tersebut walaupun disebabkan oleh bakteri Streptococcus.
Jika seorang individu mengadakan kontak dekat dengan yang lainnya (anggota
keluarga, teman satu kelas, teman sekelompok) yang mempunyai infeksi kulit karena
GABHS atau yang membawa organisme ini, maka individu yang mempunyai kulit utuh
dapat terkontaminasi oleh bakteri ini. Jika pada kulit yang terkolonisasi oleh bakteri ini,
maka pada luka yang kecil, seperti luka lecet atau tergigit serangga akan timbul lesi impetigo
antara 1-2 minggu.
GABHS dapat ditemukan pada hidung dan tenggorokan pada beberapa individu 2-3
minggu setelah timbul lesi, meskipun tidak terdapat gejala-gejala dari faringitis streptococcal.
Hal ini disebabkan karena perbedaan rantai pada bakterinya. Impetigo biasanya merupakan
rantai D, sedangkan faringitis disebabkan rantai A,B, dan C.

VI. Pemeriksaan Penunjang


a. Pengecatan Gram
Bila diperlukan dapat memeriksa isi vesikel dengan pengecatan gram untuk
menyingkirkan diagnosa banding dengan gangguan infeksi gram negatif. Bisa
dilanjutkan dengan tes katalase dan koagulase untuk membedakan antara
Staphylococcus dan Streptococcus. Pada pewarnaan gram akan memperlihatkan
neutrofil dengan kuman gram-positif di dalam rantai atau kelompok.
b. Kultur bakteri
Kultur akan memperlihatkan S.aureus, kebanyakan merupakan kombinasi
dengan S.pyogenes atau GABHS yang lain, tetapi kadang timbul sendiri. Kultur
bakteri juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi methicillin-resistant
Staphylococcus aureus (MRSA), jika lesi imeptigo pecah dan jika terdapat
kecurigaan glomerulonefritis poststreptokokus. Eksudat diambil dari bawah krusta
untuk dilakukan kultur. Selain itu, kultur bakteri pada lubang hidung terkadang
dibutuhkan untuk menentukkan seseorang S.aureus karier atau bukan. Jika pada
kultur tersebut negatif dan penderita persisten terhadap timbulnya impetigo, maka
kultur bakteri harus dilakukan pada aksila, faring dan perineum. Pada penderita
dengan status S.aureus karier yang negatif dan tidak mempunyai faktor predisiposisi
dapat dilakukan pemeriksaan level serum IgM. Pemeriksaan level serum IgA, IgM,
dan IgG juga dapat dilakukan untuk mengetahui imunodefisiensi yang lain.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pada darah tepi terdapat leukositosis pada hampir 50% kasus impetigo, terutama
pada infeksi yang disebabkan streptococcus. Level Anti DNA-ase
(Antideoksiribonuklease) B meningkat cukup signifikan pada pasien impetigo
streptococcus. Urinalisis perlu dilakukan untuk mengevaluasi glomerulonefritis
poststreptokokus jika pada pasien timbul edema dan hipertensi. Hematuria,
proteinuria, cylindruria merupakan indikator terlibatnya ginjal.

VII. Diagnosis

Gambaran klinis impetigo krustosa berupa macula atau papul eritem yang secara
cepat berubah menjadi vesikel. Vesikel ini mudah pecah sehingga membentuk sebuah erosi
dan ketika isi dari vesikel mengering terbentuk sebuah krusta dengan warna kekuningan
seperti madu. Jika krusta dilepas tampak erosi di bawahnya. Sering krusta menyebar ke
perifer dan sembuh di bagian tengah. Eksudat dengan mudah menyebar ke daerah sekitarnya
dengan sendirinya secara autoinokulasi. Predileksi dapat ditemukan pada daerah wajah
(terutama di sekitar hidung dan mulut) pada anak, leher, punggung dan ekstremitas. Luka
keropeng dan rasa gatal inilah yang sering menjadi alasan pasien berobat ke dokter.

Gambar 3. Impetigo krustosa pada wajah

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu kultur bakteri. Pemeriksaan ini
diindikasikan pada pasien yang terjadi outbreak post-streptococcal GNF atau pasien dicurigai
mengalami resisten methicillin terhadap S. aureus.

VIII. Differential Diagnosis


Impetigo Contagiosa Herpes Simplex
Pemeriksaan
Fisik - Dapat muncul bulla lembek - Tidak ditemukan bulla
Morfologi - Vesikel berisi pus - Tidak terdapat pus kecuali infeksi
- Vesikel tidak berkelompok sekunder
- Vesikel tanpa umbilikasi - Vesikel berkelompok dengan dasar
- Tidak ditemukan batas bergigi eritem
- Jika bulla pecah menjadi lesi erosi - Vesikel bentuk umbilical
- Krusta berwarna oranye keemasan - Terdapat batas bergigi dengan
- Ukuran vesikel dan erosi lebih luas umbilikasi sentral
- Krusta berwarna merah
Distribusi Area yang tidak berambut, sering pada Setiap permukaan kulit, sering pada bibir
wajah (pada anak), sesuai dermatom

Faktor - Biasanya tidak terjadi berulang - Biasanya terjadi berulang


eksaserbasi - Imunosupresi - Imunosupresi
Gejala - Tidak ada gejala prodormal - Terjadi gejala prodormal berupa nyeri
- Tidak berhubungan dengan demam atau rasa terbakar
- Berhubungan dengan demam dan
malaise
Pembesaran Limfadenopati (-) Limfadenopati (+)
KGB
Epidemiologi Sering pada anak-anak Anak-anak dan dewasa
Laboratorium Kultur bakteri Kultur virus
Tzanck Test
Tatalaksana Topikal : Mupirocin Terapi antiviral efektif diberikan hari
Sistemik : Penisilin, Diklosaksilin atau pertama dan kedua.
Eritromisin Asiklovir oral 5x200 mg/hari selama 7-10
hari, Valsiklovir 2x500 mg/hari selama 7-
10 hari, Famsiklovir atau Pensiklovir krim
Prognosis Baik, lesi dapat sembuh tanpa jaringan Baik, lesi dapat sembuh tanpa jaringan
parut parut, namun dapat terjadi berulang

Ektima
Ektima merupakan ulkus superficial dengan krusta di atasnya yang disebabkan infeksi
Stretococcus β-hemolyticus pada lapisan dermis kulit. Gejala klinis yang dapat ditemui
berupa lesi ulkus disertai krusta tebal berwarna kekuningan , biasanya berlokasi di tungkai
bawah yaitu tempat yang relative mendapat trauma. Jika krusta diangkat, tampak ulkus
dangkal.
Perbedaan Ektima dengan Impetigo krustosa yaitu Impetigo krustosa lebih sering terjadi
pada anak-anak di daerah wajah dengan dasar berupa erosi. Penatalaksanaan Ektima yaitu
dengan pemberian antibiotic topikal atau sistemik.

Gambar 4. Ektima (kiri) dan Herpes Simpleks (kanan)


IX. Tatalaksana

- Terapi suportif dengan menjaga hygiene, nutrisi TKTP dan stamina tubuh.
- Farmakoterapi dilakukan dengan:
a. Topikal
1. Bila banyak pus/krusta, dilakukan kompres terbuka dengan Kalium permangat
(PK) 1/5.000 dan 1/10.000.
2. Bila tidak tertutup pus atau krusta, diberikan salep atau krim asam fusidat 2% atau
mupirosin 2%, dioleskan 2-3 kali sehari selama 7-10 hari.
b. Antibiotik oral dapat diberikan dari salah satu golongan di bawah ini:
1. Penisilin yang resisten terhadap penisilinase, seperti: oksasilin, kloksasilin,
dikloksasilin dan flukloksasilin.
Dosis dewasa: 4 x 250-500 mg/hari, selama 5-7 hari, selama 5-7 hari.
Dosis anak: 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis, selama 5-7 hari.
2. Amoksisilin dengan asam klavulanat.
Dosis dewasa: 3 x 250-500 mg.
Dosis anak: 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, selama 5-7 hari.
3. Sefalosporin dengan dosis 10-25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, selama 5-7
hari.
4. Eritromisin: dosis dewasa: 4 x 250-500 mg/hari, anak: 20-50 mg/kgBB/hari
terbagi 4 dosis, selama 5-7 hari.
Pengobatan impetigo krustosa bertujuan untuk meredakan nyeri dan mengurangi
kerusakan kosmetik. Antibiotik sistemik dapat digunakan jika pasien mengalami resisten
terhadap obat topikal, adanya komplikasi lanjutan dan terjadi infeksi sistemik. Obat
antibiotik topikal yang dilaporkan berguna pada terapi impetigo adalah:
- Klindamisin (krim, losio dan sabun) berguna untuk beberapa infeksi MRSA
- Gentamisin salep atau krim dapat digunakan untuk infeksi gram positif oleh spesies
staphylococcus termasuk impetigo dan pioderma.
- Hydrogen peroksida 1 % krim, mempunyai aktifitas bakterisidal yang mempunyai
durasi aksi lebih lama dari pada hydrogen peroksida cair.
- Tetrasiklin berguna untuk impetigo local tetapi beresiko terjadinya reaksi
fotosensitifitas.
- Antibiotik oral yang direkomendasikan sebagai terapi impetigo adalah sepalosporin,
penisilin semisintetik, penghambat beta laktamse. Jika kultur bakteri menunjukan
MRSA dan pada pasien yang tidak terjadi peningkatan dapat diberikaan tetrasiklin,
trimethoprim/sulfamethoxazole (Bactrim), klindamicin, atau linezolid.

Edukasi
Edukasi pasien dan keluarga untuk pencegahan penyakit dengan menjaga kebersihan
diri dan stamina tubuh. Pasien atau keluarga pasien perlu diberikan informasi bahwa pasien
perlu dirujuk jika tidak sembuhh dengan pengobatan selama 5-7 hari dan terdapat penyakit
sistemik (gangguan metabolic endokrin dan imonodefisiensi).

c. Komplikasi
- Dapat terjadi infeksi yang lebih dalam seperti ektima.
- Glomerulonefritis akut terjadi pada 2-5% impetigo akibat infeksi S. aureus dan
GABHS serotype tertentu.
- Sepsis, arthritis, osteomielitis, pneumonia atau Staphylococcal Scalded Skin
Syndrome (SSSS).

d. Prognosis
Pada umunya prognosis dari pasien yang mengalami impetigo krustosa baik dan
dapat sembuh dengan atau tanpa bekas.

Anda mungkin juga menyukai